Disusun oleh: Ivan Chandra 11-2013-005 KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA 1
RS MATA DR. YAP
Nama : Ivan Chandra NIM : 11- 2013-005 Dr. Pembimbing : dr. Rinanto Prabowo, Sp.M. M.Sc Fak. Kedokteran : Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
I. IDENTITAS Nama : Tn. Budiono Umur : 42 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : Karyawan Alamat : Boyolali No. RM : 30 29 18 Tanggal Masuk RSM Dr.Yap : 1 Oktober 2014 Pemeriksa : Ivan Chandra
II. ANAMNESIS Dilakukan Alloanamnesis : Autoanamnesis Tanggal : 1 Oktober 2014
Keluhan Utama : Benjolan di kelopak mata kanan bagian atas sejak 6 bulan sebelum masuk RSM Dr.Yap
Keluhan Tambahan : Mata kanan tidak dapat melihat dengan baik dikarenakan kelopak mata menutupi pandangan
Riwayat Penyakit Sekarang: 6 bulan sebelum masuk RSM Dr.Yap, muncul benjolan pada kelopak mata kanan bagian atas sebesar kacang hijau, benjolan tidak sakit bila ditekan, batas tegas, kenyal, mudah bergerak, benjolan membesar dalam waktu 6 bulan sampai berukuran sebesar kacang merah, kenyal, batas menjadi tidak tegas, tidak sakit bila ditekan, mudah digerakkan. Mata kadang berair, tidak merah, tidak perih, tidak gatal, tidak sakit saat ditekan, belekan sedikit, tidak silau saat lihat cahaya. Pasien dibawa ke RS. Solo untuk di cek oleh dokter mata sampai pada akhirnya di rujuk ke RS Mata dr.YAP
2
Riwayat Penyakit Dahulu: 4tahun sebelum masuk RSM Dr.Yap, benjolan di kelopak mata kanan bagian atas membesar menjadi sebesar kelereng. Benjolan membesar dalam waktu 2tahun, benjolan tidak sakit saat ditekan, batas tidak tegas, kenyal, mudah digerakkan. Mata tidak kabur, tidak merah, kadang berair, tidak belekan, tidak gatal. Kemudian pasien di operasi pengangkatan massa di RS kota Solo pada 2tahun silam. Setelah di lakukan pengangkatan hanya 3 bulan berselang muncul benjolan kembali. Dan hanya dalam waktu 1 tahun benjolan kembali membesar sebesar kacang merah. Setelah itu pasien kembali di operasi di tempat yang sama. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi, dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga: DM (-), Hipertensi (+) [Ayah], Asma (-), Cancer (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis BB : 54 Kilogram Tanda Vital : Tekanan Darah : 123/90 mmHg Nadi : 78 x/menit Respirasi : 22 x/menit Suhu : 36,8 o C Kepala : Normocephali, wajah simetris. THT : Membran timpani intak, serumen -/-, sekret -/- Thorak : Paru-paru: Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-). Jantung : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-). Abdomen : Supel, buncit, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-). Ekstremitas : Atas: udema -/-, hangat +/+ Bawah: udema -/-, hangat +/+ KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. 3
B. STATUS OFTALMOLOGIKUS KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS) 1. VISUS Tajam penglihatan 6/6 6/6 Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Distansia Pupil Tidak diukur Tidak diukur Kacamata Lama Tidak memakai kacamata Tidak memakai kacamata
2. KEDUDUKAN BOLA MATA Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada Enoftalmos Tidak ada Tidak ada Deviasi Tidak ada Tidak ada Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah Nystagmus Tidak ada Tidak ada
3. SUPERSILIA Warna Hitam Hitam Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR GERAKAN Gerakan abnormal Tidak ada Tidak ada Membuka mata Normal Normal Menutup mata Normal Normal Pseudoptosis Ada (superonasal) Tidak ada TEPI KELOPAK Ektropion Tidak ada Tidak ada Entropion Tidak ada Tidak ada KULIT Perubahan warna Ada Tidak ada Tanda peradangan Tidak ada Tidak ada Perdarahan Tidak ada Tidak ada Edema Tidak ada Tidak ada Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Trikiasis Tidak ada Tidak ada Teraba massa Ada (1,5cmx1,5cmx1cm) Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR Hiperemis Tidak ada Tidak ada Folikel Tidak ada Tidak ada Papil Tidak ada Tidak ada Sikatriks Tidak ada Tidak ada Anemis Tidak ada Tidak ada Kemosis Tidak ada Tidak ada 4
6. KONJUNGTIVA BULBI Sekret Tidak ada Tidak ada Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada Injeksi Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada Pterigium Tidak ada Tidak ada Pinguekula Tidak ada Tidak ada Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA Warna Putih Putih Ikterik Tidak ada Tidak ada Nyeri Tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. KORNEA Kejernihan Jernih Jernih Permukaan Licin Licin Ukuran 12 mm 12 mm Sensibilitas Baik Baik Infiltrat Tidak ada Tidak ada Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada Sikatriks Tidak ada Tidak ada Ulkus Tidak ada Tidak ada Perforasi Tidak ada Tidak ada Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada Edema Tidak ada Tidak ada Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPAN Kedalaman Dalam Dalam Kejernihan Jernih Jernih Hifema Tidak ada Tidak ada Hipopion Tidak ada Tidak ada Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. IRIS Warna Coklat - Kehitaman Coklat Kehitaman Kripte Tidak ada Tidak ada Sinekia Tidak ada Tidak ada Koloboma Tidak ada Tidak ada 5
12. PUPIL Letak Sentral Sentral Bentuk Bulat Bulat Ukuran 3 mm 3 mm Refleks Cahaya Langsung Positif Positif Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif Positif
16. PALPASI Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada Massa Tumor Ada (Palpebra Superior) Tidak ada Tensi Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. KAMPUS VISI Tes Konfrontasi Sesuai pemeriksa Sesuai pemeriksa
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Cek laboratorium tanggal 20 September 2010 Hb : 14,6 g/dL Ht : 45,6 % Eritrosit : 4.510.000 /mm 3
Leukosit : 5.200 /mm 3
Trombosit : 176.000 /mm 3
V. RESUME Telah diperiksa seorang laki-laki bernama T. Budiono, berumur 42 tahun, dengan keluhan utama benjolan di kelopak mata kanan bagian atas sejak 6 bulan sebelum masuk RSM Dr.Yap. Benjolan telah diperiksakan ke RS di Solo, dan dirujuk ke RSM Dr.Yap untuk ditindak lanjuti. Benjolan yang dirasakan membesar, tidak sakit bila ditekan, batas tidak tegas, kenyal, 6
mudah digerakkan, disertai dengan penglihatan mata kabur, tidak merah, berair setiap malam, tidak belekan, tidak gatal. Pemeriksaan fisik ditemukan Penglihatan tidak menurun, bola mata tidak menonjol, susah membuka dan menutup palpebra, pseudoptosis, palpebra superior tak terlihat tanda radang, teraba massa sebesar 1,5 cm x 1,5 cm x 1 cm pada palpebra superior mata kanan, nyeri tekan (-). Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS KERJA OD : Tumor Orbita Dasar diagnosis : Anamnesa menunjukkan benjolan yang membesar dalam waktu 6 bulan, Pasien juga memiliki riwayat seperti ini sebelum nya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa pada palpebra superior sebesar 1,5 cm x 1,5 cm x 1 cm, tidak sakit bila ditekan, batas tidak tegas, kenyal, mobile. Pada palpebra superior ditemukan juga tanda pseudoptosis, kesukaran dalam membuka dan menutup mata.
VII. DIAGNOSIS BANDING Atheroma Xanthelesma
VIII. PENATALAKSANAAN 1. Dirawat di rumah sakit agar pasien dapat dipersiapkan untuk diangkat benjolannya.
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN Jaringan yang diangkat dari operasi, dilakukan pemeriksaan PA.
X. PROGNOSIS Ad Vitam : Dubia ad malam.Tumor yang terjadi pada rongga orbita belum diketahui tipe ganas atau jinak, bila ganas kemungkinan terjadinya metastase besar dan bila menyebar ke bagian otak, akan berbahaya.
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam. Pada pemeriksaan ditemukan visus menurun disertai ptosis pada palpebra superior dextra, penurunan visus bisa disebabkan karena jalur sinar yang masuk dalam mata terhalang akibat ptosis palpebra.
7
Ad Sanationam : Dubia ad malam. Tumor yang ditemukan tidak diketahui tipe ganas atau jinak, sehingga bila ganas dan ketika diangkat masih ada bagian yang tertinggal akan kembali muncul benjolan tersebut.
8
TUMOR ORBITA Ruang orbita dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu superonasal, superotemporal, inferonasal, dan inferotemporal. Karena gejala utama suatu tumor orbita adalah adanya eksoftalmus, maka arah penonjolan dapat memberikan petunjuk dari mana asal tumor. Tumor orbita yang terletak pada suatu kuadran akan memberikan desakan bola mata ke arag yang berseberangan, misalnya tumor di kuadran superonasal seperti mukokel, Ca sinus frontalis/ethmoidalis akan mendesak bola mata ke inferotemporal; tumor di kuadran superotemporal seperti tumor kelenjar lakrimal akan mendesak bola mata ke inferonasal; dan tumor di kuadran inferonasal seperti Ca sinus maxillaris akan mendesak bola maa ke superonasal. Tumor orbita bisa berupa tumor orbita primer dan tumor orbita sekunder. TUMOR ORBITA PRIMER A. Rabdomiosarkoma Rabdomiosarkoma adalah tumor ganas yang terdiri atas sel-sel dengan gambaran histologis otot lurik dalam berbagai tahap embriogenesisnya. Ini merupakan tumor ganas primer orbita yang paling sering terjadi pada anak-anak. Tumor ini muncul sebelum usia 10 tahun dan perkembangannya cepat. Secara klinis keganasan ini memiliki gejala awal berupa progresi proptosis dan pergeseran bulbus okuli yang cepat. Tumor ini bisa berasal dari sinus ethmoidalis atau rongga hidung dengan perluasan ke orbita. Karena itulah gejala awalnya bisa berupa epistaxis, sinusitis, maupun hidung tersumbat. Dengan perkembangan tumor, ia bisa menimbulkan lipatan-lipatan koroid, edema papil, dan vena retina berkelok-kelok. Meskipun tidak ada saluran limfatik di orbita, keterlibatan limfonodi sering ditemukan, dengan metastasis limfonodi regional terutama pada varian alveolar yang tampaknya lebih agresif. Tumor dapat menghancurkan tulang orbita dan menyebar ke otak, paru-paru, sera limfonodi servikal. Diagnosis banding rabdomiosarkoma adalah selulitis orbita, inflamasi orbita idiopatik, hemangioma kapiler, limfangioma, neuroblastoma metastatik, kista dermoid, sarkoma granulositik. Untuk penegakan diagnosis, pemeriksa bisa memanfaatkan bantuan foto Rontgen, CT-scan, dan MRI. Gambaran radiologi bisa menunjukkan densitas jaringan lunak dan sering disertai dengan erosi tulang. USG mode-A menunjukkan massa orbita dengan reflektifitas internal medium. Mode-B menunjukkan massa tak teratur dengan echo internal moderat dengan transmisi suara yang cukup baik. Penanganannya dengan biopsi, kombinasi radiasi megavolt atau radiasi dosis tinggi, kemoterapi, dan eksenterasi orbita untuk yang radioresisten. Angka ketahanan hidup mencapai 90%. Namun jika tumor telah mendestruksi tulang maka angka ketahanan hidupnya turun menjadi 65%.
9
B. Neurofibromatosis Neurofibromatosis 1 (NF-1 atau von Recklinghausen) diwariskan secara dominan autosom. Gen yang berperan terletak di kromosom 17. Neurofibroma pleksiform merupakan lesi khas dan dapat menyebabkan distorsim kelopak mata dan orbita. Adanya bercak cafe au lait yaitu bercak kecoklatan dengan ukuran bervariasi atau multiple pigmented naevi membantu memastikan diagnosis. Tulang sfenoid sering mengalami cacat dan defek orbita atau erosi tulang orbita dan rusaknya atap orbita yang menyertai dapat menimbulkan enoftalmus atau eksoftalmus berdenyut.
TUMOR SARAF OPTIK DAN MENINGES A. Glioma nervus optikus Keadaan ini merupakan tumor sel glia saraf optik yang umumnya terjadi pada anak kecil dan tersusun atas astrosit dengan prosesus yang panjang seperti rambut (piloid). Sebagian besar adalah astrositoma derajat rendah dan hamartoma astrositik. Sekitar 75% glioma nervus optikus yang simptomatik telah nampak sebelum usia 10 tahun dan 25 50% berkaitan dengan neurofibromatiosis 1. Terjadi pada anak perempuan dengan rasio penderita perempuan terhadap laki-laki 3 : 2. Tumor yang terletak anterior terhadap chiasma optikum memperlihatkan sifat jinak, sedangkan yang terletak pada dan di belakang chiasma optikum mungkin lebih agresif. Tanda tumor yang paling sering adalah hilangnya penglihatan dan proptosis (eksoftalmus). Tumor bersifat infiltratif difus sehingga pada pemeriksaan rontgen atau MRI menunjukkan adanya pelebaran foramen optik. Pengobatan masih kontroversial, ada yang berpendapat tidak perlu pengobatan, ada yang berpendapat perlu dieksisi terutama jika visus sangat menurun dan eksoftalmus menganggu kosmetik atau dengan radioterapi kombinasi kemoterapi. Prognosis sangat bervariasi, yang jelas tumor jenis ini umumnya bersifat jinak dan jarang rekuren. B. Astrositoma maligna Ini merupakan tumor anaplastik yang muncul spontan dari astrosit saraf dan kiasma optik. Penderitanya umumnya pria paruh baya atau lebih tua dan tak terkait dengan neurofibromatosis. Tumor bisa merupakan hasil transformasi maligna glioma saraf optik, namun kejadian ini amat sangat jarang. Yang khas pada keadaan ini adalah pasien mengeluhkan penurunan penglihatan pada satu mata secara progresif disertai nyeri dan defek pupiler aferen. Seiring waktu dengan mulai terlibatnya kiasma, penderita juga kehilangan lapang penglihatan temporal mata satunya, kemudian 5 6 minggu semenjak gejala awal pasien akan mengalami kebutaan bilateral. Funduskopi akan mengungkap pembengkakan papil dengan bendungan vena. Tumor ini retrobulbar, jadi pasien akan mengalami proptosis ringan. 10
Karena cepatnya progresifitas tumor ini pasien umumnya mengalami kebutaan dan meninggal, belum diketahui apakah pembedahan dan radiasi dapat mengubah prognosis buruk ini. C. Meningioma Nervus optikus dibungkus oleh 3 lapis selubung yang merupakan lanjutan dari ketiga lapisan yang ada di otak, diantaranya meninges. Meningioma biasanya merupakan tumor primer orbita yang berasal dari selubung nervus optikus dari sel-sel meningioendotelial arakhnoid. Meningioma berhubungan dengan tidak seimbangnya hormon progesteron dan estrogen. Disini kadar estrogen sangat tinggi, padahal di sel tersebut terdapat reseptor untuk hormon tersebut sehingga sel berproliferasi secara berlebihan. Tumor ini dapat menganggu lapang pandang dan gangguan fungsi otot- otot ekstraokular. Tumor ini mempunyai kecenderungan kebelakang, masuk ke otak, dan sering pada wanita paruh baya.
TUMOR KELENJAR LAKRIMAL Bisa berupa tumor kelenjar lakrimal jinak dan ganas. Tumor kelenjar lakrimal jinak bisa berasal dari epitel dan non epitel. Tumor kelenjar lakrimal jinak dari epitel biasanya berkapsul, tidak nyeri tekan dan tumbuh lambat. Tumor jinak non epitel biasanya infiltratif seperti pseudotumor. Tumor jinak seperti Kista Epitelial (Dakriops) yang terjadi akibat penyumbatan saluran kelenjar lakrimal yang mungkin didahului dakrioadenitis, biasanya ditemui massa unilateral atau bilateral yang tidak nyeri saat disentuh maupun tidak, dan berfluktuasi. Adenoma pleomorfik, tumor jinak yang paling ditemukan pada kelenjar lakrimal, lesi biasanya tumbuh di daerah anterior orbita, daerah superotemporal, progresif, perlahan, tanpa keluhan nyeri dan terasa keras. Sebanyak 50% massa yang terdapat di kelenjar lakrimalis adalah tumor epitel, dimana separuhnya bersifat ganas. Manifestasi klinisnya adalah penderita merasa nyeri, ada pseudoptosis, nodul dapat diraba di tepi orbita superior, eksoftalmus dengan perubahan posisi ke nasal bawah.
TUMOR ORBITA SEKUNDER Tumor orbita sekunder adalah tumor yang berasal dari tempat yang berhubungan dengan rongga orbita dan terjadi perluasan tumo ke dalam rongga orbita, misal perluasan dari sinus, perluasan dari bola mata, dan metastasis. Tumor intrakonal terletak di dalam konus muskularis atau disebut juga ruang sentral. Tumor intrakonal atau sentral memberikan gejala eksoftalmus ke depan atau sentral. Tumor dari ruang perifer 11
biasanya berasal dari otot orbita. M. Obliques superior merupakan otot yang paling potensial menjadi tempat pertumbuhan tumor rabdomiosarkoma.
TEHNIK PENDEKATAN BEDAH ORBITA Untuk pendekatan macam lesi intra orbita kita bisa melakukan pembedahan berdasar lokasi anatomis lesi tersebut. Ada beberapa macam tehnik bedaha yang akan dibahas, masing-masing tehnik memiliki keuntungan dan kerugian yang bisa dipilih berdasar lokasi lesinya; Terdapat empat (4) ruangan bedah pada orbita : a. Ruangan bedah subperiorbital, yang merupakan ruangan potensial diantara tulang dan periorbita. b. Ruangan bedah ekstrakonal atau perifer, yang terletak antara periorbita dan konus muskularis beserta fasianya. c. Ruangan bedah intrakonal atau sentral, yang terletak di dalam konus muskularis. d. Ruangan bedah episklera, terletak antara kapsula tenon dan bola mata. Berdasar pengertian anatomis ruangan tersebut, maka tehnik dibagi menjadi beberapa : 1. Orbitotomi Anterior Tehnik bedah ini dilakukan dengan pendekatan superior, yang bisa dilakukan pada lesi orbita yang berlokasi di superoanterior orbita. Bisa juga dilakukan pendekatan inferior untuk massa yang nampak atau teraba pada konjungtiva fornix anterior kelopak mata bawa. 2. Orbitotomi Lateral Tehnik bedah ini dilakukan jika lesi terletak didalam konus muskularis, di belakang ekuator bola mata, atau di dalam fossa lakrimal, terlebih jika dijumpai tumor jinak campuran glandula lakrimal. Tehnik ini bisa dilakukan dengan insisi kulit berbentuk S Stallard Wright. Dilakukan dari bawah alis ke lateral turun ke bawah sepanjang arkus zygomatikus. Perosteum dibebaskan dan cavum orbita dibuka dengan memotong os zygomatikus dengan gergaji tulang. Eksplorasi lesi dengan bantuan mikroskop operasi, dilakukan hemostasis sebelum penutupan luka dan jika perlu pasang drain intra orbita. 3. Dekompresi Orbita Dilakukan pada dinding medial orbita dan dasar orbita sehinga jaringan orbita yang bengkak dapat masuk ke dalam sinus ethmoid dan maksilla. Pendekatan yang digunakan melalui sinus maksilaris (Caldwell Luc) atau insisi transkutan. Tehnik yang paling disukai adalah transkonjungtiva dikombinasi dengan kantolisis lateral.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis