Vous êtes sur la page 1sur 20

Autisme

a. DD
Pembanding

Autisme

Asperger

ADHD

Mental Retardation

Usia terdeteksi

<3 tahun

> 3tahun

<7 tahun

< 18 tahun

Tidak terjadi kontak mata

Tidak ada spontanitas

Bergerak tanpa tujuan

Gangguan pendengaran

Perhatian terbatas

Aktivitas sama berulang

Tidak bisa bermain imajinatif

Tidak mengikuti perintah

Kurangnya interaksi dgn orang


lain

Gangguan

komprehensif

dan

panggunaan bahasa

b. WD( Penegakan diagnosis)


a. Pedoman diagnostik untuk Autisme menurut PPDGJ-III
Diagnosis paling khas: kelainan fungsi dalam 3 bidang : interaksi sosial, komunikasi dan
perilaku yang terbatas dan berulang. Kelaianan ini sudah menjadi jelas sebelum usia 3
tahun
Multiaksial diagnosis
Aksis I dan 2 terdiri dari semua klasifikasi gangguan mental. Aksis 3 tentang kondisi
medis umum (fisik) yang muncul bersamaan dengan gangguan mental. Aksis 4 tentang
masalah psikososial dan lingkungannya, sedangkan aksis 5 tentang penilaian fungsifungsi secara global.
-

Aksis I

: F84.0 Autisme Masa Kanak

Aksis II

: Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : tidak ada (none)

Aksis IV : tidak ada (none)

Aksis V : GAF 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik).

b. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Autistik


A. Keenam (atau lebih) hal dari (1), (2), (3), dengan sedikitnya dua dari (1), dan satu
masing-masing dari (2) dan (3):
(1) Hendaya kualitatif dalam hal interaksi sosial, seperti yang ditunjukkan oleh
sedikitnya dua dari hal berikut:
(a) Hendaya yang nyata dalam hal penggunaan berbagai perilaku nonverbal
seperti pandangan mata dengan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan sikap
untuk mengatur interaksi sosial
(b) Kegagalan mengembangkan hubungan sebaya yang sesuai dengan tingkat
perkembangan

(c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau
pencapaian dengan orang lain (contoh, dengan tidak menunjukkan, membawa
atau menunjukkan objek minat)
(d) Tidak adanya timbal-balik sosial atau emosional
(2) Hendaya kualitatif dalam hal komunikasi seperti yang ditunjukkan dengan
sediktinya salah satu dari di bawah ini:
(a) Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa lisan (tidak disertai
dengan upaya untuk mengompensasikan melalui cara komunikasi alternative
seperti sikap atau mimik)
(b) Pada orang dengan pembicaraan yang adekuat, hendaya yang nyata dalam hal
kemampuannya untuk memulai atau mempertahankan pembicaraan dengan
orang lain
(c) Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang atau bahasa yang aneh
(d) Tidak adanya berbagai permainan sandiwara spontan atau permainan purapura sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan
(3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas stereotipik berulang, dan terbaats, yang
ditunjukkan oleh sedikitnya salah satu dari berikut:
(a) Meliputi preokupasi terhadap salah satu atau lebih pola minat yang stereotipik
dan terbatas yang abnormal baik dalam intensitas atau fokus
(b) Tampak selalu lekat dengan rutinitas atau ritual yang spesifik serta tidak
fungsional
(c) Manerisme motorik berulang dan stereotipik (contoh, ayunan atau memuntir
tangan atau jari, atau gerakan seluruh tubuh yang kompleks)
(d) Preokupasi persisten terhadap bagian dari objek
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sedikitnya salah satu area ini, dengan onset
sebelum usia 3 tahun:
(1) Interaksi sosial,
(2) Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau
(3) Permainan simbolik atau khayalan
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrative masa
kanak-kanak.

Pemeriksaan Penunjang
a. Bila terdapat gangguan pendengaran harus dilakukan beberapa pemeriksaan Audiogram
and Tympanogram.
b. EEG untuk memeriksa gelombang otak yang menunjukkan gangguan kejang,
diindikasikan pada kelainan tumor dan gangguan otak
c. Pemeriksaan lain adalah skrening gangguan metabolik, yang dilakukan adalah
pemeriksaan darah dan urine untuk melihat metabolisme makanan di dalam tubuh dan
pengaruhnya pada tumbuh kembang anak. Beberapa spectrum autism dapat disembuhkan
dengan diet khusus.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans (Computer Assited Axial
Tomography): sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan struktur otak, karena dapat
melihat struktur otak secara lebih detail.
e. Pemeriksaan genetik dengan melalui pemeriksaan darah adalah untuk melihat kelainan
genetik, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan. Beberapa penelitian
menunjukkkan bahwa penyandang autism telah dapat ditemukan pola DNA dalam
tubuhnya.

c. Definisi
Autistic disorder adalah suatu kelainan perkembangan pervasive dengan gejala seperti
gangguan interaksi social, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, dan pola kebiasaan yang
terbatas dan stereotipikal.
d. Etiologi dan Patogenesis

Genetik
o Saudara yang autis cenderung meningkatkan resiko seorang anak menderita
autis.
o Kromosom 7, 2, 4 ,15 dan 19 memiliki kontribusi terhadap autism.
o Fragile X Syndrome memiliki kaitan dengan autisme. Sebesar 1 % penderita
autis juga menderita fragile x syndrome.
o Tuberous sclerosis juga memiliki kaitan dengan autisme

Biological
o 70 % anak autism mengalami retardasi mental

o 4 32 % disertai kejang, dengan 20 25 % pembesaran ventrikel pada CT


scan
o 10 83 % abnormalitas pada EEG meskipun tidak ada penemuan spesifik
pada EEG untuk kelainan autistic namun ada beberapa indikasi kegagalan
lateralisasi cerebral
o MRI didapati hipoplasia pada cerebellar vermal lobules VI dan VII, serta
didapati juga abnormalitas korteks dan terdapat polimicrogyria pada beberapa
pasien autis
o Abnormalitas tersebut menggambarkan abnormalitas migrasi sel pada 6 bulan
pertama gestasi
o Studi autopsi menemukan serabut purkinje yang lebih sedikit
o PET scanning ditemukan peningkatan metabolisme diffuse pada korteks
o Kelainan autistic juga berkorelasi dengan keadaan neurologis seperti
congenital rubella, PKU, dan tuberous sclerosis

Immunological
o Beberapa studi melaporkan adanya inkompatibilitas immunologi (seperti
antibody maternal yang langsung menuju fetus) bisa berkontribusi pada
kelainan autistik
o Limfosit pada beberapa anak autis bereaksi dengan antibodi maternal, dimana
kejadian ini akan meningkatkan kemungkinan kerusakan pada embryonik
neural dan jaringan extraembrionik

Perinatal
o Insiden pada komplikasi perinatal dapat mengakibatkan kelainan autistic
o Pendarahan maternal setelah trimester pertama dan meconium di dalam cairan
amniotic telah dilaporkan dapat meningkatkan kemungkinan anak mengalami
autis
o Pada periodi neonatal, anak autis cenderung memiliki tingkat insiden yang
tinggi terhadap respiratory distress syndrome dan neonatal anemia

Neuroanatomical
o Pembesaran volume gray dan white matter cerebral, namun bukan volume
cerebellar, ditemukan pada anak autis pada umur 2 tahun

o Lingkar kepala normal saat lahir, dan peningkatan laju perkembangan lingkar
kepala dimulai saat usia 12 bulan
o MRI menunjukkan peningkatan volume total otak, meskipun anak autis
dengan retardasi mental umumnya memiliki kepala yang kecil
o Peningkatan ukuran umumnya terjadi pada lobus oksipital, parietal, dan
tempora
o Peningkatan volume ini memiliki 3 kemungkinan mekanisme berupa :

Peningkatan neurogenesis

Penurunan kematian neuron

Peningkatan produksi jaringan otak nonneuronal seperti : sel glia dan


darah

o Pembesaran otak diduga sebagai kemungkinan marker biologis untuk kelainan


autistic
o Lobus temporalis diduga merupakan area utama pada kelainan otak untuk
penderita kelainan autistic. Hal ini telah diteliti pada beberapa orang yang
mengalami cedera lobus temporalis dan memiliki gejala seperti kelainan
autistik
o Beberapa penderita kelainan autistic mengalami penurunan jumlah sel
purkinje otak

Biokimia
o Sepertiga anak dengan kelainan autistic memiliki tingkat konsentrasi serotonin
plasma yang tinggi
o Tingginya konsentrasi asam homovanilic (metabolit major dopamine) dalam
CSF berasosiasi dengan penignkatan withdrawan dan stereotypes
o Keparahan kelainan autistic telah diteliti dapat berkurang apabila rasio 5hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA, metabolit serotonin) dibanding asam
hemovanilic pada CSF meningkat

Psikososial dan Keluarga


o Orang tua anak autistik dan orang tua dengan anak normal tidak memiliki
perbedaan signifikan dalam kemampuan mengasuh anak

o Anak dengan kelainan autistic sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan


kecil pada keluarga seperti perselisihan keluarga, kelahiran saudara baru,
perpindahan rumah
e. Epidemiologi

Prevalensi : 8 kasus per 10.000 anak (0,08 %)

Gender : Anak laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Perempuan yang


mengalami autis cenderung memiliki retardasi mental yang lebih parah. Hal ini
disebabkan perempuan memiliki tingkat empati (kapasitas untuk memprediksi dan
merespon terhadap perasaan dan kebiasaan) yang lebih kuat dibanding laki-laki. Lakilaki memiliki tingkat systemizing yang lebih kuat sehingga perempuan yang
mengalami autis cenderung memiliki retardasi mental yang lebih parah.

Status social-ekonomi : Status social-ekonomi tinggi lebih umum memiliki anak autis
namun penemuan ini masih bias.

f. Faktor Resiko

Laki-laki

Memiliki saudara yang mengalami autis

Riwayat keluarga

Adanya gangguan perkembangan seperti Fragile X syndrome

Faktor lingkungan : infeksi, paparan logam berat, bahan bakar, phenol pada plastik,
merokok, alkoholisme, obat, vaksin, pestisida, dll.

Umur orang tua, resiko pada ayah yang mempunyai anak pada usia >40 tahun.

a. Usia calon ibu & ayah yang berpengaruh pada kejadian autisme.
1) Ibu yang hamil usia 30-34tahun beresiko 27% untuk memiliki anak autis. Resiko ini
makin meningkat pada ibu yang hamil diatas 40 tahun.
2) Untuk calon ayah, setiap 5 tahun resikonya bertambah 4%. Ayah yang berusia 40
tahun atau lebih beresiko enam kali lebih tinggi dari ayah berusai dibawah 30 tahun.
3) Para ahli menduga ini disebabkan faktor kromosom yang abnormal pada sel telur
wanita paruh baya dan mutasi sel sperma pada pria.
b. Komplikasi yang dialami saat mengandung juga berpengaruh, seperti:

1) Perdarahan selama kehamilan memiliki resiko 81%, karena diketahui memengaruhi


oksigen pada janin (fetal hypoxia) untuk perkembangan otak janin yang pada
akhirnya meningkatkan risiko autisme.
2) Ibu yang diabetes gestasional memiliki resiko 2x lipat (4 dari 100 kehamilan)
3) infeksi selama persalinan terutama infeksi virus.
4) penggunaan obat-obatan, seperti obat depresi atau gangguan emosional lain terhadap
kejadian austime. Mengenai hal ini, para peneliti menyatakan belum bisa disimpulkan
apakah autisme terjadi akibat efek samping obat atau pengaruh kondisi kejiwaan
calon ibu saat hamil.
5) merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama
6) Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya autism adalah :
pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah
< 6 ), lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir rendah ( <
2500 gram ).
7) Faktor makanan yang dikonsumsi ibu saat hamil diduga juga berpengaruh.
c. Ada riwayat keluarga yang menderita
d. Faktor lingkungan : infeksi, paparan logam berat, bahan bakar, phenol pada plastik,
merokok, alkoholisme, obat, vaksin, pestisida, dll.

g. Patofisiologi
h. Manifestasi Klinis

i.

Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya

Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya

Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata

Tidak peka terhadap rasa sakit

Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.

Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda

Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan

Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau


malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)

Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka


menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata

Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal


yang
bersifat rutin

Tidak peduli bahaya

Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama

Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa


biasa)

Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi

Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti


orang tuli

Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa

Tentrums suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa


alasan yang jelas
Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang
(seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk
balok-balok)

a.

Karakteristik fisik

1)

Penampilan

Antara usia 2-7 tahun, cenderung lebih pendek dibandingkan populasi normal.
2)

Tangan dominan

Anak autistic tetap ambidekstrous (bisa kedua tangan) pada suatu usia saat dominansi serebral
ditegakkan pada anak normal.
3)

Penyakit Fisik Penyerta

Anak-anak dengan gangguan autistic memiliki insidensi yang agak lebih tinggi mengalami
infeksi saluran pernapasan bagian atas, bersendawa yang berlebihan, kejang demam, konstipasi
dan gerakan usus yang kendur.
b.

Karakteristik perilaku

1)

Gangguan kualitatif pada interaksi social

Semua anak autistic gagal menunjukkan keakraban yang lazim pada orang tua dan orang lain.
Tidak memiliki senyum social dan sikap tidak mau digendong jika seorang dewasa mendekati.
Kontak mata jarang terjadi. Anak autistic sering kali tidak terlihat mengenali atau membedakan
orang-orang yang paling penting dalam kehidupannya. Pada usia sekolah, anak asutik sering
gagal untuk bermain dengan teman sebaya dan membuat persahabata. Pada masa remaja akhir,
timbul keinginan untuk bersahabat, perasaan seksual namun sayangnya tidak adanya kompetensi
dan ketrampilan social menjadi penghalang bagi mereka untuk berkembang.
2)

Gangguan komunikasi dan bahasa

j. Tata laksana (terapi, pencegahan, edukasi)


Penanganan kelainan ini diakui banyak pihak sangatlah sulit. Harus dibentuk penanganan
menyeluruh yang terdiri atas orang tua, guru, terapis, dan keluarga. Semua ini harus
diarahkan untuk membangun kemampuan anak bersosialisasi dan berbicara.

Terapi dibagi dalam dua layanan yaitu terapi intervensi dini dan terapi penunjang.

a. Terapi Intervensi Dini


Dengan intervensi dini potensi dasar (functional) anak autistik dapat meningkat
melalaui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesis bahwa anak autistik
memperlihatkan hasil yang lebih baik bila intervensi dini dilakukan pada usia
dibawah 5 tahun.
1) Direct Trial Training (DTT)
2) Learning Experience: an Alternative Program for Preschoolers and Parents
(LEAP)
3) Floor Time
4) Penatalaksanaant and Education of Autistic and Related Communicationhandicapped Children (TEACCH)

b. Terapi Penunjang
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistik dapat diberikan yang
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain:
1) Terapi Medikamentosa
Obat yang selama ini cukup sering digunakan dan memberikan respon yang
baik adalah risperidone dan haloperidol.(Agonis serotonin-dopamin)
2) Terapi Wicara
Terapi wicara merupakan suatu keharusan bagi penyandang autism, karena
semua anak autistik mengalami gangguan bicara dan berbahasa. Hal ini harus
dilakukan oleh seorang ahli terapi wicara yang memang dididik khusus untuk
itu.
3) Terapi Okupasional
Jenis terapi ini perlu diberikan pada anak yang memiliki gangguan
perkembangan motorik halus untuk memperbaiki kekuatan, koordinasi dan
ketrampilan. Hal ini berkaitan dengan gerakan-gerakan halus dan trampil,
seperti menulis.
4) Teori Integrasi
5) Motivasi Keluarga

6) Terapi Perilaku
Terapi ini penting untuk membantu anak autistik agar kelak dapat berbaur
dalam masyarakat, dan menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Mereka
akan diajarkan perilaku perilaku yang umum, dengan cara reward and
punishment, dimana kita memberikan pujian bila

mereka melakukan

perintah dengan benar, dan kita berikan hukuman melalui perkataan yang
bernada biasa jika mereka salah melaksanakan perintah.

Perintah yang

diberikan adalah perintah-perintah ringan, dan mudah dimengerti.


7) Terapi Bermain
Terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematis dari model teoritis
untuk memantapkan proses interpersonal. Pada terapi ini, terapis bermain
menggunakan kekuatan terapuitik permaianan untuk membantu klien
menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikosional dan mencapai pertumbuhan,
perkembangan yang optimal.
8) Terapi Musik
Terapi musik menurut Canadian Association for Music Therapy (2002)
adalah penggunaan musik untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan
emosi individu, serta penatalaksanaant penyakit atau ketidakmampuan. Atau
terapi musik adalah suatu terapi yag menggunakan musik untuk membantu
seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik, perilaku, dan sosial yang
mengalami hambatan maupun kecacatan..
9) Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga
lebih mampu untuk memperbaiki sruktur dan fungsinya. Aktivitas ini
merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa
meningkatkan kapasitas untuk belajar.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik fokus pada pembersihan fungsi-fungsi abnormal pada otak.
Dengan terapi ini diharapkan fungsi susunan saraf pusat bias bekerja dengan
lebih baik sehingga gejala autism berkurang.
11) Terapi makanan

Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-anak yang alergi
pada makanan tertentu. Diet yang sering dilakukan pada anak autistik adalah
GFCF (Glutein Free Casein Free). Anak dengan gejala autism memang tidak
disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar gula tinggi. Hal ini
berpangaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar dari mereka.
12) Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para
penyandang autism. Pada pendidikan khusus, diterapkan sistem satu guru
untuk satu anak. Sistem ini paling efektif karena mereka tak mungkain dapat
memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar. Banyak orangtua
yang tetap memasukan anaknya ke kelompok bermain atau STK normal,
dengan harapan bahwa anaknya bisa belajar bersosialisasi. Untuk
penyandang autisme ringan hal ini bisa dilakukan, namun ia harus tetap
mendapatkan pendidikan khusus.
Medikamentosa mengatasi gejala autisme tanpa menghilangkan secara total
a. Antidepresan dan antianxietas mengurangi efek stimulasi perilaku sendiri, mengurangi
pergerakan berulang dan temper tantrums
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) - Atomoxetine 0.5 mg/kg PO
2) Imipramine 10-25 mg/d PO
3) Bupropion 37.5-300 mg/d PO} antidepresan
4) Desipramine 10-25 mg PO
b. Psikotropik bekerja sebagai antipsikotik, mengatasi gejala dari autisme, mengurangi
perilaku agresif, pergerakan berulang
1) Methylphenidate
2) Dexmethylphenidate
3) Amphetamine
c. Stimulan untuk mengontrol perilaku dan afek (mood), mengatur fokus (lebih mudah
berkonsentrasi) metamfetamin
d. Fenfluramin : Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah yang
bermanfaat pada beberapa anak autisme
e. Ritalin Untuk menekan hiperaktifitas

f. Risperidon dengan dosis 2 x 0,1 mg telah dapat mengendalikan perilaku dan konvulsi.
Selain medikamentosa, ada 10 Jenis Terapi Autisme yang dapat dilakukan pada kasus:
a. Terapi pendidikan dan perilaku : Applied Behavioral Analysis (ABA) dan Treatment
and Education of Autistic and Related Communication Handicaped Children (TEACCH)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain
khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus
pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian).
b. Terapi Wicara

Anak yang mengalami hambatan bicara dilatih dengan proses pemberian reinforcement
dan meniru vokalisasi terapis,terapi bicara dalam upaya meningkatkan kemampuan
komunikasi anak autis.
c. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan
cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya,
dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
d. Terapi Fisik /fisioterapi
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik
mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus
ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan
otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
e. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi
dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan
berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang
terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan
teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
f. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi
dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan
teknik-teknik tertentu.
g. Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku

negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan


dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
h. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai
terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya,

kemudian

ditingkatkan

kemampuan

sosial,

emosional

dan

Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang
lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
i. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal
inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui
gambar-gambar, misalnya dengan metode dan PECS ( Picture Exchange Communication
System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan
komunikasi.
j. Terapi Biomedik
Gejala-gejala anak autis diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan
berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara
intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan
dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan.

Diet
Hindari makanan yang mengandung casein dan protein tepung (glutein)
Berikan Sinbiotik yaitu gabungan probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah mikroorganisme
hidup yang dimakan untuk memperbaiki secara menguntungkan keseimbangan mikroflora
usus.
Berikan vitamin C sebagai antioksidan.
Hindari makanan yang mengandung pengawet

k. Komplikasi

Anak autis yang tidak terdeteksi secara dini akan mengalami gangguan bicara, interaksi
social dan perilaku yang menetap.

Jika gagal dideteksi dan tidak sesuainya intervensi akan menyebabkan terjadinya
eksaserbasi ketidakmampuan (disabilitas) dalam akademik,sosial, dan pekerjaan.

Meningkatkan resiko terjadinya mayor depresi sekunder atau reaksi lainnya

Malnutrisi dan gangguan tidur

Tidak merespon nyeri jadi bisa melukai diri sendiri

l. Prognosis

Prognosis pada pasien dengan autism, sangat tergantung pada tingkat IQnya. Pada pasien
dengan IQ yang rendah, pasien tidak dapat hidup mandiri, namun pada pasien dengan IQ
tinggi dapat mandiri, bekerja ataupun sukses. Sejauh ini penderita autism tidak bisa
sembuh secara total, namun dapat diminimalisir sehingga anak mampu tumbuh dalam
hidup dan perkembangan yang normal. 2-15% pasien yang mendapatkan peningkatan
fungsi kognitif dan adaptive yang baik. Anak-anak autistik dengan IQ > 70 dan mereka
yang menggunakan bahasa komunikatif pada usia 5-7 tahun memiliki prognosis yang
terbaik, prognosis membaik jika lingkungan atau rumah adalah suportif dan mampu
memenuhi kebutuhan anak tersebut yang sangat banyak

Ada tidaknya comorbid disorder

Waktu diagnosis, diagnosis lebih dari umur 3 tahun, memiliki prognosis lebih jelek

m. SKDI
2, Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan
dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

Referensi
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta : PT Nuh Jaya
Sadock, Benjamin James. 2007. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/ Clinical Psychiatry, 10th Edition.

Vous aimerez peut-être aussi