Vous êtes sur la page 1sur 113

UNIVERSITAS INDONESIA

DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK


TERHADAP DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN
INFUS


TESIS



OLEH
KUSTATI BUDI LESTARI
1006748620







FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK
JANUARI 2013

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK
TERHADAP DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN
INFUS


TESIS



OLEH
KUSTATI BUDI LESTARI
1006748620







FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK
JANUARI 2013

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
HALAMANPERNATAANORISINALITAS
Tesisini adalahbasil karyasayasendiri,
dansemuasumberbaikyang dikutipmaupundirujuk
teIah sayanyatakandenganhenar.
Nama :KustatiBudiLestari
NPM
10148620
TandaTangan
Tanggal
iii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
HALAMANPENGESAHAN
Tesisini diajukan oleh
Nama :Kustati Budi Lestari
NPM :!006748620
ProgramStudi : Magister IImu Keperawatan
Judul Tesis :Dampak. Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi
Duduk Terhadap Distress Anak Saat dilakukan
Pemasangan Infus
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Keperawatan pada Program Studi Magister IImu Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan,Universitas Indonesia.
DEWANPENGUJI
, ~ y ;
Pembimbing : Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N
Pembimbing: dr. Luknis Sabri, M.Kes
~ .
Penguji :ElfiSyahreni,S.Kp.,M.Kes.,Ns, Sp.Kep.An.
~ ~ ~
Penguji :NyimasHenip. S.Kp.M.Kes.Ns.Sp. Kep. An. ( N ~
Ditetapkandi :Depok
Tanggal :9Januari2012
Iv
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
v


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur peneliti dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat Nya sehingga tugas penyusunan tesis yang berjudul Dampak
Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat
Dilakukan Pemasangan Infus dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka
menyelesaikan tugas akhir untuk meraih gelar Magister Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Selama penyusunan tesis ini, Peneliti mendapat dukungan, bantuan, petunjuk dan
bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan kerendahan hati, Peneliti menyampaikan
terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp.,M.N., selaku Pembimbing I yang telah memberikan
saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga
selesai.
2. Ibu Luknis Sabri, dr., M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah memberikan
saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga
selesai.
3. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia..
4. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., Selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Fakultas Ilmu Keperawatan.
5. Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah membekali ilmu, sehingga peneliti mampu menyusun
tesis ini.
6. Suami, Iman Santoso dan buah hati tercinta; Naufal Aqil Alya dan Rais
Salman Nashif, yang memberi motivasi dan kekuatan besar selama menempuh
studi.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
vi

7. Embah putri, terima kasih ya embah putri sudah bersedia jaga rais selama
pembatan tesis ini.
8. Rekan-rekan seangkatan tahun 2010 Program Magister Keperawatan
Kekhususan Keperawatan Anak yang senasib dan seperjuangan.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini, yang tidak dapat
peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga amal ibadah kebaikan yang telah diberikan, senantiasa mendapatkan pahala
dari Allah SWT. Akhirnya penulis harapkan, semoga tesis ini bisa bermanfaat untuk
perkembangan ilmu keperawatan kekhususan keperawatan anak.

Depok, Januari 2013

Peneliti
















Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
HALAMANPERNYATAANPERSETUJUANPUBLIKASI
TUGASAKHIRUNTUKKEPENTINGANAKADEMIS
Sebagai sivitas akademikaUniversitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
101 :
Nama :KustatiBudi Lestari
NPM :1006748620
Program Studi: Magisterllmu Keperawatan
Fakultas :Ilmu Keperawatan
Jenis Karya :Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, rnenyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiahsyayang berjudul:
"DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK
TERHADAPD1STRESS ANAKSAATDILAKUKANPEMASANGAN INFUS"
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusifini UniversitasIndonesiaberhakmenyimpan,mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan
tugas akhirsaya selamatetap meneantumkannamasaya sebagaipenulisl peneipta dan
sebagaipemilikHak Cipta.
DemikianPemyataan inisaya bust dengansebenamya.
Dibuatdi: Tangerang
Pada tanggal : 16Januari2013
a n e n a t ~ a n
(KustatiB0LestariJ
vii
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
viii



(Kustati Budi Lestari)
ABSTRAK

Nama Mahasiswa : Kustati Budi Lestari
NPM : 1006748620
J udul Penelitian : Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk
Terhadap Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus

Dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk merupakan alternatif untuk membuat
nyaman selama dilakukan tindakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan
pemasangan infus. J enis penelitian kuasi eksperiman dengan sampel 30 anak usia
prasekolah dan usia sekolah. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling.
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata score distress pada anak yang diberi
dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sebesar 2,30 dan rata-rata
score distress pada anak yang tidak diberi dekapan keluarga dan posisi duduk saat
pemasangan infus sebesar 3,25. Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh dekapan
keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak yang dilakukan
pemasangan infus (p: 0,025). Dekapan dan pemberian posisi duduk pada anak yang
dilakukan pemasangan infus dapat diterapkan sebagai salah satu intervensi
keperawatan untuk menurunkan distress anak usia prasekolah dan usia sekolah.

Kata kunci : Pemasangan infus, Dekapan keluarga, Posisi duduk, Distress anak









Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
ix


ABSTRACT

Student Name : Budi Lestari Kustati
Student (Register) Number : 1006748620
Research Title : The Impact of Family Holding and Children Sitting
Position to avoid distress during infusion


Family holding and proper sitting position are an alternative provision to make
comfortable while treatment. This research proposed to determine The Impact of
Family Embrace and Children Sitting Position to avoid distress while infusing. Type
of quasi-experimental study with a sample of 30 preschoolers and school age.
Sampling technique was purposive sampling. The results of this research shows that
the average distress score to the children who have family embrace and proper sitting
position while infusion is 2,30 and the average distress score to the children who don't
have family embrace and proper sitting position while infusion is 3,25. Examination
statistic results shows there is effect of family embrace and proper sitting position
avoid the distress children during infusion (p: 0,025). Embracing and proper sitting
position of children during infusion is applicable as a nursing intervention to avoid
distress preschoolers and school age.

Keywords: Infusion, Family embrace, Sitting position, Child distress








Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
x


DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
vii
ABSTRAK.. viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI...................................................................................................... x
DAFTAR SKEMA............................................................................................ xii
DAFTARTABEL................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................
1.4 Manfaat penelitian..................................................................................

1
6
7
8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................

9
2.1 Konsep tumbuh Kembang.....................................................................
2.2 Hospitalisasi...........................................................................................
2.3 Distres Anak .........................................................................................
2.4 Atraumatic Care.....................................................................................
2.5 Restraint ................................................................................................
2.6 Posisi Nyaman.........................................................................................
2.7 Pemasangan Infus .................................................................................
2.8 Aplikasi Family Centered Care dalam pemasangan infus.....................
2.9 Teori Comfort .......................................................................................
2.10 Kerangka Penelitian .....................................................................

9
14
18
25
26
32
36
38
39
42
`
BAB 3. KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DAN
DEFINISI OPERASIONAL................................................................
43
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................
3.2 Hipotesis ................................................................................................
3.3 Definisi Operasional..............................................................................

43
44
44
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
xi


BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN..........................................................

46
4.1 Rancangan Penelitian.............................................................................
4.2 Populasi dan Sampel.............................................................................
4.3 Tempat Penelitian..................................................................................
4.4 Waktu Penelitian....................................................................................
4.5 Etika Penelitian......................................................................................
46. Alat Pengumpulan Data...
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................
4.8 Pengolahan data dan Analisis Data........................................................

46
47
48
48
49
50
51
55

BAB 5. HASIL PENELITIAN.......................................................................... 57
5.1 Analisis Univariat...................................................................................
5.2 Analisis Bivariat.....................................................................................
5.3 Analisis Multivariat................................................................................
57
59
60

BAB 6. PEMBAHASAN................................................................................... 62
6.1 Intrepetasi dan Diskusi hasil penelitian..................................................
6.2 Keterbatasan Penelitian...........................................................................
6.3 Implikasi Penelitian.................................................................................
62
71
72

BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 73
7.1 Simpulan.................................................................................................
7.2 Saran........................................................................................................

73
73


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN









Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
xii


DAFTAR SKEMA

Hal
Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian ............................................................. 42
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian........................................................... 43
Skema 4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 46






















Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
xiii


DAFTAR TABEL


Nomor Judul Hal
Tabel 3.3 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur,
Skala.......................................................................................
44
Tabel 5.1 Distrinusi Responden Berdasarkan J enis Kelamin, Dekapan
Keluarga Dan Pengalaman dirawat Sebelumnya di RSAB
Harapan Kita J akarta Bulan Mei J uni 2012........................
57
Tabel 5.2 Hasil Analisis Umur dan Skor Distress Responden Saat
Dilakukan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita J akarta
Bulan Mei J uni 2012..........................................................

58
Tabel 5.3 Gambaran Normalitas Skor Distress dan Umur Pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok control di RSAB Harapan Kita J akarta
Bulan Mei J uni 2012.........................
59
Tabel 5.4 Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan
Infus Di RSAB Harapan Kita J akarta Bulan Mei J uni
2012.......................................................................
60
Tabel 5.5 Hasil Analisis Kovariat Pengaruh Dekapan Keluarga dan
Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat
Dilakukaan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita J akarta
Bulan Mei J uni 2012................................................
61













Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
xiv


DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3. Lembar Kuesioner Karakteristik Responden
Lampiran 4. Lembar Penilaian Distress dan Posisi Anak
Lampiran 5.Gambar Posisi Anak Saat Dilakukan Tindakan
Lampiran 6. Protokol Pengambilan Sampel




















Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
1 Universitas Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tingkat kesejahteraan suatu negara dapat diketahui dengan melihat indikator
derajat kesehatan masyarakat. Pengukuran derajat kesehatan diketahui
berdasarkan angka mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Tingkat
mortalitas diukur berdasarkan angka kematian bayi, balita, ibu, angka
kematian kasar, dan umur harapan hidup. Angka kematian bayi dan angka
kematian balita di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei pada
tahun 2007 diperoleh hasil angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran
hidup dan angka kematian balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup
(Kementerian Kesehatan, 2012).

Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh tingkat morbiditas pada anak. Akan tetapi
tidak seperti statistik mortalitas, angka morbiditas yang mewakili populasi
secara umum sulit ditemukan, data morbiditas yang ada biasanya
menunjukkan angka penyakit tertentu. Berbagai penyakit baik akut maupun
kronik berkontribusi terhadap meningkatkan angka morbiditas pada anak.
Tingginya morbiditas akan semakin mendorong tingginya angka rawat inap
anak di rumah sakit. Data rawat inap anak di rumah sakit pada usia 0-4 tahun
adalah 1:1000 pada anak sehat dan 1:2000 pada anak dengan penyakit dasar
yaitu anak yang telah memiliki penyakit tertentu sebelum anak dirawat di
rumah sakit, misalnya penyakit bawaan atau penyakit kronik (Advisory
Committee on Immunization Practices, 2002). Angka kesakitan di indonesia
usia 0 21 tahun sebesar 15,76% dari angka tersebut 27,04 % adalah
kelompok umur 0 4 tahun (UNICEF, 2012)
Menurut World Health Organization (WHO) (2011) mayoritas anak yang
dirawat melalui instalasi gawat darurat / emergensi adalah penyakit diare,
batuk atau penyakit saluran pernafasan, demam, anemia dan malnutrisi. Hasil
studi pendahuluan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita
J akarta tentang jumlah anak yang dirawat tahun 2011 adalah sebanyak 5056
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
2



Universitas Indonesia


pasien anak, lima penyakit terbanyak yang menyebabkan anak dirawat adalah
diare sebanyak 1289 kasus, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak
676 kasus, Thalasemia sebanyak 500 kasus, Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) sebanyak 396 kasus. Berdasarkan gambaran kondisi penyakit anak
yang dirawat hampir semuanya terpapar jarum untuk pemasangan infus atau
pengambilan sampel darah.
Anak yang dirawat di rumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan dan
perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu
tindakan yang rutin dilakukan adalah tindakan pemasangan infus.
Diperkirakan menurut Gallant dan Schultz (2006) sekitar 150 juta anak yang
dirawat inap di rumah sakit di Amerika Serikat mendapatkan tindakan
pemasangan infus.

Pemasangan infus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit,
transfusi darah, nutrisi, pemberian obat dan atau kemoterapi melalui intra
vena (Potter & Perry, 2005). Memasang infus pada anak bukan merupakan hal
yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering
ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul
intra vena. Hal ini dapat berdampak terhadap timbulnya cedera tubuh dan
nyeri pada anak serta ketakutan pada anak yang lebih besar.

Pada tahun pertama kehidupan, anak sangat rentan mengalami sakit yang
mengakibatkan anak harus dirawat di rumah sakit. Penyakit dan perawatan di
rumah sakit sering menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena stres akibat
perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan sementara anak masih
memiliki koping yang terbatas untuk mengatasi kejadian yang menimbulkan
stres. Stresor utama yang menyebabkan anak stres selama perawatan di rumah
sakit adalah akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri
(Hockenberry & Wilson, 2009).

9
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
3



Universitas Indonesia


Ketakutan sering dialami anak akibat cedera tubuh dan nyeri. Respon anak
terhadap cedera dan nyeri yang ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Kemampuan anak untuk menggambarkan jenis dan
intensitas nyeri mulai berkembang pada periode usia pra sekolah (3-6 tahun),
meskipun pada periode toddler (1-3 tahun) anak mulai mampu menunjukkan
lokasi nyeri dengan menunjuk pada area yang spesifik. Konsekuensi dari rasa
nyeri dapat mengakibatkan anak menghindari perawatan dan pengobatan yang
diberikan di rumah sakit. Pada anak usia sekolah tidak khawatir terhadap nyeri
dan lebih cenderung ingin mengetahui prosedur tindakan yang dilakukan
terhadapnya (Hockenberry & Wilson, 2009).

Kemampuan kognitif pada usia prasekolah sudah sampai pada fase
prakonseptual. Hal ini merupakan perubahan pola pemikiran dari egosentris
total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan untuk mempertimbangkan
sudut pandang orang lain (Santrock, 2005). Pada usia sekolah kemampuan
kognitif anak sudah masuk fase konkret, kondisi dimana anak sudah dapat
menggunakan proses pikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan,
kemampuan dalam mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara
sesuatu hal dengan ide. Anak sudah dapat memberi penilaian berdasarkan apa
yang lihat (pemikiran perseptual) dan berdasarkan alasan (pemikiran
konseptual (Hockenberry & Wilson, 2009; J ames & Ashwil, 2007).

Terapi non-farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri saat
dilakukan pemasangan infus salah satunya adalah dengan memberikan posisi
side-lying flexed dan kontak kulit pada neonatal di NICU. Penelitian Axelin,
Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009) tentang pemberian cairan glukosa
dan dekapan orang tua, menunjukkan bahwa sakit pada bayi prematur
berkurang dibandingkan dengan pemberian opium. Tujuan penelitian ini untuk
membandingkan efektivitas Facility Tucking by Parent (FTP) dengan cara
orang tua memegang tangan bayi untuk mendukung posisi lateral dan kontak
kulit, pemberian glukosa oral, opium dan placebo.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
4



Universitas Indonesia


Upaya meminimalkan cedera, nyeri, dan ketakutan pada anak merupakan
salah satu prinsip dasar dalam asuhan keperawatan anak yaitu asuhan
atraumatik. Asuhan atraumatik merupakan kebijakan perawatan terapeutik
melalui pemberian intervensi yang dapat mengurangi atau meminimalkan
stres fisik dan fisiologis yang dialami oleh anak dan keluarga dalam sistem
perawatan kesehatan (Hockenberry & Wilson, 2009). Salah satu prinsip yang
menjadi kerangka kerja dalam pencapaian asuhan atraumatik adalah mencegah
atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh, meminimalkan perpisahan,
optimalisasi kontrol. Prinsip ini dapat diterapkan oleh perawat sebagai care
giver (pemberi asuhan) melalui aktivitas pemberian asuhan keperawatan
secara tepat dengan melakukan pengkajian dan evaluasi status fisik secara
berkesinambungan.

Posisi supinasi dapat menimbulkan ketakutan pada anak tetapi posisi ini
diperlukan perawat untuk imobilisasi tangan anak agar aman pada saat
pemasangan infus (Sparks, Setlik & Luhman, 2007). Dalam penelitian
dekapan orang tua dan pemberian posisi upright dilakukan pada anak usia 9
bulan sampai 4 tahun dengan 118 responden yang dilakukan di instalasi gawat
darurat dengan penilaian distres menggunakan Procedure Behaviour Rating
Scole (PBRS). Penelitinan ini menunjukkan hasil skor distress secara
signifikan lebih rendah pada kelompok yang diberi intervensi dekapan dan
posisi upright (p: 0,000) dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
diberikan posisi terlentang dan dipegang/ restraint oleh keluarga. Orang tua
menunjukkan lebih puas dengan posisi upright dan posisi ini tidak merubah
kesulitan perawat saat melakukan pemasangan infus. Posisi upright menjadi
alternatif cara yang efektif untuk mengurangi distress anak dalam pemasangan
infus bagi anak dibawah lima tahun. Perawat merasa kurang nyaman
menggunakan posisi upright pada saat prosedur pemasangan intravena (IV)
disebabkan oleh perubahan tehnik yang digunakan untuk melakukan tindakan
dan disisi lain perawat merasa kurang percaya diri akan keberhasilan tindakan
dikarenakan kehadiran orang tua.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
5



Universitas Indonesia


Prosedur pemasangan infus pada anak yang selama ini dilakukan adalah
dengan memberikan posisi supinasi dan dipegang/ restraint oleh perawat di
daerah ekstremitas sebagai penahan gerakan dengan tujuan untuk
memudahkan pelaksanaan prosedur tindakan, pada saat pelaksanaan tindakan
keluarga diminta meninggalkan ruangan. Tindakan ini membuat anak menjadi
distress, yang ditunjukkan dengan perilaku menangis, meronta, ekspresi
wajah ketakutan terhadap perpisahan dan menolak tindakan yang sedang
dilakukan. Penggunaan restraint merupakan peristiwa yang sangat
menegangkan sehingga membuat distress (Selekman and Snyder, 1995;
Collier & Pobinson, 1997; Folkes, 2005; Moscardino & Axia, 2006).
Beberapa anak mungkin menemukan pengalaman diberi restraint jauh lebih
menyedihkan dari pada prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan rasa
sakit (Collier & Pattison, 1997; Folkes, 2005). Pemasangan restraint pada
anak dapat menimbulkan trauma fisik dan psikologis, sehingga perlu
penanganan khusus agar menurunkan dampak yang ditimbulkan.

Fenomena yang sama ditemui di RSAB Harapan Kita J akarta yang
merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan untuk pasien anak di J akarta.
Hasil yang diperoleh dari observasi yang dilakukan di instalasi gawat darurat,
menunjukkan anak yang datang untuk mendapatkan layanan kesehatan dalam
keadaan akut disertai dengan kondisi keluarga yang panik karena memikirkan
kondisi anaknya. Pada keaddan ini perawat dalam memberikan tindakan
pemasangan infus dengan memposisikan anak supinasi ruang tindakan
sehingga anak merasa tidak nyaman dan ketakutan. Kondisi ini juga
dipengaruhi oleh kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat dan
belum adanya standar operasional pemberian posisi nyaman saat prosedur
tindakan invasif.

Tindakan keperawatan yang dilakukan dalam pemasangan infus anak masih
menggunakan posisi supinasi sebagai posisi standar dan belum ada hasil
penelitian ilmiah dari pemberian posisi tersebut. Perkembangan ilmu
pengetahuan menuntut tenaga keperawatan untuk memberikan intervensi
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
6



Universitas Indonesia


berdasarkan bukti ilmiah. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan penggunaan evidence based practice (EBP) dalam memberikan
asuhan keperawatan. Sampai saat ini belum ada ketentuan posisi yang
nyaman untuk tindakan pemasangan infus terhadap distress yang ditimbulkan
pada anak usia prasekolah dan sekolah. Anak sudah memiliki kemampuan
kontrol fungsi tubuh, berinteraksi dan kerja sama dengan orang lain,
penggunaan bahasa sebagai simbul mental, meningkatnya rentang perhatian
(Hockenberry & Wilson, 2009)

Pemberian posisi supinasi dan diberikan restraint saat dilakukan pemasangan
infus oleh perawat banyak menimbukan berbagai dampak yang dapat
mempengaruhi distress pada anak disebabkan anak merasa terkekang, kontrol
terhadap dirinya kurang, ketakutan dan merasa tidak nyaman. Kondisi ini juga
menjadi konflik bagi keluarga karena orang tua terpaksa melakukan restraint
pada anak yang bertujuan untuk memberikan imobilisasi yang aman dan
terkadang ada orang tua yang meninggalkan ruang tindakan karena tidak tega
melihat kondisi anak saat dilakukan tindakan. Oleh karena itu perlu dicari
alternatif prosedur lain untuk membuat lebih nyaman saat anak dilakukan
pemasangan infus. Diperlukan penelitian untuk mengetahui dampak dekapan
keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan
pemasangan infus pada anak.

1.2 Perumusan Masalah
Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan atau memenuhi kebutuhan
cairan dan obat intra vena sering diberikan intervensi berupa tindakan
pemasangan infus. Studi literatur menjelaskan bahwa pada saat pemasangan
infus, anak diposisikan supinasi dan diberikan restraint oleh perawat atau
dibantu keluarga agar saat insersi vena dapat dilakukan dengan mudah.
Kenyataan yang ditemukan di lapangan pada saat anak akan dilakukan
pemasangan infus, keluarga diminta menunggu di luar ruangan kemudian anak
diberi posisi supinasi dan di pegang oleh staf kesehatan. Kondisi ini membuat
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
7



Universitas Indonesia


anak menangis, menolak tindakan yang akan dilakukan sehingga berakibat
pemasangan infus sulit dilakukan dan anak takut bila didekati oleh perawat.

Prosedur pemasangan infus di atas banyak digunakan di tatanan pelayanan
kesehatan, tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan yang sudah
ditempuh anak meliputi, usia, kognitif respon terhadap hospitaliasi dan respon
terhadap distress. Penelitian ini melihat dampak dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan
infus pada anak.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dekapan keluarga
dan pemberian posisi duduk terhadap distress saat pemasangan infus
pada anak.

1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Teridentifikasinya karakteristik anak yang dilakukan
pemasangan infus.
1.3.2.2 Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan
pemberian dekapan dan posisi duduk tegap saat dilakukan
pemasangan infus pada kelompok intervensi.
1.3.2.3 Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan
pemberian posisi standar saat dilakukan pemasangan infus pada
kelompok kontrol.
1.3.2.4 Teridentifikasinya perbedaan score distress pada anak saat
dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
1.3.2.5 Teridentifikasinya besarnya pengaruh jenis kelamin, usia,
pengalaman dirawat sebelumnya terhadap distress anak yang
dilakukan pemasangan infus.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
8



Universitas Indonesia



1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi pelayanan keperawatan dan masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam
aplikasi tehnik pemasangan infus yang dapat menurunkan distress
anak dan meningkatkan peran serta orang tua dalam proses perawatan
anak. Penelitian ini dapat menjadi evidence based practice dalam ilmu
keperawatan sehingga menjadi landasan ilmiah bagi profesi
keperawatan dalam mengembangkan praktik ilmu keperawatan dasar
dalam mengatasi masalah perawatan anak terutama dalam
pemasangan infus.

1.4.2 Manfaat bagi Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tehnik inovasi dan proses
aplikasi teori dalam penurunan dampak distress anak saat dilakukan
pemasangan infus. Rumah sakit dapat mengembangkan suatu
alternatif pilihan yang melibatkan peran serta orang tua secara aktif
dalam pelaksanaan intervensi keperawatan terutama dalam
pemasangan infus pada anak di ruang Emergency dan ruang
perawatan anak dengan menggunakan hasil penelitian ini.

.









Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
9



Universitas Indonesia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tumbuh Kembang
Ciri yang khas pada anak adalah selalu tumbuh dan berkembang dimulai dari
masa konsepsi dan berakhir pada masa remaja (Kemenkes RI, 2010). Istilah
tumbuh kembang merupakan peristiwa yang sifatnya berbeda namun saling
keterkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ
maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang,
umur tulang dan keseimbangan metabolik (Soetjiningsih, 1998; J ames dan
Ashwill, 2007), penambahan ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh parsial atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat
(Kemenkes RI, 2010).

Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan. Hal ini sebagai hasil proses pematangan, terkait proses
deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ
yang berkembang sehingga dapat memenuhi fungsinya termasuk
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan (Santrock, 2005).

2.1.1 Klasifikasi tumbuh kembang
Pertumbuhan dan perkembang secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu:
(Nursalam, 2005, Nasir & Muhith, 2011),
a. Tumbuh kembang fisik, meliputi perubahan dalam bentuk ukuran besar
dan fungsi organisme tubuh. Perubahan yang bervariasi ini mulai dari
fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktivitas enzim terhadap
diferensiasi sel sampai kepada proses metabolisme yang komplek dan
perubahan bentuk fisik dimasa puber.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
10



Universitas Indonesia


b. Tumbuh kembang intelektual, pertumbuhan ini berkaitan dengan
kepandaian berkomunikasi dan kemampuan memberi makna materi yang
bersifat abstrak dan simbolik, seperti bermain, berbicara, berhitung atau
membaca.
c. Tumbuh kembang emosional, merupakan proses tumbuh kembang
emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan
batin, kemampuan mengungkapkan kasih sayang.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
Anak mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang
merupakan hasil interaksi dari banyak faktor. Menurut beberapa penulis
faktor tersebut meliputi faktor dari dalam dan faktor dari luar (Sutjiningsih,
1998; Kemenkes, 2010; Nasir dan Muhith, 2011).

Faktor dalam (internal) yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
meliputi ras/etnis, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, kelainan
kromosom. Anak yang dilahirkan di suatu daerah tertentu akan memiliki
faktor herediter ras atau suku tersebut. Kecepatan pertumbuhan yang
tercepat pada anak terjadi pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan
masa remaja. Faktor reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat dari pada anak laki-laki tetapi setelah melewati masa pubertas
pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat. Ada beberapa kelainan genetik
dan kromosom akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.

Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan meliputi
faktor prenatal, natal, post natal. Faktor prenatal meliputi gizi ibu hamil
terutama trisemester akhir kehamilan yang banyak mempengaruhi
pertumbuhan janin. Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung
pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung
pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil
penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002)
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
11



Universitas Indonesia


menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia
6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama
hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.

2.3 Tahapan perkembangan Anak
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan anak prasekolah berjalan pelan dan pasti, berat dan tinggi
pertumbahannya minimal. Rata rata pertambahan berat hanya 2,25 kg
pertahun dan tinggi badan rata rata naik 5-7,5 cm. Selama masa ini
perkembangan lebih cepat di daerah kaki dibandingkan tangan, tidak ada
tumpukan jaringan adiposa dan penurunan nafsu makan. Pada masa
toddler, perut terlihat buncit dan menghilang pada masa presekolah
sehingga tampak langsing dan tangkas pada usai sekolah. Tulang panjang
berkembang cepat dari pada tulang belakang. Kekuatan tulang dipengaruhi
oleh nutrisi, genetik, dan kesempatan olah raga. Nyeri lutut biasa terjadi di
umur 3 tahun dan berhubungan dengan sering jatuh dengan tumpuan lutut.
Permasalahan pada sendi lutut dan persendian lain akan mengalami
koreksi pada usia 4 5 tahun. Pertumbuhan paru kapasitas vital meningkat
dan frekuensi nafas pelan. Perbaikan Respirasi pada usia 5- 6 tahun. Nadi
menurun dan tekanan darah meningkat sebagai akibat ukuran jantung
meningkat. Kematangan kardiovaskuler menjadi meningkat karena
peningkatan kerja. Ke 20 gigi susu sudah muncul pada usia 3 tahun. Gigi
susu tanggal mungkin tanggal diakhir masa prasekolah. Gigi pertama yang
muncul itu gigi molar akan tumbuh pada awal usia sekolah (J ames &
Ashwill, 2007).

Pada anak usia sekolah mengalami pertambahan pertumbuhan 5 cm setiap
tahunnya, setelah usia 12 tahun bisa mencapai ketinggian 147,5 cm.
Pertambahan berat setiap tahunnya sekitar 2 sampai 3 kilogram. Pada usia
6 tahun berat badan bisa mencapai 21 kg dan pada usia 12 tahun bisa
mencapai 40 kg. Pertambahan ukuran tulang cepat seiring dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan anak (Santrock, 2005).
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
12



Universitas Indonesia


Perkembangan motor anak dimulai dengan koordinasi pada kekuatan
tulang yang meningkat dengan cepat di usia 3-5 tahun. Ukuran otak dan
syaraf- syaraf yang membungkus meilin berkembang dan berpengaruh
terhadap kemampuan motorik dasar yang sempurna. Kemampuan motorik
tiap anak berbeda-beda dan sangat bervariasi, yang dapat dipengaruhi oleh
lingkungan dan situasi sekitarnya seperti bahasa, kesempatan untuk
berlatih (Hockenbery & Wilson, 2009) .

Kemampuan motorik halus anak di kedua tangan mulai pada terkoordinasi
di usia 3 tahun dan sempurna usia 4 tahun. Peran perawat mengedukasi
orang tua untuk menyediakan alat alat yg tepat untuk dapat menggunakan
koordinasi tangan kiri. Anak kidal jangan di paksa untuk menggunakan
sisi lain walaupun tetap harus dilatih. Peningkatan koordinasi
menyebabkan anak menjadi lebih menjaga diri sendiri dan lebih mandiri
(Santrock, 2005)..

Pada usia 4 5 tahun, anak sudah mandiri dalam berpakaian, makan dan
kekamar mandi tanpa dibantu. Tidak seperti toddler yang selalu dijaga dari
cedera dan anak usia prasekolah sudah dapat diberi kepercayaan
(Hockenbery & Wilson, 2009).

b. Perkembangan kepribadian dan mental anak
Menurut Freud perkembangan psikoseksual merupakan insting seksual
yang signifikan terhadap perkembangan kepribadian. Tahap usia
prasekolah disebut sebagai masa falik, dimana genetalia menjadi area
yang sangat menarik dan sensitif. Anak sudah mengetahui perbedaan jenis
kelamin dan ingin mengetahui perbedaan tersebut. Pada anak sekolah,
masuk pada periode laten dimana menunjukkan sesuai stase perkembangan
seksual menjelang pubertas. Selama periode ini, perkembangan
kepercayaan diri anak meningkat sampai masa industri dengan konsep
nilai yang dimiliki (J ames & Ashwill, 2007).
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
13



Universitas Indonesia


Perkembangan psikososial menurut Erikson menekankan kepribadian yang
sehat, menggunakan konsep- konsep biologis, menjelaskan tentang
keberhasilan pencapaian atau penguasaan terhadap keberhasilan setiap
konflik inti yang terbentuk berdasarkan keberhasilan pencapaian atau
penguasaan inti sebelumnya. Pada anak usia prasekolah termasuk dalam
tahap inisiatif versus rasa bersalah (Santrock, 2005).

Inisiatif diidentifikasikan dengan perilaku yang instruktif dan penuh
semangat, berani berupaya dan imajinasi yang kuat. Anak anak
mengekplorasi dunia fisik dengan semua indra dan kekuatan mereka akan
membentuk suara hati, tidak lagi bimbingan dari luar sehingga terbentuk
suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam. Anak terkadang
mempunyai keinginan yang berbeda dengan keinginan orang tua dan
membuat aktivitas atau imajinasi merupakan hal yang buruk sehingga
menimbulkan rasa bersalah. Anak harus belajar mempertahankan rasa
inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa orang lain sehingga
memerlukan arahan dan tujuan dalam kegiatannya. Pada masa anak
sekolah, menurut Erikson merupakan masa kritis, dimana selama periode
ini merupakan masa transisi menjelang masa dewasa. Muncul rasa trust
mistrust, autonomi, initiative dan industri (Muscari, 2001).

Perkembangan kognitif berkaitan dengan usia anak prasekolah yang terjadi
dalam aktivitas mental. Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak
usia pra sekolah masuk dalam tahap praopersional fase intuitif (berfikir
transduktif) contohnya anak melihat layang layang warna merah terbang
tinggi, maka ketika anak tersebut membeli layang layang memilih warna
merah karena ia berfikir layang layang yang berwarna merah yang bisa
terbang tinggi. Anak mulai berfikir praoperasional bersifat kongret dan
nyata, berfikir tidak melebihi apa yang dilihat, didengar atau alami dan
kurang mampu membuat deduksi atau generalisasi. Anak menggunakan
bahasa dan simbul untuk mewakili objek yang ada dilingkungan, melalui
bermain imajinatif, bertanya dan interaksi lainnya. Anak mulai membuat
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
14



Universitas Indonesia


konsep dan hubungan sederhana antar ide. Cara berfikir bersifat
transduktif dimana kedua kejadian terjadi bersamaan mereka saling
menyebabkan satu sama yang lain atau pengetahuan tentang satu ciri
dipindahkan ke ciri lainnya (Hockenbery & Wilson, 2009).

2.2 Hospitalisasi
Anak bereaksi terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, persiapan,
pengalaman terhadap penyakit sebelumnya, support keluarga, pemberi
layanan kesehatan dan status emosi anak (Price & Gwin, 2008). Reaksi ini
juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, keterampilan terhadap koping
dan pengaruh budaya terhadap reaksi anak sakit (J ames & Aswill, 2007).
Stressor utama dari hospitalisasi meliputi perpisahan, hilang kendali, cidera
tubuh dan nyeri (Hockenbery & Wilson, 2009).

2.2.1 Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Reaksi anak terhadap penyakit dipengaruhi oleh usia, perkembangan
kognitif, ketrampilan koping dan budaya. J uga dipengaruhi oleh
pengalaman sebelumnya dan respon keluarga sebagai efek dari anak sakit.
Respon anak terhadap hospitalisasi menurut J ames dan Aswill (2007),
Hockenbery dan Wilson (2009) adalah:

a. Kecemasan akibat perpisahan
Anak pra sekolah sudah dapat mentoleransi perpisahan singkat dengan
orang tua dan lebih cenderung membangun rasa percaya orang lain
sebagai pengganti orang tua. Respon yang ditunjukkan dengan menolak
makan, mengalami sulit tidur, menangis secara diam-diam karena
ditinggal pergi orang tua, dan terus bertanya kapan mereka datang.
Mereka dapat mengungkapkan perasaannya dengan memecahkan
mainan, memukul anak lain, menolak bekerjasama selama aktivitas
perawatan

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
15



Universitas Indonesia


Anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap
perpisahan, stres dan disertai regresi akibat penyakit atau hospitalisasi
dengan meningkatkan keamanan dan bimbingan orang tua. Anak usia
ini cenderung takut kehilangan kelompok dibandingkan perpisahan
dengan orang tua. Anak membutuhkan bimbingan dan dukungan orang
tua sebagai figur orang dewasa. Respon yang muncul pada anak yaitu
mudah tersinggung/ mudah marah walaupun orang tua didekatnya,
menarik diri, tidak dapat berhubungan dengan teman sepermainan,
menolak kehadiran saudara kandung.

b. Kehilangan kendali
Anak usia prasekolah kehilangan kontrol yang disebabkan oleh retraksi
fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi.
Kekuasaan diri mereka merupakan faktor yang mempengaruhi krisis
presepsi dan reaksi terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan hospitalisasi.
Penalaran transduktif memberi kesan bahwa anak prasekolah mampu
menyimpulkan dari sesuatu yang khusus ke sesuatu yang khusus lagi,
bukan dari spesifik ke umum atau sebaliknya. Presepsi anak prasekolah
tentang perawat adalah orang yang membuat dia nyeri, maka semua
perawat dianggap penyebab nyeri.

Anak usia sekolah sudah mencapai kemandirian dan produktivitas
sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman.
Perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, takut terhadap
kematian, penelantaran atau cidera permanen, kehilangan penerimaan
kelompok sebaya, kurang produktivitas dan ketidakmampuan
menghadapi stress sesuai harapan budaya yang dapat menyebabkan
kehilangan kendali. Apabila anak diajak untuk berkontribusi dalam
prosedur intervensi maka dia akan kooperatif dalam setiap prosedur
tindakan yang diterimanya.


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
16



Universitas Indonesia


c. Cedera tubuh dan nyeri
Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anak-anak.
Pada anak usia prasekolah konsep ini dipengaruhi oleh kemampuan
kognitif pada tahap preoperatif. Konflik psikoseksual anak pada
kelompok usia ini membuat sangat rentan terhadap ancaman cedera
tubuh. Prosedur invasif, baik yang menimbulkan nyeri maupun yang
tidak merupakan ancaman terhadap konsep integritas tubuh yang belum
berkembang baik.

Pada anak sekolah, ketakutan yang mendasar terhadap sifat fisik dari
penyakit muncul, anak tidak khawatir terhadap nyeri dibandingkan
dengan disabilitas, pemulihan yang tidak pasti atau kemungkinan
kematian. Prosedur invasif sebagai hal yang menimbulkan stres. Anak
perempuan lebih cenderung mengekresikan ketakutan yang lebih
banyak dan lebih kuat dibandingkan dengan anak laki-laki.

2.2.2 Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Ketika anak dirawat di rumah sakit, orang tua tidak dapat tinggal dirumah
sakit untuk menemani sehingga mereka akan merasa bersalah karena
meninggalkan anak. Mereka akan menjadwalkan untuk dapat meluangkan
waktu sebanyak mungkin dengan anak yang di sedang dirawat, pada kondisi
ini perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan yang dapat mengurangi
kecemasannya. Orang tua merasa bersalah dan cemas karena tidak dapat
membantu meringankan penyakit anaknya. Mereka kadang menyalahkan
diri sendiri karena mereka tidak mengetahui dari awal tentang gejala
penyakitnya tersebut dan terlambat memberi pengobatan atau pencegahan.
Hubungan saling percaya antara perawat dengan orang tua akan
mempercepat kesembuhan anak. Kondisi ini dapat terjadi bila perawat
bertindak objektif dan berempati dengan cara mendengarkan dan memberi
support keluarga (Hockenbery & Wilson, 2009).

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
17



Universitas Indonesia


Keluarga juga merasa takut yang tidak tahu penyebabnya, tidak familiar
terhadap lingkungan rumah sakit, prosedur, pengobatan dan proses penyakit
anak (J ames & Aswiil, 2007). Perawat perlu menjelaskan rutinitas dan
prosedur perawatan di unit rumah sakit dan menunjukkan proses penyakit
dapat menurunkan perasaan kecemasan dari orang tua. Rumah sakit
diharapkan memberikan lingkungan yang dapat menunjang peningkatkan
pengetahuan keluarga dengan memfasilitasi perpustakaan yang dapat
membantu pemberdayaan terhadap perawatan anak.

2.2.3 Hospitalisasi di unit gawat darurat
Pengalaman yang traumatik pada anak dan orang tua adalah masuk ke unit
gawat darurat. Permulaan penyakit yang tiba-tiba memberi sedikit waktu
untuk persiapan dan penjelasan, sehingga kedaruratan medis membutuhkan
intervensi psikologis untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan yang
sering berkaitan dengan pengalaman tersebut.

Lamanya waktu yang diperlukan untuk persiapan prosedur penerimaan
sering tidak tepat untuk situasi kedaruratan, anak perlu diajak berpartisipasi
dalam perawatan untuk mempertahankan rasa pengendalian. Kesibukan di
unit gawat darurat, cenderung cepat dalam melakukan prosedur tindakan
dikarenakan untuk menghemat waktu, namun bila ditambah beberapa menit
untuk memberi penjelasana pada anak sehingga anak dapat berpartisipasi
dalam tindakan yang dilakukan. Hal ini akan lebih menghemat waktu yang
terbuang akibat resistensi dan ketidakoperatifan anak selama prosedur.
Tindakan lainnya yang dapat diberikan perawat di instalasi gawat darurat
meliputi memastikan privasi, menerima berbagai respon emosional terhadap
ketakutan atau nyeri, mempertahankan kondisi orang tua dan anak,
menjelaskan sebelum dan sesudah terjadi serta secara pribadi bersikap
tenang. Implementasi setelah intervensi merupakan kegiatan evaluasi yang
melibatkan pemikiran anak tentang penerimaan dan prosedur terkait
diperlukan pada kondisi kedaruratan (Hockenbery & Wilson, 2009).

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
18



Universitas Indonesia


2.3 Distress pada anak
Penyakit dan hospitalisasi merupakan krisis awal yang harus diatasi pada
anak. Anak sangat rentan terhadap stres yang ditimbulkan oleh perubahan,
rutinitas lingkungan. Mekanisme koping anak yang terbatas untuk
menyelesaikan stres. Kejadian yang dapat menimbulkan stres hospitalisasi
meliputi perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh dan nyeri (J ames &
Aswill, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009). Reaksi anak terhadap stres
dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sakit mereka sebelumnya,
perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan koping yang mereka miliki,
keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry &
Wilson, 2009).

2.3.1 Pengertian dan karakterisik stres
Menurut Nasir dan Muhith (2011) ada dua jenis stres yaitu yang baik dan
yang buruk. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang memungkinkan
dapat dialami sebagai perasaan yang baik dan buruk.

Stres yang baik atau eustres adalah stres yang berdampak baik apabila
seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain
maupun dirinya sendiri mendapat sesuatu yang baik dan berharga.
Keadaan eustres mempunyai kesempatan untuk berkembang dan memaksa
seseorang untuk menggunakan performanya lebih tinggi. Stress yang baik
adalah bila seseorang menghadapi suatu keadaan dengan selalu berfikiran
positif, setiap stimulan yang datang menjadi pelajaran yang berharga dan
mendorong untuk berperilaku yang bermanfaat. Karakteristik eustres
adalah sebagai motivasi, lebih fokus, ingatan jangka pendek,
meningkatkan kinerja.

Stres yang buruk atau distress merupakan stres yang negatif. Distress
dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu dengan hal yang
buruk, respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu
integritas diri sehingga menjadi sebuah ancaman. Stimulus yang datang
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
19



Universitas Indonesia


diartikan sebagi sesuatu yang merugikan diri sendiri dan menyerang
dirinya. Respon yang dimunculkan terhadap distress adalah menyalahkan
diri sendiri, menghindar dari masalah dan menyalahkan orang lain.
karakteristik distress yaitu menyebabkan kekhawatiran atau kecemasan,
durasi bisa pendek atau panjang, terasa tidak menyenangkan, menurunkan
kinerja. Sedangkan respon distress pada anak ditunjukkan dengan apatis,
kurang energi, menarik diri, menolak ketemu dengan orang lain,
menempel terus ke orang yang dikenal, kehilangan nafsu makan, gangguan
tidur, agresif, marah, cenderung berkelakukan kekerasan (UNICEF, 2009)

2.2.2 Respon dan adaptasi terhadap stresor
Videback (2008 dalam Nasir & Muhith, 2011) menyatakan bahwa stres
dapat menghasilkan berbagai respon. Respon dapat berguna sebagi indikator
terjadinya stres pada individu dan mengukur tingkat stres yang dialami
individu. Respon stres dapat dilihat dalam berbagai aspek sebagai berikut:
a. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah detak
jantung, nadi dan sistem pernafasan.
b. Respon kognitif, ditandai dengan terganggunya proses kognitif individu
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran
berulang dan pikiran tidak wajar.
c. Respon emosi, ditandai dengan munculnya rasa takut, cemas, malu,
marah dan sebagainya.
d. Respon tingkah laku, dibedakan menjadi fight yaitu menghindari situasi
yang menekan.
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikologis berubah
dalam berespon terhadap stres. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus
dari lingkungn internal maupun eksternal mengalami penyimpangan.
Adaptasi melibatkan reflek, mekanisme otomatis untuk perlindungan,
mekanisme koping, dan mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi
(Brookman, 1992 dalam Potter & Perry, 2005) adalah:


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
20



Universitas Indonesia


a. Adaptasi fisiologi dan Mekanismenya
Indikator stres fisiologis adalah objektif, lebih mudah diidentifikasikan
dan secara umum dapat diamati dan diukur. Ketika seseorang
kebutuhan fisiologisnya tidak terpenuhi maka tindakan yang akan
dilakukan adalah memenuhi kebutuhan tersebut. Adaptasi mencakup
penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan
ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan mandiri
yang dilakukan secara otomatis. Namun bila individu mengalami cedera
maka mekanisme ini tidak dapat berjalan. Mekanisme fisiologis
adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif yaitu suatu proses
dimana mekanisme kontrol merasakan adanya suatu keadaan abnormal
seperti penurunan suhu, badan mulai mengigil dan membangkitkan
panas. Ketiga mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi
stressor dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikular dan kelenjar
hipofisis.

Medula oblongata berfungsi vital yang dipergunakan untuk
mempertahankan fungsi mengontrol frekuensi jantung, tekanan darah
dan pernafasan. Implus yang menjalar ke dan dari medula oblongata
dapat meningkatkan dan menurunkan fungsi vital, misalnya pengaturan
denyut jantung sebagai hasil implus sistem saraf simpatis dan
parasimpatis yang menjalar dari medula oblongata ke jantung.
Frekuensi denyut jantung meningkat merupakan respon dari serabut
saraf simpatis dan menurun akibat implus dari serabut parasimpatis.

Formasi retikular merupakan kelompok kecil neuron di dalam otak dan
medula spinalis. Formasi retikuler ini bertugas mengontrol fungsi vital
dan secara kontinyu memantau status fisiologis tubuh melalui
sambungan trakhus sensoris dan motorik, misalnya ketika seseorang
tertidur sel-sel formasi retikuler akan meningkatkan tingkat kesadaran
bila sudah terbangun.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
21



Universitas Indonesia


Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar kecil yang melekat pada
hipotalamus berfungsi menyuplai hormon kotekolamin yang
mengontrol fungsi vital. Kelenjar ini menghasilkan hormon
kotekolamin yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress.
Kelenjar ini juga mengatur sekresi hormon thyroid, gonad dan
parathyroid. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis
menerima pesan untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar
meningkat, kelenjar menurunkan produksi hormon.

Mekanisme fisiologis adaptasi bekerja sama melalui hubungan yang
komplek dalam saraf sistem endokrin dan sistem tubuh lainnya untuk
mempertahankan konstalitas relatif dalam tubuh. Mekanisme tubuh ini
bekerja dalam waktu yang pendek terhadap ekuilibrium tubuh dan akan
bekerja pada jangka panjang karena penyakit, cedera dan stres yang
dapat menurunkan kontrol homeostatis. Kedua bentuk fungsi yang
menurun dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk.

Dalam situasi stres yang berat, kelenjar hipofise akan mensuplai tubuh
dengan hormon yang diperlukan. Namun hormon ini tidak mencukupi
jumlahnya untuk memberikan energi fisiologis yang diperlukan untuk
mengatasi stres.

Indikator stres fisiologis ditunjukkan dengan adanya kenaikan tekanan
darah, peningkatan ketegangan di leher, bahu dan punggung,
peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernafasan, telapak tangan
berkeringat, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala,
suara yang bernada tinggi, mual sampai muntah, perubahan nafsu
makan.

b. Adaptasi Psikologi
Emosi kadang dikaji tidak secara langsung, stres mempengaruhi
kesejahteraan emosional, sehingga kepribadian seseorang mencakup
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
22



Universitas Indonesia


hubungan yang komplek, reaksi stres yang berkepanjangan dapat
diketahui dari gaya hidup dan stressor klien terakhir, pengalaman
terdahulu stresor, mekanisme koping yang berhasil dimasa lalu.
Karakteritik ini merupakan rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan,
komitmen terhadap aktivitas yang berhasil dan antisipasi dari tantangan
sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan.

Indikator stres prikologi adalah ansietas, depresi, kepenatan. Perubahan
kebiasaan makan, tidur dan pola aktivitas, kelelahan mental, perasaan
tidak adekuat, kehilangan motivasi, letargi, kehilangan minat yang
padat ditunjukkan oleh pasien.

c. Adatasi perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu dalam penyelesaian
tugas perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai ciri khas
karakteristik perilaku yang berbeda. Bayi atau anak yang diasuh dalam
keluarga yang mampu menghadapi stresor di rumah maka mereka akan
empati, mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan koping yang
sehat. Anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa meneriman,
mereka mulai menyadari penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
dapat membantu mencapai tujuan dan harga diri berkembang mulai
hubungan pertemanan dan saling berbagi dengan teman.

2.2.3 Prinsip dasar mengatasi
Menurut Lazarus (1989 dalam Nasir & Munhith, 2011) ada tujuh bidang
pencetus stres yaitu
a. Perilaku (behavior)
Perilaku yang buruk dipercaya berandil besar terhadap terjadinya stres
misalnya menolak dan memberontak saat dilakukan tindakan. Untuk
mengatasi stres karena perilaku adalah dengan mengubah sikap dan
perilaku menjadi positif, hal ini akan mengurangi stres. Reaksi terhadap
keadaan ini akan menentukan keadaan selanjutnya. Anak dapat
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
23



Universitas Indonesia


bekerjasama dalam tindakan yang diberikan dan menerima kehadiran
orang lain

b. Perasaan (affect)
Sikap yang termasuk dalam affect diantaranya emosi, mood dan
berbagai perasaan lain misalnya sifat mudah marah atau emosional.
Keadaan ini berkaitan dengan sifat pembawan / temperamen anak yang
sulit untuk diubah, untuk mengubahnya membutuhkan proses yang
panjang dan kemauan diri.

c. Sensasi tubuh (sensation)
J ika tubuh merasa nyeri atau mengalami kelelahan setelah bermain,
maka kondisi ini dapat menyebabkan stres.

d. Penghayatan mentalitas (imagery)
Mentalitas yang buruk seperti perasan gagal, tidak bisa melakukan
segala sesuatu, perasaan tidak berguna, anak gagal menyelesaiakan
jenis permainan tertentu dapat mengakibatkan stres. Untuk mengatasi
dengan mempunyai cara pandang yang positif terhadap keadaan yang
terjadi. Anak mau mempelajari dan menerima hal yang baru.

e. Proses berfikir merangkai pengertian (cognition)
Filosofi yang terlalu harus, mesti, tidak bisa, mutlak misalnya anak
ditekankan harus menjadi juara di kelasnya, meski bersikap sopan
dengan oang tua, tidak diizinkan bermain keluar. Hal ini dapat berujung
pada stres.

f. Hubungan antar manusia (interpersonal relationship)
Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat perlu, sehingga jika ada
permasalahan maka dapat menjadi sumber stres. Cara terbaik untuk
mengatasinya dengan saling menghargai, belajar sabar, mengampuni
kesalahan mereka dan pengendalian diri.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
24



Universitas Indonesia


g. Obat-Obatan (drugs)
Obat-obatan terkadang diperlukan untuk mengatasi rasa sakit tetapi
ketergantungan akan obat dapat memicu terjadinya stres.

2.2.4 Alat ukur distress
Menurut Pretzlik dan Sylva (1999) ada beberapa alat ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat distres pada anak, diantaranya yaitu :
a. Procedure Behaviour Rating Scale (PBRS)
Alat ini menilai perilaku anak usia 8 bulan sampai 17 tahun pada saat
dilakukan prosedur tindakan. Penilaian dilakukan pada sebelum, saat
dan setelah prosedur. Hasil penilaian diambil dari nilai mean pada
akumulasi penilaian. Terdapat 25 item yang menunjukkan kriteria dari
distress, misalnya berteriak, menangis, menolak, penolakan pemberian
posisi.

b. Observation Scale for Behavioural Distress (OSBD)
Alat ini digunakan untuk anak usia 6 bulan sampai 20 tahun, penilaian
dilakukan sebelum, saat dan setelah dilakukan prosedur tindakan.
Terdapat 11 item yang menunjukkan adanya distress meliputi,
menangis, ketakutan, restrain, menanyakan keadaannya, mengatakan
kesakitan.

c. Children Fears Score (CFS)
CFS dari McMurtry, Noel., Chambers, McGrath (2011) diadaptasi dari
Faces Anxiety Scale (McKinley, Coote & Stein-Parbury,2003) untuk
mengukur rasa takut pada anak sedang menjalani prosedur medis yang
menimbulkan respon menyakitkan. CFS terdapat 5 gambar wajah yang
dimulai dari wajah yang menunjukkan tidak takut sampai sangat takut.
Penilaian diambil dari gambar yang di tunjukkan anak dan orang tua
kemudian ambil nilai mean untuk menunjukkan nilai distress pada
anak, skala penilaian nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
25



Universitas Indonesia


2.4 Atraumatic Care
Atraumatic care merupakan penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan
oleh perawat melalui penggunaan intervensi yang tidak atau memperkecil
distress psikologis dan fisik yang diderita oleh anak dan keluarga mereka
dalam sistem pelayanan kesehatan. Asuhan terapeutik yaitu tindakan yang
dilakukan perawat untuk pencegahan, diagnosis, penanganan atau
penyembuhan kondisi akut atau kronis dengan tujuan utama asuhan
atraumatik yaitu meminimalkan timbulnya luka pada anak. Tiga prinsip yang
memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut adalah mencegah
atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga, meningkatkan rasa kendali
dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh
(Hockenberry & Wilson, 2009).

Mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga dapat dilakukan
dengan membangun hubungan yang baik antara anak orang tua selama di
rawat dirumah sakit, menyiapkan anak sebelum dan setelah pelaksanaan
prosedur yang tidak dikenalinya, memfasilitasi orang tua berada di dekat
muka anak dengan memberikan kesempatan untuk bernyanyi, menyentuh
(Hockenberry d& Wilson, 2009). Mendampingi anak di ruang persiapan
operasi sampai anak tertidur setelah diberikan anaestesi (Gauderer, Lorig &
Eastwood, 1989; Fina, et al 1997).

Anak mengurangi rasa takut yang tidak diketahui dengan memberikan
informasi tentang lingkungan perawatan dan diagnosis, membuat lingkungan
kurang mengancam (konsep animism, dari pandangan, pikiran, daerah aman).
Memberikan kesempatan anak untuk kontrol terdahap dirinya dengan
berpartisipasi dalam perawatan dengan penggunaan jadwal yang konsisten
dan memberikan saran secara langsung terhadap proses perawatan yang
diberikan (Hockenberry & Wilson, 2009).

Mencegah atau meminimalkan stres fisik diantaranya dengan menghindari
atau mengurangi prosedur yang mengganggu dan menyakitkan, misalnya
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
26



Universitas Indonesia


pada anak yang dilakukan sirkumsisi maka terlebih dahulu meminta
persetujuan dari orang tua dan memberi analgesik. Pada pemasangan infus
dengan cairan salin diberikan kebijakan sampai 2 kali penusukan (Catudal,
1999). Pemberian sukrosa atau EMLA pada bayi saat dilakukan pengambilan
sampel darah sesuai yang diperlukan di laboratorium untuk persediaan
pemeriksaan selanjutnya sehingga tidak melakukan penusukan yang berkali-
kali, pemberian restraint sesuai dengan mempertimbangkan kebutuhan anak
seperti memasang spalk tangan, mengatur jam tindakan perawatan 60 120
menit sebelum anak tidur, mengurangi kebisingan pada ruang rawat dapat
mencegah kerusakan telinga (J oseph & Ulrich, 2007). menggontrol nyeri
dengan melakukan pengkajian terhadap nyeri dan memberikan farmakologik
dan manajemen non farmakologi dalam mengatasi nyeri (Wong & Pasero,
1997).

2.5 Restraint
Anak perlu dilakukan restraint selama prosedur tindakan keperawatan atau
medis, hal ini sudah diterima secara umum dan dianggap sebagai salah satu
rangkaian dalam prosedur tindakan (Tomlinson, 2004). Penggunaan restraint
merupakan peristiwa yang sangat menegangkan sehingga membuat distress
(Selekman and Snyder, 1995; Collier & Pobinson, 1997; Folkes, 2005;
Moscardino & Axia, 2006) dan beberapa anak mungkin menemukan
pengalaman diberi restraint jauh lebih menyedihkan dari pada pengobatan
yang menyebabkan rasa sakit atau prosedur (Collier dan Pattison, 1997;
Folkes, 2005). Pemberian restraint menimbulkan trauma fisik dan psikologis
bagi anak sehingga perlu penanganan khusus untuk dapat menurunkan
dampak yang ditimbulkan. Belum ada prosedur khusus yang ditentukan untuk
dapat memberi tahanan badan anak/ immobilisasi anak yang aman. Selekman
dan Snyder (1996) menyampaikan pengalaman pemberian restraint dapat
menimbulkan masalah psikologis, kesulitan membangun hubungan dengan
orang lain dan meningkatkan stress anak terhadap proses penyakit.


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
27



Universitas Indonesia



2.5.1 Konsep dan pengertian restraint
Restraint, terapi memegang, clinical holding atau imobilisasi merupakan
tindakan untuk membatasi gerakan anak (Brenner, Parahoo, Taggarat,
2007). Menurut The Joint Commission on the Accreditation of Health Care
Organizations (J CAHO), (2002) restraint merupakan metode yang
digunakan untuk membatasi pergerakan, aktivitas fisik atau akses
pergerakan normal tubuh seseorang menggunakan fisik atau kimia.
Restraint digunakan untuk membantu pelaksanaan melakukan prosedur
tindakan pada anak (J effery, 2002) dan biasanya bertujuan mencegah dari
bergerak anak waktu jangka waktu tertentu, untuk melarang campur tangan
anak dalam prosedur dan peralatan (Rutledge et al., 2003).

Dampak pemberian restraint pada anak dapat dijumpai pada beberapa
literatur yang mengambarkan dampak psikologi akibat pemberian
restraint pada anak. Dampak ini muncul karena orang tua merasa
tidak diberi kesempatan untuk memilih dan berpartisipasi dalam kegiatan,
sehingga sering menunjukkan respon distress emosional. Kurangnya
informasi yang diterima keluarga dapat menimbulkan dilema apabila
keluarga diminta untuk memegangi/ memeluk anak saat prosedur (Mc Grat,
Forrester, Fox-Young & Huff, 2002; Moscardino & Axia, 2006).

Perawat merupakan tenaga pemberi layanan kesehatan yang sering kali
menggunakan restraint pada anak terutama pada perawatan anak (Brenner,
Parahoo & Taggarat, 2007). Penelitian di Inggris yang dilakukan pada 346
perawat anak, menunjukkan bahwa perawat melakukan restraint untuk
kelancaran prosedur, keamanan, jenis prosedur, tingkat agitasi, umur anak,
presepsi orang tua, konsentrasi dan keamanan petugas.

2.5.2 Prinsip pemberian restraint
Menurut J ames dan Aswil (2007), Hockenbery dan Wilson (2009), perawat
perlu melakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum penggunaan restraint
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
28



Universitas Indonesia


pada anak. Penggunaan restraint dapat dihindari bila anak dipersiapkan
secara adekuat, pengawasan orang tua atau perawat terhadap anak, terdapat
proteksi yang kuat pada posisi yang rentan. Perawat harus
mempertimbangkan perkembangan anak, status mental, potensial ancaman
keamanan pada diri sendiri dan orang lain.

J ika anak perlu dilakukan restraint, anak perlu diberitahu terlebih dahulu
alasan penggunaan restraint, informasi yang diberikan terus dan diulang
agar anak mendapatkan pemahaman dan dapat kerjasama. Menjelaskan
kepada orang tua tentang tujuan penggunaan restraint, bagaimana melepas
dan memasang, dan tanda komplikasi dari penggunaannya. Dokumentasikan
surat pernyataan persetujuan keluarga tentang penggunaan restraint yang
diberikan pada anak. Keluarga diajarkan dan dianjurkan untuk menurunkan
dan menenangkan emosi anak saat dilakukan restraint.

Alat restraint dapat menimbulkan risiko pada anak, sehingga perlu di
periksa dan didokumentasikan setiap 1 sampai 2 jam untuk memastikan
bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangan, tidak merusak sirkulasi,
sensasi atau integritas kulit. Restraint yang langsung bersentuhan dengan
kulit harus diikat dengan kerangka tempat tidur (Hockenberry & Wilson,
2009).

2.5.3 J enis restraint
Menurut J ames dan Aswiil (2007), Hockenbery dan Wilson (2009), terdapat
berbagai jenis restraint yang sering perawat gunakan diantaranya yaitu,
a. Restraint jaket
Alat ini digunakan sebagai alternatif agar anak tidak memanjat keluar
dari tempat tidur atau menjaga keselamatan anak dari kursi. J aket yang
digunakan diberi ikatan tali di bagian belakang sehingga anak tidak
dapat membuka, tali panjang diikat di tempat tidur sehingga anak tetap
di tempat tidur dan mempertahankan posisi horisontal sesuai dengan
tujuan terapi.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
29



Universitas Indonesia



b. Restraint mummi atau bedong
Alat ini digunakan pada bayi dan anak yang masih kecil untuk
mempertahankan dan mengendalikan gerakan anak. Selimut atau kain
dibentangkan di tempat tidur dengan satu ujung di lipat, bayi diletakkan
di atas selimut tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki kearah
sudut yang berlawanan. Lengan kanan lurus ke bawah searah dengan
badan dan kain dibentangkan melintasi bahu anak. Lengan kiri
diluruskan searah badan dan sisi kiri selimut di kencangkan melintang
bahu dan dada kemudian dikunci di bawah badan anak. Sudut bagian
bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan
dengan pin mengaman. Restraint mumi dapat digunakan untuk
mengendalikan gerakan anak saat pemeriksaan dan pengobatan pada
daerah kepala dan leher seperti pungsi vena, pemeriksaan tenggorokan,
pemasangan infus.

c. Restraint lengan atau kaki
Alat ini digunakan untuk memberikan immobilisasi satu ekstermitas
atau lebih guna pengobatan atau prosedur tindakan untuk memfasilitasi
penyembuhan. Terdapat jenis restraint yang dapat digunakan untuk kaki
dan tangan misalnya restrain pergelangan tangan. Perlu diperhatikan
restraint yang digunakan harus sesuai dengan badan anak, dilapisi
bantalan untuk mecegah tekanan, konstriksi dan cedera jaringan.
Pengamatan pada restraint yang diletakkan pada ekstermitas perlu
sering diperhatikan adanya tanda tanda iritasi dan gangguan sirkulasi.

d. Restraint siku
Alat ini digunakan untuk mencegah anak menekuk siku atau meraih
muka/ kepala. Restaint fisik ini di ikat pada bagian bawah aksila sampai
pergelangan tangan dengan sejumlah kantong vertikal tempat
dimasukkanya depresor lidah. Restraint dilingkarkan di seputar lengan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
30



Universitas Indonesia


dan diretatan dengan plester. Pemasangan pin pada bagian atas lengan
perlu diperhatikan agar restrain tidak melorot.
e. Terapi mendekap
Terapi mendekap merupakan penggunaan posisi mengendong yang
nyaman, aman, dan temporer yang memberikan kontak fisik yang erat
dengan orang tua atau pengasuh lain yang dipercaya (Hockenbery &
Wilson, 2009). Pada bayi usia 2 sampai 3 bulan didekap dengan cara
posisi sejajar, disangga dari belakang, dan di pegang pada kaki. Seperti
memegang gagang footboll, bayi di letakkan di antara badan dan
pinggang, badan di sangga dengan tangan pada seluruh badan bagian
belakang. Dekapan dengan posisi badan anak menghadap ke ibu, dimana
dada bayi ketemu sejajar dengan dada ibu. Posisi dapat dilakukan jika
perkembangan yang baik pada otot leher, kontrol kepala, kekuatan
punggung bayi disangga dengan tangan ibu.

Terapi mendekap adalah menahan fisik anak setidaknya dua orang
untuk membantu anak mengatasi perilaku kehilangan kontrol untuk
mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo &
Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010), pelukan merupakan
salah satu kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan
menguntungkan hampir semua orang selama masa stres dan digunakan
untuk memfasilitasi penyelesaian prosedur klinik (Lambrenos &
McArthur, 2003; Graham & Hardy, 2004; Royal College of Nursing,
2010).

2.5.4 Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap
Pembatasan aktivitas yang sering dilakukan pada anak terutama terapi
dekapan melibatkan ibu/ pengasuh, mendekap anak secara erat dengan
mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan untuk
sengaja memprovokasi tekanan pada anak sampai anak membutuhkan dan
menerima kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan hubungan anak dan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
31



Universitas Indonesia


orang tua serta membuka kemampuan anak untuk dapat berhubungan
dengan orang lain.

Terapi dekapan ini telah diterapkan pada anak autis seperti yang telah
disampaikan Mercer (2009), bahwa dekapan orang tua dapat membuat
anak autis membuka hubungan dengan orang lain. Dengan diberikannya
dekapan anak akan menerima dan mengakui adanya kontrol otoritas dari
orang dewasa. Mendekap merupakan penyampaian otoritas dan kekuasan
orang tua kepada anak melalui pegangan/ pelukan. Teori ini diperkenalkan
oleh Hinbergen, 1983 dalam Mercer 2009. Konsep ini muncul karena
ketidakseimbangan emosional (ketakutan lebih dominan dibandingkan
dengan emosional) yang dapat memungkinkan anak dapat belajar dari
interksi dengan orang lain dan menyebabkan penarikan sosial.

Terapi memeluk/ mendekap merupakan pembatasan gerak menggunakan
pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan terbatas. Metode ini
membantu anak dengan mengijinkan mereka mengelola/mengatasi
prosedur yang menyakitkan dengan mudah dan efektif. Terapi mendekap
ini berbeda dengan pembatasan aktivitas fisik terletak pada tingkat
kekuatan yang diperlukan dan keterlibatan anak. Terapi ini tidak tepat
dilakukan tanpa izin dan persetujuan anak karena dapat menimbulkan
perasaan cemas, lepas kontrol dan distress anak.

Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik anak maupun
dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan. Prinsip yang perlu
diperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu mendekap
harus seizin anak, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat
kesepakatan antara perawat anak dan keluarga, adanya kebijakan yang
diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik,
adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman,
tepat dalam melakukan pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan
remaja.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
32



Universitas Indonesia


2.6 Posisi Nyaman
Pemberian posisi yang nyaman dari orang tua atau pengasuh merupakan
tehnik yang tepat untuk membantu meninimalkan timbulnya distress pada
anak saat dilakukan prosedur invasif. Pemberian posisi ini dapat dilakukan
dalam berbagai macam tindakan invasif diantaranya pemasangan infus,
pengambilan sampel darah, pemasangan Nasogastric Tube (NGT), imunisasi
dan pemberian injeksi. Posisi ini dapat dilakukan dimana saja baik di rumah
sakit, di klinik dokter gigi, atau daerah lain yang memungkinkan anak
memerlukan bantuan untuk di pegang (The Chilrens Mercy Hospital, 2012).

Tujuan dari pemberian posisi yang nyaman menurut The Chilrens Mercy
Hospital, (2012) yaitu untuk immobilisasi ekstermitas anak saat dilakukan
prosedur, memberikan rasa aman dan senang bagi anak, memberikan
kenyamanan melalui kontak langsung dengan orang tua atau pengasuh, orang
tua ikut berpartisipasi memberikan bantuan positif bukan bentuk menahan
secara negatif, posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol sehingga lebih
sedikit orang yang diperlukan untuk menyelesaikan prosedur. Menurut Giese
(2010) tujuan dari pemberian posisi yang nyaman untuk meningkatkan
kenyamanan bayi, anak dan orang tua serta staf medis selama prosedur
tindakan.

Prosedur medis dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi
anak, orang tua dan penyedia pelayanan kesehatan. Terdapat lima bagian
yang perlu diperhatikan dalam pemberian restraint yaitu kesediaan orang tua
untuk hadir selama prosedur dilakukan, kesiapan anak dan orang untuk
dilaksanakan prosedur serta peran mereka selama tindakan berlangsung,
prosedur tindakan dilakukan di ruang tindakan, anak dalam posisi yang
menyenangkan, pertahankan lingkungan yang tenang (Stephans, Barkey &
Hall, 1999).

Kesiapan anak dan orang tua selama prosedur penting untuk dikaji, bertujuan
untuk mendapatkan alasan prosedur yang diberikan dan hasil yang akan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
33



Universitas Indonesia


dicapai. Ketidakpastian tentang prosedur dapat meningkatkan rasa takut,
kecemasan dan ketegangan pada orang tua dan anak. Perasaan ini dapat
membatasi kemampuan seorang anak untuk mengembangkan perasaan
kontrol terhadap prosedur. Menjelaskan prosedur sesuai dengan tahap tumbuh
kembang sangat diperlukan sehingga anak mudah menerima dan mengerti
prosedur yang dilakukan.

Mengundang orang tua atau anak untuk hadir selama prosedur merupakan
kemitraan antara keluarga dan tenaga profesional, hal ini merupakan aplikasi
dari Family Center Care. Penelitian telah menunjukkan bahwa kehadiran
keluarga tidak berdampak negatif terhadap kinerja medis dan staf yang berada
bersama anak mereka serta menunjukkan berkurangnya kecemasan orang tua
(Bauchner, et al, 1996). Kondisi anak dapat dipersiapkan dengan dukungan
dan kehadiran anggota keluarga sehingga anak merasa nyaman.

2.5.1 Prinsip
Prinsip pemberian posisi yang nyaman bagi anak yang dilakukan prosedur
invasif yaitu anak duduk ditempat tidur atau dipangku, dipeluk dan ditahan
dengan aman dan nyaman, penahan memberikan bantuan positif bukan
penahanan yang negatif, posisi duduk memudahkan kotrol dan keamanan,
tubuh/ ekstremitas diisolasi dan dengan aman dapat dijangkau dan mudah
saat dilakukan tindakan (Schwartz, 2012). Berbagai posisi yang dapat di
berikan pada anak untuk mengeliminasi distress selama prosedur invasif,
adalah sebagai berikut:
a. Posisi 1
Prinsip yang perlu diperhatikan pada posisi ini adalah anak duduk
ditempat tidur atau dipangku orang dewasa kemudian dipeluk dan
ditahan daerah badan dan kaki. Anak dan bayi usia sekitar 6 bulan bisa
diberi posisi duduk dengan menggunakan atau tanpa menggunakan
pengalihan perhatian


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
34



Universitas Indonesia


b. Posisi ke dua
Prinsip yang perlu diperhatikan pada posisi ini adalah anak dipeluk
ditahan oleh orang dewasa sekitar tubuh dan lengan anak dapat
bergerak bebas tanpa menggunakan distraksi. Tangan orang dewasa di
letakkan pada bahu atau di lengan bawah, berikan pilihan pada anak
untuk tetap melihat prosedur tindakan.

c. Posisi ke tiga
Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah anak duduk dipangkuan
orang dewasa dengan memposisikan lengan orang dewasa memeluk
sekitar bahu dan lengan anak bebas tanpa tekanan dapat menggunakan
distraksi.

d. Posisi ke empat
Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah orang dewasa duduk di
kursi dan terus memeluk anak, orang dewasa menghadap badan anak

e. Posisi ke lima
Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah orang dewasa ada di
belakang anak, posisi anak duduk atau bersandar dapat diberikan
distraksi sebagai pengalihan perhatian.

2.5.2 Posisi yang nyaman untuk pemasangan infus pada anak
Posisi duduk dikembangkan untuk mempromosikan kenyamanan bagi anak,
imobilisasi yang cukup, anak dapat diajak bekerjasama dan kontrol diri anak
dapat dipertahankan, sehingga anak menjadi tenang sebelum prosedur,
kondisi ini mengakibatkan intensitas reaksi mereka berkurang dibandingkan
dengan anak yang sudah marah dengan berbagai alasan sebelum tindakan
(Stephens, Barkey, Hall;1999). Melibatkan anak dalam prosedur tindakan
akan menghasilkan waktu pelaksanaan singkat dan diperlukan tenaga
perawat sedikit untuk melakukan prosedur tindakan. Pada anak yang
mengalami gangguan pernafasan akan merasa kesulitan saat bernafas bila
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
35



Universitas Indonesia


tindakan dilakukan dengan posisi tidur. Posisi duduk dapat diberikan mulai
anak usia 5 bulan, pada prinsipnya anak sudah dapat mengontrol kepala dan
tubuhnya.

Berbagai posisi duduk yang dapat diberikan pada anak selama prosedur
infus menurut Giese (2010),The Childrens Mercy Hospital (2010) yaitu:

a. Dua orang tahanan / Two Person Hold
Posisi ini diberikan bila anak memilih untuk tidak melihat saat
dilakukan prosedur tindakan. Posisi anak mengangkang pada orang tua
atau perawat kemudian kencangkan lengan dan kepala pasien dengan
memberikan pelukan.

b. Posisi duduk ke samping / Side Sitting Positioning
Posisi ini diberikan pada anak yang lebih besar bila anak tidak dapat
duduk mengangkang pada perawat atau orang tua, gerakan tubuh dapat
diminimalkan tetapi kaki dapat berayun sehingga dapat bergerak bebas.

c. Posisi duduk tegak / Sitting Positioning
Posisi ini diberikan pada anak yang cenderung ingin melihat prosedur
tindakan. Selama tindakan anak diajak bicara dan diberitahu tindakan
yang sedang dilakukan. Posisi ini dapat dimodifikasi dengan tehnik
nafas dalam dan tehnik imagery.

d. Posisi pemasangan infus di kaki
Posisi duduk dapat mengurangi kemampuan anak untuk menendang
dan memindahkan kaki. Perawat atau pengasuh dapat memberikan
perhatian lebih dekat pada posisi ini saat berinteraksi dengan anak dan
membuat anak lebih nyaman.



Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
36



Universitas Indonesia


2.7 Pemasangan infus pada anak
Salah satu peran yang sangat penting dari perawat adalah menghitung
pemasukan dan pengeluaran cairan yang adekuat. Pemberian cairan intravena
(Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set
(Potter & Perry, 2005). Indikasi tindakan ini diberikan pada pasien dengan
dehidrasi, sebelum tranfusi darah, pra dan pasca bedah sesaui dengan
program pengobatan, serta pasien dengan gangguan sistem pencernaan.

2.7.1 Lokasi Insersi Intravena pada anak
Lokasi atau tempat yang dipilih untuk insersi jarum infus tergantung pada
tingkat aksesibilitas dan kenyamanan (Hockenbery & Wilson, 2009). Pada
anak dapat menggunakan setiap vena yang ada namun perlu diperhatikan
kebutuhan perkembangan, kognitif dan mobilitas anak. Pada anak yang
lebih besar, vena superfisial di lengan atas bisa digunakan supaya tangan
dapat bergerak dengan bebas. Anak dapat diajak untuk ikut menentukan
lokasi vena yang akan dilakukan insesi jarum infus. Lokasi vena yang
paling baik dimulai dari daerah distal, menghindari tangan dominan, hal ini
untuk mengurangi disabilitas anak karena prosedur pemasangan infus. Pada
bayi lokasi yang paling aman dan paling mudah distabilkan untuk
dilakukan insersi di darah vena superfisial di tangan, pergelangan tangan,
telapak, atau perelangan kaki. Vena superfisial dapat digunakan sampai bayi
berusia 9 bulan, namun boleh di gunakan bila ditempat lain sudah tidak
dapat dipakai lagi. Lokasi yang perlu dihindari pada anak, daerah vena-vena
telapak kaki terutama anak yang sedang belajar jalan.

2.7.2 Prosedur pemasangan infus
Prosedur pemasangan infus menurut Farrell dan Dempsey (2010), Potter
dan Perry (2005), Hockenbery dan Wilson (2012) adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label laruan dan
identifikasi pasien. J elaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci tangan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
37



Universitas Indonesia


dan gunakan sarung tangan steril. Pasang turniquet pada lengan yang
sudah dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai. Pilih letak insersi,
pilih kanula IV. Terlebih dahulu hubungkan kantong infus dengan selang
dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup
ujung selang. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk
pasien. Posisikan tangan pasien dibawah ketinggian jantung untuk
mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung diatas
tempat tidur dibawah lengan pasien.

b. Prosedur Pelaksanaan tindakan
Kebijakan rumah sakit pada pasien saat dilakukaan pemasangan infus
untuk memberikan lidokain sebagai anestesi lokal sebelum insersi jarum.
Pasang turniquet baru untuk setiap pasien diatas daerah penusukan,
palpasi di daerah distal untuk lokasi pemasangan turniquet, pasien
diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau
menegangkan lengan pasien untuk melebarkan vena. Pastikan pasien
alergi terhadap yodium, disinfektan dengan swab alkohol secara
melingkar di daerah yang akan dilakukan insersi jarum,kemudian
bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat jelas vena profunda.
Pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan
kulit diatas pembuluh darah. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas
pada sudut 2 45 derajad kemudian tusuk kulit tapi tidak langsung ke
vena. Turunkan sudut menjadi 10 20 derajat atau sampai hampir sejajar
dengan kulit, kemudian masuk vena. J ika Tampak aliran darah balik,
luruskan sudut dan dorong jarum. Lepaskan turniquet dan sambungkan
selang infus kemudian buka klem sehingga memungkinkan tetesan.
Lakukan penyisipan bantalan kasa stril ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung
kateter dan rekatkan dengan kuat jarum dengan kulit menggunakan
plester. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester transparan. Letakkan
selang IV ke atas balutan. Tutup balutan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur rumah sakit. Beri label balutan dengan jenis dan panjang
kanule, tanggal dan inisial kemudian hitung kecepatan tetesan infus dan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
38



Universitas Indonesia


atur aliran infus. Dokumentasi tempat, jenis, ukuran kanule, waktu,
larutan, kecepatan IV respon pasien terhadap prosedur.

2.8 Aplikasi Family Centered Care dalam pemasangan infus
Anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan keterlibatan orang tua dalam
perawatan anak. Perpisahan anak dan orang tua ketika dirawat dapat
menimbulkan dampak psikologis pada anak. Anak mengalami kecemasan
yang tinggi ketika dirawat di rumah sakit begitu juga orang tua menjadi stres,
stres orang tua dapat menyebabkan distress pada anak.
Perawatan anak yang berkualitas, keterlibatan keluarga dalam perawatan anak
merupakan satu kesatuan dalam proses perawatan. Keterlibatan keluarga
dalam proses perawatan anak disebut dengan istilah Family Centered Care
(FCC). FCC merupakan konsep dasar yang menjadi pedoman dalam
kolaborasi perawatan anak.

FCC merupakan konsep yang digunakan untuk merencanakan, memberi
asuhan keperawatan dan mengevaluasi asuhan pelayanan yang diberikan
berdasarkan pada hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antar
anggota kesehatan, pasien dan keluarga (Hockenbery & Willson, 2009; Potts
& Mandelco, 2007). FCC adalah merupakan cara merawat anak dan keluarga
dalam pelayanan kesehatan yang menjamin perawatan yang direncanakan
melibatkan seluruh keluarga, bukan hanya individu anak/ orang tua dan
semua anggota keluarga diakui sebagai penerima perawatan (Shields, Pratt &
Hunter, 2006).

Prinsip dukungan keluarga merupakan pernyataan keyakinan tentang
bagaimana dukungan dan pemberdayaan keluarga harus dilibatkann dalam
FCC (Weissbour, 1987 dalam Dunst & Paget, 1991) ada enam prinsip dalam
FCC yaitu meningkatkan kepedulian masyarakat, mengaktifkan sumberdaya
dan dukungan, tanggung jawab dan kolaborasi secara bersama, melindungi
integritas keluarga, memperkuat fungsi keluarga dan proaktif dalam praktek
pelayanan.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
39



Universitas Indonesia



Keterlibatan keluarga dalam prosedur pemasangan infus diantaranya
memberikan pendidikan dan instruksi terkait dengan peralatan dan lokasi
pemasangan, terapi intravenous yang diberikan, pengendalian infeksi dan
rencana perawatan, potensial terjadinya komplikasi terkait dengan
pengobatan atau terapi (Dougherty, 2008). Perawat harus
mendokumentasikan informasi yang diberikan kepada pasien dan pengasuh
didalam lembar catatan asuhan keperawatan (Weinstein, 2007). Pendidikan
yang diberikan harus sesuai dengan kode etik dan standar managemen obat-
obatan. Perawat bertanggung jawab untuk mendidik dan melatih orang tua
terutama ditekankan dalam mengelola perawatan intravena. Pemberian
informasi pada keluarga dan pasien terlebih dahulu dilakukan pengkajian
kemampuan dan kemauan keluarga untuk melakukan terapi IV (Kayley,
2008)

2.9 Teori Comfort
Hospitalisasi seringkali menimbulkan kecemasan dan distress bagi anak pada
semua tingkatan usia. Adapun yang mempengaruhi distress diantaranya
adalah faktor tenaga kesehatan seperti perawat dan dokter, lingkungn yang
baru, maupun keluarga yang mendampingi anak selama sakit (Nurasalam,
Susilaningrum & Utami, 2005). Selain itu sumber stressor pada anak usia
prasekolah dan anak usia sekolah dapat dipengaruhi oleh perubahan
pengasuhan, waktu awal sekolah, penyakit yang diderita anak (Potter &
Perry, 2009).

Usaha untuk mendukung masalah atraumatikc care, maka diperlukan
pendekatan aplikasi teori comfort dari Kolcaba. Berdasarkan teori tersebut,
peningkatan kenyamanan dapat diperkuat penerimaan anak dan keluarga
untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam mencapai
kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Perawat dapat memfasilitasi
lingkungan yang mendukung pemulihan dan rehabilitasi dengan memberi
support anak/keluarga agar bisa pulih, memberikan rasa aman, melindungi
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
40



Universitas Indonesia


dari bahaya dan mampu berpartisipasi dalam perencanaan pengobatan yang
sesuai dengan tahap perkembangannya (Kolcaba, 2003).

Menurut Webster (1990, dalam Kolcaba & Marca, 2005) comfort
didefinisikan dalam beberapa cara yaitu: memberikan ketenangan dalam
kondisi distress dan kesedihan, memberikan bantuan dalam kesulitan
sehingga membuat nyaman. Suatu keadaan yang mudah dan menikmati
ketenangan dengan terbebas dari rasa khawatir, sesuatu yang membuat hidup
menjadi mudah, berkurangnnya penderitaan atau kesedihan dan memberikan
ketenangan menjadi terinspirasi dalam hidup.

Menurut Tomey & Alligood (2006) teori comfort mempunyai beberapa
proses dasar, yaitu;
2.9.1 Health care needs
Kolcaba mendefinisikan kebutuhan perawatan kesehatan sebagai suatu
kebutuhan untuk memberi rasa nyaman pada suatu kondisi perawatan
kesehatan yang penuh dengan masalah dan rasa nyaman tersebut tidak dapat
ditemukan dalam sistem pendukung tradisional. Kebutuhan tersebut
meliputi: fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan, kebutuhan pendidikan
dan pendukung serta kebutuhan konseling keuangan dan intervensinya.

2.9.2 Comfort measures
Ukuran rasa nyaman didefinisikan sebagai intervensi keperawatan yang
didesain dan ditujukan secara khusus pada penerimaan kebutuhan rasa
nyaman, yang termasuk didalamnya adalah kebutuhan fisiologis, sosial,
finansial, psikologis, spiritual, lingkungan dan intervensi fisik.

2.9.3 Intervening Variables
Intervening Variables adalah kemampuan interaksi yang mempengaruhi
presepsi penerimaan terhadap total comfort. Intervening Variables terdiri
dari pengalaman masa lalu, usia, sikap,status emosi, sistem pendukung,
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
41



Universitas Indonesia


prognosis, finansial dan bagian pengalaman yang menyeluruh dari
penerimaan.

2.9.4 Comfort
Comfort adalah pengalaman yang didapat saat ini yang dikuatkan oleh
pemenuhan kebutuhan terhadap relief, ease dan transcendence dalam empat
konteks (fisik, psikospiritual, sosiokultural dan lingkungan). Relief:
didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang, Ease:
didefinisikan sebagai hilangnya rasa tidak nyaman yang spesifik,
Trancendence: dianggap sebagai hal yang menguatkan dan mengingatkan
perawat untuk tidak putus asa dalam membantu pasien dan keluarganya
untuk mencapai rasa nyaman. Intervensi yang diberikan bertujuan untuk
meningkatkan lingkungan, meningkatkan dukungan sosial atau
menenangkan hati.

Tipe kenyamanan lainnya menurut Kolcaba adalah, physical yaitu berkaitan
dengan sensasi tubuh, psychospiritual berkaitan dengan kesadaran diri,
termasuk penghargaan, konsep diri, seksual dan arti hidup, Environment
berkaitan dengan lingkungan eksternal, kondisi dan pengaruh dari luar,
sosial, berkaitan dengan interpersonal, keluarga dan hubungan sosial

2.9.5 Health Seeking Behavior
Health Seeking Behavior merupakan perilaku dimana keluarga dan pasien
bersama-sama secara sadar maupun tidak sadar mencari pelayanan
kesehatan yang optimal, perilaku mencari kesehatan dapat secara internal,
eksternal atau kondisi meninggal dengan damai.

2.9.6 Institusional Integrity
Institusional Integrity adalah kualitas dan status organisasi perawatan
kesehatan seperti penyedia pelayanan yang lengkap, menyentuh, terlihat,
lurus,profesional dan berdasarkan etik

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
42



Universitas Indonesia


2.10 Kerangka teori
Berdasarkan tinjauan teori yang telah dijabarkan dalam studi kepustakaan,
maka penulis secara sistematis membuat kerangka teori yang digambarkan
dibawah ini

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian




















Sumber: Tommy & Alligood (2006) J ames & Ashwill (2007), Hockenbery
(2009)




Anak sakit
Distress
orang tua
Perawatan di
Instalasi
gawat darurat
FCC
Pemasang
an Infus
Dekapan
dan
posisi
duduk
Dipengaruhi
oleh :
Usia
J enis kelamin
Pengalaman
dirawat
sebelumnya
Hospitalisasi :
Perpisahan
Pengendalian
diri
Nyeri
Cedera

Distress
anak
Teori comfort
Kesejahteraan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
43



Universitas Indonesia



BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI
OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep
Sastroasmoro & Ismael (2010) menyatakan variabel merupakan atribut
seseorang/objek yang memiliki variasi antara satu dengan yang lain atau
salah satu objek dengan objek yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah: dekapan dan pemberian posisi duduk, sedangkan variabel terikat
adalah distress. Variabel bebas pada kelompok kontrol: prosedur standar
yaitu posisi supinasi. Variabel perancu adalah usia, jenis kelamin, yang
melakukan dekapan, pengalaman sakit dirawat sebelumnya.


Skema 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian















Dekapan dan posisi
duduk
Prosedur standar/
posisi terlentang
Distress
1. J enis kelamin
2. Usia anak
3. Yang mendekap
4. Pengalaman sakit
dirawat sebelumnya

Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel perancu
43
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
44



Universitas Indonesia


3.2 Hipotesis
Rumusan hipotesa dalam penelitin ini adalah sebagai berikut
3.2.1.Hipotesis mayor :
Distress anak lebih rendah setelah dilakukan dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk pada anak saat dilakukan pemasangan infus
3.2.2. Hipotesis minor
3.2.2.1 Ada perbedaan distress anak saat dilakukan pemasangan infus
pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
3.2.2.2.Ada pengaruh jenis kelamin, usia, pengalaman dirawat
sebelumya terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan
infus.

3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.3 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, hasil Ukur, Skala
Pengukuran

N
o
Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur/
Instrumen
Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen

1. Dekapan
keluarga dan
posisi duduk
Pemberian pelukan
anak sebagai
restraint dan anak
duduk dengan posisi
di pangku. Punggung
anak didepan dada
orang yang
memangku,
pandangan anak
kearah depan, tangan
anak yang tidak
dominan anak
mengarah meja
tindakan. Tangan
pemangku mendekap
melingkar kearah
depan badan anak
Observasi 1 =Ya
0 =tidak
nominal
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
45



Universitas Indonesia


N
o
Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur/
Instrumen
Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen

2 Score distress Respon yang
ditunjukkan anak
terhadap nyeri dan
takut yang dirasakan
saat dilakukan
pemasangan infus
Children
Fear Score
Dinilai
mengguna
kan
gambar
Skala 0 4

Interval




Variabel Perancu

3 Karakteristik
a. J enis
Kelamin
Identifikasi kelamin
saat Kelahiran
Kuesioner 0=
Perempuan
1 =Laki -
laki

Nominal
b. Usia Umur anak saat
dilakukan penelitian
berdasarkan tanggal
lahir dihitung sampai
saat pengambilan
data
kuesioner Umur
dalam tahun
Interval
c. Yang
mendekap
Orang yang
melakukan dekapan
pada anak saat
dilakukan
pemasangan infus
Kuesioner


1 =Ibu
2 =Ayah
3=
Pengasuh

Nominal
d. Pengalaman
dirawat
sebelumnya
Penilaian memori
anak yang pernah
menjalani perawatan
di rumah sakit
sebelum sakit yang
sekarang
Kuesioner 0 = Tidak
dirawat
1 =dirawat
Nominal







Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
46



Universitas Indonesia


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian
Dharma (2011) menjelaskan desain/ rancangan penelitian adalah keseluruhan
dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi
beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian. Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi experimental post test
non equipvalent with control group dengan intervensi dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk pada anak pra sekolah dan usia
sekolah yang dilakukan pemasangan infus pada pada kelompok intervensi dan
penelitian ini juga membandingkan pemberian posisi standar pada anak usia
pra sekolah dan sekolah dengan pemasangan infus sebagai kelompok kontrol.

Desain penelitian dapat digambarkan pada skema berikut:
Skema 4.1 Rancangan Penelitian


Dekapan &
Posisi duduk

Kontrol


Keterangan :
R1 : Responden penelitian semua mendapatkan perlakukan
R2 : Responden penelitian semua mendapatkan perlakukan standar
O1 : Post test pada kelompok intervensi
O2 : Post test pada kelompok kontrol
X1 : Perbedaan score distress pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol
R1
R2
O1
O2
Dibandingkan
O1 : O2 : X1
46
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
47



Universitas Indonesia



4.2 Populasi dan sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/ subjek yang
mempunyai kualitas dan kuantitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti,
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usai prasekolah dan
sekolah (usia 3 sampai 12 tahun) yang datang di ruang gawat darurat
RSAB Harapan Kita J akarta.
.
4.2.2 Sampel
Sampel diidentifikasikan sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki populasi (Sugiyono, 2007). Tehnik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling, yaitu suatu
metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua
individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah
sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011).

Pada penelitian quasi eksperiment yang dibagi menjadi kelompok
intervensi dan kelompok kontrol, mempunyai ketentuan syarat sampel
homogen pada kedua kelompok, sehingga diperlukan kriteria sampel
penelitian. Menurut Dharma (2011) kriteria sampel meliputi kriteria
inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria inklusi adalah kriteria yang harus
dimiliki oleh individu dalam populasi untuk dapat dijadikan sampel
dalam penelitian. Sedangkan kriteria ekslusi adalah kriteria yang tidak
boleh dimiliki oleh sampel yang dipakai dalam penelitian.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Anak usia prasekolah dan sekolah
b. Anak diberikan intervensi pemasangan infus
c. Anak datang diantar orang tua atau pengasuh
d. Anak dilakukan tindakan pemasangan infus di ruang gawat darurat
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
48



Universitas Indonesia


e. Orang tua/ pengasuh bersedia mendampingi anak selama tindakan
f. Orang tua/ pengasuh bersedia menandatangani surat pernyataan
kesediaan terlibat dalam penelitian

Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Anak dalam pengawasan khusus ( Kesadaran menurun, GCS <8)
b. Anak yang menderita Penyakit DHF grade IV, Thalasemia,
Leukemia, Diare dehidrasi berat.

Sugiyono (2011) untuk penelitian eksperimen sederhana yang
menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat
menggunakan masing masing 10 20 sampel. Dahlan (2011) untuk
penelitian eksperimen penentuan sampel pada penelitian analisis
numerik tidak berpasangan apabila tidak ada kepustakaan sebelumnya
maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan 10 20 sampel.
Peneliti menggunakan 30 sampel dalam penelitian ini. Peneliti
mengambil responden sebagai kelompok intervensi terlebih dahulu
kemudian baru responden untuk kelompok kontrol.

4.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSAB Harapan Kita
J akarta. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan untuk kasus
penyakit anak di wilayah J akarta. Pada tahun 2011 terdapat 5056 kasus anak
dirawat di rumah sakit tersebut. Pada rumah sakit tersebut pemasangan infus
di IGD masih menggunakan prosedur standar yaitu memposisikan anak tidur
supinasi saat pemasangan infus.

4.4 Waktu penelitian
Penelitian ini terdiri tahap penyusunan proposal dilaksanakan dari bulan
februari sampai pertengahan Mei 2012. Tahap pengambilan data
dilaksanakanan bulan Mei pertengahan J uni 2012. Tahap penyusunan
laporan hasil pada bulan Oktober Desember 2012.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
49



Universitas Indonesia



4.5 Etik Penelitian
Peneliti mengajukan uji etik pada Komite Etik Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Menurut Pollit dan Beck (2005) terdapat empat prinsip
utama dalam etika penelitian keperawatan yaitu,
4.5.1 Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (Respest for Human
Dignity)
Penelitian yang dilakukan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia. Responden mempunyai hak asasi untuk memilih ikut atau
menolak dalam penelitian (autonomy). Dalam penelitian tidak akan ada
paksaan untuk menjadi responden. Responden diberikan hak untuk
mendapatkan informasi terkait tujuan penelitian, manfaat penelitian,
prosedur penelitian, resiko, keuntungan serta kerahasiaan informasi.
Responden diberikan informasi tentang tindakan yang akan dilakukan.
Orang tua responden perlu mendapatkan lembar persetujuan keikutsertaan
dalam penelitian yang harus ditanda tangani karena responden masih
dibawah umur. Sehingga perlu terbina hubungan saling percaya antar
responden, orang tua responden dan peneliti.

4.5.2. Prinsip menghomati privasi dan kerahasiaan subjek (Respect for privacy
and confidentiality)
Responden penelitian mempunyai privasi dan hak asasi untuk
mendapatkan informasi. Dalam menjaga kerahasiaan tersebut peneliti
mempertahankan anonymity responden dalam pengambilan data dengan
mencantumkan inisial/kode pada lembar penilaian maupun data identitas
subjek dalam kuesioner penelitian.

4.5.3 Prinsip menghormati keadilan dan inklusivitas (Respest for justice
inclusiveness)
Prinsip keadilan mengandung pengertian bahwa peneliti memberikan
keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan responden. Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
50



Universitas Indonesia


terlibat dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi dengan menghormati
semua persetujuan yang telah disepakati. Anak dan orang tua sebagai
responden berhak untuk menentukan pilihan terlibat atau tidak dalam
penelitian.

4.5.4 Prinsip memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(Balancing harm and benefits)
Dalam penelitian ini peneliti mempertimbangkan manfaat dan kerugian
dengan meminimalkan resiko berbahaya bagi responden dan populasi
penelitian dimana hasil penelitian akan diterapkan (benefience). Peneliti
tidak melakukan eksploitasi terhadap responden, serta melindungi
responden secara fisik maupun psikologinya saat pemasangan infus yaitu
dengan mengucapkan terima kasih dan memberikan informasi tentang
manfaat dekapan dan posisi duduk setelah dilakukan pemasangan infus
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

4.6 Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen penelitian berupa kuesioner dan lembar penilaian distress anak
4.6.1 Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan data variabel perancu yaitu karakteristik dari responden
berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dirawat sebelumnya,
siapa yang mendekap. Kuesioner diberikan kepada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi.

4.6.2 Skala pengukuran distress
Distress pada anak akan dinilai menggunakan Children Fears Score
(CFS) oleh McMurtry, Chambers dan McGrath (2011) yang
dikembangkan dari Faces Anxiety Scale (McKinley, Coote dan Stein-
Parbury, 2003) untuk mengukur rasa takut pada anak sedang menjalani
prosedur medis. Terdapat lima gambar yang menunjukkan ketakutan anak
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
51



Universitas Indonesia


dimulai gambar wajah paling kiri menunjukkan gambar wajah tidak takut
sama sekali, wajah sedikit lebih takut sampai wajah yang menunjukkan
rasa paling takut. Pada lembar gambar penilaian distress, anak diminta
untuk menunjukkan gambar wajah yang sesuai dengan yang mereka
rasakan pada saat ini. Score pada skala distress mulai 0 sampai 4. Anak
mudah menggunakan skala wajah untuk mentrafsirkan perasaannya
daripada menggunakan penilaian skala angka. Anak usai prasekolah sudah
dapat mengenal simbul, karakter wajah dibandingkan dengan tingkatan
angka (Hockenberry dan Wilson, 2009)

0 1 2 3 4


Cut/fold on Dotted Line
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Gambar 4.2
Penilaian distres Chidren Fears Score

4.7 Prosedur Pengumpulan data
Prosedur Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
melakukan pengumpulan data primer. Pengumpulan data primer diperoleh
melalui kuesioner dan lembar skor distress, Pengumpulan data yang akan
dilakukan pada penelitian ini terdapat beberapa tahap, yaitu:

4.7.1 Prosedur administrasi
Tahap persiapan diawali dengan proses administrasi yaitu mengajukan surat
permohonan pengambilan data awal dari dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
untuk ditujukan pada direktur RSAB Harapan Kita J akarta, untuk
mendapatkan persetujuan.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
52



Universitas Indonesia


Tahap administrasi pengambilan data penelitian dimulai dengan membuat
surat izin melakukan penelitian dan keterangan lolos uji etik dari Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, untuk diajukan pada Direktur
Utama rumah sakit, Bagian pendidikan dan Penelitian dan Bidang
Keperawatan RSAB Harapan Kita.

4.7.2 Prosedur Tehnis
4.7.2.1 Tahap Persiapan
Setelah Peneliti mendapat izin penelitian, peneliti meminta izin kepada
bagian perawatan dan kepala IGD untuk melakukan sosialisasi penelitian.
Penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri berbeda dengan rencana awal
yang akan dibantu 2 orang asisten peneliti dalam pengambilan data
penelitian. Peneliti bekerjasama dengan kepala IGD untuk menentukan
tehnis pelatihan yang akan diberikan terhadap perawat terkait dengan
prosedur penelitian. Semua perawat, bidan yang sudah bekerja minimal 2
(dua) tahun di IGD diberikan paparan tentang tujuan penelitian, tehnis
pelaksanaan dan demonstrasi kegiatan terdiri dari posisi pengasuh dalam
memegang anak, posisi anak, peran keluarga dan posisi perawat saat
melakukan tindakan pemasangan infus. Pelaksanaan dilakukan secara
bertahap dibagi menjadi 2 tahap disesuaikan dengan jadwal dinas perawat
yaitu pada tanggal 3 dan 4 J uni 2012. Setelah paparan terkait penelitian
kemudian dilakukan praktek prosedur pemasangan infus oleh perawat
dengan memberikan dekapan keluarga dan posisi duduk pada anak
sekaligus dilakukan penilain penggunaan lembar skor distress Children
Fears Score oleh peneliti.

4.7.2.2 Tahap Intervensi
a. Pengambilan data sesuai tahap tumbuh kembang anak
Pengambilan data pada anak pra sekolah, terlebih dahulu dilakukan
pendekatan dengan orang tua, caranya peneliti memberikan informasi
terkait dengan rencana penelitian, tujuan dan prosedur tindakan baik
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, apabila keluarga
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
53



Universitas Indonesia


sudah menyetujui untuk terlibat dalam peelitian dan keluarga
mengetahui prosedur yang akan dilakukan kemudian peneliti baru
melakukan pendekatan kepada anak dengan bantuan orang tua.
Peneliti melakukan pendekatan menggunakan boneka yang sedang
sakit dan memerlukan perawatan dan pemasangan infus. Sedangkan
pada anak usia sekolah, memberikan informasi tentang tujuan dan
prosedur yang akan dilakukan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol kepada anak bersama dengan orang tua.

b. Kelompok Intervensi
Peneliti mendapat responden di IGD yang sesuai dengan kriteria
inklusi dalam penelitian, jika responden sudah sesuai dengan kriteria
inklusi maka pengasuh / orang tua akan diminta kesediaannya untuk
dapat berpartisipasi dalam penelitian dengan menjelaskan tujuan
penelitian, manfaat dan dampak penelitian terhadap responden dan
pengasuh/orang tua. Selanjutnya peneliti melakukan memberikan
lembar persetujuan keikutsertaan dalam penelitian yang dilakukan
secara tertulis terhadap pengasuh/orang tua sebagai bentuk
persetujuan mengikuti penelitian. Peneliti meminta keluarga
responden untuk mengisi kuesioner yang berisi tentang data diri
responden dan keluarga kemudian orang tua dijelaskan cara yang
harus dilakukan saat dekapan anak dan posisi duduk saat dilakukan
tindakan pemasangan infus.

Sebelum pelaksanaan kegiatan anak diminta untuk memilih, siapa
orang tua atau pengasuh yang membantu dalam pemasangan infus
termasuk membantu mendekap dan memangku anak. Setelah semua
peralatan siap maka pengasuh/ orang tua di minta duduk dan
responden di pangku dengan posisi dada pengasuh/ orang tua
dibelakang punggung anak, tangan pengasuh/orang tua melingkar di
sekitar bahu atau lengan bawah. Anak menghadap meja/tempat tidur
tindakan, tangan yang tidak dominan diulurkan ke meja/ tempat tidur
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
54



Universitas Indonesia


tindakan sebagai lokasi insersi jarum infus. Anak ditawarkan untuk
tetap melihat kegiatan dan dianjurkan untuk melakukan nafas dalam
bila timbul rasa nyeri selama kegiatan berlangsung, anggota keluarga
yang lain tetap diizinkan untuk berada di dalam kamar tindakan. Saat
tindakan berlangsung anak diajak bercerita dan di jelaskan tindakan
distraksi yang sedang dilakukan. Setelah sekitar 10 menit dilakukan
prosedur tindakan pemasangan infus, anak diminta untuk
menunjukkan gambar pada lembar penilaian distress menggunakan
Children Fears Score yang sesuai dengan perasaan yang dialami
selama pemasangan tanpa intervensi dari pengasuh/orang tua.

2. Kelompok kontrol
Peneliti menentukan responden di Instalasi Gawat Darurat yang sesuai
dengan kriteria inklusi dalam penelitian, J ika responden sudah sesuai
dengan kriteria inkusi maka pengasuh / orang tua akan diminta untuk
dapat berpartisipasi dalam penelitian dan menjelaskan tujuan
penelitian, manfaat dan dampak penelitian terhadap responden dan
pengasuh/orang tua. Selanjutnya peneliti memberikan lembar
persetujuan keikutsertaan dalam penelitian yang secara tertulis
terhadap pengasuh/orang tua sebagai bentuk persetujuan mengikuti
penelitian. Selama menunggu persiapan alat untuk prosedur
pemasangan infus, responden diberi perlakuan standar sesuai dengan
prosedur di rumah sakit yaitu tidur di tempat tidur tindakan.
Responden dan keluarga di jelaskan tindakan yang akan dilakukan
terkait dengan restraint yang diberikan dan keluarga diminta untuk
menemani anak selama tindakan dilakukan atau disesuaikan dengan
prosedur rumah sakit. Orang tua dijelaskan lokasi yang perlu
dilakukan restraint supaya imobiisasi efektif dan aman saat dilakukan
pemasangan infus.

Setelah peralatan sudah tersedia, anak diposisikan tidur supinasi dan
di beri restraint dari keluarga. Infus dipasang pada tangan yang tidak
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
55



Universitas Indonesia


dominan. J ika anak sudah siap maka tindakan insersi dilakukan pada
anak dan keluarga siap untuk memberikan restraint. Anak diberi
kesempatan untuk melihat prosedur tindakan pemasangan infus.
Setelah 10 menit prosedur tindakan selesai, kemudian responden
diminta untuk menunjukkan gambar pada lembar penilaian distress
menggunakan Children Fears Score yang sesuai dengan perasaan
yang dirasakan selama prosedur tindakan pemasangan infus tanpa
intervensi dari pengasuh/orang tua

4.8 Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1. Pengolahan Data
Setelah pengambilan data selesai maka data dilakukan pengolahan dengan
cara editing, coding, entry data, cleaning (Hastono, 2007: Dahlan, 2008),
Adapun acara tersebut adalah :
a. Editing: Peneliti melakukan pengecekan terhadap kuesioner yang sudah
diberikan, kejelasan penulisan jawaban, relevansi dengan pertanyaan.
J ika ditemukan penulisan jawaban kuesioner yang tidak lengkap, tidak
jelas atau tidak relevan dengan pertanyaan, peneliti mengklarifikasi
kepada responden.

b. Coding: Peneliti memberi kode pada setiap komponen variabel agar
mempermudah dalam proses tabulasi dan analisis data. Pada kelompok
intervensi, peneliti memberi kode A dan diikuti nomor urut responden
(A1,2,3.dst). Pada kelompok kontrol, peneliti memberi kode B dan
iikuti nomor urut responden (B1,2,3 dst). Pengkodean juga
dilaksanakan pada setiap item pertanyaan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan peneliti untuk mempermudah melakukan analisis.

c. Entry Data: Peneliti akan melakukan pemprosesan data, agar data yang
sudah di entry dapat dianalisis. Proses yang dilakukan dengan meng-
entry data dari kuesioner dan lembar gambar ke paket program
komputer.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
56



Universitas Indonesia


d. Cleaning: Peneliti akan melakukan pengecekan kembali data yang
sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah dipastikan
sudah tidak terjadi kesalahan, maka dilakukan analisis data sesuai
dengan jenis data.

4.8.2 Analisis Data
4.8.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik
responden, variabel dependen dan variabel independen. Hasil analisis data
numerik menunjukkan nilai mean, median, standar deviasi sedangkan data
katagorik menggunakan frekuensi dan proporsi masing-masing variabel.

4.8.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk uji sesuai dengan jenis datanya. Adapun
uji analisis bivariat yang digunakan peneliti untuk mengetahui perbedaan
distress anak saat dilakukan pemasangan infus dengan dekapan dan posisi
duduk terhadap pasisi standar.

4.8.2.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk mengatahui hubungan beberapa
variabel independen dengan variabel dependen ( umumnya satu variabel
dependen) (Hastono, 2007). Analisis multivariat yang digunakan peneliti
adalah ancova. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui peranan variabel
independen terhadap variabel dependen baik melalui prediksi maupun
melalui perbedaan dapat diidentifikasikan secara bersamaan (simultan).
Pengujian digunakan sebagai bagian dari bentuk kontrol terhadap variabel
variabel ekstra yang turut mempengaruhi keluaran perlakuan yang
diberikan, upaya kontrol yang dilakukan adalah kontrol secara statistik.
(Widhiarso, 2011)



Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
57



Universitas Indonesia


BAB V
HASIL PENELITIAN


5.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik reponden
meliputi usia, jenis kelamin, dekapan, pengalaman dirawat sebelumnya, score
distress. Karakteristik responden yang berbentuk data numerik (usia dan score
distress) dianalisis dan di deskripsikan dalam bentuk mean, median, standar
deviasi. Sedangkan untuk data kategorik (jenis kelamin, dekapan, pengalaman
dirawat sebelumnya) dianalisis dan di deskripsikan dalam bentuk distribusi
frekuensi.

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan
pengalaman dirawat, data yang dihasilkan merupakan data katagorik dan disajikan
setelah dianalisis dalam bentuk data jumlah atau prosentase pada tiap variabel.
dapat dilihat pada tabel 5.1, sedangkan distribusi responden berdasarkan umur dan
skor distress, data yang didapatkan merupakan data numerik dilihat di tabel 5.2.

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Dekapan keluarga dan
Pengalaman dirawat Sebelumnya di
RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei Juni 2012

No Variabel Klp Intervensi Klp Kontrol
(n=10) ( n =20 )
N % n %
1 J enis Kelamin
Laki - laki 6 60 13 65
Perempuan 4 40 7 35
2 Pengalaman di rawat
sebelumnya

Tidak 7 70 10 50
Ya 3 30 10 50
3 Dekapan
Ayah 3 30 0 0
Ibu 7 70 0 0
57
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
58



Universitas Indonesia


Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin seperti pada tabel 5.1,
pada kelompok intervensi paling banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 60%,
begitu juga pada kelompok kontrol paling banyak laki-laki yaitu 65%. Sedangkan
berdasarkan pengalaman dirawat anak sebelumnya, pada kelompok intervensi
terdapat 30 % responden pernah dirawat dan 70 % responden belum pernah
dirawat sedangkan pada kelompok kontrol masing masing terdapat 50%
responeden yang pernah dirawat sebelumnya dan 50% responden yang belum
pernah dirawat. Menunjukkan distribusi dekapan pada kelompok intervensi.
Dekapan yang dilakukan pada ibu sebanyak 7 (70%) lebih banyak dibandingkan
dekapan yang dilakukan oleh ayah sebesar 3 (30%). Pada kelompok kontrol tidak
dilakukan penilaian dekapan anak saat dilakukan pemasangan infus.

Tabel 5.2
Hasil Analisis Umur dan Skor Distres Responden Saat Dilakukan
Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita
Bulan Mei Juni 2012


variabel kelompok n Mean Median SD Min -
Mak
95% CI
Usia Intervensi 10 5,28 4,0 3,00 3,0 11,9 3,13 7,43
Kontrol 20 6,92 6,0 2,65 3,5 - 12 5,68 8,17
Skor
distress
Intervensi 10 2,30 3,00 1,16 1 - 4 1,47 3,13
Kontrol 20 3,25 4,00 0,96 1 - 4 2,80 3,70


Berdasarkan pada tabel 5.2, rerata usia respoden anak pada kelompok intervensi
adalah 5,28 tahun, (95%: 3,13 7,43) dengan standar deviasi 3. Usia paling muda
adalah 3 tahun dan paling tua adalah 11,9 tahun. Rerata usia respoden anak pada
kelompok kontrol adalah 6,92 tahun, (95%CI: 5,68- 8,17) dengan standar deviasi
2,65. Usia paling muda adalah 3,5 tahun dan paling besar adalah 12 tahun.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
59



Universitas Indonesia


Skor distress yang dinilai adalah respon anak saat dilakukan pemasangan infus
dikaji menggunakan Children Fears Score (CFS). Skor distress responden antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol ditunjukkan pada tabel 5.2

Berdasarkan tabel 5.2, proporsi skor distress pada kelompok intervensi
mempunyai rerata 2,30 (95 % CI: 1,47 3,31 ) dengan standar deviasi 1,160.
Sedangkan pada kelompok kontrol mempunyai nilai rerata 3,25 ( 95% CI: 2,80
3,70) dengan standar deviasi 0,967.


5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan perbedaan skor distress antara
kelompok yang diberikan dekapan sebagai kelompok intervensi dan kelompok
yang diberikan perlakukan standar sebagai kelompok kontrol.

5.2.1 Uji Normalitas
Sebelum dilakukan uji bivariat dilakukan uji normalitas sebagai syarat mutlak
untuk uji t dependen maupun t independen. J ika ditemukan data yang berdistribusi
normal maka syarat uji t terpenuhi. Peneliti melakukan uji normalitas untuk data
yang berskala numerik, yaitu data usia anak dan skor distress. Peneliti
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan apabila data berdistribusi normal
apabila didapatkan p value >0,05

Tabel 5.3
Gambaran Normalitas Skor Distress dan Umur
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei Juni 2012

Variabel n Mean SD Z score
Score
distres
30 2,93 1,112 1,267
Umur 30 6,38 2,835 0,841

Pada penilaian menggunakan uji statistik KolmogorovSmirnov, Z skor
diperlukan data kumulatif jumlah responden pada variabel skor distress dan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
60



Universitas Indonesia


variabel umur. Uji ini penting untuk menentukan uji tes parametrik dan hasil
penelitian benar telah mewakili populasi sehingga hasil penelitian dapat dilakukan
generalisasi pada populasi. Pada variabel skor distress menunjukkan hasil nilai z:
1,267 (p >0,05). Sedangkan pada variabel umur didapatkan nilai z : 0,841 (p >
0,05). Dari hasil uji statistik Kolmogorov Smirnov antara variabel skor distress
dan variabel umur menunjukkan data terdistribusi normal.

5.2.2. Perbedaan skor distress pada anak saat dilakukan pemasangan infus pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Perbedaan skor distress dianalisis menggunakan uji t-tes Independen pada anak.
Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.4
Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus di
RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei Juni 2012

Score distres N Mean SD SE value

Intervensi 10 2,30 1,160 0,367 0,025
Kontrol 20 3,25 0,967 0,216

Tabel 5.4, menunjukkan bahwa nilai p skor distress sebesar 0,025 (p <0,05)
sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna skor distress pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.


5.3 Analisa Multivariat
Untuk mengetahui besarnya pengaruh intervensi dekapan keluarga dan pemberian
posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus dengan
mengkontrol variabel perancu (umur, jenis kelamin dan pengalaman dirawat
sebelumnya) diperlukan analisis ancova. Hasil terlihat pada tabel 5.5


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
61



Universitas Indonesia


Tabel 5.5
Hasil Analisis Kovariat Pengaruh Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi
Duduk Terhadap Distress Anak Saat Dilakukan Pemasanan Infus di RSAB
Harapan Kita Jakarta Bulan Mei Juni 2012


Parameter B Sig. Partial Eta Squared
Intercept 13,818 0,001 0,172
Dekapan dan posisi
duduk
4,693 0,040 0,158
J enis kelamin 0,110 0,743 0,004
Pengalaman dirawat
sebelumnya
0,004 0,947 0,000
Umur (thn) 0,022 0,883 0,001

Dari tabel 5.5, diatas dapat dilihat bahwa intervensi dekapan keluarga dan posisi
duduk memiliki p value: 0,040 artinya ada pengaruh yang signifikan terhadap
skor distress setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, umur dan pengalaman
dirawat sebelumnya. Besarnya pengaruh intervensi dalam menurunkan skor
distress sebesar 15.8% setelah dikontrol oleh variabel lain.

Berdasarkan analisis di atas didapatkan nilai untuk variabel jenis kelamin p:
0,743, sedangkan nilai untuk variabel pengalaman dirawat sebelumnya p: 0,947
dan nilai untuk variabel umur p: 0,883. Dari analisis p >0,05 untuk setiap
variabel perancu di atas maka ketiga variabel perancu tersebut tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap skor distress saat dilakukan pemasangan infus
pada anak.





Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
62



Universitas Indonesia


BAB VI
PEMBAHASAN


6.1 Interpretasi dan diskusi hasil penelitian
Interpretasi hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tujuan penelitian yaitu,
mengidentifikasi karakteristik anak yang dilakukan pemasangan infus.
mengidentifikasi skor distress pada anak setelah dilakukan pemberian
dekapan dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok
intervensi, mengidentifikasi skor distress pada anak setelah dilakukan
pemberian posisi standar saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok
kontrol, mengidentifikasi perbedaan skor distress pada anak saat dilakukan
pemasangan infus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol,
mengidentifikasi pengaruh karakteristik anak terhadap dampak dekapan
keluarga dan pemberian posisi duduk dalam mengatasi distress anak yang
dilakukan pemasangan infus.

6.1.1. Karakteritik responden
Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin, pengalaman dirawat sebelumnya, skor distres dan dekapan
keluarga khusus diberikan untuk kelompok intervensi.

6.1.1.1 Usia
Usia termuda responden pada kelompok prasekolah adalah 3
tahun dan usia paling besar adalah 6 tahun. Menurut
perkembangan kognitif (Piaget) anak usia prasekolah masuk ke
tahap praoperasional terutama fase pikiran intuitif dimana anak
sudah memiliki kesadaran sosial dan mampu
mempertimbangkan sudut pandang orang lain, perkembangan
simbolis dimana anak sudah belajar mempresentasikan objek
yang dilihat menggunakan gambaran dan kata kata tapi masih
bersifat egosentris sehingga stimulan asing yang datang
62
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
63



Universitas Indonesia


dianggap akan menyakitkan bagi anak dan mengakibatkan
distress (J ames & Aswiil, 2007; Hockenberry dan Wilson,
2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brown, Hart,
Chastin, Schnewels dan Mc Gath (2009) tentang penggunaan
PediSedate dan video interaktif pada anak prasekolah yang
sedang dilakukan pemasangan infus, lumbal pungsi, jahit luka di
ruang Emergensi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
penurunan skor distress saat dilakukan tindakan lumbal pungsi,
menjahit luka, pemasangan infus dengan diberikan distraksi
menggunakan video interaktif dan PediSedate dibandingkan
kelompok yang hanya diberikan PediSedate. Pedisedate
merupakan farmakologi yang berupa nitrous oxide yang
diberikan menggunakan nosepicie.

Anak usia sekolah yang ikut dalam penelitian ini, usia termuda
adalah 7 tahun dan usia terbesar adalah 12 tahun. Anak usia
sekolah sudah dapat berfikir rasional, imajinatif dan mengenal
objek untuk dapat menyelesaikan masalah (Supartini, 2004),
sudah mencapai tahap operasional konkret dimana anak mampu
menggunakan proses pikir, mengembangkan pemahaman
hubungan antara hal dengan ide, dapat memberikan penilaian
sesuai apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai
membuat penilaian sesuai dengan alasan mereka (pemikiran
konseptual), sudah mencapai kemandirian dan produktivitas
sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa
nyaman. Anak dapat diajak bekerjasama untuk berkontribusi
dalam prosedur intervensi maka dia lebih kooperatif dalam
setiap prosedur tindakan yang diterimanya (J ames & Ashwiil,
2007; Hockenberry & Wilson, 2009). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Taddio (2009) tentang cara
mengurangi distress anak usia prasekolah dan usia sekolah
menggunakan posisi duduk saat dilakukan vaksinasi. Hasil
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
64



Universitas Indonesia


penelitian tersebut menunjukkan bahwa nyeri akibat suntikan
merupakan penyebab distress pada anak dan orang tua, terdapat
25% anak yang lebih besar takut saat dilakukan vaksinasi. Pada
anak sekolah merupakan puncak dari perkembangan rasa takut
tersebut.

Hasil Analisis multivariat menggunakan uji statistik ancova
menunjukkan tidak terdapat pengaruh usia terhadap skor distress
(p: 0,883). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Denner, et al (2008) tentang respon empati orang tua terhadap
nyeri dan distress pada pasien anak diukur menggunakan
Wongs Baker Scale. Dari penelitian ini memperlihatkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara usia anak dengan skor
distress dan tingkat nyeri.

6.1.1.2 J enis Kelamin
Proporsi terbanyak pada karakteristik jenis kelamin yang
dilakukan tindakan adalah laki laki 60% pada kelompok
intervensi dan 65% pada kelompok kontrol. Hal ini disesuaikan
dengan jumlah responden yang datang ke IGD Rumah Sakit
Anak dan Bunda Harapan Kita J akarta. Dari hasl analisis ancova
menunjukkan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap skor
distress (p: 0,743). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Sparks, Setliks dan Luhman (2007) dan McMurtry,
Noel, Chambers dan McGrath (2011) yang menjelaskan bahwa
tidak ada perbedaan signifikan untuk umur dan jenis kelamin
terhadap skor distress anak saat dilakukan pemasangan infus.
Hasil tersebut berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi distress anak selama perawatan
dirumah sakit adalah jenis kelamin (Hockenberry & Wilson,
2009). Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mahat dan Scolovena (2004) menunjukkan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
65



Universitas Indonesia


bahwa dampak hospitalisasi lebih banyak muncul pada anak
perempuan dibandingkan anak laki-laki. Hasil analisis pada
penelitian tersebut juga berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tsai (2009) tentang pengaruh Animal Assisted
Therapy (AAT). Penelitian tersebut mendatangkan binatang
kesayangan anak yang bertujuan untuk menghilangkan stress
hospitalisasi anak usia 7 12 tahun, dari penelitian ini
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
karakteristik personal umur, jenis kelamin dan pengalaman
hospitalisasi sebelumnya terhadap stres hospitalisasi anak.

6.1.1.3 Pengalaman dirawat sebelumnya
Hasil analisis didapatkan terdapat 43,3% responden mempunyai
riwayat pernah dirawat sebelumnya. Pengalaman dirawat
sebelumnya membuat anak telah memiliki pengalaman
hospitalisasi dan mengalami tindakan keperawatan dan medis
yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Pengalaman tersebut
membuat anak menjadi tahu terhadap tindakan yang akan
mereka dapatkan sehingga membuat anak menjadi takut dan
distress. Anak dapat merefleksikan kembali pengalaman yang
membekas sehingga menganggu emosionalnya (Lambrenos &
McAtur, 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Subardiah (2009) yang menunjukkan bahwa pengalaman
anak yang dirawat sebelumnya akan mempengaruhi terhadap
hospitalisasi anak. Pengalaman dirawat anak sebelumnya
sebagian besar karena DHF, diare, thypoid dan hepatitis A. Data
ini sesuai dengan data rekam medis di RSAB Harapan Kita
pada tahun 2011 yang menunjukkan 5056 pasien anak, kasus
yang dirawat karena diare sebanyak 1289 kasus, DHF sebanyak
396 kasus.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
66



Universitas Indonesia


Proporsi anak yang tidak mempunyai pengalamam dirawat
sebelumnya sebesar 70 % pada kelompok intervensi dan 50%
pada kelompok kontrol belum pernah mengalami perawatan
sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa responden
sebagian besar belum pernah mengalami perawatan sebelumnya
dan tidak pernah mengalami pengalaman pemasangan infus
sebelumnya. anak yang baru pertama kali dirawat menggunakan
imajinasinya untuk membayangkan apa yang terjadi saat
dilakukan prosedur pemasangan infus. Anak memiliki tingkat
kekhawatiran terhadap integritas tubuhnya (Hockenberry &
Wilson, 2009). Pemasangan infus merupakan pengalaman baru
buat anak, pengalaman yang menyebabkan trauma pada anak
akan terekam lama pada memori (Sparks, 2007).

Berdasarkan hasil uji ancova menunjukkan tidak ada pengaruh
pengalaman pernah dirawat sebelumnya terhadap skor distress
anak (p: 0,947). Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh Cohen, Bount, Colen, Bll, Mc Clellon,
Bernard (2000), tentang harapan dan kenangan distress anak:
efek jangka pendek dan jangka panjang terhadap manajemen
sakit. Penelitian tersebut dilakukan pada anak usia sekolah
terhadap pengaruh pemberian imunisasi Hepatitis B yang
diberikan secara berturut turut selama 3 periode dengan jeda
waktu sesuai jadwal pemberian imunisasi. Hasil penelitian
tersebut didapatkan tidak ada pengaruh distress anak terhadap
pengalaman sebelum dan sesudah pemberian imunisasi pada
anak. Cara yang tepat untuk menurunkan distress anak akibat
pengalaman dirawat sebelumnya dengan memberikan informasi
tentang tindakan dan tujuan dilakukan intervensi tersebut
(Ornstein, Manning & Palphrey, 1999). Hasil analisis ini
berbeda dengan teori yang menyatakan reaksi anak terhadap
stres dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sakit
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
67



Universitas Indonesia


mereka sebelumnya perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan
koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis dan sistem
pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2009).

6.1.1.4 Dekapan keluarga
Pada penelitian ini responden didampingi keluarga saat
dilakukan pemasangan infus di ruang IGD RSAB Harapan Kita
J akarta. Rumah sakit ini sudah menerapkan filosofi asuhan
berpusat pada keluarga atau yang disebut dengan FCC. FCC
merupakan cara merawat anak bersama keluarga dalam
pelayanan kesehatan yang menjamin perawatan, direncanakan
dan melibatkan seluruh keluarga, bukan hanya individu anak
atau orang tua termasuk semua anggota keluarga diakui sebagai
penerima perawatan (Shields,Pratt & Hunter, 2006). Program ini
dapat berlangsung dengan dukungan dari perawat dengan
memberikan dorongan, menghargai dan mendukung keluarga
untuk meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga, usaha
ini dilakukan dengan pemberdayakan pendekatan dan
pemberian bantuan yang efektif (Duns & Trivette, 1996).
Berbagai upaya yang dilakukan perawat untuk membantu
mengurangi efek trauma pada anak yang ditimbulkan karena
prosedur pemasangan infus, disesuaikan dengan tahapan tumbuh
kembang anak yaitu dengan mengembangkan prinsip atraumatic
care. Meminimal perpisahan anak dan keluarga merupakan
salah satu tujuan utama dalam perawatan atraumatic care
(Hockenberry & Wilson, 2009). Responden saat dilakukan
pemasangan infus didampingi oleh keluarga, terutama pada
kelompok intervensi. Pada kelompok intervensi 70% didampingi
oleh ibu. Angka kehadiran orang tua pada penelitian ini juga
tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Isoardi, et al., (2005) yang menunjukkan hasil penelitian
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
68



Universitas Indonesia


sebanyak 93,9% (519) dari 553 responden didampingi keluarga
selama dilakukan tindakan penusukan vena.
6.1.1.5 Skor distress
Hasil analisis uji t test independen menunjukkan mean skor
distress responden penelitian saat dilakukan pemasangan infus
pada kelompok kontrol sebesar 3,25. Hal ini berbeda dengan
skor distress responden pada kelompok intervensi yang
sebagian besar mengalami mean skor distress 2,30. Perbedaan
skor distress terjadi disebabkan karena pemberian posisi yang
nyaman dari orang tua untuk meminimalkan timbulnya distress
anak saat dilakukan prosedur pemasangan infus. Immobilisasi
ekstermitas pada anak saat dilakukan prosedur akan memberikan
rasa aman dan senang serta kenyamanan melalui kontak
langsung dengan orang tua dan orang tua ikut berpartisipasi
memberikan bantuan positif, posisi duduk lebih menciptakan
rasa kontrol (The Childrens Mercy Hospotal, 2012).

Penelitian Heden, Vanessen dan Ljungman (2009) meneliti
tentang ekspersi takut, distress dan nyeri terkait dengan insersi
jarum pada pemasangan infus di unit Pediatric Oncologi.
Responden diberikan intervensi dengan meniup balon sabun
atau mendekap bantal dan hasil dari penelitian ini menemukan
bahwa ekspresi nyeri menurun (p<0,001) dan distress anak
menurun (p<0,05). Penelitian Biermeir, Sjorerg, Dole, Eshelman
dan Guzzetta (2007), yang mencoba melihat dampak distraksi
terhadap nyeri, takut dan distress anak, menunjukkan adanya
penurunan rasa takut (p<0,001) dan skor distress (p<0,03).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Basignano dan Bush (2006)
bertujuan untuk melihat pengaruh CD-ROM terhadap
perkembangan kognitif, takut, perilaku distress dan nyeri pada
anak yang mengalami penyakit hematologi yang akan dilakukan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
69



Universitas Indonesia


prosedur intravena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CD-
ROM secara signifikan dapat menurunkan takut (p<0,05) namun
tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap perilaku
distress dan respon nyeri.

6.1.2 Pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap score distress
Perawat mulai memberikan intervensi posisi duduk pada anak dapat
dilakukan mulai sejak usia 5 bulan, pada prinsipnya anak sudah dapat
mengontrol kepala dan tubuhnya (Geise, 2010). Perkembangan
motorik anak diawali dengan koordinasi pada kekuatan tulang yang
meningkat dengan cepat di usia 3 5 tahun sedangkan kemampuan
motorik halus di tangan mulai terkoordinasi di usia 3 tahun dan
sempurna pada usia 4 tahun (Santrock, 2005).

Hasil analisis pengaruh dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap
skor distress anak yang dilakukan pemasangan infus menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan dari rata-rata skor distress anak.
Adanya perbedaan yang muncul disebabkan karena posisi duduk
dikembangkan untuk memberikan kenyamanan pada anak dan
immobilisasi yang cukup untuk keberhasilan prosedur. Pada anak usia
prasekolah dan anak usia sekolah anak sudah dapat bekerja sama dan
mempertahankan kontrol diri terhadap hal yang dirasa mengancam.
Anak yang tenang sebelum pemasangan infus akan membutuhkan
waktu yang sedikit dan staf yang lebih sedikit dibandingkan dengan
anak yang sudah marah dan menolak dilakukan tindakan karena
alasan tertentu (Giese, 2010).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang diberikan dekapan
keluarga dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus
mempunyai skor distress yang lebih rendah p: < 0,05 (p: 0,025)
dibandingkan dengan yang diberikan posisi supinasi dan hasil analisis
menggunakan Ancova menunjukkan terdapat 15,8% pengaruh
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
70



Universitas Indonesia


dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap rendahnya
skor distress anak setelah dikontrol oleh variable lain. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Sparks, Setlik dan Luhman
(2007) yang meneliti tentang dampak dekapan orang tua dan posisi
untuk menurunkan distress anak saat dilakukan pemasangan infus
dengan cara pengambilan sampel Random Control menunjukkan
bahwa skor distress anak menurun (p: 0,000) diukur menggunakan
Procedure Behavior Rating Scale dan orang tua merasa lebih nyaman
dengan posisi duduk.

Kehadiran orang tua selama prosedur merupakan kemitraan antara
keluarga dan tenaga profesional, hal ini merupakan aplikasi dari FCC.
Penelitian yang dilakukan Bauchner, et,al (1996) yang menyatakan
kehadiran keluarga tidak berdampak negatif terhadap kinerja medis
dan staf yang berada bersama anak mereka serta menunjukkan
berkurangnya kecemasan orang tua.

Penelitian Kather (2003) dilakukan dengan memberikan posisi duduk
dan meniup balon sebelum tindakan pemasangan infus. Setelah
kegiatan kemudian dinilai skor nyeri dan skor distress, hasil penelitian
menunjukkan skor nyeri dan skor distress pada anak prasekolah
menurun. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cavender, Goff, Hallen dan Guzzeta (2004) yang meneliti tentang
efektivitas persiapan orang tua, posisi tegak dan distraksi terhadap
tingkat nyeri, takut dan distress pada anak usia 4 11 tahun. Pada
penelitian tersebuts tidak menunjukkan hasil yang signifikan secara
statistik tentang efektivitas persiapan orang tua dan posisi tegak
namun terjadi penurunan skor distress pada kelompok eksperimen
pada periode selama dan setelah dilakukan prosedur pemasangan
infus.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
71



Universitas Indonesia


Anak dan orang tua penting diberikan informasi tentang kesiapan
prosedur tindakan yang akan dilakukan, alasan mengapa prosedur
tersebut diberikan dan hasil yang akan dicapai. Ketidakpastian tentang
prosedur dapat meningkatkan distress, rasa takut, kecemasan dan
ketegangan pada anak dan orang tua. Perasaan ini dapat membatasi
kemampuan anak untuk mengembangkan kontrol terhadap prosedur.
Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan sesuai dengan tahap
tumbuh kembang sangat diperlukan, sehingga anak mudah menerima
dan mengerti prosedur yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang diberikan Van Aken, et al., (1989), yang menjelaskan
bahwa anak dapat memperhatikan apa yang sedang terjadi kepadanya
dibandingkan pada anak yang tidak melihat kejadian yang terjadi
padanya saat dilakukan pemasangan infus.

6.2 Keterbatasan penelitian
6.2.1. Pasien yang datang ke rumah sakit lokasi penelitian mayoritas adalah
kalangan menengah ke atas sehingga ada sebagian orang tua yang
tidak mau untuk terlibat dalam penelitian, terlebih lagi karena metode
pemasangan infus berbeda dengan kebiasaan yang ada. Untuk
mengatasi hal tersebut peneliti menyampaikan informasi tentang
metode penelitian dengan hati -hati dan melibatkan anak dan orang tua
untuk mengambil keputusan.

6.2.2 Pengambilan responden penelitian terutama kelompok intervensi
mengalami hambatan terutama setelah responden kelompok intervensi
ke-8 karena keterbatasan keterlibatan keluarga dalam penelitian
sebagai kelompok intervensi sehingga dilakukan jeda pengambilan
responden untuk kelompok kontrol terlebih dahulu. setelah terpenuhi
jumlah pada responden kelompok kontrol dilanjutkan pengambilan
responden untuk kelompok intervensi.


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
72



Universitas Indonesia


6.3 Implikasi penelitian
6.3.1.Implikasi terhadap pelayanan keperawatan
Implikasi penelitian terhadap pelayanan keperawatan adalah dapat
memberikan dasar praktek berbasis bukti ilmiah (Evidence based
practice) pada praktisi pelayanan terutama praktisi keperawatan anak
dengan menerapkan prinsip atraumatice care pada saat melakukan
pemasangan infus. Praktik intervensi dekapan keluarga dan posisi
duduk pada saat pemasangan infus memberikan respon positif dengan
menurunnya distress anak.

Pengalaman traumatik yang terjadi pada anak dan orang tua saat masuk
di unit gawat darurat terlebih saat dilakukan pemasangan infus.
Intervensi psikologik diperlukan untuk mengurangi ketakutan dan
kecemasan terkait dengan pengalaman tersebut. Modifikasi pemasangan
infus dengan melibatkan dan bekerjasama dengan keluarga untuk
mendekap dan memberikan posisi duduk, kegiatan ini diharapkan dapat
memberikan kenyamanan dan mencegah dampak hospitalisasi.

6.3.2 Implikasi terhadap penelitian keperawatan
Implikasi terhadap penelitian keperawatan adalah sebagai dasar bagi
peneliti lain untuk mengekplorasi dampak hospitalisasi terutama distress
anak saat dilakukan pemasangan infus. Pada penelitian ini menggunakan
dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dilakukan
pemasangan infus sehingga diharapkan peneliti lain dapat melakukan
penelitian tentang dekapan keluarga dan posisi duduk dalam intervensi
keperawatan yang lain misalnya pemasangan kateter, NGT.

6.3.3 Implikasi terhadap pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
keperawatan dan meningkatkan aplikasi teori comfort bagi mahasiswa
keperawatan khususnya keperawatan anak. Konsep comfort dapat
dikembangkan dengan adanya penelitian ini. Untuk pendidikan
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
73



Universitas Indonesia


keperawatan diharapkan dapat memapaparkan pentingnya dekapan
keluarga dan posisi duduk dalam melatih skill mahasiswa di laboratorium
keperawatan.





























Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
74



Universitas Indonesia


BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN


7.1 SIMPULAN
7.1.1. Umur responden antara 3 12 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki
lebih banyak, pada saat dilakukan pemasangan infus, responden di
dampingi keluarga terutama ibu dan sebagian besar tidak mempunyai
pengalaman dirawat sebelumnya.

7.1.2. Rata-rata score distress anak pada usia 3 12 tahun yang dilakukan
dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dulakukkan
pemasangan infus lebih rendah dari anak yang tidak diberi dekapan
keluarga dan posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus p <0,05 (p:
0,025). Pengukuran menggunakan penilaian distress Children Fears
Score (CFS) dengan skala 0-4.

7.1.3 Ada pengaruh pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap
distress anak yang dilakukan pemasangan infus. Anak yang dilakukan
dekapan keluarga dan posisi duduk mempunyai pengaruh sebesar
15,8% setelah dikontrol variabel jeis kelamin, umur dan lama rawat.

7.2 SARAN
7.2.1. Bagi institusi pelayanan
7.2.1.1. Pihak rumah sakit sebagai pemegang kebijakan hendaknya
memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat
menerapkan hasil penelitian ini saat melakukan tindakan
pemasangan infus sebagai tindakan untuk mengeliminasi
dampak hospitalisasi dan menurunkan distress anak.

7.2.1.2 Perawat yang bertugas di Unit Gawat Darurat diharapkan dapat
melakukan tindakan pemasangan infus bekrjasama dengan
keluarga dalam hal ini restrain anak dengan dekapan dan posisi
74
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
75



Universitas Indonesia


duduk sehingga keluarga merasa dilibatkan dalam pengambilan
keputusan untuk anaknya.

7.2.2 Bagi penelitian
7.2.2.1 Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk penelitian
lebih lanjut di lingkup keperawatan anak baik di institusi
pelayanan dan pendidikan dengan mengedepankan konsep
comfort

7.2.2.2. Diharapkan penelitian lanjutan penerapan dekapan keluarga dan
posisi duduk dengan sampel yang lebih banyak, tempat yang
berbeda dan intervensi lain misalnya, NGT dan pemasangan
kateter pada anak.















Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA

Advisory Comminite on Immunization Practice (2002). Program Imunisasi.
Desember, 26, 2010. Hppt: www.smallcrab.com.

Axellin, A., Salanter, S., Kiriavainen, J ., & Lehtonen, L. (2009). Oral glucosa and
parenteral holding preferable to apoid to apoid in pain management in preterm
infants. Clin. J Pain, 25 (2): 138 - 145

Basignano, A., & Bush,J .P. (2006). Distress pediatric hematology oncology pattents
undergoing intravenous procedures: Evaluation of a CD-ROOM intervention.
Childrens Health Care, 35(1), 61-74.

Bauchner, H., Vinci, R., Bak, S., Pearson, C., & Corwin, M. (1996). Parents and
procedures : A randaomized controlled trial. Paediatric, 98, 861-867.

Biermeir, A., Siaberg, I., Cale, J .C., Eshelman, D., & Guzzetta, C.E. (2007). Effect of
distraction on pain, faer, and distress during venous part accecc and
venipuncture in children and adolescent with cancer. Pediatric Oncology Nurs.

Brenner, M., Parahoo, K., & Taggarart, L. (2007). Restraint in childrens nursing:
Addressing the distres. Journal of Childrens and Young Peoples Nursing, 1
(4):159 - 162

Brown, S.C., Hart, G., Chastin, D.P., Schneeweiss, M.G., & Mc Grath, P.A. (2009).
Reducing distress for children during invasive procedure: randomized cliical
trial of effectivieness of the PediSedate. Pediatr Anesth. 19(8) ,725 31.

Catudal, J . (1999). Pediatric IV therapy: Actual practice. Journal of Venous Access
Devices. 4(1), 27-29.

Cavender, K., Goff, M., Hallon. E., & Guzzetta, C. (2004). Parents positionong and
distracting children during venipuncture. Holist Nurs, 22(1),32-56.

Cohen, L.L., Blount, R., Colen, R.J ., Ball, C.M., McCtellan, C.B, & Bernard, R.S.
(2000). Childrens expectation and memories of acute distress: Short and long
term efficacy of pain managemant intervention. Pediatric Psychology, 26(6),
367 374.

Collier. J ., & Pattison. H. (1997). Attitude to childrens pain: Exploring the myth.
Paediatr Nurs. 9 (10), 15-18.

Dahlan, S. (2011). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. J akarta: Salemba
Medika.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Dharma, K.K. (2011). Methodologi penelitian keperawatan. J akarta: Trans info
media

Dougherty, L.(2008). Obstaining-peripheral venous access. In Dougnerty .L. lamb J
(eds): Intravenous therapy in nursing practice, (2nd ed). London: Blacwell
Publishing.

Dunt, C.J ., & Trivette, C.M. (1996). Empowerment, effective helpgiving practices
and family centered care. Pediatric Nursing, 22: 334-337

Dunt, C.J ., & Peaget, K.D. (1991). Parent profesional partnerships and family
empowerment. In Fine, M.J . (ed). Colaborataive involvement with parent of
exceptional children. Clinical psychology publishing Compani Inc.

Fallell, M., & Dempsey, J . (2010). Smetzer & Bares Textbooks of medical surgical
nursing, (2nd ed). Philadhelphia: Lippincont.

Fina, D.K., et al. (1997) Parent participation in the postanesthesia care unit: Fourteen
years of progress at one hospital. Journal of Peri Anesthesia Nurs 12(3), 152-
162,.

Folkes, K. (2005). Is restraint a form of abuse. Paediatr Nurs 17(6), 41-44.

Gallant, P., & Schultz, A.A. (2006). Evaluation of a visual infusion phlebitis scale for
determining appropriate discotinuation of peripheral intravenous catheter.
Journal of Infusion Nursing, 29: 338 - 345

Gauderer, M., Lorig, J ., & Eastwood, D.( 1989)Is there a place for parents in the
operating room?, Journal of Pediatric Surgery, 24(7),705-707.

Giese, H; (2010), Positioning for comfort, St. J oseph Children Hospital, maret 3,
2012 dari http://ministryhealth.org.

Graham, P., & Hardy, M. ( 2004). The immobilization and restraint of pediatric
patients during plain film radiographic examination. Radiography, 10: 23 31

Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

Heden, L., Vanessen, L., & Ljungmang. G. (2009). Randomized intervetiens for
needle procedures in children with cancer. European Jaournal of Cancer 18 ,
358 363.

Hockenberry, et al. (2012) Clinical Manual of Pediatric Nursing (8th ed). St.Louis
Missauri: Elvier Mosby.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Hockenberry. & Wilson. D. (2009). Essensial of pediatriac nursing. St.Louis: Mosby
year book.

Isoardi, J ., et al (2005). Witnessing invasive paediatric procedures including
resusitatio in the emergency departement: A parental preceptive. Emergency
medicine Australasia, 17 (3).

J ames, S.R., & Ashwill, J .W. (2007). Nursing care of children principles & practice
(3th ed). St.Louis Missauri: Elvier Mosby.

J effrey, K. ( 2002). Therapeutic restrain of children. Paed, 14(9): 20-22

J oseph, A., & Ulrich, R. (2007). Sounth control for improved outcomes in healthcare
setting. J anuari 2007; diunduh April 15, 2012 dari http://www.healthdesign.org;

J oint Commission on the accreditaion of Healthcare Organisation. (2002).
Comprehensive Accreditation Manual for Hospital. Illinois: Oakbrook Terrace.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Profil kesehatan Indonesia 2011. J akarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI (2010). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar,
J akarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kolkaba, K. (2010). Comfort. Diakses pada tanggal maret 12, 2012.

Kollaba. K., & Dimerco, M.A. (2005). Comfort theory and application to pediatric
nursing. Paediatric Nursing, 31.

Koller, D. (2008). Childs life assesment: Variabel associated with a childs ability to
cope with hospitalization. Canada: Child life concil.

Lamantagna, L.L., Wells, N., Heptworth, J .T., J ohnson, B.S., & Mones, R. (1999).
Parent coping and child distress behaviour during invasive procedures for
childhood cancer. Pediatr Oncol Nurs, 16(1), 3-12

Lambrenos, K., & McArthur, E. (2003). Introducting a clinical holding policy.
Paediatric Nurs, 15(4), 30-3.

Leifer, G. (2011). Introduction Maternity & Pediatric Nursing; South-East Asia
Edition (6th . St.d). St Louis Missauri: Elvier Mosby.


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Mascardino, U., & Axia, G. (2006). Infants response to arm restraint at 2 and 6
months: A longitudinal study. Infant behav, 29(1),59-69.

Mercer, J . (2009). Psycology to day. Maret 12, 2012.
http: www.psychologytoday.com.

McKinley, S., Coote, K., Coote, K., & Stein-Parbury, J .S. (2003). Development of
anxeity in critically ill patients. Journal of Advanced Nursing, 4: 73-79

McKinley, S., Stein-Parbury, J ., Chehelnabi, A., & Lovas, J . (2004). Assessment of
anxiety in intensive care patients by using the Faces Anxiety Scale. American
Journal of Critical Care, 13, 146152.

McMurtry, C.M., Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.T. (2011). Childrens Fear
During Procedural Pain: Preliminary Investigation of the Childrens Fear Scale,
Journal of American Psychological Association, 30(6), 780-788.

McGrath, P., Forrester, K., Fox-Young, S., & Huff, N. (2002). Holding the child
down for treatment in pediatric haematology: the ethical legal & practice
implications. Law Med, 19(8):85 - 96

McGrath, P., Huff, N. (2003). Including the fathers prespective inholistic care, part2:
Findings on the fathers hospital experence including restraining the child
patient for treatment. J holist Nurs, 10(2), 5-10.

Muscari, M. (2001). Advanced pediatric clinical assesment skills and procedures.
Philadelpia: Lippicott.

Nasir, M. & Munith (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. J akarta: Salemba
Medika.

Notoatmojo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. J akarta: PT Rineka Cipta.

Nursalam, Susilaningrum, & Utami. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak.
J akarta: Salemba Medika.

Nursalam (2005). Ilmu Kesehatan Anak. J akarta: Salemba Medika

Ornstein, P.A., Manning, E.L., & Pelphrey, K.A. (1999). Childrens memory for pain.
Developmen behavioral pediatrics, 20, 262-277.

Pallt, D.F., & Hugler, B.P. (2005). Nursing research: Principles and methods.
Philadelphia: Lippincott.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Penner, L.A., Cline, R.J .W., Albreeth, T.L., Harper, F.W.K. (2008). Parents
empathic, respones and pain and distress in pediatric patients. Basic and
applied sosial psycholoyi. 30, 102-113.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses dan praktik ,Volume I:Edisi Keempat. J akarta: EGC.

Poott, N. & Mandleco, B.L. (2007). Pediatric Nursing: Caring for children and their
families (2nd ed). United states: Thomson-Delmar learning.

Price & Gwin (2008). Pediatric nursing: An introductory texs (10th ed). St.Louis
Missauri: Elvier Mosby.

Pretzlik, U. & Sylva, K. (1999). Paediatric patients' distress and coping: An
observational measure. Journal of Arch Dis Child, 81, 528-530.

Rutledge, D., Donaldson, N., & Provakoff, D. (2002). Use of retraint, part 1. Acute
nonpsychiatric care. Online Journal of Innovation, 6(2), 1-69.

Royal Colled of Nursing. (2010). The restraining, holding still and containing young
children, guidence for nursing staff. Maret 12, 2012. http: www.rcn.org.uk.

Santrock. (2005). Children (8th ed). New York: Mc Graw Hill.

Sastroasmara. & Ismed. (2010). Dasar dasar metodologi penelitian klinis. J akarta:
Bina Rupa Aksara.

Schwartz, M.S. ( 2002). Comfort position for children. Comunity Partnership Group.
Mei 12, 2012, http: www.goipg.org.

Selekman, J ., & Snyder, B. (1996). Uses of and atlternatives to retrains inpediatric
setting. Ads Pract Acute Crit Care 7(4), 603- 10.

Shields, L., Pratt, J . & Hunter, J . (2006). Family centered care: A review of
qualitative studies. Clinical Nursing, 15:1317-1323.

Smeltzer,C.S. & Bare, B.G. (2002). Buku ajar Keperawatan Medical Bedah, Vol 2,
Edisi 8. J akarta: EGC.

Sunawang (2005). Pengaruh suplementasi zat multi gizi mikro selama masa
kehamilan terhadap hasil kehamilan & pertumbuhan bayi. Disertasi.
J akarta:Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia

Soetjiningsih.(1998).Tumbuh kembang anak. J akarta :EGC.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Subardiah, P.I. (2009). Pengaruh permainan terhadap kecemasan, kehilangan
kontrol dan ketakutan anak prasekolah selama dirawat di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Propinsi Lampung. Tesis (tidak dipublikasikan). Depok: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Sugiyono (2007). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono (2011). Metodologi penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Sulistiyani, E. (2009). Pengaruh pemberian kompres es batu terhadap tingkat nyeri
anak prasekolah di RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tesis (Tidak
dipublukasikan). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Unversitas Indonesia.

Supartini, Y. (2004). Buku ajar: Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.

Sparlks, L., Setlik, J ., &. Luhman, J . (2007). Parental Holding and Positioning to
Decrease IV Distress in Young Children : A Randomized Controlled Trial,
Journal of Pediatric Nursing, 22: 6.

Stephens, B.K., Borkey, M.E., & Hall, H.R. (1999). Tehcniques to comfort children
during stressful procedures. Accid Emerg Nurs, 7(4), 226-236.

Taddio, A., et al. (2009). Reducing the pain of chilhood vaccination: An evidence
based clinical practice guideline. Diunduh Desember 15, 2012.
The Royal Childrens Hospital Melbourne, (2008) "Comfort positioning" during tests
or procedures, diunduh 12 Maret 2012 dari http://www.rch.org.au.

Tsai, C. (2007). The effect of animal assisted therapi on childrens stress during
hospitalizatio. Doctoral desertasi of Phylosopy University of Morlan.School of
Nursing.

Tomay, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory: Utilization and application.
(6th ed) USA: Mossby Elsevier.

Tomlinson, D. (2004). Physical restraint during procedures: issuesand implications
for practice. Pediatry Onc Nurs, 21(5), 258 63.

UNICEF (2009). Action for Right of Children (ARS). www.unicef.org, diunduh
tanggal desember 9, 2012

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
UNICEF (2012). Resiko kematian ibu dan anak Indonesia masih tinggi walaupun
Angka kematian sudah menurun. www.unicef.org/indonesia/id/media, diunduh
tanggal Desember 9, 2012 j 15.30.
Urbanski, B.L., & Lazenby, M. (2012). Distress among hospitalizied pediatric cancer
patients modified by pet therapy intervention to improve quality of life.
Pediatric Oncology Nursing, September 29(5), 272-282.

Vanaken, M.A., Vanlieshout, C.F., Katz,E.R. & Heezen, T.J . ( 1998). Developmental
of behavior distress reaction to acute pain in two culture. Paediatric
Psychology, 14, 421-432.

Weinstening, S.M. (2007). Complication and intervention. In Plums Principle and
practice of intervenous therapy (8th ed). Philadhelpia: Lippiccott Williams &
Wilkins.

Widhiarso, W. (2011). Analisis data penelitian dengan variabel kontrol. hppt: wahyu-
psy@ugm.ac.id. Diakses februari 14, 2012.

Wong, D.L.. & Pasero, C.L. (1997). Using local anesthetics to control procedural
pain. American Journal of Nurse 97(1),17.


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013













LAMPIRAN











Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 1
LEMBAR PENJ ELASAN PENELITIAN

Topik penelitian : Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Terhadap Distres
Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus
Peneliti : Kustati Budi Lestari
NIM : 1006748620
Status : Mahasiswa Program Pasca Sarjana Peminatan Keperawatan Anak. Fakultas
Ilmu Keperawatan UNIVERSITAS INDONESIA.

Peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk sebagai alternatif tindakan dalam pemasangan infus pada
anak. Manfaat penelitian ini bagi orang tua/keluarga/pengasuh akan membantu untuk
mengurangi distres anak saat dilakukan pemasangan infus.

Orang tua/keluarga/saudara yang berpertisipasi dalam penelitian ini akan diberikan
informasi cara memegang anak saat prosedur pemasangan infus. Anak diposisikan
duduk di pangkuan orang tua/keluarga/pengasuh. Bila selama penelitian ini orang
tua/keluarga/saudara merasa tidak nyaman, maka orangtua/keluarga/ saudara berhak
untuk menanyakan kembali atau berhenti dari proses penelitian ini. Peneliti berjanji
akan menjunjung tinggi hak-hak orang tua/keluarga/ saudara dengan cara menjaga
kerahasiaan data yang diperoleh dan digunakan untuk penelitian. Demikian penjelasan
penelitian ini disampaikan dan peneliti mengharapkan partisipasi orang
tua/keluarga/saudara untuk dapat bergabung dalam penelitian. Atas kesediaannya
diucapkan terima kasih.
Mei, 2012
Peneliti


Kustati Budi Lestari
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran: 2


LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya (dalam hal
ini mewakili keluarga saya) mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Dampak Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Terhadap Distres Anak
Saat Dilakukan Pemasangan Infus . Oleh karena itu, Saya :

Nama :............................................................. Usia:..... (Tahun)
Hubungan dengan anak :.......................................................

mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat bermanfaat bagi diri
saya dan anak. Saya mengerti bahwa resiko yang akan terjadi sangat kecil. Saya
berhak untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa adanya hukuman
atau kehilangan hak untuk diberikan pelayanan keperawatan yang profesional. Saya
mengerti bahwa seluruh data mengenai penelitian ini akan dijamin kerahasiaannnya
dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian. Dengan penuh kesadaran dan tanpa
unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian .

J akarta,.................2012
Orang tua / pengasuh
Responden



( )


Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 3
KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN

No responden :
Kode responden : KK

Petunjuk Penelitian
a. Bacalah dengan teliti pertanyaan pertanyaan di bawah ini
b. J awablah setiap pertanyaan dengan kondisi yang ada
c. J awaban di tuliskan di samping pertanyaan

Pertanyaan
1. Nama : Usia: Tahun
2. Tanggal lahir :
3. J enis Kelamin :
4. Tanggal Masuk:
5. J am :
6. Apakah pernah mengalami perawatan sebelumnya : pernah/ tidak ,
7. J ika sudah pernah dirawat, berapa kali................. kapan.........................................
8. Dalam perawatan sebelumnya pernah di pasang infus : pernah / tidak
9. Penyakit yang sekarang :
10. Anak datang didampingi oleh :








Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 4
LEMBAR PENILAIAN DISTRESS DAN POSISI ANAK
Kode Responden :
Petunjuk pengisian oleh responden
I. Lingkarilah pada pernyataan di bawah ini sesuai posisi anak.
Posisi anak 1. Duduk 2. Tidur terlentang
J ika anak duduk, anak didekap oleh : 1. Ayah 2. Ibu 3. Keluarga 4. Pengasuh
II. Berikan tanda rumput atau silang di dalamkotak yang terdapat di bawah gambar penilaian anak
GAMBAR Chidren Fears Score
0 1 2 3 4

Cut/fold on Dotted Line /lipat di tepat di garis titik titik
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -




Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 5

Foto Pengambilan Sampel








Foto dekapan keluarga dan posisi duduk saat
pemasangan infus
Foto Kehadiran keluarga saat persiapan
pemasangan infus
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 6

PROTOKOL PENELITIAN KELOMPOK INTERVENSI

1. Perawat menyiapkan format penelitian dan alat-alat yang dilakukan
2. Perawat menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur pengambilan data
3. Setelah orang tua setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian, perawat meminta
orang tua untuk mengisi dan menanda tangani format informed consent
4. Pada lembar tulis observasi dan catat
Tanggal dan jam : Tuliskan tanggal dan jam pengambilan data
Kode responden/ inisial : Untuk responden jika pasien kelompok kontrol
maka diberi kode A kemudian ditulis no urut
pengambilan data.
Contohnya: Amin, responden kelompok
intervensi no urut pertama maka ditulis A1
Tanggal lahir / umur : Tuliskan tanggal lahir dan umur pasien dalam
tahun dan bulan
J enis kelamin : Tuliskan jenis kelamin sesuai dengan
responden
Tanggal masuk : Tulislah tangal masuk sesuai dengan register
penerimaan pasien
J am : Tulislah jam masuk sesuai dengan register
penerimaan pasien
Pengalaman di rawat
sebelumnya
: Tuliskan berapa kali pernah dirawat sebelum
perawatan sekarang, kapan dan penyakit yang
di derita anak
Pengalaman dipasang infus
sebelumnya
: Tulislah sesuai pengalaman pemasangan infus
sebelumnya
Penyakit yang sekarang : Tulislah sesuai dengan diagnosa medis tentang
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
penyakit pasien sekarang

Anak didampingi siapa saat
datang di RS
: Tulislah yang mendampingi anak saatdatang di
RS
Posisi anak : Tulislah posisi anak saat dilakukan pemasangan
infus
Dekapan dilakukan oleh : Tuliskan orang tua yang melakukan dekapan
pada anak
Persiapan alat : Pasikan program medis untuk terapi IV,
periksa label laruan dan identifikasi pasien.
J elaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci
tangan dan gunakan sarung tangan steril.
Pasang turniquet pada lengan yang sudah
dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai.
Pilih letak insersi, pilih kanula IV. Terlebih
dahulu hubungkan kantong infus dengan
selang dan alirkan larutan sepanjang selang
untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang.
Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang
nyaman untuk pasien. Posisikan tangan pasien
dibawah ketinggian jantung untuk
mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan
bantal pelindung diatas tempat tidur dibawah
lengan pasien.

Persiapan orang tua : 1. Sebelum pelaksanaan kegiatan anak
diminta untuk memilih, siapa orang tua
atau pengasuh yang membantu dalam
pemasangan infus termasuk membantu
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
mendekap dan memangku anak.
2. Setelah semua peralatan siap maka
pengasuh/ orang tua di minta duduk dan
responden di pangku dengan posisi dada
pengasuh/ orang tua dibelakang punggung
anak, tangan pengasuh/orang tua melingkar
di sekitar bahu atau lengan bawah.
3. Anak menghadap meja/tempat tidur
tindakan, tangan yang tidak dominan
diulurkan ke meja/ tempat tidur tindakan
sebagai lokasi insersi jarum infus.
4. Anak ditawarkan untuk tetap melihat
kegiatan dan dianjurkan untuk melakukan
nafas dalam bila timbul rasa nyeri selama
kegiatan berlangsung dan anggota keluarga
yang lain tetap diizinkan untuk berada di
dalam kamar tindakan. Saat tindakan
berlangsung anak diajak bercerita dan di
jelaskan tindakan distraksi yang sedang
dilakukan.
Pelaksanaan : 1. Kebijakan rumah sakit pada pasien saat
dilakukaan pemasangan infus untuk
memberikan lidokain sebagai anestesi
lokal sebelum insersi jarum.
2. Pasang turniquet baru untuk setiap pasien
diatas daerah penusukan, palpasi di daerah
distal pemasangan turniquet,
3. pasien diminta untuk membuka dan
menutup kepalan tangan beberapa kali atau
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
menegangkan lengan pasien untuk
melebarkan vena.
4. Pastikan pasien tidak alergi terhadap
yodium, disinfektan dengan swab alkohol
secara melingkar di daerah yang akan
dilakukan insersi jarum,kemudian
bersihkan dengan alkohol 70% untuk
melihat jelas vena profunda.
5. Pegang tangan pasien dan gunakan jari
atau ibu jari untuk menegangkan kulit
diatas pembuluh darah.
6. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas
pada sudut 2 45 derajad kemudian tusuk
kulit tapi tidak langsung ke vena.
Turunkan sudut menjadi 10 20 derajat
atau sampai hampir sejajar dengan kulit,
kemudian masuk vena.
7. J ika Tampak aliran darah balik, luruskan
sudut dan dorong jarum.
8. Lepaskan turniquet dan sambungkan
selang infus kemudian buka klem sehingga
memungkinkan tetesan.
9. Lakukan penyisipan bantalan kasa stril
ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung kateter
dan rekatkan dengan kuat jarum dengan
kulit menggunakan plester.
10. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester
transparan.
11. Letakkan selang IV ke atas balutan.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
12. Tutup balutan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur rumah sakit.
13. Beri label balutan dengan jenis dan
panjang kanule, tanggal dan inisial
kemudian hitung kecepatan tetesan infus
dan atur aliran infus.
14. Dokumentasi tempat, jenis, ukuran kanule,
waktu, larutan, kecepatan IV respon pasien
terhadap prosedur
Penilaian responden : Setelah sekitar 10 menit dilakukan prosedur
tindakan pemasangan infus, anak diminta
untuk menunjukkan gambar pada lembar
penilaian distress menggunakan Children
Fears Score yang sesuai dengan perasaan
yang dialami selama pemasangan tanpa
intervensi dari pengasuh/orang tua.














Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Lampiran 7
PROTOKOL PENELITIAN KELOMPOK KONTROL
1. Perawat menyiapkan format penelitian dan alat-alat yang dilakukan
2. Perawat menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur pengambilan data
3. Setelah orang tua setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian, perawat meminta
orang tua untuk mengisi dan menanda tangani format informed consent
4. Pada lembar tulis observasi dan catat
Tanggal dan jam : Tuliskan tanggal dan jam pengambilan data
Kode responden/ inisial : Untuk responden jika pasien kelompok kontrol
maka diberi kode A kemudian ditulis no urut
pengambilan data.
Contohnya: Amin, responden kelompok
intervensi no urut pertama maka ditulis A1
Tanggal lahir / umur : Tuliskan tanggal lahir dan umur pasien dalam
tahun dan bulan
J enis kelamin : Tuliskan sesuai jenis kelamin responden
Tanggal masuk Tulislah tangal masuk sesuai dengan register
penerimaan pasien
J am Tulislah jam masuk sesuai dengan register
penerimaan pasien
Pengalaman di rawat
sebelumnya
: Tuliskan berapa kali pernah dirawat sebelum
perawatan sekarang, kapan dan penyakit yang
di derita anak
Pengalaman dipasang infus
sebelumnya
: Tulislah sesuai pengalaman pemasangan infus
sebelumnya
Penyakit yang sekarang : Tulislah sesuai dengan diagnosa medis tentang
penyakit pasien sekarang
Anak didampingi siapa saat
datang di RS
: Tulislah yang mendampingi anak saatdatang di
RS
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
Posisi anak : Tulislah posisi anak saat dilakukan pemasangan
infus
Dekapan dilakukan oleh : Tuliskan orang tua yang melakukan dekapan
pada anak
Persiapan alat : Pasikan program medis untuk terapi IV,
periksa label laruan dan identifikasi pasien.
J elaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci
tangan dan gunakan sarung tangan steril.
Pasang turniquet pada lengan yang sudah
dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai.
Pilih letak insersi, pilih kanula IV. Terlebih
dahulu hubungkan kantong infus dengan
selang dan alirkan larutan sepanjang selang
untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang.
Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang
nyaman untuk pasien. Posisikan tangan pasien
dibawah ketinggian jantung untuk
mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan
bantal pelindung diatas tempat tidur dibawah
lengan pasien.

Persiapan orang tua : 1. Responden dan keluarga di jelaskan
tindakan yang akan dilakukan terkait dengan
restraint yang diberikan dan keluarga
diminta untuk menemani anak selama
tindakan dilakukan atau disesuaikan dengan
prosedur rumah sakit.
2. Orang tua dijelaskan lokasi yang perlu
dilakukan restraint supaya imobiisasi efektif
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
dan aman saat dilakukan pemasangan inf .
Pelaksanaan : 1. Anak diposisikan tidur supinasi dan di beri
restraint dari keluarga
2. Kebijakan rumah sakit pada pasien saat
dilakukaan pemasangan infus untuk
memberikan lidokain sebagai anestesi lokal
sebelum insersi jarum.
3. Pasang turniquet baru untuk setiap pasien
diatas daerah penusukan, palpasi di daerah
distal pemasangan turniquet,
4. pasien diminta untuk membuka dan
menutup kepalan tangan beberapa kali atau
menegangkan lengan pasien untuk
melebarkan vena.
5. Pastikan pasien tidak alergi terhadap
yodium, disinfektan dengan swab alkohol
secara melingkar di daerah yang akan
dilakukan insersi jarum,kemudian bersihkan
dengan alkohol 70% untuk melihat jelas
vena profunda.
6. Pegang tangan pasien dan gunakan jari atau
ibu jari untuk menegangkan kulit diatas
pembuluh darah.
7. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas
pada sudut 2 45 derajad kemudian tusuk
kulit tapi tidak langsung ke vena. Turunkan
sudut menjadi 10 20 derajat atau sampai
hampir sejajar dengan kulit, kemudian
masuk vena.
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
8. J ika Tampak aliran darah balik, luruskan
sudut dan dorong jarum.
9. Lepaskan turniquet dan sambungkan selang
infus kemudian buka klem sehingga
memungkinkan tetesan.
10. Lakukan penyisipan bantalan kasa stril
ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung kateter
dan rekatkan dengan kuat jarum dengan
kulit menggunakan plester.
11. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester
transparan.
12. Letakkan selang IV ke atas balutan.
13. Tutup balutan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur rumah sakit.
14. Beri label balutan dengan jenis dan panjang
kanule, tanggal dan inisial kemudian hitung
kecepatan tetesan infus dan atur aliran infus.
15. Dokumentasi tempat, jenis, ukuran kanule,
waktu, larutan, kecepatan IV respon pasien
terhadap prosedur
Penilaian responden : Setelah sekitar 10 menit dilakukan prosedur
tindakan pemasangan infus, anak diminta
untuk menunjukkan gambar pada lembar
penilaian distress menggunakan Children
Fears Score yang sesuai dengan perasaan
yang dialami selama pemasangan tanpa
intervensi dari pengasuh/orang tua.

Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KampusUIDepok Telp. (021)78849120,78849121 Fax. 7884124
Email: tonui1@cbn.net.id Web Site: http://www.fikuLac.id
Nomor
23 Februari 2012
Lampiran
Perihal
Yth.DirekturUtama
RSABHarapan Kita
JIS.Parman
Jakarta
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Tesis rnahasiswa Program Pendidikan
Magister Fakultas IImu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) dengan
Peminatan Keperawatan Anak atas nama:
Sdr, KustatiBudiLestari
NPM1006748620
akanmengadakan penelitian dengan judul"DampakKehadiranOrangTua dan
PemberianPosisiTarhadapDistressAnakSaatPemasanganInfus",
Sehubungan dengan hal tersebut, bersama ini kami mahan dengan horrnat
kesediaan Saudara mengijinkan yang bersanqkutan untuk mengadakan
penelitlandiRSAB Harapan Kita.
Atasperhatian Saudara dankerjasama yangbalk,disarnpalkanterima kasih
: M /H2.F12D/PDP.04.00/2012
:PermohonanIjinPenelitian
TernbusanYth. :
1. Sekretaris FIK-UI
2. Kepala Diklat RSAB Harapan Kita
.-l3. Kepala Bidang Keperawatan RSABHarapan Kita
t 4. ManajerPendidikandan RisetFIK-UI
i 5. Ketua Program Magislerdan Spesialis FIK-UI
6. KoordinatorM.A.TesisFIK-UI
7. Pertinggal
It,,;;;,,... ,. '.
~ 7 U
._.-:".'
. , ~ __ :';'._'_\"" ~
-_. ' .... - ~
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTASILMU KEPERAWATAN
Kempus UIDepok Telp.(021)78849120, 78849121 Feks.7884124
Email:humasfik@uLac.id WebSite:www.fik.uLac.id
KETERANGAN LOLOSKAJIETIK
Komitc Etik Penelitian, Fakultas llmu Keperawatan Universitas Indonesia dnlnm upaya
melindungi hak aznsi Jan kesejahternan subyek pcnelirian kcpcrawatan. Lelah mcngkaji
dengan teliti proposal berjudul :
DampnkDekapau Kclunrga dan Posisl Dudukterhadap Distress AuakSaatDilakukun
Pemasnngan Infus.
Nama peneliti utama :Kustati Budl Lestarl
Nama institusi :FakultasIImuKeperawatan UniversitasIndonesia
Dan telahmenyetujuiproposaltersebut.
Jakarta,8Juni 2012
Ketua,
NIP. 195206011974112001
Yeni Rustina, PhD
NIP.195502071980032001
Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

Vous aimerez peut-être aussi