Vous êtes sur la page 1sur 6

II.

Tinjauan Pustaka

2.1 Biologi Ikan Nila


Secara umum berbagai jenis spesies ikan nila hidup dan berkembang biak
di air tawar. Berdasarkan klasifikasi konsumsi makanannya, ikan nila termasuk
jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segalanya. Dari mulai jenis tumbuhan
hingga sejenisnya pun bisa dimakan. Akan tetapi hal ini terjadi hanya ketika saat
larva ikan nila merasa kekurangan pakan disekitarnya, sehingga untuk
mempertahankan hidupnya mereka bersifat kanibal. Selain itu, nila pun memiliki
toleransi terhadap perubahan salinitas (kadar garam), dan tahan terhadap
perubahan lingkungan (Syarippudin 2008).
Menurut Sumantadinata (1981), ikan nila dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Perchomophi
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cihclidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochrosmis niloticus
Menurut Sucipto (2007), memaparkan bahwa komoditas ikan nila
memiliki sifat biologi seperti; a) memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap
kualitas air dan penyakit, b) memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi
lingkungan c) memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein
kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d) memiliki
kemampuan tumbuh yang baik, dan e) mudah tumbuh dalam sistem budidaya
intensif.
Ikan nila merupakan ikan yang dapat beradaptasi dalam perbedaan
salinitas yang cukup besar, sehingga ikan ini dapat beradaptasi di air tawar dan air
payau. Dari segi bentuknya, ikan nila memiliki bentuk tubuh yang pipih yaitu
lebar tubuhnya lebih kecil daripada panjang tubuh. Berdasarkan jenis siripnya,
ikan nila memiliki sirip punggung (dorsal fin), sirip ekor (caudal fin), sirip anal
(anal fin), sirip perut (vebtral fin), dan sirip dada (pectoral fin). Sedangkan
kelengkapan sirip Linea lateralis adalah lengkap tidak terputus. Maksudnya garis
yang dibentuk oleh pori-pori ikan nila pada siripnya ada dan tidak terputus
(Affandi dkk 1992).

2.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan semua jenis ikan nila relatif sangat cepat dan mudah
berkembang biak. Proses perkembangbiakan ini dapat terjadi secara alami dengan
hasil larva yang cukup banyak setiap pembuahannya. Pertumbuhan yang capat
terjadi ketika berat ikan berukuran sedang atau sekitar 150-250 gram. Hal ini
dikarenakan dengan ukuran tersebut bukaman ikan lebih besar dari pada saat
larva, dan frekuensi pertumbuhan akan menurun ketika ikan nila sudah berukuran
besar atau sekitar diatas 500 gram. Hal ini terjadi karena hormon-hormon
pertumbuhan sudah mulai berkurang kinerjanya. Kemampuan mengkonsumsi
pakan buatan juga dapat mempenguhi laju pertumbuhan. Dengan mudahnya
adaptasi terhadap pakan buatan dengan kandungan nutrisi yang tinggi akan
mengakibatkan laju pertumbuhannya semakin cepat dan ukuran maksimumnya
pun akan sedikit bertambah (Effendi 2004).
Selain itu, laju pertumbuhan terpengaruhi oleh capatnya matang gonad
suatu ikan, dimana ketika ikan sudah tumbuh dewasa akan mengalami cepat
matang gonad yang akhirnya laju pertumbuhannya menjadi lebih cepat dari pada
ikan frekuensi matang gonadnya lama. Faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah kualitas air dan wilayah. Kualitas air yang buruk akan
mengakibatkan ikan menjadi stress sehingga pertumbuhannya pun akan
terganggu. Dari segi wilayah yaitu ketika terdapat di tempat tropik dengan suhu
yang relatif tinggi dan kandungan oksigen di dalam air tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan cepat. Karena dengan kangungan oksigen tinggi, nafsu ikan akan
semakin besar.

2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup


Kelangsungan hidup ikan nila relatif besar. Hal ini dikarenakan dengan
sifat biologi ikan nila yang telah dipaparkan di atas, yaitu memiliki toleransi
terhadap kualitas air dan daya adaptasi yang tinggi. Kemampuan ikan nila ketika
menghadapi kualitas air yang buruk tidak langsung mengalami stress. Mereka
dapat melakukan adaptasi dengan salinitas dengan perbandingan yang cukup
tinggi dengan cepat. Akan tetapi, jika kualitas air tidak langsung diperbaiki
menjadi normal, maka ikan ini akan rentan terhadap infeksi bakteri, jamur dan
protozoa. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian terhadap ikan, serta dapat
menuluar dari satu ke lainnya dengan cepat. Sehingga dapat pula terjadi kematian
massa.
Ukuran dari ikan itu sendiri menentukan kelangsungan hidup mereka.
Ukurang yang relatif kecil atau larva, kelangsungan hidupnya akan kecil
dibangding dengan ikan yang sudah besar atau sudah jadi benih. Ketika masih
dalam bentuk larva, kondisi tubuh mereka sangat rentang terhadap kualitas air
yang sangat buruk dan fluktuatif. Makanan yang diperoleh larva tidak lah banyak
karena dengan bukamnya yang kecil, otomastis pakannya pun harus lebih kecil.
Hewan asing juga dapat menghambat kelangsungan hidup larva. Dengan ukurang
yang kecil, larva dapat dengan mudah dimakan oleh ikan yang lebih besar, bahkan
oleh sejenisnya sendiri. Hal ini terjadi karena ketika cadangan makanan yang
terdapat dalam tubuhnya ataupun pakan alami tidak dapat mencukupi mereka,
mereka akan bersifat kanibal, yaitu memakan sejenis (Effendi 2004).

2.4 Pakan (Alami dan Buatan)


2.4.1 Pakan Alami
Pakan alami yang diberikan kepada ikan nila dapat terbagi menjadi 2
macam yaitu zooplankton dan fotoplankton. Hewan yang termasuk fitoplankton
seperti Chorella sp, sedangkan yang contoh untuk zooplankton seperti Daphnia
sp, Moina sp, Artemia sp dan lain-lainnya. Pertumbuhan fitoplankton,
zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar dapat dirangsang dengan
pemupukan kolam ataupun tambak sebelum penebaran benih. Hewan lain yang
akan tumbuh setelah pemupukan yaitu cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan
chironomus (cuk). Semua itu dapat dijadikan sebagai pakan alami ikan nila
(Suyanto 2003).
Selain dengan pemupukan, pakan alami dapat dicari secara langsung,
misalnya daun-daunan seperti kangkung, daun alas, dan daun singkong. Contoh
lainnya adalah kutu air yang dapat kita perolah dari penjual pakan ikan. Kita pun
dapat mencari dari habitat kutu air itu sendiri yaitu di perairan rawa, danau,
bahkan diselokan-selokan atau got. Akan tetapi, untuk menghemat biaya kita
dapat pula membudidayakannya di bak atapun di wadah lainnya.

2.4.2 Pakan Buatan


Pakan buatan merupakan pakan yang diproduksi dengan skala yang besar
yaitu skala industri dan berupa pelet. Dimana komposisi nutrisi dan gizi telah
disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan ukuran ikan . Kandungan yang
terdapat pada pakan untuk benih akan lebih banyak mengandung protein dari pada
pakan yang diberikan untuk induk. Pelet diberikan untuk menyuplai makanan
ikan ketika pakan alami tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan ikan. Nutrisi
yang terkandung adalah karbohidrat, protein, lemak, serat, dan beberapa zat
esensil lainnya yang dibutuhkan ikan (Suyanto 2003).
Berdasarkan tingkat penggunaan pakan buatan dapat dibagi menjadi 3
tingkatan yaitu secara skala tradisional, skala semi intensif, dan skala intensif.
Pada skala tradisonal, penggunaannya relatif sangat jarang. Para petani tradisional
biasanya memberikan pakan ikan berupa pakan alami berupa daun-daunan.
Ataupun sisa-sisa makanan. Adapula petani yang memberikan pakan buatannya
sendiri yang hanya dapat produksi untuk kebutuhan mereka sendiri. Bahan-bahan
yang biasa dipergunakannya yaitu dedak (bekatul), jagung, tepung, dan ikan rucah
sebagai campuran. Pakan ini biasanya diberikan ketika ukuran ikan mulai besar
(Arifin 2002).

Secara skala intensif, penberian pakan buatan (pelet) hanya sebagai


alternatif ketika pakan alami maupun pakan buatan para petani sudah tidak bisa
lagi menyuplai kebutuhan ikan. Sehingga pemberian pakan ini bersifat tidak
mutlak dan lebih cenderung isidental. Secara skala intensif, penggunaan pakan
buatan bersifat mutlak dan menjadi salah satu syarat dalam melakukan budidaya
ikan. Dalam skala ini, padat tebar ikan sangat besar sehinnga pemberian pakan
alami sudah tidak memungkinkan lagi untuk dapat menyuplai makanan ikan.
Pemberian pakan dilakukan ketika benih ditebar hingga pada proses pemanenan
dalam ukuran dan kandungan nutrisi yang berbeda (Arifin 2002).
Kandungan protein pada pelet untuk ikan nila induk sekitar 30-40%
dengan kandungan lemaknya tidak lebih dari 3%. Pemberian protein tinggi
tersebut dikarenakan pada pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan
protein yang cukup. Selain itu terdapat campuran vitamin E dan C. Banyaknya
pelet untuk ikan nila induk kira-kira 3% berat biomassa per hari. Agar mengetahui
biomassanya maka kita harus mengambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan
dirata-ratakan beratnya. Setelah itu dikali dengan biomassa dan dikali dengan 3%.
Maka hasilnya merupakan berat pakan yang harus diberikan setiap hari.

2.5 Kualitas Air


Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh
dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat
pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya
plankton. Air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau
kecokelatan karena banyak mengandung Diatomae. Sedangkan plankton/alga biru
kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus
dikendalikan yang dapat diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi
disc). Kecerahan air yang baik untuk tempak di kolam ataupun tambak adalah
antara 20-35 cm dari permukaan. Berdasarkan debit air untuk kolam air tenang
yaitu 8-15 liter/detik/ha. Sehingga tercipta kondisi perairan tenang dan bersih, Hal
ini karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus yang
terlalu deras (Sugiarto 1988).
Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5.
Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8. Suhu air yang
optimal berkisar antara 25-30 derajat C. Kadar garam air yang disukai antara 0-35
per mil (Sugiarto 1988).
Kandungan oksigen yang terdapat pada air harus cukup karena ikan nila
bernafas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Semakin
banyak oksigen yang terkandung dalam air, maka akan semakin bagus kualitas air
tersebut. Oksigen ini dapat berasal dari hasil fotosintesis yang terjadi dengan
bantuan fotosintesis ataupun dengan cara buatan yaitu dengan pemasangan alat
berupa aerator, agar konsentrasi oksigen untuk ikan selalu terpenuhi. Kandungan
oksigen yang baik untuk ikan nila minimal 4 ml/ liter air, sedangkan kandungan
karbondioksidanya kurang dar i5 mg/liter air (Arifin 2002).
Senyawa yang harus dihindari adalah senyawa-senyawa beracun yang
dapat manimbulkan penyakit dan menurunkan kualitas air. Contoh senyawa
tersebut adalah amoniak. Kandungan yang berlebihan akan mengakibatkan
kualitas air menurun, pH menurun, kadar oksigen menurun, sedangkan
karbondioksida meningkat. Hal ini karena adanya proses metabolism dari proses
pembusukan bahan organic yang dilakukan oleh bakteri. Batas kandungan
amoniak yang dapat mematikan ikan adalah 0,1 – 0,3 mg/liter air (Arifin 2002).

Daftar Pustaka

Affandi Ridwan, Sjafei D.S, Rahardjo M.F, Sulistiono .1992. Iktiologi.


Departemen Pendidikan dan Kebudidayaan,IPB.
Effendi Rizal.2004.Pengantar Akuakultur.Penebar Swadaya : Jakarta.
Sucipto Adi.2007. Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis sp.). Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Sukabumi.
Sugiarto Ir. 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Penerbit CV.
Simplex (Anggota IKAPI)”.
Syarippudin.2008.Pendederan dan Teknik Adaptasi Ikan Nila ke Air Payau.Balai
Budidaya Air Payau Ujung Batee-NAD.Departemen Kelautan dan
Perikanan.

Vous aimerez peut-être aussi