Oleh : Putri mudawati, S ST Pengertian Etika Etika diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan". ETIK adalah aplikasi dari proses & teori filsafat moral terhadap kenyataan yg sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar & konsep yg membimbing makhluk hidup dalam berpikir & bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka.(Shirley R Jones- Ethics in Midwifery) FUNGSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN 1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien 2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yg merugikan/membahayakan orang lain 3. Menjaga privacy setiap individu 4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya 5. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya 6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah 7. Menghasilkan tindakan yg benar 8. Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya 9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada umumnya 10. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yg bersifat abstrak 11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik 12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik 13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi 14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yg biasa disebut kode etik profesi. Aplikasi Etika Profesi dalam Praktek Kebidanan. 1. Ekstraksi dengan Cunam
Dalam etika kebidanan apapun tindakan dalam pertolongan persalinan harus berprinsip pada asuhan sayang ibu, walaupun persalinan sebaiknya berlangsung spontan, namun kadang-kadang terdapat suatu kelainan yang menyertai. Dalam praktek kebidanan ekstraksi cunam memiliki peranan. Cunam adalah suatu alat kebidanan untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepalanya. Cunam dipakai untuk membantu atau mengganti his yang bermasalah. Ekstraksi cunam boleh dilakukan bila memenuhi prinsip : Cunam boleh dipakai untuk membantu his yang tidak normal atau apabila janin mengalami tanda gawat janin dan tidak dapat diatasi oleh kekuatan his yang normal. Ekstraksi cunam tidak boleh dilakukan apabila digunakan untuk memaksa janin melewati rintangan dalam jalan lahir dengan keadaan normal karena hal ini mengakibatkan luka pada ibu dan trauma pada bayi. (Sarwono, Ilmu Kebidanan, Jakarta 2002) Dari hal yang telah diuraikan diatas menurut etika profesi dalam praktek kebidanan, penggunaan cunam boleh dilakukan apabila ada indikasi yang membahayakan ibu dan bayi. Dan tidak boleh dilakukan apabila dalam keadaan normal, hal ini sesuai dengan prinsip APN 2007 tentang Asuhan Sayang Ibu. 2. PENGGUNAAN USG (ULTRASONOGRAFI) Ultrasonografi (USG) bukan merupakan teknik diagnostik yang berbahaya. USG menggunakan gelombang suara frekuensi di bawah kapasitas pendengaran manusia yang melebihi 20.000 Hz (Gregor, 1993). USG pertama kali dikenalkan oleh seorang ahli kebidanan bernama Donald pada tahun 1950 (RCOG,1984). Tujuan pemeriksaan USG adalah sebagai berikut : Mengukur usia kehamilan secara tepat Mendiagnosis kehamilan ganda Mengidentifikasi ketidak normalan janin Mengetahui letak plasenta dan memperkirakan volume cairan ketuban. Mengetahui pertumbuhan janin Mendeteksi ketidak normalan pada awal kehamilan Mendiagnosis kelainan uterus. Penggunaan USG tanpa batas oleh praktisi yang tidak cermat dalam mengantisipasi masalah yang mungkin muncul, menimbulkan penyalahgunaan sehingga praktik menjadi tidak aman. Walaupun cukup banyak bidan yang telah memiliki keterampilan dalam penggunaan USG, baik melalui pelatihan ataupun belajar di luar negeri. Akan tetapi, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 900/KepMenKes/IV/2002, bidan belum diberi kewenangan untuk melakukan USG. 3. EPISIOTOMI Prinsip episiotomi adalah tindakan pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat adanya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan teasebut oleh sebab itu ,pertimbangan untuk melekukan episiotomy harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan tekhnik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang di hadapi. (Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal Sarwono 2002) Episiotomi boleh di lakukan apabila : Gawat janin Persalinan pervaginam dengan penyulit (letsu, distosia bahu, ekstraksi cunam) Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi kemajuan persalinan
Persiapan : Pertimbangkan indikasi Mempersiapkan alat Gunakan teknik aseptic setiap saat Jelaskan pada ibu tentang prosedur yang akan digunakan. (APN, 2008) Dari hal yang telah diuraikan diatas menurut etika profesi dalam praktek kebidanan, pelaksanaan episiotomi boleh dilakukan apabila ada indikasi atau penyulit dalam kemajuan persalinan yang bias membahayakan ibu dan bayi. Dan tidak dianjurkan dilakukan apabila proses persalinan dalam keadaan normal tanpa indikasi apapun, hal ini sesuai dengan prinsip APN 2008 tentang Asuhan Sayang Ibu. 4. SEKSIO SESAREA (SC) Seksio sesarea adalah suatu tindakan bantuan persalinan di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding uterus. Indikasi : 1. Indikasi ibu: Disproporsi fetopelvik Malposisi dan malpresentasi Disfungsi uterus Distosia Dll. 2. Indikasi fetal: Gawat janin Cacat atau kematian janin sebelumnya Insufisiensi plasenta Diabetes maternal Infeksi virus herpes pada traktus genitalis Dari hal yang telah diuraikan diatas menurut etika profesi dalam praktek kebidanan, pelaksanaan Seksio sesarea hanya boleh dilakukan oleh dokter apabila ada indikasi atau penyulit dalam persalinan yang bisa membahayakan ibu dan bayi dan bidan hanya mendampingi selama rujukan berlangsung. Dan tidak dianjurkan dilakukan rutin apabila proses persalinan dalam keadaan normal tanpa indikasi apapun. (Bernstein, P, Strategies to Reduce the Incidence of Cesarean Delivery, XVI World Conggress of the International Federation of Gynecology and Obstetric, 2000). 5. RESUSITASI BAYI BARU LAHIR Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir, yaitu tindakan penghisapan lendir pada bayi yang mengalami asfiksia. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal. Oleh karena itu pada penatalaksanaan resusitasi perlu penolong yang bekerja secara mandiri dan secara profesional dalam memberikan asuhan persalinan. (Asuhan persalinan normal,2007) Persiapan dalam Resusitasi : Persiapan Keluarga Persiapan Tempat Resusitasi Persiapan Alat Resusitas Langkah Awal (dilakukan dalam 30 detik) Jaga bayi tetap hangat Atur posisi bayi Isap lendir Keringkan dan rangsang bayi Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi (Asuhan persalinan normal,2007) Lakukan penilaian bayi Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap megap atau tidak bernapas. Bila bayi bernapas normal, berikan pada ibunya : Letakkan di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu bayi. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya. Bila bayi tak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi Dari hal yang telah diuraikan diatas menurut etika profesi dalam praktek kebidanan, pelaksanaan resusitasi boleh dilakukan apabila ada indikasi/gawat bayi yang bisa membahayakan nyawa bayi tersebut. Dan tidak dianjurkan dilakukan rutin karena dapat menyakiti dan meningkatkan resiko infeksi pada bayi.
6. PENANGANAN PERSALINAN LETAK SUNGSANG Letak sungsang adalah suatu keadaan janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim,kepala berada di fundus.(Rustam mochtar,sinopsis obstetri) Bidan dalam menghadapi kehamilan dan persalinan letak sungsang sebaiknya: melakukan rujukan ke puskesmas, dokter keluarga, atau dokter ahli untuk mendapatkan kepastian posisi bayi dalam rahim. bila masih ada kesempatan, melakukan rujukan penderita ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan persalinan yang optimal. bila terpaksa,melakukan persalinan letak sungsang sebaiknya bersama dokter puskesmas atau dokter keluarga. kepada penderita perlu diberikan KIE dan motivasi serta melakukan perjanjian tertulis dalam bentuk informed consent. (Manuaba,ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan). Namun dalam keadaan darurat,bidan dalam memberikan pertolongan letak sungsang,sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes tentang pembinaan dan pengawasan pasal 35 yang isinya: (1)Bidan dalam melakukuan praktek dilarang: a. menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik. b. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi. (2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a. Bidan dapat memberikan pertolongan persalinan letak sungsang dengan indikasi: 1. Janin kecil. 2. Kehamilan multi. 3. Pembukaan sudah lengkap dan Bidan tidak mengetahui bahwa kehamilan letak sungsang. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bidan dalam mengaplikasikan etika profesi bidan dalam menolong persalinan dengan letak sungsang tidak dianjurkan sebaiknya lakukan rujukan, karena letsu merupakan persalinan dengan resiko tinggi. Namun bidan boleh menolong persalinan dengan letak sungsang jika dalam keadaan darurat dengan indikasi yang telah disebutkan. 7. KATETERISASI Dalam kebidanan ada 2 cara: pertama intermitten, untuk pengosongan kandung kemih sesaat misalnya pada proses persalinan (kurang dianjurkan, karena dapat menimbulkan infeksi, lakukan dengan cara sederhana terlebih dahulu, jika tetap tidak berhasil, maka terpaksa boleh dilakukan kateterisasi). Kedua pemasangan permanen dengan diberi cairan pada balon kateter. Biasanya dilakukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan agar tidak megganggu proses pembedahan. Juga pada kasus pasien koma dan keadaan yang tidak memungkinkan. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bidan dalam mengaplikasikan etika profesi dalam menolong pasien dengan kateterisasi tidak dianjurkan, karena dapat melukai pasien dan berpotensi terjadinya infeksi. Namun jika dalam keadaan darurat dengan indikasi yang telah disebutkan, maka kateterisasi boleh dilakukan tetapi jangan terlalu sering. 8. Aborsi Aborsi adalah tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran tanpa melihat usia kandungannya tanpa mempersoalkan lahir bayi mati atau hidup asalkan sewaktu pengguguran di lakukan saat kandungan masih hidup. Jenis aborsi dilihat dari segi prosesnya. aborsi spontan aborsi buatan( abortus provokatus/induces pro abortion) abortus artificialis therapics (indikasi medis) abortus provokatus kiminalis (tanpa dasar indikasi medis) Aborsi yang trmasuk kejahatan di kenal dengan istilah abortus provokatus criminalis yang menerima hukuman adalah : 1. Ibu yang melakukan 2. Nakes atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3. Orang yang mendukung terlaksananya aborsi Contoh pasal megenai aborsi
PASAL 346 Barang siapa dengan sengaja menggugurkan/mematikan/ menyuruh orang lain untuk itu diancam pidana penjara paling lama 4tahun
PASAL 347 Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungan atau membunuh kandungan wanita tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara lama 12 tahun
PASAL 349 Jika seorang tabib, tenaga kesehatan, dukun atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346 atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348 maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat di tambah 1/3 dan dapat dicabut hak2 untuk menjalankan pencairan dalam mana kejahatan dilakukan. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam mengaplikasikan etika profesi tidak diperbolehkan melakukan aborsi yang bersifat kriminalis, karena dapat melukai pasien dan melanggar hak hidup janin. Namun jika dalam keadaan darurat dengan indikasi medis, maka aborsi boleh dilakukan oleh dokter dengan di dampingi bidan atas persyaratan yang dilandasi hukum yang berlaku. TERIMAKASIH.