0 évaluation0% ont trouvé ce document utile (0 vote)
750 vues13 pages
Probabilitas ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis lebih rendah jika memiliki komorbiditas diabetes dibanding tanpa komorbiditas diabetes. Komorbiditas diabetes merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
Probabilitas ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis lebih rendah jika memiliki komorbiditas diabetes dibanding tanpa komorbiditas diabetes. Komorbiditas diabetes merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
Probabilitas ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis lebih rendah jika memiliki komorbiditas diabetes dibanding tanpa komorbiditas diabetes. Komorbiditas diabetes merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
Penyakit Ginjal Kronik merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Penurunan fungsi ginjal menjadi penyakit ginjal kronik tahap akhir mengakibatkan pasien harus menjalani terapi penganti ginjal semur hidup. Terapi yang paling banyak digunakan saat ini adalah hemodialisis. Meskipun alat hemodialisis telah banyak dan canggih, namun ketahanan hidup pasien PGK masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah komorbiditas atau penyakit penyerta. Komorbiditas yang saat ini paling umum pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah diabetes mellitus. Desain penelitian ini menggunakan desain kohort restrospektif. Probabilitas ketahanan hidup 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 1 tahun pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih rendah dibandingkan pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus. Probabilitas ketahanan hidup 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun dan pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah dalah 69%, 55% 34%, dan 34% sedangkan komorbiditas bukan diabetes mellitus adalah 76%, 61%, 53% dan 51%. Secara bivariat, pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus memiliki risiko untuk meninggal 1.75 kali lebih cepat dibandingkan dengan pasien komorbiditas bukan diabetes mellitus. Sementara itu dari analisis multivariat didapatkan variabel konfonder yang mempengaruhi rendahnya ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah akses vaskular. Kata kunci : Ketahanan hidup, pasien PGK, hemodialisis, diabetes mellitus, akses vaskular
Chronic kidney disease (CKD) is one of the no-communicable diseases which increase every years. The decline of kidney function will progress to End Stage Renal Disease (ESRD). The ESRD patients has to undurgo dialysis therapy during their lives. the most dialysis therapy is hemodialysis. Although the machine of hemodialysis are quiet a a lot and sophisticate, the survival of CKD patients is still low. One of the causes of low survival PGK patient on maintenance hemodialysis is the comorbid or present disease. Nowadays the most common comorbid for CKD patient with hemodialysis is diabetes mellitus. Research design is using Kohort Retrospective. The probability of survival of 3 months,6 months, 9 months and 1 year CKD patients on maintenance hemodialysis with comorbid diabetes mellitus is lower than patients without comorbidities of diabetes mellitus. The probability ofsurvival of 3 months, 6 months, 9 months, 1 year and CKD patients on maintenance with comorbid diabetes mellitus are 69%, 55% 34%, and 34% while one not comorbid diabetes mellitus are 76%, 61%, 53 % and 51%. In bivariate analysis,CKD patients on maintenance hemodialis with comorbid diabetes mellitus have a risk of dying 1.75 times faster than patients without comorbiddiabetes mellitus. Meanwhile obtained from multivariate analysis confonder variables that affect the low survival of CKD patients on maintenance in patients with comorbid diabetes mellitus is a vascular access.
Pendahuluan Dewasa ini penyakit tidak menular (PTM) menjadi masalah kesehatan di berbagai belahan dunia. Peningkatan kasus PTM ini secara tak langsung merupakan akibat adanya perubahan gaya hidup yang pasif, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak, kolesterol, kebiasaan merokok, dan tingkat stres yang tinggi (Smeltzer, 2001). Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan adalah Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGK merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya penurunun fungis ginjal. Ginjal adalah organ vital yang mempertahankan kestabilan lingkungan internal tubuh. Ginjal mengandung unit penyaring mikroskopis yang mengambil zat sisa, mineral yang dibutuhkan dan kelebihan air dari darah sebagai urin (Parker, 2007). PGK yang tidak terdeteksi dapat berlangsung lama sehingga dapat mengalami perburukan menjadi Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) atau dikenal End Stage Renal Disease (ESDR) atau gagal ginjal. Seorang yang telah didiagnosis sebagai penderita PGTA akan memerlukan terapi pengganti ginjal untuk kelangsungan hidupnya dan harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang banyak digunakan oleh penderita PGTA (Firmansyah, 2010). PGTA merupakan penyakit yang memerlukan biaya kesehatan besar. Hal ini disebabkan karena pasien PGTA harus menjalani terapi hemodilasis sebanyak 1-3 kali dalam seminggu. Di Indonesia, rata-rata biaya yang yang dikeluarkan untuk sekali hemodialisis adalah sekitar Rp. 400.000- Rp. 800.000. Tingginya biaya hemodialisis rutin tersebut menjadi alasan untuk penolakan terapi dan menurunkan kepatuhan terhadap jadwal hemodialisis rutin. PGTA merupkaan penyakit yang saat ini jumlahnya sangat meningkat. Di Amerika, berdasarkan survei National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC) prevalensi PGTA meningkat hampir 600% antara tahun 1980 dan 2009, yaitu dari 290 menjadi 1.738 kasus per satu juta penduduk. Dari survei tersebut didapat angka kematian PGTA juga meningkat dari tahun 1980 sebesar 10.478 menjadi 90.118 kasus pada tahun 2009 (NKUDIC, 2012). Beberapa negara maju seperti Jepang, Australia dan Inggris, penderita PGTA dilaporkan berkisar antara 77 sampai 283 per satu juta penduduk. Penduduk Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya (Rubianto & Suwitra, 2009 dalam Neliya, 2012). Di Indonesia gambaran morbiditas dan mortalitas PGTA dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Prodjosudjadi and Suhardjono (2009). Pada tahun 2002 angka insiden rate PGTA sebesar 14,5 per satu juta penduduk menjadi 30,7 per satu juta penduduk tahun 2006. Angka prevalensi PTA juga dilaporkan meningkat yaitu 10,2 per satu juta penduduk pada tahun 2002 menjadi 20,4 per satu juta penduduk tahun 2006. Selain itu dari penelitian yang sama juga memperlihatkan terjadi peningkatan prevalens penderita PGTA yang menjalani hemodialisis dimana pada tahun 2002 sebesar 1425 pasien menjadi 3079 pasien pada tahun 2006. Data lain yang juga memperlihatkan peningkatan pasien hemodialisis di Indonesia adalah data Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri). Dilaporkan dari data tersebut terjadi peningkatan pasien hemodialisis dari tahun 2007 sebanyak 2148 pasien menjadi 2260 pasien pada tahun 2008 (Septiyarini, 2010). Meningkatnya jumlah penderita PGTA berbanding lurus dengan peningkatan pasien yang perlu menjalani terapi hemodialisis. Namun kenyataannya angka kematian pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis masih tinggi, terutama pada 3 bulan sampai 1 tahun pertama sejak menjalani hemodialisis. Beberapa penelitian memperlihatkan angka kematian 1 tahun pertama yang bervariasi mulai 6,6% sampai 74% (Goodkin et al, 2003; Annes & Ibrahim 2009). Selain itu angka kematian pada 3 bulan pertama pasien sejak menjalani hemodialisis juga relatif tinggi yaitu berkisar antara 12% sampai 27.5% (Kessler et al, 2003; Bradburry, 2007). Di Indonesia gambaran kematian pasien PGTA juga tinggi seperti penelitian Umami (2012) didapatkan angka kematian 3 bulan pertama pasien PGK yang menjalani HD sebesar 31.7%. Salah satu penyebab risiko kematian pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah komorbiditas. Komorbiditas yang paling umum ada pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah diabetes mellitus. Pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus dilaporkan meningkat dalam kurun waktu 15 tahun (Seok et al, 2010). Berdasarkan data USRDS, di Amerika jumlah pasien dengan diabetes mellitus yang menjalani terapi penganti ginjal memperlihatkan peningkatan lebih dari 2 kali lipat yaitu 19,000 pada tahun 1995 menjadi lebih dari 41,000 tahun 2000. Jumlah ini diperkirankan akan terus meningkat sebanding dengan terjadinya peningkatan jumlah pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus yaitu 15.5% pada periode tahun 1988-1994 menjadi 19.3% pada periode tahun 2005-2010 (Goldfarb-Rumyantzev and Rout, 2010). Beberapa penelitian terdahulu melaporkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Sebuah penelitian jangka panjang di Iran oleh Beladi-Mousavi et al (2012) untuk melihat perbedaan ketahan hidup 1 sampai 15 tahun pasien PGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan penyebab PGK karena diabetes mellitus. Pada penelitian ini, didapat bahwa ketahanan hidup pasien PGK dengan penyebab diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan pasien bukan penyebab diabetes mellitus dan tidak ada pasien dengan diabetes mellitus yang dapat bertahan hidup tidak lebih dari 10 tahun. RSUDAA Pekanbaru merupakan rumah sakit pemerintah yang melaksanakan pelayanan hemodialisis di Provinsi Riau. Hal ini menjadikan rumah sakit tersebut sebagai rumah sakit rujukan dari rumah sakit pemerintah dan puskesmas di Provinsi Riau. Berdasarkan survei pendahuluan di unit Hemodialisis RSUDAA Pekanbaru dari tahun 2008 sampai 2012 menunjukkan adanya peningkatan jumlah pasien baru dengan diagnosis PGK yang harus menjalani HD. Data pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 masing-masing 110, 147, 164, 155 dan 229 kasus. Semakin meningkatnya pasien baru PGK di RSUDAA Pekanbaru yang menjalani hemodialisi dari tahun ke tahun di pekanbaru dan besarnya resiko kematian pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus dari tahun ke tahun serta tingginya biaya kesehatan yang dikeluarkan seperti yang sudah dijelaskan diatas merupakan tiga hal yang dapat dijadikan variabel penting terhadap peningkatan kasus kematian pada pasien PGK dimasa yang akan datang.
TINJAUAN TEORITIS Penyakit Ginjal Kronik Menurut National Kidney Fondation-Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF- KDOQI) tahun 2002, Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2), dengan manifestasi: Kelainan patologis atau terdapat tanda berdasakan kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests). Hemodilisis Hemodialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan dari tubuh melalui darah. Prosedur mencakup pemompaan darah pasien yang telah diberi heparin melewati mesin ginjal buatan (dialyzer) dengan kecepatan 300-500mL/min, sementara cairan dialisat secara berlawanan arah dengan kecepatan 500-800 mL/min. Darah dan dialisat sendiri hanya dipisahkan oleh suatu membran semipermeable (Singh dan Brenner, 2005 dalam Junaidi, 2009).
Komorbiditas Diabetes Mellitus Secara etiologi, diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kelainan ginjal sekunder. Penyakit diabetes mellitus yang menahun menyebabkan komplikasi nefropati diabetik. Gejala awal komplikasi ini ditandai dengan ditemuinya protein dalam urin (proteinuria). Bila proteinuria ini terjadi sangat hebat maka penderita akan mengalami kekurangan protein dalam darah yang mengakibatkan timbulnya sembab diseluruh tubuh (sindrom nefrotik). Bila keadaan ini terjadi berlangsung lama tanpa penangganan dengan baik maka akan menyebabkan gangguan ginjal dan akhirnya bila progretifitas LFG meningkat maka terjadi PGK (Corwin, 2000). Seseorang dengan penyakit ginjal kronik dengan komorbiditas diabetes mellitus berisiko untuk terjadinya berbagai komplikasi baik secara akut maupun kronis. Komplikasi akut yang dapat terjadi antara lain berupa hiperglikemis/ketoasidosis dan hipoglikemia akibat dari adanya gangguan kontrol gula darah. Kondisi hiperglikemis akut akan menyebabkan terjadinya glukoneogensis. Glukoneosis adalah kondisi dimana menurunnya ph darah akibat timbulnya produk antara saat memproduksi glukoso yaitu asam amino, asam lemah dan benda keton sehingga mengakibatkan terjadinya asidosis. Bila kondisi ini tidak ditangani dengan baik akan mengakibat kan koma dan kematian (Greene, 1993; Sue, 2006). METODE PENELITIAN Desain dalam penelitian ini menggunakan desain kohort restrospektif. Bhisma (1997) mengatakan bahwa studi kohort disebut juga follow up atau studi prospektif, sebab kohort diikuti dalam suatu periode yang diamati perkembangannya. Rancangan studi kohort dapat bersifat retrospektif atau prospektif tergantung kepada kapan terjadinya paparan saat peneliti memulai penelitiannya. Studi kohort yang bersifat retrospektif adalah jika paparannya terjadi sebelum peneliti memulai penelitiannya. Pada rancangan ini data yang digunakan bersifat sekunder. Penelitian ini menggunakan data dari laporan harian unit Hemodialisis dan rekam medis pasien baru yang menjalani Hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru mulai 1 Januari 2011- 31 Mei 2012 yang akan diikuti hingga 31 April 2013. Sehingga jumlah populasi studi ini adalah 243 pasien PKG terdiri dari 155 pasien baru tahun 2011 dan 88 pasien baru sampai 31 Mei tahun 2012. Kriteria inklusi sampel adalah pasien baru yang menjalani hemodialisis terhitung tanggal 1 januari 2011 sampai dengan 31 mei 2012 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dengan diagnosa utama penyakit ginjal kronik, usia lebih dari 18 tahun, mempunyai data riwayat pertama kali menjalani hemodialisis, dan mempunyai hasil laboratorium fungsi ginjal (kreatin) pada awal menjalani hemodialisis. Analisis yang digunakan menggunakan Kaplan Meier dengan Log Rank serta pemodelannya menggunakan Regresi Cox dengan asumsi proporsional hazard. Pengunaan Kaplan Meier dengan Log Rank untuk melihat probabilitas ketahanan hidup sedangkan regresi cox dimaksudkan untuk mengestimasi hazard ratio (HR), menguji hipotesa dari HR, dan melihat confidence interval. Untuk dapat menggunakan Multivariat dengan cox regression/cox proportional hazard, variabel-variabel dalam penelitian tersebut harus dilakukan uji global
HASIL PENELITIAN Dari 1 Januari 2011 sampai 31 Mai 2012 diperoleh sebanyak 112 subyek yang terdiri dari 56 pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbid diabetes mellitus dan 56 pasien komorbid bukan diabetes mellitus. Dari 112 pasien PGK yang menjalani hemodialisis sebanyak 68 (60.7%) meninggal atau event, sementara 33 (29.5%) masih menjalani HD rutin dan 11 (9.8%) pasien hilang dari pengamatan dikategorikan sebagai sensor. Gambaran karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel 1. Dari seluruh pasien yang ikut dalam penelitian, umur termuda 27 tahun dan umur tertua 76 tahun rata-rata umur pasien pada kelompok dengan komorbiditas diabetes adalah 55 tahun dengan standar deviasi 9 tahun sementara pasien komorbiditas bukan diabetes mellitus adalah 50 tahun dengan standar deviasi 9 tahun.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Demografi, Status Anemis, Akses Vaskular dan Rata-rata Variabel Kadar Kreatinin Pasien PGK yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Komorbiditas Diabetes Mellitus di RSUD Arifin Achmad 2011- 2012
Prevalensi pasien lebih dari 60 tahun lebih tinggi pada pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus yaitu masing-masing 23.2% dan 21.4%. Distribusi frekuensi variabel jenis kelamin laki-laki pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah 60.7% dengan komorbiditas diabetes mellitus dan 69.9% komorbiditas bukan diabetes mellitus. Sementara itu pada jenis kelamin perempuan terdapat 39.3% dengan komorbiditas diabetes mellitus dan 30.4% dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus. Variabel Komorbiditas Diabetes mellitus Komorbiditas Bukan Diabetes mellitus Demografi Umur (rata 2 sd) o < 60 tahun o 60 tahun Jenis Kelamin (%) o Laki-laki o Perempuan
559 44 (78.6) 12 (21.4)
34 (60.7) 22 (39.3)
5012 43 (76.8) 13 (23.2)
39 (69.9) 17 (30.4) Status Anemia o Ada o Tidak
31(55.4) 25(44.6)
35(62.5) 21(37.5) Akses Vaskular (%) o Tidak Permanen o Permanen
26(46.4) 30(53.6)
29(51.8) 27(48.2) Kadar Kreatinin (rata 2 Sd) 11.466.8 16.06 9.66 Distribusi frekuensi pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis yang menderita anemia selama menjalankan hemodialisis lebih banyak pada pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan dengan komorbiditas diabetes mellitus yaitu masing 62.5% dan 55.4%. Sementara itu pasien PGK yang menjalani hemodialisis yang tidak menderita anemia selama menjalankan hemodialisis lebih banyak pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dibandingkan dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus yaitu masing 44.6% dan 37.5%. Berdasarkan jenis akses vaskular yang dipilih oleh pasien PGK yang menjalankan hemodialisis, distribusi akses vaskular permanen lebih banyak digunakan pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dibandingkan komorbiditas bukan diabetes mellitus yaitu masing-masing 53.6% dan 48.2%. Namun sebaliknya, distribusi akses vaskular tidak permanen yang dipilih oleh pasien PGK untuk menjalani hemodialisis lebih banyak digunakan pada pasien komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan komorbiditas diabetes mellitus yaitu masing- masing 51.8% dan 46.4%. Rata-rata kadar kreatinin pada saat sebelum menjalani hemodialisis pada pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah 11.46 mg/dl dengan standar deviasi 6.8 mg/dl sementara pada pasien tanpa komorbiditas diabetes mellitus adalah 16.06 mg/dl dengan standar deviasi 9.66 mg/dl. Dari data tersebut terlihat bahwa rata-rata kadar kreatinin pada saat sebelum menjalani hemodialisis pada pasien PGK dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan dengan komorbiditas diabetes mellitus. Berdasarkan gambar 1, analisis ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis antara pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dan komorbiditas bukan diabetes mellitus, didapatkan p value = 0,023(<0,05) yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus dan komorbiditas bukan diabetes mellitus.
810 720 630 540 450 360 270 180 90 0 TimeDay 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 C u m
S u r v i v a l Komorbiditas DM- censored Ko BukanDM-censored Komorbiditas DM Ko BukanDM Ko:DM Survival Functions
Gambar 1. Kurva Ketahanan Hidup Pasien PGK yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Komorbiditas Diabetes Mellitus Di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2012
Angka kematian pasien PGK yang menjalani hemodialisis lebih banyak pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dari pada pasien komorbiditas bukan diabetes mellitus masing-masing yaitu 71.4% dan 50%. Selain itu berdasarkan waktu ketahanan hidupnya, pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus memiliki median waktu yang lebih cepat untuk terjadinya kematian yaitu 187 hari atau 6.2 bulan dibandingkan pasien dengan komordibitas bukan diabetes mellitus yaitu 408 hari atau 13.6 bulan. Dari uji survival didapatkan hasil bahwa probabilitas kumulatif 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun dan pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah dalah 69%, 55% 34%, dan 34% sedangkan komorbiditas bukan diabetes mellitus adalah 76%, 61%, 53% dan 51%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa probabilitas ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih rendah dibandingkan dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus. Selain itu untuk melihat besarnya pengaruh komorbiditas diabetes meliitus terhadap ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis dilakukan uji Regresi Cox yang didapatkan hasil bahwa pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus memiliki risiko untuk meninggal 1.75 kali lebih cepat dibandingkan dengan pasien komorbiditas bukan diabetes mellitus. Dari seluruh langkah pemodelan multivariat diketahui bahwa komorbiditas diabetes mellitus merupakan faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodilisis dengan dikontrol oleh variabel akses vaskular. DISKUSI Berdasarkan rerata umur pasien PGK yang menjalani hemodialisis pada penelitian ini lebih muda dibandingkan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Hayashino (2007) yaitu 63 tahun untuk pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dan 59 tahun untuk pasien tanpa komorbiditas diabetes mellitus. Hal ini berkaitan dengan semakin mudanya umur penderita penyakit tidak menular dikarenakan dikarenakan pola hidup pasien yang tidak baik. Penyakit kronik modern muncul sebagai konsekuensi dari perubahan gaya hidup (Cahyono, 2008 dalam Latifah, 2012). Suatu penelitian pasien PGK berdasarkan komorbiditas diabetes mellitus yang dilaporkan oleh Chadijah (2011) juga memperlihatkan distribusi kelompok umur muda lebih banyak dibandingkan pada kelompok umur tua. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus yang menjalani hemodialisis secara umum didominasi oleh pasien muda. Pada penelitian ini pasien laki-laki lebih tinggi pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dibandingkan dengan pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Hayashino et al.(2007) dimana prevalensi laki- laki lebih tinggi pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dibandingkan dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus (56.5% ; 59%). Secara umum pasien PGK didominasi oleh laki-laki walaupun penyakit sistemik seperti diabetes mellitus yang menyebabkan ESRD lebih sering terjadi pada perempuan (Parsudi, 2009). Dari hasil penelitian, pasien yang mengalami anemia saat menjalankan hemodialisis lebih tinggi pada pasien PGK dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan dengan komorbiditas diabetes mellitus (62.5%;55.4%). Berdasarkan teori, pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis baik dengan komorbiditas diabetes mellitus maupun komorbiditas bukan diabetes mellitus lebih sering terjadi anemia sekitar 80-90% (Parsuasi, 2010 dalam Chadijah, 2012). Penggunaan akses vaskular tidak permanen, Pasien PGK yang menjalani hemodialisis lebih banyak pada pasin dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan komorbiditas diabetes mellitus. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Schlieper et al. (2008), bahwa pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih banyak menggunakan akses vaskular permanent dibandingkan yang tidak. Hal ini disebabkan karena penderita PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih beresiko untuk mengalami infeksi sehingga pengunaan akses vaskular permanen lebih dianjurkan. Rata-rata kadar kreatinin pada saat sebelum menjalani hemodialisis pada pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah 11.40 mg/dl sementara pada pasien tanpa komorbiditas diabetes mellitus adalah 16.17mg/dl. Hasil penelitian ini sama yang dilaporkan oleh Taniwaki et al.(2005) di Jepang bahwa serum kreatinin sebelum menjalani hemodialisi pada pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih rendah dari pasien tanpa komorbiditas diabetes melitus masing-masing rata-rata kadar serum kreatinin adalah 10.2 mg/dl dan 12.2 mg/dl. Rendahnya kadar kreatinin sebelum menjalakan hemodialisis pada pasien PGK dengan komorbiditas diabetes mellitus karena pada kelompok ini diasumsikan melakukan diet protein sebagai akibat dari kontrol nutrisi yang dilakukan. Berdasarkan teori faktor yang mempengaruhi meningkatnya plasma kreatinin dalam darah antara lain diit tinggi protein dan yang mempengaruhi menurunnya plasma kreatinin dalam darah adalah diit rendah protein dan berkurangnya massa otot karena kurus (Imam, 2006). Namun pada penelitian ini untuk melihat perbedaan yang terjadi diperlukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai gambaran asumsi protein pasien PGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan komorbiditas diabetes mellitus. ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih rendah dibandingkan dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus. Kecendrungan ketahanan hidup ini sama dengan hasil penelitian oleh Beladi-Mousevi et al. (2012). Penelitian Beladi melaporkan bahwa probilitas ketahanan hidup 1 tahun pada pasien PGK yang menjalani hemodialisi dengan diabetes mellitus lebih rendah dibandingkan tanpa diabetes mellitus (79,2%; 85%.). Pada penelitian pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus yang lebih cepat untuk terjadinya kematian yaitu 182 hari atau 6.1 bulan dibandingkan dengan pasien tanpa komordibitas diabetes mellitus yaitu 260 hari atau 8.7 bulan. Sebuah penelitian ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis di Iran oleh Beladi-Mousevi et al. (2012) juga mendapatkan hasil bahwa pasien dengan diabetes mellitus lebih cepat mengalami kematian dibandingkan dengan tanpa diabetes mellitus yaitu 22.9 bulan vs 31.9 bulan. Berdasarkan nilai resiko kematian pasien PGK yang menjalankan hemodialisis menurut komorbiditas diabetes mellitus pada penelitian ini secara bivariat didapat nilai HR 1,75 (95% CI, 1.05 2.82) dan secara multivariat didapat nilai HR 1.75 (95% CI, 1.07 2.86). Hal ini membuktikan bahwa komorbiditas diabetes mellitus merupakan faktor resiko rendahnya ketahanan hidup pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian- penelitian lainnya yang menemukan bahwa komorbiditas diabetes mellitus merupakan faktor yang mempercepat terjadinya kematian pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Seperti penelitian oleh Goodkin et al.(2003) di Eropa, Japan dan Amerika, menemukan bahwa secara univariat pasien PGK yang menjalani HD dengan komorbiditas diabetes mellitus mempunyai resiko kematian sebesar 1.38 kali lebih cepat dibandingkan yang komorbiditas bukan diabetes mellitus. Salah satu penyebab kematian pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus adalah adanya gangguan integritas pembuluh darah. Kondisi ini merupakan komplikasi kronis yang ditimbulkan pada penderita diabetes mellitus. Komplikasi kronis yang berhubungan dengan diabetes mellitus adalah penyakit mikrovaskular dan makrovaskular yang pada umumnya berhubungan dengan perubahan-perubahan metabolik, terutama hiperglikemia Kerusakan vaskular merupakan gejala yang khas sebagai akibat dari diabetes mellitus (angio diabetika). Kerusakan makro vaskular (makroangiopati) biasanya mucul sebagai gejalan klinik berupa penyakit kardiovaskular dan pembuluh darah perifer (Sue, 2006). Menurut Woredekal (2005), pasien diabetes yang menjalankan hemodialisis lebih tinggi angka kematian dari pasien nondiabetes, biasanya berhubungan dengan penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Penyakit kardiovaskular merupakan komplikasi terbanyak yang menyebabkan kematian pada pasien PGK yang menjalani hemodialisias dengan komorbiditas diabetes mellitus dibandingkan tanpa komorbiditas diabetes mellitus. Sebuah penelitian oleh Dikaw (2005) melaporkan bahwa kematian akibat penyakit kardiovaskular yaitu terdiri dari Hipertropi Vertikal Kiri, Penyakit jantung iskemik, dan Gagal jantung lebih tinggi pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dibandingkan tanpa diabetes mellitus. Besar resiko kematian pada penelitian ini didapatkan nilai resiko relatif untuk penyakit jantung iskemik yaitu 3.2 dan untuk seluruh penyakit kardiovaskular adalah 2.6.
KESIMPULAN Gambaran Karakteristik Pasien PGK yang menjalankan hemodilisis adalah Rata-rata umur pasien adalah 55 tahun pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus dan 50 pada pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus, Jenis Kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan baik pada pasien dengan komorbiditas mellitus maupun komorbiditas bukan diabetes mellitus, pasien dengan anemia lebih banyak pada pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan dengan komorbiditas diabetes mellitus, pasien yang mengunakan akses tidak vaskular permanen lebih banyak pada pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus dibandingkan dengan komorbiditas diabetes mellitus dan rata-rata kadar kreatinin pada saat sebelum menjalani hemodialisis pada pasien PGK dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan dengan komorbiditas diabetes mellitus. Probabilitas ketahanan hidup 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 1 tahun pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan komorbiditas diabetes mellitus lebih rendah dibandingkan pasien dengan komorbiditas bukan diabetes mellitus baik menurut umur, jenis kelamin, anemia dan akses vaskular. Terdapat hubungan komorbiditas diabetes mellitus dengan ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis dengan nilai HR sebesar 1.75. Variabel konfonder yang mempengaruhi ketahanan hidup pasien PGK yang menjalni hemodialisis adalah akses vaskular.
SARAN Penelitian ini memberikan bukti bahwa komorbiditas diabetes mellitus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani hemodialisis. Oleh karena itu perlu penanganan secara intensif dan lengkap pada pasien dengan komorbiditas diabetes mellitus terutama pada jenis akses vaskular yang digunakan maupun kontrol asupan nutrisi. penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang ketahanan hidup pasien PGK yang menjalankan hemodialisi juga perlu dilakukan. Terutama dengan menambahkan beberapa variabel antara lain seperti : kadar albumin sebelum menjalankan hemodialisis, frekuensi menjalankan hemodialisi dalam 1 minggu, sebab spesifik kematian bila pasien meninggal, dan riwayat menjalankan hemodilaisis (pernah mengunjungi dokter nefrologi, status hemodialisis emergensi), kepatuhan menjalankan hemodialisis, asupan makanan (kalori, protein dan mineral lainnya), dan sosial ekonomi. Perlu penelitian lanjutan dengan metodologi penelitian yang lebih tajam dan rinci.
Daftar Pustaka 1. Anees M & Ibrahim M.(2009, Desember). Anemia and hypoalbuminemia at initiation of hemodialysis as risk factor for survival of dialysis patients, Vol. 19(12):776-80. Journal of The College of Physicians Surgeons Pakistan. 20 April 2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20 042156 2. Beladi-Mousevi, et al. 2012. Long-term Survival of Patients With End-stage Renal Disease on Maintenance Hemodialysis: A Multicenter Study in Iran, Vol.6(6)452-456. Iranian Journal of Kidney Diseases. 16 Mai 2013 http://content.ebscohost.com 3. Bradbury, et al. (2007, Januari). Predictors of Early Mortality among Incident US Hemodialysis Patients in the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study (DOPPS), vol. 2 (1): 89- 99. Clinical Journal of the American Society Nephorology. 20 April 2013. http://cjasn.asnjournals.org/content/2/1/ 89.short#target-2 4. Chadijah, Siti. (2011). Perbedaan Status Gizi, Ureum Dan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Melitus Dan Non Diabetes Melitus Di Rsud Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Semarang: Tesis. FK UNDIP. 5. Corwin, Elizabeth J. (2000). Hanbook of Patophysiologi (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). 6. Dikow R, Ritz E. (2005). Hemodialysis and CAPD in Type 1 and Type 2 Diabetic Patients with Endstage Renal Failure, 6:703-723. The Kidney and Hypertension in Diabetes Mellitus 7. Firmansyah, M.A. (2010, April). Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. Cermin Dunia Kedokteran. 174(37), 181-185. 8. Goodkin et al. (2003, Desember). Association of comorbid conditions and mortality in hemodialysis patients in Europe, Japan, and the United States: the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study (DOPPS), Vol 14(12): 3270-3277. Journal American Society of Nephrology. 20 April 2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14 638926
9. Goldfarb-Rumyantzev and Rout. (2010, Maret). Characteristics of Elderly Patients with Diabetes and End-Stage Renal Disease, Vol. 23(2)185-190. Seminars in Dialysis. 16 Mai 2013 http://content.ebscohost.com 10. Hayashino, et al. (2007, 29 Maret). Diabetes, Glycaemic Control And Mortality Risk In Patients On Haemodialysis: The Japan Dialysis Outcomes And Practice Pattern Study. Diabetalogia. 19 April 2013. http://link.springer.com/content/pdf/10.1 007%2Fs00125-007-0650-z.pdf 11. Imam E, Markum. (2006) Pemeriksaan Penunjang Pada Penyakit Ginjal. Jakarta: FK-UI. 12. Junaidi, M. Ade. (2009). Status Indeks Massa Tubuh Pasien PGK yang Menjalani Hemodialisis di RSCM pada bulan Februari 2009 dan Korelasinya dengan Lama Menjalani Hemodialisis. Jakarta: Tesis. FKUI. 13. Kessler, M, et al. (2003, September). Impact of nephrology referral on early and midterm outcomes in ESRD: EPidmiologie de l'Insuffisance REnale chronique terminale en Lorraine (EPIREL): results of a 2-year, prospective, community-based study, Vol. 42(3):474-85.American Journal Kidney Diseases. 20 April 2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12 955675 14. Latifah, Ismatul. (2012). Hubungan Antara Kadar Hemoglobin, Kadar Albumin, Kadar Kreatinin Dan Status Pembayaran Dengan Kematian Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rsud Dr.Moewardi Surakarta. Vol. 5(1) 83- 92. Jurnal Kesehatan. 15. Neliya, Susti. (2012). Hubungan Pengetahuan Tentang Asupan Cairan Dan Cara Pengendalian Asupan Cairan Terhadap Penambahan Berat Badan, Tesis. Pekanbaru: FIK UNRI. 16. NKUDIC. (2012, Juni). Kidney Disease Statistics for the United States. 16 Maret 2013. http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/ pubs/kustats/#4. 17. NKF- K/DOQI. (2002). KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. 25 Desember 2012. http://www.kidney.org/professionals/kdo qi/guidelines_ckd/ex2.htm#ckdex1 18. Parker, Steve. (2007). Ensiklopedia Tubuh Manusia (Winardini, Danun Nugraha dan Rani Nuranini, Penerjemah). Jakarta: Erlangga. 19. Parsudi A.I. (2009). Ginjal Dan Hipertensi Pada Usia Lanjut dalam Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi 4, hal. 489. Jakarta: FK-UI 20. Prodjosudjadi, W and Suhardjono, A. (2009). End-Stage Renal Disease In Indonesia: Treatment Development, Vol 19(S1):33-36. Ethnicity & Disease. 21. Septiarini. (2010). Gambaran Dukungan Keluarga pada Pasien Gagal Ginjal dalam Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum (RSUD) Kota Semarang Tahun 2010. Semarang: Skripsi. FIK Unimus. 22. Seok, et al. (2010). Comparison of Patients Starting Hemodialysis with Those Underwent Hemodialysis 15 Years Ago at the Same Dialysis Center in Korea, 25(2): 188194. Korean J Intern Med. 16 Mai 2013 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article s/PMC2880693/pdf/kjim-25-188.pdf 23. Schliepe et al. (2008, 17 September). Vascular access calcification predicts mortality in hemodialysis patients, 74, 15821587. Kidney International. 3 Mei 2013 http://www.nature.com/ki/journal/v74/n1 2/pdf/ki2008458a.pdf
24. Sue E. Huether. (2006). Alterations of Hormonal Regulation, chapter 18:483- 491. Dalam Arsono : Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Semarang: Tesis. FKM UNDIP.
25. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2001). Brunner And Suddarths Texbook Of Medical Surgical Nursing. Lippincott; Philadelphia. 26. Taniwaki H, et al. (2005, 2 Agustus). Aortic calcification in haemodialysis patients with diabetes mellitus, 20: 24722478. Nephrol Dial Transplant. 3 Mei 2013 http://ndt.oxfordjournals.org/content/20/ 11/2472.full.pdf 27. Umami, Vidhia. (2012). Pengembangan Model Prediksi Mortalitas 3 Bulan Pertama Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Jakarta: Tesis. FK UI. 28. Woredekal Y, Friedman EA. (2005). The use of dialysis in the treatment of diabetic patients with end-stage renal disease p. 268-281. Management of Diabetic Nephropathy.