Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
menjadi 1.774.845 kasus. Jumlah kasus malaria pada tahun 2008 adalah 1.620.000
juta kasus malaria klinis dan pada tahun 2009 menjadi 1.140.000 juta kasus. Selain
itu, jumlah penderita positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop terdapat parasit
malaria) pada tahun 2008 adalah 266 ribu kasus dan pada tahun 2009 menjadi 199
ribu kasus.4
Malaria merupakan masalah kesehatan di banyak Negara di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Malaria menjadi salah satu perhatian global karena kasusnya
yang masih tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan
mengancam keselamatan jiwa manusia. Upaya pengendalian dan penurunan kasusnya
merupakan komitmen Internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs).
Target yang disepakati secara Internasional oleh 189 negara adalah mengusahakan
terkendalinya penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria pada
tahun 2015 dengan indikator prevalensi malaria per 1.000 penduduk. 5
Atas dasar tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini agar
penulis dapat lebih memahami dalam hal penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
dari malaria vivax (malaria tertiana).
1.2. Tujuan
Mengetahui
dan
memahami
dalam
hal
penegakan
diagnosis
dan
1.3. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah yang ditandai dengan gejala demam rekuren, menggigil, berkeringat,
kelemahan, anemia dan hepatosplenomegali.1,3
2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium terdiri
dari 4 spesies, yaitu : Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale
dan Plasmodium malariae. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi
berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang
terdapat di Indonesia, yaitu Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria
tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium
malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang
menyebabkan malaria ovale.6
Plasmodium yang sering dijumpai adalah Plasmodium vivax dan Plasmodium
falciparum. Plasmodium malariae jarang sekali ditemui. Plasmodium ovale pernah
dilaporkan di Irian Jaya, P. Timor, P. Owi (utara Irian Jaya).1
2.3 Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia,
Amerika (bagian selatan), daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Sebanyak lebih
dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta
dan mortalitas lebih dari 1 juta per tahun. Beberapa daerah yang bebas malaria, yaitu :
2.4 Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui 2 cara, yaitu : alamiah dan non alamiah.
ringan dan kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal biasanya terjadi
pada Plasmodium vivax.3
Periode paroksisme biasanya terdiri adari 3 stadium yang berurutan, yakni
periode dingin (cold stage), periode panas (hot stage) dan periode berkeringat (sweat
stage).6 Periode dingin terjadi 15-60 menit dengan gejala pasien mulai menggigil,
penderita sering membungkus diri dengan selimut, badan bergetar saat menggigil,
gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur. Periode panas
memberikan gejala muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh
meningkat hingga 40 o C atau lebih, pasien membuka selimutnya, respirasi meningkat,
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah menurun),
dapat terjadi delirium hingga kejang (anak). Periode ini lebih lama dari stadium
dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode
berkeringat memberikan gejala berupa penderita berkeringat mulai dari temporal
hingga seluruh tubuh sampai basah, temperatur menurun, penderita merasa kelelahan
dan sering tertidur. Jika penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan
aktivitas seperti biasa.3
Tipe I : inkubasi pendek (12-20 hari), relaps sering terjadi dan periode
laten tidak memanjang.
Tipe II : inkubasi pendek (2-20 hari), periode laten panjang (7-13 bulan),
diikuti satu atau lebih relaps selama periode laten.
Tipe III : inkubasi panjang (6-9 bulan), periode laten panjang (7-13
bulan), relaps terjadi sesudah serangan primer yang terlambat atau
selama periode laten.
Malaria vivax dapat memiliki pola relaps yang berbeda. Relaps di daerah tropis
biasanya terjadi sepanjang tahun, di daerah dingin setelah serangan primer, terjadi
periode laten dan relaps diduga terjadi setelah 4-14 hari kemudian. Penyebabnya
adalah maturasi hipnozoit yang tertinggal di dalam hati. Keadaan tersebut disebabkan
oleh pengobatan yang tidak lengkap pada malaria vivax. 3
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang tepat dari penderita tentang
asal penderita, apakah dari daerah endemis malaria, riwayat berpergian ke daerah
endemis malaria lebih kurang 2 minggu, riwayat pengobatan kuratif maupun
preventif.1,3 Pemeriksaan fisik yang adekuat ditambah dengan pemeriksaan darah tepi
tipis dan tetes tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria.
Morfologi parasit malaria terlihat pada sediaan darah tipis yang diwarnai
Giemsa, tetapi sensitivitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah tebal
sensitivitas pemeriksaan mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali dibandingkan
sediaan darah tipis. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah lamanya pewarnaan yang
optimal, yaitu 30 menit dengan 3% giemsa. Pewarnaan cepat dengan konsentrasi
Giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah parasit rendah dalam
darah, seringkali parasit yang ada tidak terwarnai.3
Perhitungan jumlah parasit dapat dilakukan secara kuantitatif maupun semikuantitatif. Perhitungan parasit secara semikuantitatif kurang akurat, sehingga
sebaiknya hanya digunakan pada sediaan darah tebal dengan cara di bawah ini :
Demam Tifoid
Demam Dengue
Malaria Falciparum
Malaria Malariae
Malaria Ovale.1
2.10 Penatalaksanaan
Berdasarkan cara kerja obatnya anti malaria dapat diklasifikasikan sebagai
skizontosida darah yang bekerja pada bentuk aseksual parasit dalam eritrosit dengan
menghambat skizogoni sehingga bermanfaat untuk penyembuhan klinis maupun
terapi
supresif.
Skizontosida
jaringan
10
bekerja
dengan
menghambat
atau
mengeliminasi bentuk primer dari plasmodium ekstra eritrositik dalam hati dan
sebagai kausa profilaksis. Gametosida adalah obat anti malaria yang bekerja dengan
mematikan bentuk aseksual plasmodium sehingga berfungsi menghambat transmisi
plasmodium ke vektor. Sporontosida bekerja dengan menghambat pembentukan
ookist dan sporozoit pada nyamuk yang terinfeksi sehingga bermanfaat juga
menghambat transmisi malaria.4
Jika pada apusan darah ditemukan Plasmodium vivax / ovale / malariae,
diberikan pengobatan sebagai berikut :
Bila pengobatan lini I gagal, maka digunakan pengobatan lini II, yaitu :
kina pada 7 hari pertama dan primakuin pada hari ke 1 hingga hari ke
14.4
2.11 Komplikasi
Malaria serebral.3
2.12 Prognosis
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya
baik (bonam), tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi
rata-rata dapat berlangsung 3 bulan atau lebih lama dan dapat menimbulkan relaps. 6
2.13 Preventif
Ada 3 cara yang masih dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya malaria :
11
Vaksin malaria.6
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Sumber Anamnesa
Autoanamnesa
Alloanamnesa
Nama
: Tn. R
Usia
: 51 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: D3 pertanian
Suku
: Batak
Agama
: Kristen Protestan
Status
MRS
Diperiksa
Demam (Fever)
Pasien MRS pada hari rabu tanggal 13 Juli 2011 setelah mendapat advice dari
dr. Sp.PD dari poliklinik untuk dirawat inap. Keluhan utama (chief complaint)
13
Riwayat hipertensi (-), riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat
malaria (-), riwayat DBD (-) dan riwayat tifoid (-).
14
Riwayat hipertensi (-), riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat
malaria (-), riwayat DBD (-) dan riwayat tifoid (-).
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat perokok aktif hingga saat ini dari usia muda ( 28 tahun).
Riwayat Pekerjaan :
15
Keadaan Sakit
Kesadaran
Status Gizi
Berat badan
60 kg
Tinggi badan
165 cm
BMI
Vital sign
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
24 x/menit.
Suhu
36,7 C, aksiler.
Kepala
Rambut tidak ada yang rontok
Wajah tidak kusam
Tidak ada edema pada wajah
Mata
Konjungtiva
16
Sklera
Pupil
Refleks cahaya
Hidung
Septum deviasi (-)
Tanda radang (-)
Epistaksis (-)
Telinga
Bentuk : Normal
Tidak ada nyeri pada tragus, pinna dan prosesus mastoideus
Tidak ada cairan keluar / otorrhea
Ketajaman pendengaran : Baik
Mulut
Kebersihan mulut baik
Bibir : tidak ada kelainan
Gusi dan gigi geligi
Karies (-)
Karang gigi (+)
Gigi yang tanggal (-)
Lidah : merah, candidiasis (-)
Tonsil : edema (-), hiperemis (-)
17
Leher
Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid ataupun
KGB.
Palpasi : Trakea terletak di tengah dan tidak ada deviasi, tidak teraba
adanya pembesaran kelenjar tiroid ataupun KGB, tidak ada peningkatan
JVP.
Auskultasi : Tidak terdengar adanya bruit, terdengar suara napas trakeal.
Thorax
Pulmo
Inspeksi (anterior) :
Inspeksi (posterior) :
18
Palpasi (anterior) :
Pergerakan dinding dada simetris D = S
Fremitus raba dinding dada simetris D = S
Massa (-)
Palpasi (posterior) :
Pergerakan dinding dada simetris D = S
Fremitus raba dinding dada simetris D = S
Perkusi (anterior) :
Dextra = Sinistra : sonor
Batas paru hepar : didapatkan batas pada ICS V dengan peranjakan pada
inspirasi di ICS VI. (Panjang hepar = 8 cm)
Perkusi (posterior) :
Dextra = Sinistra : sonor
Batas pengembangan paru relatif pada ICS IX dan Batas pengembangan
paru absolut pada ICS X.
19
Anterior
Normal
Normal
Normal
Posterior
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Cor
Inspeksi : Iktus cordis (-) / tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V dari MCL sinistra, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung
Batas atas = ICS III, 3 jari sebelah kanan dari MCL sinistra
Batas jantung kiri = ICS V sejajar dengan MCL sinistra
Batas jantung kanan = ICS III, IV, V 1 jari ke kanan dari PSL
dekstra
Auskultasi : bising jantung / murmur (-), gallop (-)
S1 : tunggal regular / normal
S2 : tunggal regular / S Aorta : normal ; S pulmonal : normal
Abdomen
Inspeksi
Flat, striae (-), vena kolateral (-), hernia umbilikus (-), sikatriks (-)
Palpasi
Soefl
Nyeri tekan epigastrium (+)
Massa (-)
20
Ektremitas
Superior
Kulit : ekskoriasi (-), lembab (+)
Jari : tremor halus, clubbing finger (-)
Refleks biceps, triceps, brachioradialis normal.
Inferior
Kulit: ekskoriasi (-)
Miksedema pretibial (-)
Refleks lutut dan Achiles normal
Tes nyeri dan sensorik halus (+)
Motorik : kekuatan otot
21
Nilai
Hb
12,3 g/dL
Leukosit
4.5 K/uL
Trombosit
36 K/uL
Hematokrit
36.7 %
Eritrosit
4.130.000
MCV
88.7
MCH
30.3
MCHC
33.7
DDR
+ 2 (malaria vivax)
3.6 Diagnosis :
Malaria falciparum
Malaria ovale
Malaria malariae
Demam tifoid
Demam dengue
22
IVFD RL 20 tpm
3.9 Komplikasi
Malaria berat
3.10 Prognosis
Vitam
: Bonam
Sanasionam
: Bonam
Fungsionam
: Bonam
23
Perawatan
Hari 1
Cephalgia (+), CM
Malaria
IVFD RL 20 tpm
13/07/2011
myalgia
(+), TD 110/50,
Vivax
demam
(-), N 80 x/m,
nyeri
Coartem 2 x 4 tab (3
RR 24 x/m,
hari)
Hari 2
Cephalgia (+), CM
Malaria
IVFD RL 20 tpm
14/07/2011
myalgia
(+), TD 110/60
Vivax
demam
(-), N 84 x/m
nyeri
Coartem 2 x 4 tab (3
RR 24 x/m
hari)
Hari 3
Cephalgia (-), CM
Malaria
IVFD RL 20 tpm
15/07/2011
myalgia
(-), TD 110/50
Vivax
demam
(-), N 84 x/m
Coartem 2 x 4 tab (3
nyeri
RR 24x/m
hari)
epigastrium (-)
T 36,2 oC
24
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS
4.1 Anamnesis
Fakta pasien
Teori
Demam (+)
Menggigil (+)
Berkeringat (+)
Nausea (+)
Vomitus (+)
Keluhan Prodromal
Cephalgia (+)
Cephalgia
Malaise (+)
Nausea
Palpitasi (+)
Vomitus
Anoreksia (+)
Anoreksia
Abdominal discomfort
25
terjadi 1 kali / 24 jam, sesuai dengan teori yang ada dimana tipe demamnya
dapat terjadi setiap 24 jam, 36 jam dan 48 jam. 2 Pasien juga mengeluhkan
cephalgia, nausea, vomitus, penurunan nafsu makan, malaise, palpitasi, sesuai
dengan teori yang ada bahwa terdapat gejala prodromal yaitu cephalgia,
malaise, anoreksia, abdominal discomfort, nausea dan vomitus yang sering
terdapat / terjadi pada Plasmodium vivax.3
Teori
Anemis (-)
Anemis (+)
Ikterik (-)
Ikterik (+)
Splenomegali (-)
Splenomegali (+)
Hepatomegali (-)
Hepatomegali (+)
MMT pasien
complement
mediated
immune
26
complex,
eritrofagositosis
dan
Nilai
Hb
12,3 g/dL
Leukosit
4.5 K/uL
Trombosit
36 K/uL
Hematokrit
36.7 %
Eritrosit
4.130.000
MCV
88.7
MCH
30.3
MCHC
33.7
DDR
+ 2 (malaria vivax)
27
4.4 Diagnosis
Diagnosis MRS pasien ini dari poli ialah observasi febris, sementara
diagnosis selama di RS pasien ini ialah malaria vivax dan sudah tepat
berdasarkan anamnesis, temuan klinis / pemeriksaan fisik dan didukung
pemeriksaan penunjang.
4.5 Penatalaksanaan
Fakta
Usulan terapi
IVFD RL 20 tpm
IVFD RL 20 tpm
Ondansentron 8 mg tab 3 x 1
Penjelasan:
1. Pemasangan IVFD bertujuan untuk mengkoreksi dehidrasi pasien. 3
2. Pemberian Ranitidin IV berfungsi secara kompetitif menghambat
ikatan histamine dengan H2 reseptor di lambung sehingga cAMP
intrasel menurun, maka sekresi asam lambung menurun.
3. Pemberian Coartem berfungsi untuk menurunkan jumlah parasit
10.000 kali lipat setiap siklus aseksual dibandingkan obat anti malaria
(OAM) lain yang hanya mampu menurunkan jumlah parasit 100-1000
kali lipat setiap siklus.3
28
29
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari penjelasan kasus di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
Diagnosis MRS pasien ini dari poli ialah observasi febris, sementara
diagnosis selama di RS pasien ini ialah malaria vivax dan sudah tepat
berdasarkan anamnesis, temuan klinis / pemeriksaan fisik dan didukung
pemeriksaan penunjang. .
5.2. Saran
Malaria vivax merupakan kasus malaria yang sering ditemukan. Oleh
karena itu, anamnesis yang baik dan benar, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang adekuat sangat diperlukan untuk penegakkan diagnosis malaria
vivax. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan secara
lengkap selain untuk menilai klinis dari pasien, juga untuk menilai apakah
terdapat komplikasi yang mungkin terjadi seperti gagal ginjal akut dan
komplikasi lainnya. Selain itu, pemberian obat yang sesuai dengan dosis yang
adekuat juga sangat berpengaruh terhadap perbaikan klinis dan penyembuhan
pasien.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto, Paul.N. 2006. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Hal. 1732 1738.
2. Harrison, T.R. 2001. Principles of Internal Medicine 15th Edition. USA :
The Mc Graw Hill Companies Inc.
3. Gunawan, C.A., Harijanto, P., Nugroho, A. 2010. Malaria dari Molekuler
ke Klinis edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Priska, R. 2011. Case Report : DHF grade I dan Malaria vivax. Samarinda :
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unmul.
5. Wahyuliati. 2010. Case Report : Malaria Falciparum tanpa komplikasi.
Samarinda : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unmul.
6. Soedarmo, S. S., Garna, H., Hadinegoro, S.R., Satari, H.I. 2008. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis edisi II. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
7. Alatas, H., Hassan, R. 1997. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II.
Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
31