MENGALAMI RETENSIO PLASENTA PADA PERSALINAN KALA III
Oleh: Nesa Suci Ayu Anggardina (11620570)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI 2014 KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan sumbangan pemikiran dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada: 1. Siti Khodijah, SST M. Kes, dosen Maternitas yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. 2. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca selalu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada manfaatnya khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.amin.
Kediri, Oktober 2014 Penulis,
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Tujuan ............................................................................................... 1.4 Manfaat ............................................................................................. BAB 2 TINJAUAN TEORI 1. Pengertian syok ................................................................................ 2. Etiologi syok .................................................................................... 3. Klasifikasi syok ................................................................................ 4. Tahapan terjadinya syok .................................................................. 5. Tanda gejala syok ............................................................................ 6. Pengertian dari retensio plasenta ..................................................... 7. Etiologi dari retensio plasenta .......................................................... 8. Patofisiologi dan retensio plasenta ................................................... 9. Gambaran klinik dari retensio plasenta ............................................ 10. Penatalaksanaan dari retensio plasenta ............................................ 11. Pemeriksaan penunjang untuk retensio plasenta .............................. 12. Komplikasi dari retensio plasenta .................................................... BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA 3.1 Pengkajian ......................................................................................... 3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................... 3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 4.2 Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan maternal adalah salah satu aspek dalam kesehatan reproduksi perempuan, yang didalamnya menyangkut mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan) pada wanita hamil dan bersalin, hal ini merupakan masalah besar di negara berkembang seperti Indonesia. Pernyataan tersebut dapat di perkuat oleh hasil survey: 1. Tahun 2000: AKI (Angka Kematian Ibu) 307/100.000, AKB (Angka Kematian Bayi) 35/ 1000. 2. Tahun 2007: AKI 248/100.000, AKB 26,9 Dari data tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik data AKI terbesar di ASEAN. Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah Pendarahan, Retentio Plasenta, Infeksi, pre-eklamsia, dan prolog labour. Faktor tertinggi kematian ibu adalah perdarahan, salah satu penyebab perdarahan adalah terlambatnya plasenta keluar melebihi 30 menit setelah bayi dilahirkan, hal ini biasa disebut dengan Retensio Plasenta. Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin, apabila ada bagian plasenta yang hilang uterus harus dieksplorasi dan plasenta dikeluarkan.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan resiko syok pada ibu yang mengalami retensio plasenta persalinan kala III?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui tentang cara pemberian asuhan keperawatan resiko syok pada ibu yang mengalami retensio plasenta persalinan kala III
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengertian syok 2. Untuk mengetahui etiologi syok 3. Untuk mengetahui klasifikasi syok 4. Untuk mengetahui tahapan terjadinya syok 5. Untuk mengetahui tanda gejala syok 6. Untuk mengetahui pengertian dari retensio plasenta. 7. Untuk mengetahui etiologi dari retensio plasenta 8. Untuk mengetahui patofisiologi dan retensio plasenta 9. Untuk mengetahui gambaran klinik dari retensio plasenta. 10. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari retensio plasenta 11. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk retensio plasenta. 12. Untuk mengetahui komplikasi dari retensio plasenta.
1.4 Manfaat 1. Bagi penulis Dapat meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan resiko syok pada ibu yang mengalami retensio plasenta persalinan kala III 2. Bagi pembaca Dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai asuhan keperawatan resiko syok pada ibu yang mengalami retensio plasenta persalinan kala III
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi / Pengertian Syok Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
2.2 Etiologi syok Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). Syok bisa disebabkan oleh: 1. Perdarahan (syok hipovolemik) 2. Dehidrasi (syok hipovolemik) 3. Serangan jantung (syok kardiogenik) 4. Gagal jantung (syok kardiogenik) 5. Infeksi (syok septik) 6. Reaksi alergi (syok anafilaktik) 7. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
2.3 Klasifikasi syok Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu : 1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung) 2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah) 3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi) 4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi) 5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
2.4 Tahapan syok Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). 1. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala- gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal. 2. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu. 3. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
2.5 Tanda dan gejala syok Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut: 1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. 2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam. 3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok. Gejalanya bisa berupa: 1. Pembentukan urine berkurang atau sama sekali tidak terbentuk urine 2. Tekanan darah rendah 3. Keringat berlebihan, kulit lembab 4. Tidak sadarkan diri 5. Lemah 6. Takikardia 7. Pernafasan ireguler 8. Pucat dan sianosis (bibir membiru) 9. Pupil mata melebar 10. Status mental berubah (gelisah, mual, haus, pusing, ketakutan, dan lain- lain) 2.6 Definisi retensio plasenta Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta Hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. (Taufan Nugroho, 2011:158). Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007) 2.7 Etiologi retensio plasenta Pada sebagian besar kasus plasenta terlepas secara spontan dari tempat implantasinya dalam waktu beberapa menit setelah janin lahir. Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah waktu ini tidak selalu jelas, tetapi tampaknya cukup sering adalah gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Plasenta yang sudah lepas tetapi belum dilahirkan juga merupakan salah satu penyebab dari retensio plasenta. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena penanganan kala III yang keliru/salah dan terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata). Berikut ini merupakan klasifikasi Retensio Plasenta menurut tingkat perlekatanya : 1. Plasenta Akreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat, vilus/ jonjot korion plasenta melekat ke miometrium. 2. Plasenta inkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat, vilus plasenta benar-benar menginvasi miometrium. 3. Plasenta perkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat, vilus plasenta menembus miometrium. 4. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga mengakibatkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis 5. Plasenta Inkarserata adalah tertahannya pllasenta di dalam kavum uteri, disebabkan kontriksi ostitum uteri Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta Gejala Separasi/ akreta parsial Plasenta Inkaserata Plasenta Akreta Konsistensi Uterus Kenyal Keras Cukup Tinggi Fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat Bentuk Uterus Diskoid Agak Globuler Diskoid Perdarahan Sedang-Banyak Sedang Sedikit/tidak ada Tali Pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya Syok Sering Jarang Jarang sekali
2.8 Patofisiologi retensio plasenta Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
2.9 Penatalaksanaan retensio plasenta a. Retensio plasenta dengan sparasi parsial 1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat. 2. Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri) 3. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan. 4. Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral) 5. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik. b. Plasenta inkaserata 1. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan. 2. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan melahirkan plasenta. 3. Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan drips oksitosin dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut. 4. Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta. Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan bahan sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk c. Plasenta akreta 1. Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang dalam. 2. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan. d. Sisa plasenta 1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus 2. Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria. 3. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase. 4. Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus. Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi pengangkatan rahim). Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
2.10 Gejala Klinis 1. Plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan. 2. Plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
2.11 Pemeriksaan Penunjang 1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. 2. Menentukanadanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
2.12 Komplikasi 1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan. 2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ. 3. Sepsis 4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian MKB : 17 Agustus 2007 Jam : 02.45 Reg : 12-46-57 Ruangan : Tanggal : 17 Agustus 2007 Jam 02.50 WIB 3.1.1 DATA SUBYEKTIF 1. Biodata Nama Istri Ny. U Nama Suami Tn. N Umur 35 tahun Umur 40 tahun Status kawin Kawin Perkawinan Ke 1 Suku/Bangsa Jawa /Indonesia Suku/Bangsa Jawa /Indonesia Agama Islam Agama Islam Pendidikan SLTA Pendidikan SLTA Tamat Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Pekerjaan Swasta Alamat Keset Rt 4/1 Sidorejo Deket Lamongan
2. Keluhan Utama Plasenta belum lahir 1 jam setelah bayi lahir
3. Riwayat Menstruasi Menarche 13 tahun Siklus 30 hari Lama 4-5 hari Jumlah Hari 1-2 2-3 kotek penuh, hari berikutnya 2 kotek tidak penuh Dismenorhoe Hari pertama menst Sifat darah Cair, sedikit bergumpal Warna Merah segar Fluor albus 1-2 hari sebelum menstruasi, warna putih jernih, tidak berbau HPHT 27 Desember 2006 4. Riwayat Obstetri a. Riwayat Kehamilan G.P.A : G 3 P 2002 Umur Kehamilan : 9 bulan A.N.C : 7 kali di bidan A Trimester I Ibu periksa 2 x pada umur kehamilan 1 bulan dan 3 bulan, mendapatkan mendapatkan vitamin, diminum sampai habis dan penyuluhan makanan sehat Trimester II Ibu periksa 3 x dibidan, ibu mengalami perdarahan pada usia 4 bulan dan dirujuk kedokter RAB, mendapat pemeriksaan USG dan obat serta anjuran untuk istirahat. Ibu mendapatkan imunisasi TT1 dan TT2 pada bulan ke-5 dan 6 kehamilan Trimester III Ibu periksa 2x mendapatkan folavit 1x1 dan penyuluhan perawatan diri Perawatan payudara : ibu sudah melakukan perawatan payudara setiap selesai mandi sejak kehamilan 8 bulan b. Riwayat Kehamilan , Persalinan dan Nifas Yang Lalu No Suami Kehamilan Persalinan Anak KB UK Pnylit Pnolong Jns Pers Penyulit Seks BBL Umur 1 1 9 bln - Bidan A Spt - L 3500/50 12 thn Suntik 1bl 2 1 9 bln - Bidan A Spt - PR 3000/50 8 thn Suntik 1 bl c. Riwayat Persalinan Persalinan : Tanggal 17-8- 2007, Jam 01.15 WIB Tempat persalinan : BPS Bidan Penolong : Bidan Jenis persalinan : Spontan B Lama persalinan : Kala I : Tidak terkaji Kala II : Tidak terkaji Kala III : Plasenta belum lahir Perdarahan : 500 cc Keadaan Bayi : Normal Jenis kelamin : laki-laki BB/PB : 4000 gram / 50 cm A-S : 7-8 d. Riwayat Kesehatan Yang Lalu Ibu juga tidak pernah menderita penyakit menular seperti seperti TBC, Hepatitis, penyakit menular seksual, tidak pernah menderita penyakit menurun seperti DM, Asma, Hipertensi serta tidak mempunyai keturunan kembar e. Riwayat Kesehatan Keluarga Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada keturunan kembar, tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti DM, Asma, Hipertensi, dan tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, penyakit menular seksual f. Pola Kesehatan Fungsional Sehari-hari Anamnesa tanggal 17-8-2007 Jam 06.30 a) Pola Nutrisi Selama hamil : ibu makan 3x/hari, tiap makan habis 1 piring sedang dengan komposisi nasi, sayuran hijau dan lauk pauk seadanya. Ibu minum 8-9 gelas / hari , jenis minuman air putih dan air the Selama di RS : minum air teh 2 gelas, makan , mendapatkan jatah dari RS NS TKTP makan habis porsi b) Pola Eliminasi Selama hamil : BAB 1x/ hari konsistensi lembek, BAK 5-6x/hari berwarna jernih, lancar Selama di RS : terpasang DC , urine 100 ml c) Pola Istirahat Selama hamil : Ibu tidur 8-9 jam/hari, siang 1-2 jam dan malam 6-7 jam Selama di RS : Ibu tidur 2 jam (post plasenta manual) d) Pola Aktifitas Selama hamil : Ibu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak sendiri Selama di RS : Ibu berbaring ditempat tidur dengan mobilisasi miring kanan/miring kiri e) Pola Personal Higiene Selama hamil : Ibu mandi 2-3x sehari, gosok gigi 2x/hari, ganti baju 2x/hari dan ganti celana dalam celana dalam tiap kali mandi Selama di RS : diseka 1x sore, ganti kotek 1x, ganti baju 1x 3.1.2 DATA OBYEKTIF 1. Keadaan Umum Keadaan umum Kesadaran Lemah Composmentis GCS 4-5-6 Tekanan Darah 90/60mmHg RR 24x/menit Nadi 101 x/menit Suhu 37 o C 2. Pemeriksaan Fisik Kulit kepala Bersih, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak ada ketombe, tidak mudah rontok Muka Tidak ada odem, ibu menyeringai menahan sakit, wajah terlihat pucat Mata Simetris, tidak ada secret, sklera berwarna putih terdapat gambaran tipis pembuluh darah, Conjungtiva pucat Hidung Penafasan spontan, tidak ada secret, tidak ada polip Mulut Mucosa bibir kering, tidak ada stomatitis, gigi terdapat karies pada molar kanan, lidah bersih, lidah tidak berslag Telinga Pendengaran baik, bersih, tidak ada serumen Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tidak ada ada pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat bendungan vena jugularis Dada Bentuk simetris,tidak ada tarikan intercosta, bentuk mammae simetris, hiperpigmentasi pada areola mammae puting susu menonjol keluar, tidak teraba benjolan abnormal, kolostrum sudah keluar Abdomen Tidak ada luka bekas operasi,hiperpigmentasi pada perut, terdapat striae lividae, TFU setinggi pusat, kandung kemih teraba kosong Genetalia Vulva tidak ada odem/ varises, perineum intack, tali pusat terlihat diluar vagina, keluar perdarahan 300 cc Anus Tidak ada hemorroid Ekstremitas Atas Bawah Pada tangan kiri terpasang infuse RL 20 tts/menit, tetesan lancar, tidak odem Tidak ada odem, tidak ada varises, akral dingin 3. Pemeriksaan Penunjang Tanggal 17-8-2007 Hb : 7.6 gram % N : 13-18 gr % Hematokrit : 20,5 N : 35 47 Lekosit : 25.600 N : 4000-11.00
3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan, laserasi jalan lahir 2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan berlebih 3. Risiko cedera (meternal) berhubungan dengan kesulitan pelepasan plasenta, profil darah abnormal. 4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
3.3 Intervensi Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan, laserasi jalan lahir Tujuan: terhindar dari resiko kekurangan volume cairan setelah mendapatkan tindakan keperawatan selama tiga hari Kreteria Hasil: a. tekanan darah dan nadi pasien normal (TD: 110/70- 119/79mmHg ; N:60-90x/menit) b. mendemonstrasikan kontraksi adekuat dari uterus dengan kehilangan darah dalam batas normal Intervensi: a. Instruksikan klien untuk mendorong plasenta pada kontraksi, bantu mengarahkan perhatiannya untuk mengejan. R/ Mengejan membantu pelepasan dan pengeluaran plasenta, menurunkan kehilangan darah dan meningkatkan kontraksi uterus. b. Palpasi uterus ; perhatikan ballooning. R/ Menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan ke dalam rongga uterus. c. Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebihan atau syock. R/ Hemoragi dihubungkan dengan kehilangan cairan lebih besar dari 500 ml dapat dimanifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan TD, sianosis, disorientasi, peka rangsangan, dan penurunan kesadaran d. Tempatkan bayi di payudara klien bila ia merencanakan untuk memberi ASI. R/ Penghisapan merangsang pelepasan oksitoksin dari hipofisis posterior, meningkatkan kontraksi miometrik dan menurunkan kehilangan darah. e. Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta ; misalnya mekanisme Duncan versus mekanisme Schulze. R/ Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta untuk lepas, dan lebih banyak waktu di mana miometrium tetap rileks, lebih banyak darah hilang f. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi uterus dan plasenta untuk fragmen plasenta yang tertahan. R/ Jaringan plasenta yang tertahan dapat menimbulkan infeksi pascapartum dan hemoragi segera atau lambat. g. Berikan cairan melalui rute parenteral. R/ Bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian secara parenteral membantu memperbaiki volume sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital. h. Berikan oksitoksin melalui rute IM atau IV drip diencerkan dalam larutan elektrolit, sesuai indikasi. R/ Meningkatkan efek vasokonstriksi dalam uterus untuk mengontrol perdarahan pascapartum setelah pengeluaran plasenta. i. Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara manual di bawah anestesi umum dan kondisi steril. R/ Intervensi manual perlu untuk memudahkan pengeluaran placenta dan menghentikan hemoragi 2. Resiko syok b.d perdarahan berlebih Tujuan : Terhindar dari ketidakcukupan aliran darah kejaringan tubuh Kriteriahasil : Setelah dilakukan perawatan selama 2x 24 jam pasien dapat terhinadr dari syok ditandai dengan : a. Nadi dalam batas normal 60-100 x/mnt b. Irama jantung dalam batas yang diharapkan c. Tekanan darah dalam batas normal 100 140 mmHg Intervensi a. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, nadi perifer, R/ status sirkulasi menunjukkan kadar o2 dalam darah b. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan R/ oksigen yang tidak adekuat salah satu tanda syok c. Monitor tanda awal syok R/ monitor sebagai penentu tindakan selanjutnya d. Tempatkan pasien pada posisi supine kaki elevasi untuk peningkatan preload dengan tepat R/ posisi akan meningkatkan preload sehingga jantung tetap mendapat makanan e. Kolaborasi pemberian cairan per IV dan atau oral yang tepat R/ pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang 3. Risiko cedera (meternal) b/d kesulitan dengan pelepasan plasenta, profil darah abnormal. Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terdapat adanya tanda tanda resiko Kriteria hasil: a. Klien terbebas dari cedera b. Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan Intervensi: a. Palpasi fundus dan masase dengan perlahan. R/ Memudahkan pelepasan plasenta b. Masase fundus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta. R/ Mengurangi rangsangan/ trauma berlebihan pada fundus c. Kaji irama pernafasan dan pengembangan . R/ Pada pelepasan plasenta, bahaya ada berupa emboli cairan amnion dapat masuk ke sirkulasi maternal, menyebabkan emboli paru, atau perubahan cairan dapat mengakibatkan mobilisasi emboli d. Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan larutan antiseptik steril ; berikan pembalut perineal steril. R/ Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat mengakibatkan infeksi saluran asenden selama periode pascapartum 4. Nyeri akut b/d trauma jaringan. Tujuan Keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang hilang. Kriteria hasil: a. Mampu mengontrol nyeri b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang c. Mampu mengenali nyeri Intervensi: a. Observasi reaksi verbal maupun nonverbal dari ketidaknyamanan R/ Mengetahui reaksi pasien b. Ajarkan teknik nafas dalam. R/ Pernapasan membantu mengalihkan perhatian langsung dari ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi c. Berikan kompres pada perineum setelah melahirkan R/ Mengkonstriksikan pembuluh darah, menurunkan edema, dan memberikan kenyamanan dan anastesi lokal. d. Ganti pakaian dan linen basah. R/ Meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan e. Berikan selimut penghangat. R/ Kehangatan meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan perfusi jaringan, menurunkan kelelahan dan meningkatkan rasa nyaman
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu sebagai berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam waktu atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio placenta yaitu : 1. Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam dan. 2. Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa- sisa potongan plasenta di rahim) Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan bahkan bisa berakibat syok.
4.2 Saran Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena perdarahan akibat dari retensio plasenta. Penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari referensi lain tentang retensio plasenta pada kehamilan dan juga perdarahan untuk diaplikasikan sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002. Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth, Yayasan Essentia Medica, 1990. Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995. Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005