Vous êtes sur la page 1sur 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah.1 Transmisi malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles sebagai
vektor.2 Infeksi malaria dapat memberikan gejala demam rekuren, menggigil,
berkeringat, kelemahan dan hepatosplenomegali.3 Infeksi malaria dapat berlangsung
tanpa komplikasi ataupun dengan komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria
berat. Infeksi malaria tersebar di daerah tropis dan subtropis pada lebih dari 100
negara di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian Selatan), daerah Oceania dan
Kepulauan Caribia.1
Menurut data The World Malaria Report tahun 2005, lebih dari 1 juta orang
meninggal setiap tahunnya karena malaria, dimana 80% kematian terjadi di Afrika
dan 15 % terjadi di Asia, termasuk Eropa Timur. Berdasarkan Report from World
Health Organization (WHO), terdapat 110 juta penderita malaria setiap tahun, 280
juta orang sebagai carrier dan 2 milyar atau 2/5 penduduk dunia selalu kontak dengan
malaria.4 Selain itu, WHO juga memperkirakan bahwa terdapat 300-500 juta kasus
malaria per tahun dengan 3 juta kematian.3
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKTR) tahun 2001 menunjukkan terdapat 15
juta kasus malaria dengan 38.000 kematian per tahun di Indonesia, terutama di
Kawasan Timur Indonesia dan diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di
daerah yang berisiko terinfeksi malaria.3 Pada tahun 2007, sedikitnya terdapat 396
kabupaten endemis malaria di Indonesia dari 495 kabupaten yang ada. Jumlah kasus
malaria pada tahun 2006 adalah 2 juta kasus, sedangkan pada tahun 2007 menurun

menjadi 1.774.845 kasus. Jumlah kasus malaria pada tahun 2008 adalah 1.620.000
juta kasus malaria klinis dan pada tahun 2009 menjadi 1.140.000 juta kasus. Selain
itu, jumlah penderita positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop terdapat parasit
malaria) pada tahun 2008 adalah 266 ribu kasus dan pada tahun 2009 menjadi 199
ribu kasus.4
Malaria merupakan masalah kesehatan di banyak Negara di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Malaria menjadi salah satu perhatian global karena kasusnya
yang masih tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan
mengancam keselamatan jiwa manusia. Upaya pengendalian dan penurunan kasusnya
merupakan komitmen Internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs).
Target yang disepakati secara Internasional oleh 189 negara adalah mengusahakan
terkendalinya penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria pada
tahun 2015 dengan indikator prevalensi malaria per 1.000 penduduk. 5
Atas dasar tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini agar
penulis dapat lebih memahami dalam hal penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
dari malaria vivax (malaria tertiana).

1.2. Tujuan

Mengetahui

dan

memahami

dalam

hal

penegakan

diagnosis

dan

penatalaksanaan dari malaria vivax (malaria tertiana).

1.3. Manfaat

Meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai malaria vivax


(malaria tertiana).

Memberi perbandingan kepada pembaca mengenai kesesuaian antara fakta


yang didapat dan teori dari kasus malaria vivax (malaria tertiana).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah yang ditandai dengan gejala demam rekuren, menggigil, berkeringat,
kelemahan, anemia dan hepatosplenomegali.1,3

2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium terdiri
dari 4 spesies, yaitu : Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale
dan Plasmodium malariae. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi
berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang
terdapat di Indonesia, yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria
tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium
malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang
menyebabkan malaria ovale.6
Plasmodium yang sering dijumpai adalah Plasmodium vivax dan Plasmodium
falciparum. Plasmodium malariae jarang sekali ditemui. Plasmodium ovale pernah
dilaporkan di Irian Jaya, P. Timor, P. Owi (utara Irian Jaya).1

2.3 Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia,
Amerika (bagian selatan), daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Sebanyak lebih
dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta
dan mortalitas lebih dari 1 juta per tahun. Beberapa daerah yang bebas malaria, yaitu :

Amerika Serikat, Kanada, Negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura,


Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar
dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik.1
Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae umumnya dijumpai pada
semua Negara dengan malaria. Plasmodium falciparum terdapat di Afrika, Haiti dan
Papua Nugini. Plasmodium vivax banyak di Amerika Latin. Plasmodium falciparum
dan Plasmodium vivax terdapat di Amerika Selatan, Asia Tenggara, Negara Oceania
dan India. Plasmodium ovale biasanya terdapat di Afrika.1
Di Sulawesi Utara, malaria termasuk ke dalam 10 penyakit terbanyak dengan
komplikasi malaria serebral > 3%. Sekitar 100-300 juta penduduk dunia diserang
penyakit ini, 6 juta diantaranya menderita infeksi aktif dengan angka kematian > 1
juta per tahun.4

Gambar 2.1. Daerah Endemis Malaria di Dunia.2

2.4 Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui 2 cara, yaitu : alamiah dan non alamiah.

Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk


Anopheles.

Penularan secara non alamiah (unnatural infection) : malaria bawaan


(kongenital) dan melalui mekanis (jarum suntik / transfusi). 6

2.5 Siklus Hidup Parasit Malaria


Dalam tubuh manusia parasit berkembang secara aseksual (skizogoni).
Sporozoit yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk, masuk ke dalam
peredaran darah dan setelah jam bersarang di hati dan membentuk siklus praeritrosit, yaitu trofozoit skizon merozoit. Siklus ini berlangsung beberapa hari
dan tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Merozoit sebagian masuk ke dalam
hati meneruskan siklus ekso-eritrosit dan sebagian lagi masuk ke dalam (eritrosit)
untuk memulai siklus eritrosit, yaitu merozoit tropozoit muda tropozoit tua
skizon skizon pecah merozoit memasuki eritrosit baru. Sebagian merozoit
memulai dengan gametogoni membentuk makrogametosit dan mikrogametosit.
Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.7

Gambar 2.2. Siklus Hidup Parasit Malaria.2

Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Dalam


lambung nyamuk, makro dan mikrogamet berkembang menjadi makro dan mikro
gamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan
menembus dinding lambung nyamuk dan membentuk ookista yang membentuk
banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar
liur nyamuk. Siklus tersebut disebut dengan masa tunas ekstrinsik. 7

Gambar 2.3. Siklus Hidup Parasit Malaria pada Manusia.2

2.6 Gejala Klinis


Masa inkubasi bervariasi pada setiap plasmodium. Plasmodium vivax subspesies Plasmodium vivax multinucleatum (Cheson strain), sering dijumpai di Cinatengah, mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang, 312-323 hari dan sering relaps
setelah infeksi primer. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam.
Keluhan tersebut antara lain, lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri
pada tulang atau otot, anoreksia, perut tidak enak (abdominal discomfort), diare

ringan dan kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal biasanya terjadi
pada Plasmodium vivax.3
Periode paroksisme biasanya terdiri adari 3 stadium yang berurutan, yakni
periode dingin (cold stage), periode panas (hot stage) dan periode berkeringat (sweat
stage).6 Periode dingin terjadi 15-60 menit dengan gejala pasien mulai menggigil,
penderita sering membungkus diri dengan selimut, badan bergetar saat menggigil,
gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur. Periode panas
memberikan gejala muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh
meningkat hingga 40 o C atau lebih, pasien membuka selimutnya, respirasi meningkat,
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah menurun),
dapat terjadi delirium hingga kejang (anak). Periode ini lebih lama dari stadium
dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode
berkeringat memberikan gejala berupa penderita berkeringat mulai dari temporal
hingga seluruh tubuh sampai basah, temperatur menurun, penderita merasa kelelahan
dan sering tertidur. Jika penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan
aktivitas seperti biasa.3

Gambar 2.4. Gejala dari Malaria.2

2.7 Manifestasi Klinis Malaria Tertiana / Malaria Benigna / M. Vivax


Pada hari-hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remiten atau intermiten.
Pada saat itu, perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe
panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria (malaria paroxysm). Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.
Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pada minggu kedua
limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih
membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima, panas mulai
turun secara krisis. Manifestasi klinis malaria vivax dapat berat, tetapi tidak terlalu
berbahaya, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett). Malaria
serebral dapat terjadi walaupun jarang (pada Plasmodium vivax multinucleatum).
Edema tungkai disebabkan oleh hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax rendah
tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relaps.3
Terdapat 3 tipe relaps pada malaria vivax yang bergantung pada subspecies
Plasmodium :

Tipe I : inkubasi pendek (12-20 hari), relaps sering terjadi dan periode
laten tidak memanjang.

Tipe II : inkubasi pendek (2-20 hari), periode laten panjang (7-13 bulan),
diikuti satu atau lebih relaps selama periode laten.

Tipe III : inkubasi panjang (6-9 bulan), periode laten panjang (7-13
bulan), relaps terjadi sesudah serangan primer yang terlambat atau
selama periode laten.

Malaria vivax dapat memiliki pola relaps yang berbeda. Relaps di daerah tropis
biasanya terjadi sepanjang tahun, di daerah dingin setelah serangan primer, terjadi
periode laten dan relaps diduga terjadi setelah 4-14 hari kemudian. Penyebabnya
adalah maturasi hipnozoit yang tertinggal di dalam hati. Keadaan tersebut disebabkan
oleh pengobatan yang tidak lengkap pada malaria vivax. 3

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang tepat dari penderita tentang
asal penderita, apakah dari daerah endemis malaria, riwayat berpergian ke daerah
endemis malaria lebih kurang 2 minggu, riwayat pengobatan kuratif maupun
preventif.1,3 Pemeriksaan fisik yang adekuat ditambah dengan pemeriksaan darah tepi
tipis dan tetes tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria.

Penderita berasal dari daerah endemis ataupun daerah non-endemis.

Demam atau riwayat demam yang tinggi (malaria paroxysm).

Ditemukan parasit stadium aseksual parasit malaria dalam sediaan darah


tipis.3

Morfologi parasit malaria terlihat pada sediaan darah tipis yang diwarnai
Giemsa, tetapi sensitivitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah tebal
sensitivitas pemeriksaan mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali dibandingkan
sediaan darah tipis. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah lamanya pewarnaan yang
optimal, yaitu 30 menit dengan 3% giemsa. Pewarnaan cepat dengan konsentrasi
Giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah parasit rendah dalam
darah, seringkali parasit yang ada tidak terwarnai.3
Perhitungan jumlah parasit dapat dilakukan secara kuantitatif maupun semikuantitatif. Perhitungan parasit secara semikuantitatif kurang akurat, sehingga
sebaiknya hanya digunakan pada sediaan darah tebal dengan cara di bawah ini :

+ : 1 10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop.

++ : 11 100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang


mikroskop.

+++ : 1 10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang


mikroskop.

++++ : 11 100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang


mikroskop.3

Gambar 2.5. Malaria vivax.2


Selain itu, ada beberapa pemeriksaan yang bisa digunakan untuk menegakkan
diagnosis malaria vivax, yaitu :

Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresensi.

Pemeriksaan dengan rapid test.

Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Pemeriksaan dengan Laser Desorption Mass Spectrometry (LDMS).3

2.9 Diagnosis Banding

Demam Tifoid

Demam Dengue

Malaria Falciparum

Malaria Malariae

Malaria Ovale.1

2.10 Penatalaksanaan
Berdasarkan cara kerja obatnya anti malaria dapat diklasifikasikan sebagai
skizontosida darah yang bekerja pada bentuk aseksual parasit dalam eritrosit dengan
menghambat skizogoni sehingga bermanfaat untuk penyembuhan klinis maupun
terapi

supresif.

Skizontosida

jaringan

10

bekerja

dengan

menghambat

atau

mengeliminasi bentuk primer dari plasmodium ekstra eritrositik dalam hati dan
sebagai kausa profilaksis. Gametosida adalah obat anti malaria yang bekerja dengan
mematikan bentuk aseksual plasmodium sehingga berfungsi menghambat transmisi
plasmodium ke vektor. Sporontosida bekerja dengan menghambat pembentukan
ookist dan sporozoit pada nyamuk yang terinfeksi sehingga bermanfaat juga
menghambat transmisi malaria.4
Jika pada apusan darah ditemukan Plasmodium vivax / ovale / malariae,
diberikan pengobatan sebagai berikut :

Pengobatan lini I : kombinasi dihidroartemisinin + piperakuin atau


artemeter + lumefantrine atau artesunat + meflokuin. Jika tidak tersedia
golongan ACT, dapat digunakan kina 7 hari + primakuin 14 hari. Dosis
kina 30 mg / kgBB / hari dibagi dalam 3 dosis dan primakuin 0,25 /
kgBB / hari selama 14 hari.

Bila pengobatan lini I gagal, maka digunakan pengobatan lini II, yaitu :
kina pada 7 hari pertama dan primakuin pada hari ke 1 hingga hari ke
14.4

2.11 Komplikasi
Malaria serebral.3

2.12 Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya
baik (bonam), tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi
rata-rata dapat berlangsung 3 bulan atau lebih lama dan dapat menimbulkan relaps. 6

2.13 Preventif
Ada 3 cara yang masih dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya malaria :

Pemakaian obat anti malaria

11

Menghindar dari gigitan nyamuk : dengan cara memakai kelambu dan


menggunakan obat pembersih nyamuk.

Vaksin malaria.6

12

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Sumber Anamnesa
Autoanamnesa
Alloanamnesa

3.2 Anamnesa Umum


Identitas Pasien

Nama

: Tn. R

Usia

: 51 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat

: Jl. Sentosa Gg. Kenangan 6 No. 99 Samarinda

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan

: D3 pertanian

Suku

: Batak

Agama

: Kristen Protestan

Status

: Menikah, memiliki 2 orang anak

MRS

: 13 Juli 2011 pukul 09.00 WITA

Diperiksa

: 13 Juli 2011 pukul 11.00 WITA

3.3 Anamnesis Khusus


Keluhan utama:

Demam (Fever)

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien MRS pada hari rabu tanggal 13 Juli 2011 setelah mendapat advice dari
dr. Sp.PD dari poliklinik untuk dirawat inap. Keluhan utama (chief complaint)
13

pasien adalah demam. Demam dialami / dirasakan pasien sejak 2 minggu


yang lalu sebelum masuk rumah sakit tepatnya pada hari jumat tanggal 1 juli
2011. Pasien merasakan menggigil diikuti dengan peningkatan suhu tubuh
pada sore hari menjelang malam dan turun pada pagi hari. Pasien juga
mengeluhkan banyak berkeringat setelah suhu tubuhnya menurun atau tidak
demam lagi. Hal ini berlangsung setiap hari selama 2 minggu berturut - turut.
Demam dapat menurun setelah pasien memakan obat penurun panas yaitu :
(Parasetamol), kemudian suhu tubuh pasien meningkat lagi. Pasien juga
mengalami cephalgia yang sifatnya berdenyut denyut. Pasien mengeluhkan
adanya anoreksia, malaise dan berdebar-debar (palpitasi) saat suhu tubuhnya
meningkat. Pasien hanya mengeluhkan adanya mual (nausea) dan muntah
(vomitus). Pasien tidak mengeluhkan adanya sesak (dispneu), nyeri dada
(chest pain), perasaan terbakar (heart burn) dan perut kembung (distensi
abdomen). BAK pasien dalam batas normal, tidak ada nyeri, tidak bercampur
darah dan frekuensi BAK normal. Pasien mengaku frekuensi BABnya
berkurang menjadi 1 x / 3 hari, tetapi tidak ada nyeri saat BAB, tidak ada
BAB darah dan tidak ada BAB hitam. Pasien memiliki riwayat pergi ke hutan
setiap 2 minggu sekali untuk bertani karena pasien memiliki lahan kelapa
sawit di daerah grogot, riwayat merokok aktif (+), riwayat mengkonsumsi
alkohol (-), riwayat alergi obat dan makanan (-), riwayat mengkonsumsi jamu
dan obat warung (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sebelumnya pernah berobat ke puskesmas 1 x dan diberikan obat, yaitu


(amoksisilin, parasetamol dan vitamin) pada tanggal 3 juli 2011.

Riwayat hipertensi (-), riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat
malaria (-), riwayat DBD (-) dan riwayat tifoid (-).

14

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (-), riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat
malaria (-), riwayat DBD (-) dan riwayat tifoid (-).

Riwayat Medis Dahulu :

Belum pernah dirawat di RS atau operasi karena penyakit apapun.

Riwayat Kebiasaan :

Riwayat perokok aktif hingga saat ini dari usia muda ( 28 tahun).

Riwayat meminum alkohol (-).

Riwayat mengkonsumsi obat warung dan jamu jamuan (-).

Riwayat Pekerjaan :

Riwayat 2 minggu sebelum mengeluhkan demam, pasien pergi ke hutan di


daerah grogot untuk bertani kelapa sawit. Dimana ladang dan rumah pasien
agak jauh dari pemukiman penduduk.

Riwayat Penyakit Psikososial :

Tidak memiliki masalah atau problem dengan keluarga, kerabat ataupun


tetangga.

15

3.4 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis

Keadaan Sakit

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)

Status Gizi

Berat badan

60 kg

Tinggi badan

165 cm

BMI

22 kg / m2 (berat badan normal)

Vital sign

Tekanan darah

140/90 mmHg posisi berbaring.


140/90 mmHg posisi duduk.
135/85 mmHg posisi berdiri.

Nadi

84 x/menit, reguler, isi cukup

Respirasi

24 x/menit.

Suhu

36,7 C, aksiler.

Kepala
Rambut tidak ada yang rontok
Wajah tidak kusam
Tidak ada edema pada wajah

Mata
Konjungtiva

: anemis (-), Dextra = Sinistra, injeksi (-)

16

Sklera

: Ikterik (-), Dextra = Sinistra

Pupil

: Bulat isokor, Dextra = Sinistra

Refleks cahaya

: (+) Dextra = Sinistra

Gerakan bola mata

: Normal, Dextra = Sinistra

Hidung
Septum deviasi (-)
Tanda radang (-)
Epistaksis (-)

Telinga
Bentuk : Normal
Tidak ada nyeri pada tragus, pinna dan prosesus mastoideus
Tidak ada cairan keluar / otorrhea
Ketajaman pendengaran : Baik

Mulut
Kebersihan mulut baik
Bibir : tidak ada kelainan
Gusi dan gigi geligi
Karies (-)
Karang gigi (+)
Gigi yang tanggal (-)
Lidah : merah, candidiasis (-)
Tonsil : edema (-), hiperemis (-)

17

Pharynx : edema (-), hiperemis (-)

Leher
Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid ataupun
KGB.
Palpasi : Trakea terletak di tengah dan tidak ada deviasi, tidak teraba
adanya pembesaran kelenjar tiroid ataupun KGB, tidak ada peningkatan
JVP.
Auskultasi : Tidak terdengar adanya bruit, terdengar suara napas trakeal.

Thorax
Pulmo
Inspeksi (anterior) :

Bentuk dan besar dinding dada simetris D = S

Pergerakan dinding dada simetris D = S

Retraksi ICS (-)

Penggunaan otot otot pernapasan tambahan (-)

Deformitas tulang klavikula, costae dan sternum (-)

Inspeksi (posterior) :

Bentuk dan besar dinding dada simetris D = S

Pergerakan dinding dada simetris D = S

Deformitas tulang skapula, costae dan vertebrae (-)

18

Palpasi (anterior) :
Pergerakan dinding dada simetris D = S
Fremitus raba dinding dada simetris D = S
Massa (-)

Palpasi (posterior) :
Pergerakan dinding dada simetris D = S
Fremitus raba dinding dada simetris D = S

Perkusi (anterior) :
Dextra = Sinistra : sonor
Batas paru hepar : didapatkan batas pada ICS V dengan peranjakan pada
inspirasi di ICS VI. (Panjang hepar = 8 cm)

Perkusi (posterior) :
Dextra = Sinistra : sonor
Batas pengembangan paru relatif pada ICS IX dan Batas pengembangan
paru absolut pada ICS X.

Auskultasi (anterior & posterior) :


Suara napas vesikuler di semua lapangan pandang paru
Pleural friction ribs (-)
Ronki (-/-)
Wheezing (-/-)
Stridor (-/-)

19

Anterior
Normal
Normal
Normal

Posterior
Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Cor
Inspeksi : Iktus cordis (-) / tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V dari MCL sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung
Batas atas = ICS III, 3 jari sebelah kanan dari MCL sinistra
Batas jantung kiri = ICS V sejajar dengan MCL sinistra
Batas jantung kanan = ICS III, IV, V 1 jari ke kanan dari PSL
dekstra
Auskultasi : bising jantung / murmur (-), gallop (-)
S1 : tunggal regular / normal
S2 : tunggal regular / S Aorta : normal ; S pulmonal : normal

Abdomen
Inspeksi
Flat, striae (-), vena kolateral (-), hernia umbilikus (-), sikatriks (-)
Palpasi
Soefl
Nyeri tekan epigastrium (+)
Massa (-)

20

Distensi abdomen (-)


Hepar teraba : tumpul, tidak berbenjol dan kenyal.
Lien tidak teraba
Ginjal tidak teraba
Perkusi
Timpani, ascites (-), nyeri ketuk sudut costovertebra (-), nyeri ketok
hepar (-).
Batas hepar : Batas atas-bawah hepar pada MCL dekstra : ICS VI ICS X, batas hepar 3 jari dibawah prosessus xypoideus
Auskultasi
Bising usus (+ ) kesan normal.

Ektremitas
Superior
Kulit : ekskoriasi (-), lembab (+)
Jari : tremor halus, clubbing finger (-)
Refleks biceps, triceps, brachioradialis normal.

Inferior
Kulit: ekskoriasi (-)
Miksedema pretibial (-)
Refleks lutut dan Achiles normal
Tes nyeri dan sensorik halus (+)
Motorik : kekuatan otot

21

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Usulan Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap
b. Kimia Darah Lengkap

Pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan pada tanggal 13-07-2011:


a. Darah Lengkap
DL

Nilai

Hb

12,3 g/dL

Leukosit

4.5 K/uL

Trombosit

36 K/uL

Hematokrit

36.7 %

Eritrosit

4.130.000

MCV

88.7

MCH

30.3

MCHC

33.7

DDR

+ 2 (malaria vivax)

3.6 Diagnosis :

Malaria vivax (Malaria Benigna)

3.7 Diagnosis Banding

Malaria falciparum

Malaria ovale

Malaria malariae

Demam tifoid

Demam dengue

22

3.8 Usulan Penatalaksanaan:

IVFD RL 20 tpm

Ranitidin inj 1 x 1 amp

Coartem 2 x 4 tab (3 hari)

Primakuin 1 x 1 tab (14 hari)

3.9 Komplikasi

Malaria berat

3.10 Prognosis
Vitam

: Bonam

Sanasionam

: Bonam

Fungsionam

: Bonam

23

3.11 Follow Up Pasien di Ruang Flamboyan

Perawatan

Hari 1

Cephalgia (+), CM

Malaria

IVFD RL 20 tpm

13/07/2011

myalgia

(+), TD 110/50,

Vivax

Ranitidin inj 1 x 1 amp

demam

(-), N 80 x/m,

nyeri

Coartem 2 x 4 tab (3

RR 24 x/m,

hari)

epigastrium (+) T 36,7 oC

Primakuin 1 x 1 tab (14


hari)

Hari 2

Cephalgia (+), CM

Malaria

IVFD RL 20 tpm

14/07/2011

myalgia

(+), TD 110/60

Vivax

Ranitidin inj 1 x 1 amp

demam

(-), N 84 x/m

nyeri

Coartem 2 x 4 tab (3

RR 24 x/m

hari)

epigastrium (+) T 35,8 oC

Primakuin 1 x 1 tab (14


hari)

Hari 3

Cephalgia (-), CM

Malaria

IVFD RL 20 tpm

15/07/2011

myalgia

(-), TD 110/50

Vivax

Ranitidin inj 1 x 1 amp

demam

(-), N 84 x/m

Coartem 2 x 4 tab (3

nyeri

RR 24x/m

hari)

epigastrium (-)

T 36,2 oC

Primakuin 1 x 1 tab (14


hari)

24

BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS

4.1 Anamnesis
Fakta pasien

Teori

Demam (+)

Menggigil (15-60 menit)

Menggigil (+)

Demam (2-6 jam) dengan

Berkeringat (+)

Nausea (+)

Vomitus (+)

Keluhan Prodromal

Cephalgia (+)

Cephalgia

Malaise (+)

Nausea

Palpitasi (+)

Vomitus

Anoreksia (+)

Anoreksia

Abdominal discomfort (+)

Abdominal discomfort

Sakit tulang belakang (-)

Sakit tulang belakang

suhu 37,5OC 40OC


Berkeringat (2-4 jam)

Demam dirasakan sejak 2 minggu sebelum pasien MRS. Sebelum


terjadinya demam, pasien mengaku ada riwayat pasien pergi ke hutan untuk
bertani kelapa sawit. Diduga dalam waktu 2 minggu tersebut, merupakan fase
inkubasi dari malaria vivax, sesuai dengan teori yaitu 9 14 hari. Demam
bersifat intermitten, sesuai dengan teori yang ada. Pasien merasakan menggigil,
diikuti dengan demam dan kemudian berkeringat, sesuai dengan trias malaria
yaitu terdapat periode dingin, periode panas dan periode berkeringat. 3 Demam

25

terjadi 1 kali / 24 jam, sesuai dengan teori yang ada dimana tipe demamnya
dapat terjadi setiap 24 jam, 36 jam dan 48 jam. 2 Pasien juga mengeluhkan
cephalgia, nausea, vomitus, penurunan nafsu makan, malaise, palpitasi, sesuai
dengan teori yang ada bahwa terdapat gejala prodromal yaitu cephalgia,
malaise, anoreksia, abdominal discomfort, nausea dan vomitus yang sering
terdapat / terjadi pada Plasmodium vivax.3

4.2 Pemeriksaan Fisik


Fakta pasien

Teori

Anemis (-)

Anemis (+)

Ikterik (-)

Ikterik (+)

Splenomegali (-)

Splenomegali (+)

Hepatomegali (-)

Hepatomegali (+)

Nyeri tekan epigastrium (+)

Temperatur meningkat (+)

Temperatur meningkat (-)

Nadi cepat (+)

Nadi cepat (-)

MMT pasien

Tidak ditemukan kelemahan dan


kelumpuhan pada kedua tungkai

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya anemia, ikterik,


splenomegali, hepatomegali, peningkatan temperature dan nadi yang cepat.
Berbeda dengan teori yang ada bahwa terdapat anemia yang disebabkan oleh
pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis, hemolisis karena
proses

complement

mediated

immune

26

complex,

eritrofagositosis

dan

penghambatan pengeluaran retikulosit. Ikterik juga tidak ditemukan pada


pasien, berbeda dengan teori yang ada. Splenomegali dan hepatomegali tidak
ditemukan, berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa malaria vivax sering
didapatkan splenomegali dan hepatomegali bahkan dapat menyebabkan rupture
limpa dan biasanya ditemukan pada 3 hari setelah serangan infeksi akut.3
Ditemukan juga nyeri tekan epigastrium, sesuai dengan teori nyeri epigastrium
disebabkan oleh peningkatan sekresi asam lambung karena anoreksia yang
dialami oleh pasien.2 Pada pasien tidak ditemukan peningkatan temperatur dan
nadi yang cepat, disebabkan karena pemeriksaan pasien / follow up pasien
dilakukan pada pagi hari sedangkan pasien baru menimbulkan gejala pada sore
menjelang malam hari.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


DL

Nilai

Hb

12,3 g/dL

Leukosit

4.5 K/uL

Trombosit

36 K/uL

Hematokrit

36.7 %

Eritrosit

4.130.000

MCV

88.7

MCH

30.3

MCHC

33.7

DDR

+ 2 (malaria vivax)

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pasien tidak


didapatkan mengalami anemia, leukopenia dan erirositnya normokrom
normositer. Hanya didapatkan trombositopenia dan DDR +2 malaria vivax.

27

Berbeda dengan teori yang menyatakan terdapat anemia, leukositosis,


tombositopenia.5

4.4 Diagnosis
Diagnosis MRS pasien ini dari poli ialah observasi febris, sementara
diagnosis selama di RS pasien ini ialah malaria vivax dan sudah tepat
berdasarkan anamnesis, temuan klinis / pemeriksaan fisik dan didukung
pemeriksaan penunjang.

4.5 Penatalaksanaan
Fakta

Usulan terapi

IVFD RL 20 tpm

IVFD RL 20 tpm

Ranitidin inj 1 x 1 amp

Ranitidin inj 1 x 1 amp

Coartem 2 x 4 tab (3 hari)

Ondansentron 8 mg tab 3 x 1

Primakuin 1 x 1 tab (14 hari)

Coartem 2 x 4 tab (3 hari)

Primakuin 1 x 1 tab (14 hari)

Penjelasan:
1. Pemasangan IVFD bertujuan untuk mengkoreksi dehidrasi pasien. 3
2. Pemberian Ranitidin IV berfungsi secara kompetitif menghambat
ikatan histamine dengan H2 reseptor di lambung sehingga cAMP
intrasel menurun, maka sekresi asam lambung menurun.
3. Pemberian Coartem berfungsi untuk menurunkan jumlah parasit
10.000 kali lipat setiap siklus aseksual dibandingkan obat anti malaria
(OAM) lain yang hanya mampu menurunkan jumlah parasit 100-1000
kali lipat setiap siklus.3

28

4. Pemberian Primakuin Efektif terhadap bentuk intrahepatik semua


spesies plasmodium (skizontosida jaringan) dan digunakan untuk terapi
radikal Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dalam kombinasi
dengan skizontosida darah untuk parasit dalam fase eritrositik. Selain
itu, juga bersifat gametosida pada Plasmodium falciparum. Diduga
mekanismenya adalah menghambat proses respirasi mitokondria di
dalam parasit malaria melalui metabolitnya yang bersifat sebagai
oksidan.3

Kesimpulan: Secara keseluruhan terapi yang diberikan sudah optimal.


Karena obat-obat yang diberikan berdasarkan dosis yang sebenarnya dan
penggunaannya juga sudah sesuai dengan temuan klinis dari pasien.

29

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari penjelasan kasus di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:

Diagnosis MRS pasien ini dari poli ialah observasi febris, sementara
diagnosis selama di RS pasien ini ialah malaria vivax dan sudah tepat
berdasarkan anamnesis, temuan klinis / pemeriksaan fisik dan didukung
pemeriksaan penunjang. .

Secara keseluruhan pada pasien belum dilakukan pemeriksaan


penunjang yang cukup.

Penatalaksanaan yang didapatkan oleh pasien ini sudah memenuhi


standar terapi yang sesuai dengan literature (optimal).

5.2. Saran
Malaria vivax merupakan kasus malaria yang sering ditemukan. Oleh
karena itu, anamnesis yang baik dan benar, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang adekuat sangat diperlukan untuk penegakkan diagnosis malaria
vivax. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan secara
lengkap selain untuk menilai klinis dari pasien, juga untuk menilai apakah
terdapat komplikasi yang mungkin terjadi seperti gagal ginjal akut dan
komplikasi lainnya. Selain itu, pemberian obat yang sesuai dengan dosis yang
adekuat juga sangat berpengaruh terhadap perbaikan klinis dan penyembuhan
pasien.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto, Paul.N. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Hal. 1732 1738.
2. Harrison, T.R. 2001. Principles of Internal Medicine 15th Edition. USA :
The Mc Graw Hill Companies Inc.
3. Gunawan, C.A., Harijanto, P., Nugroho, A. 2010. Malaria dari Molekuler
ke Klinis edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Priska, R. 2011. Case Report : DHF grade I dan Malaria vivax. Samarinda :
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unmul.
5. Wahyuliati. 2010. Case Report : Malaria Falciparum tanpa komplikasi.
Samarinda : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unmul.
6. Soedarmo, S. S., Garna, H., Hadinegoro, S.R., Satari, H.I. 2008. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis edisi II. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
7. Alatas, H., Hassan, R. 1997. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II.
Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

31

Vous aimerez peut-être aussi