Vous êtes sur la page 1sur 99

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan
intelektual profesional, komunikasi dan aplikasi teknologi serta menggunakan
proses keperawatan dalam membantu pasien atau klien atau keluarga dan
masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Neogroho, 1989).
Prinsip asuhan keperawatan utama yang akan diberikan pada klien dengan
gangguan umum neurologi adalah memperhatikan adanya perubahan-perubahan
sistematik seperti tekanan darah, frekuensi dan keteraturan nadi, aktivitas
pernafasan, status sensori (tingkat kesadaran) dan fungsi sensorik motorik, karena
perubahan-perubahan sistematik tersebut menjadi tanda adanya penyimpangan
yang dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan catatan medik Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said
Sukanto Jakarta pada tahun 2002 terdapat 89 orang penderita stroke, meninggal 9
orang dan pada tahun 2003 terdapat 126 orang penderita stroke, meninggal 6
orang. Dari bulan Januari sampai dengan Maret 2003 dengan penderita yang
mengalami cacat sebanyak 120 orang.
Dengan adanya manifestasi klinis yang ditimbulkan akibat stroke yaitu
penurunan fungsi neurologi, maka kebutuhan manusia akan terganggu sehingga

penderita stroke memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif atau


menyeluruh dan profesional, mencakup biologi, psikologi, sosial dan spiritual.
Asuhan keperawatan pada penderita stroke bertujuan untuk memudifikasi faktorfaktor resiko dan mencegah terjadinya stroke berulang. Oleh karena itu penulis
termotivasi untuk menyusun makalah ilmiah yang berjudul Asuhan Keperawatan
pada Klien Tn. S dengan stroke non Hemoragik di Rumah Sakit Kepolisian Pusat
Raden Sahid Sukanto Jakarta dari tanggal 18 Juni 20 Juni 2003.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman, informasi dan gambaran dalam merawat klien
dengan stroke non hemoragik dengan benar.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan troke non hemoragik
dengan benar.
b. Mampu mementukan masalah keperawatan klien dengan stroke non
hemoragik dengan benar.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan klien dengan stroke non
hemoragik dengan benar.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan stroke
non hemoragik dengan benar.

e. Mampu melakukan evaluasi tindakan dan asuhan keperawatan dengan


benar.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
kasus dengan benar.
g. Mampu mengidentifiaksi faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusinya dengan benar.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam
bentuk narasi dengan benar.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Adapun ruang lingkup penulisan dalam makalah ilmiah ini adalah asuhan
Keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik di Ruang Diviacita Rumah
Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta yang dilaksanakan pada
tanggal 18 20 Juni 2003.

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini dengan metode deskriptif yaitu :
1. Studi Kepustakaan untuk memperoleh konsep dasar ilmiah yaitu dengan
mempelajari buku-buku pedoman yang berhubungan dengan permasalahan
yang sesuai dengan makalah ilmiah yang disusun.

2. Studi kasus yang meliputi pengamatan secara langsung maupun tidak langsung
pada klien melalui wawancara, pemeliharaan fisik, catatan medis, informasu
dari rekan sejawat maupun tim medis lainnya.
E. Sistematika Penulisan
Bab I

: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang


lingkup metode dan sistematika penulisan.

Bab II

: Tinjauan teoritis meliputi konsep dasar stroke non hemoragik


yang terdiri atas pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi
klinik, komplikasi dan penatalaksanaan medis. Sedangkan untuk
asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan dan evaluasi.

Bab III

: Tinjauan

kasus

yang

terdiri

atas

pengkajian,

diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.


Bab IV

: Pembahasan terdiri atas pengkajian, diagnosa keperawatan,


perencaan, implementasi dan evaluasi.

Bab V

: Kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Pengertian stroke menurut beberapa ahli yaitu :
a. Stroke atau Cerebra Vascular Accident (CVA) adalah gangguan suplay
oksigen ke sel-sel saraf yang dapat disebabkan oleh sumbatan atau
pecahnya satu atau lebih pembuluh darah yang memperdarahi otak dan
terjadi dengan tiba-tiba. (Luckman and Sorensen, Medical Surgical
Nursing, 1993)
b. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah kebagian otak yang disebabkan oleh
trombosis, embolisme, iskemia, perdarahan serebral. (Suzanne C.S and
Brenda G.B, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, 2002)
c. Stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan
berlangsung 24 jan sebagai akibat daru cerebro vaskules disease
(CVD), stroke disebabkan oleh obstruksi vaskuler (trombi.emboli)
mengakibatkan iskemia dan infark. (Hudak and Gallo, Keperawatan
Kritis,1996).

2. Patofisiologi
a. Etiologi
Stroke sebagian besar disebabkan oleh adanya arteriosklerosis
(trombosis), embolisme serebral, iskemia serebral dan perdarahan serebal.
Trombosis serebral Arteriasklerasis serebral dan perlambatan
sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosit serebral, yang
adalah penyebab paling umum dari stroke.
Embolisme serebral, disebabkan karena abnormalitas patologik
pada jantung kita, seperti endokarditis infektif, penyakit jantung
reumatik, dan infark mokard, serta infeksi pulmonal yang merupakan
tempat asal dari emboli.
Iskemia serebral Insufisiensi suplai darah keotak terutama
karena kontriksi oteroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
Hemoragi serebral, dapat dibagi menjadi hemoragi ekstradural/
epidural yaitu perdarahan di antara tulang tengkorak bagian dalam
keadaan dura meter. Hemoragi subdural yaitu perdarahan didalam
ruang subarchnoid yang dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus willisi dan mal formasi arteri vena kongenital pada
otak. Hemoragi intra serebal yaitu perdarahan yang terjadi di dalam
otak atau jaringan serebral dengan perubahan struktur sekitarnya.

Etiologi diatas ditunjang dari beberapa faktor resiko yang dapat


menyebabkan terjadinya stroke, antara lain : hipertensi, penyakit
kardiovaskuler seperti penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif,
hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung kongestif, kolesterol
tinggi, obesitas, diabetes militus, peningkatan hematokrit, kontrasepsi
oral, merokok, penyalahgunaan obat (kokaine), konsumsi alkohol.
b. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung
pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Adapun manifestasi klinisnya berupa :
Kehilangan motorik Disfungsi motor paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi). Karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparasis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain, disfagia (kesulitan menelan).
Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh karena : disartria (kesulitan berbicara) yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau
kehilangan bicara), apraksia (ketidak mampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya).

Gangguan persepsi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan


jaras sensari primer diantara mata dan korteks visual seperti
komonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapangan padang).
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial), sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa ke
rusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh).
Kerusakan fungsi kognitif. Hal ini disebabkan bila kerusakan
telah terjadi pada lebus frontal, mempelajari kapasitas memori-memori
atau fungsi intelektual kartikal yang lebih tinggi.
Disfungsi kandung kemih/linkontinensia urinarius, kandung
kemih menjadi atonik dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap
pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius
eksternal hilang atau berkurang ( Suzanne C. Smetter dan benda G.
Bure, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ; Brunner and
suddart Edisi & valume 3).
c. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke menurut Prof. Dr. Mardjono dalam buku
Neurologis Klinis Dasar tahun 1996 yaitu :

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi


vaskuler serebral dapat dibagi dalam : 1). Transien Ischemic Attack
(TIA), merupakan gangguan peredaran darah pada salah satu arteri atau
cabangnya pada otak, sepintas dan mengakibatkan ketidakseimbangan
kebutuhan metabolik otak dan aliran darah setempat. Dapat sembuh
dalam 24 jam. 2). Stroke In Evolution Serangan stroke progresif atau
sedang berkembang menunjuk-kan defisit neurologik iskemik yang
reversibel dan berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi bisa sembuh
dengan sempurna. 3). Stroke sempurna (completed stroke) Gangguan
neurologis maksimal yang menyebabkan individu mengalami defisit
permanen.
Pembagian klinis lain sebagai variasi dari klasifikasi melitputi
1) Stroke non nemoragik merupakan gangguan peredaran darah otak
trombotik, embolik maupun iskemik, mencakup : TIA, stroke In
evalution, stroke trimbotik, troke embolik dan stroke akibat kompresi
terhadap arteri seperti tumor, abses, granulona. 2) Stroke Hemoragik
merupakan gangguan peredaran darah otak sebagai akibat dari
pecahnya satu atau lebih pembuluh darah.

d. Proses Penyakit
Stroke disebabkan karena adanya cerebrovaskuler disease
(CVD) antara lain adalah obstruksi vaskuler (trombi atau emboli) yang
mengakibatkan iskemia dan infark serta stroke haemorrhagic yang
diakibatkan oleh penyakit vaskuler hipertensif (yang menyebabkan
haemorrhagic intra serebral), ruptur aneurisma atau malformasi
arteriovena (MAV). Masing-masing dari jenis stroke memiliki waktu
terjadi yang khas.
Jika aliran darah kesetiap bagian otak tersumbat karena trombus
atau embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30 Ml/100 gram selama
satu menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih, seperti
kehilangan kesadaran. Kekurangan oksigen dalam waktu yang lama
dan suplai darah kurang dari 16 ml/100 gram dapat menyebabkan
nekrosis mikroskop neuron-neuron, area nekrotik disebut infark.
Kekurangan oksigen dapat disebabkan karena iskemia umum
(henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena proses anemia atau
kesukaran bernafas. Jika neuron hanya mengalami iskemik dan belum
terjadi nekrosis, maka mesin ada peluang untuk menyelamatkannya.
Situasi ini analog dengan cedera fokal yang diakibatkan oleh infark
miokard. Suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan

10

suatu area infark jaringan. Jaringan iskemia ini seperti halnya pada
otak, dapat diselamatkan dengan tindakan yang sesuai atau mati karena
peristiwa sekunder.

Hipertensi

Plaque
Artherosklerosis
Vasuspasmus

Penyakit Jantung
Kongestif

Artero
Sklerosis

Embolisme

Perdarahan Intra
Serebral

Trombus/plaque
Arthero
Sklerotique

Oklusi/sumbatan
Aliran darah
Cerebral blood flow
Menurun
Aktivitas elektrolit
Terganggu
Pompa natrium dan
Kalium gagal
Ischemia
Infark Jaringan
Stroke

Sumber : Luckman and Sorensens. 1993, Medikal Surgical


Nursing, Fourth Editon

11

e. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Hudak & Gallo, keperawatan Kritis
tahun 1996 yaitu :
Vasospasme biasanya terjadi dari 3 sampai 12 hari setelah
hemoragic subarakhnoid. Insiden puncaknya adalah antara hari 4
sampai hari ke 8, meskipun ada beberapa variasi. Vasospasme
merupakan signifikan klinis. Karena hal ini menurunkan aliran darah
serebral, mengganggu oksigen jaringan otak dan meningkat-kan
akumulasi sampah metabolik seperti asam laktat.
Hidrosefalus menandakan adanya ketidakseimbangan antara
pembentukan dan reabsorbsi dari cairan cerebrospinalis (CSS). Jika
terdapat darah pada ruang subarakhoid, maka sel-sel darah merah
tersebut dapat menyumbat saluran kecil yang menuju satu ventrikel ke
ventrikel lain. Jika itu terjadi maka berkembang hidrosefalus obstruksi
pada klien sehingga akan menyumbat aliran CSS.
Distritmia jenis apa saja dapat terjadi pada klien dengan
hemoragic subarakhnoid, mungkin karena darah dalam CSS yang
membasahi batang otak mengiritasi area tersebut. Batang otak
mempengaruhi frekuensi jantung, sehingga adanya iritasi kimia dapat
mengakibat-kan ketidak teraturan ritme jantung.

12

Perdarahan ulang terjadi pada aneurisma yang tidak diperbaiki,


tanpa intervensi resiko perdarahan ulang pada klien dengan haemoragic
subarakhnoid akan terjadi setelah empat minggu.
Pada susunan syaraf pusat, peningkatan intrakranial (TIK)
adalah potensial komplikasi yang diakibatkan oleh eskemia setelah
stroke non haemoragic dimana darah menyebabkan efek terhadap
massa lesi. Keadaan ini disebabkan karena kebocoran aneurisma atau
mungkin post operatif setelah manipulasi otak selama kraniotomi.
3. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis pada pasien stroke ada 3 fase yaitu :
1) Fase Akut. Adapun penatalaksanaan pada pasien stroke dengan fase
akut yang meliputi bedrest (tirah baring), pengontrolan tekanan darah,
mencegah dan mengontrol terjadinya Tekanan Intra Kranial (TIK),
pemberian oksigenasi, diet nutrisi rendah garam jika ada faktor
hypertensi, pemberian obat (anti hipertensi, anti kaagulan, anti
trombotik, anti diuretik).

13

2) Fase Post Akut. Adapun penatalaksanaan pada pasien stroke dengan


fase post akut yaitu monitoring tanda-tanda vital; tekanan darah, suhu,
pernapasan dan nadi; monitoring status neurologis, nilai GCS,
suctioning. Jika diperlukan perubahan posisi setiap 2 jam sekali, latihan
Range Of Motion (ROM), meninggikan posisi kepala lebih tinggi dari
badan dengan kemiringan 300, latihan Buang Air Besar, pemberian
makanan tinggi serat, pemenuhan personal hygiene kulit dan mulut,
bladder training jika perlu pemasangan kateter, diet nutrisi jika perlu
pasang NGT, mengkaji persepsi visual, mengkaji adanya penurunan
persepsi.
3) Fase Rehabilitasi.
Fase rehabilitasi yaitu fase pemulihan kondisi pasien setelah rawat
inap.

Tahap

ini

penatalaksanaannya

dengan

program

yang

komprehensif dan tetap dalam pemantauan tim medis agar kondisi


pasien dalam melakukan fase rehabilitasi tetap terkontrol dan
mencegah komplikasi yang akan terjadi. Adapun penatalaksanaan pada
tahap rehabilitasi yaitu evaluasi kemampuan fisik pasien setelah
terkena stroke baik kondisi intelektual, sosial dan emosional pasien,
libatkan support famili dan psikososial; pembatasan aktivitas; program
kan untuk rehabilitasi (posisi latihan aktivitas sehari-hari), berikan
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga terhadap pentingnya

14

rehabilitasi, berikan pendidikan kesehatan tentang obat-obatan;


informasikan pada pasien dan keluarga metode terapi rehabilitasi yang
harus dijalankan (fisioterapi dan terapi wicara); libatkan peran tim
kesehatan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
kontinyu,

kolaborai

dnegan

pihak

fisioterapi

dalam

program

rehabilitasi pasien.
(Wahyu Widagdo, 1995, Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan).
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan stroke meliputi :
a. Tingkat Kesadaran
Kualitas
mendasar

dan

kesadaran

pasien

merupakan

parameter

paling

penting

parameter

yang

paling

membutuhkan

pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan


adalah infikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan.
Pada keadaan perawatan yang sesungguhnya dimana waktu
untuk mengumpulkan data sangat terbatas, Skala Koma Glasgow
(SKG) dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala
tersebut memungkinkan pemeriksa membuat peringkat tiga respons
utama pasien terhadap lingkungan : membuka mata, mengucapkan dan

15

gerakan. Pada setiap kategori respon terbaik dibuatkan nilai. Nilai total
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3
menandakan pasien tidak memberikan respon. Suatu nilai keseluruhan
8 atau dibawahnya berhubungan dengan koma, jika tertahan selama
waktu yang lama mungkin ini menjadi prediktor buruknya pemulihan
fungsi.
Skala Koma Glasgow (SKG)
Respon Membuka Mata
Spontan
Terhadap bicara
Terhadap nyeri
Tidak ada respon

Nilai
4
3
2
1

Respon Verbal
Teroientasi
Percakapan yang membingungkan
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai.
Suara mengguman
Tidak ada respon
Respon Motorik
Mengikuti perintah
Menunjukkan tempat rangsangan
Menghindar dari stimulasi
Fleksi abnormal (dekorfikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon

16

Nilai
5
4
3
2
1
Nilai
6
5
4
3
2
1

b. Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi


Kelemahan otot merupakan tanda penting gangguan fungsi pada
beberapa gangguan neurologis, perawat dapat menilai kekuatan
ekstremitas dengan memberikan tahanan pada berbagai kelompok otot,
dengan menggunakan otot perawat sendiri atau dengan gaya gravitasi.
Dengan maksud memeriksa dengan cepat untuk mendeteksi kelemahan
ekstremitas atas, perawat dapat menyuruh pasien merentangkan
lengannya dengan telapak tangan menghadap ke atas, dengan mata
terpejam, amati setiap ayunan ke bawah atau pronasi dari lengan
bawah. Pemeriksaan yang sama pada ekstremitas bawah termasuk
menyuruh pasien mengangkat tungkainya lurus di atas tempat tidur
terhadap tahanan tangan pemeriksa. Kelemahan yang terlihat pada
pemeriksaan ini menandakan adanya kerusakan jaras neuron motorik
dari sistem piramidal, yang menyampaikan perintah untuk gerakan
volunter.
Sedangkan untuk menilai kekuatan otot menggunakan skala
peringkat 0 5 dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

17

Skala peringkat untuk kekuatan otot :


0 : Tidak ada kontraksi.
1 : Ada tanda dari kontraksi.
2 : Bergerak tapi tak mampu untuk menahan gaya gravitasi.
3 : Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan
tahanan otot pemeriksa.
4 : Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot pemeriksa.
5 : Kekuatan dan regangan yang normal.
(Hudak & Gallo, 1996, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Edisi
6, Volume II).
c. Data Dasar Pengkajian
Data yang dikumpulkan pada pasien dengan stroke meliputi :
1) Aktivitas/Istirahat
Pada pasien stroke gejala yang timbul saat aktivitas/istirahat
meliputi merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegi) ditandai
adanya gangguan tonus otot (flaksial, spastis), paralisis (hemiplegi)
dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan dan tingkat
kesadaran.
2) Sirkulasi
Gejala yang timbul adalah adanya penyakit jantung (miokard
infark,

penyakit

jantung

18

vaskular,

gagal

jantung

kronik,

endokarditis bakterial), polisitemia dan riwayat hipotensi postural


ditandai

dengan

hipertensi

arterial,

nadi

(frekuensi

dapat

bervariasi), disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis


femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
3) Integritas EGO
Gejala yang timbul yaitu perasaan tidak berdaya, putus asa ditandai
dengan emosi yang lebih dan ketidaksiapan untuk marah, sedih,
gembira dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Gejala pada eliminasi adalah perubahan pole berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen, distensi kandung
kemih, bising usus negatif.
5) Makanan/Cairan
Gejala yang timbul yaitu nafsu makan hilang, mual muntah selama
fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi pada lidah, pipi,
tengkorak (dispagia). Riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam
darah ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas.
6) Neurosensori
Gejala pada neurosensori meliputi sincope/pusing, sakit kepala,
kelemahan, kesemutan, kebos, penglihatan menurun seperti buta
total, sebagian atau diplopa. Hilangnya rangsang sensorik kontra

19

lateral pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang


satu sisi) pada wajah. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran, penurunan memori,
kelemahan/paralisis ekstremitas. Reflek tendon melemah secara
kontralateral. Pada wajah terjadi paralisis/parese, afasia (gangguan
atau kehilangan fungsi bahasa), kehilangan kemampuan untuk
mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia)
seperti gangguan kesadaran, citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian
terhadap bagian tubuh yang terkena, apraksia (kehilangan
kemampuan menggunakan motorik), ukuran/reaksi pupil tidak
sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral, kekakuan nukal, kejang.
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala yang dapat ditemukan adalah sakit kepala dengan intensitas
yang berbeda-beda karena arteri karotis yang terkena ditandai
tingkah laku yang tidak stabil, gelisah dan ketegangan pada
otot/fasia.
8) Pernafasan
Gejalanya merokok (faktor risiko) yang ditandai ketidakmampuan
menelan, batuk, hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit,
atau tidak teratur dan suara nafas terdengar ronki.

20

9) Keamanan
Tanda yang ditemukan yaitu motorik atau sensorik : masalah
dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat
tubuh yang sakit, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang
sakit, tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang
pernah dikenal, gangguan koresponden terhadap panas dan dingin,
kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan, perhatian
sedikit terhadap keamanan dan tidak sabar/kurang kesadaran diri.
10) Interaksi Sosial
Tanda pada interaksi sosial meliputi masalah bicara, ketidakmampu
an untuk berkomunikasi.
11) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala yang ada yaitu riwayat hipertensi pada keluarga, stroke,
pemakaian kontrasepsi oral dan kecanduan alkohol.
(Marylin E. Doenges, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3)
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
stroke menurut Marylin E. Doengoes, 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan yaitu :
Angiografi Serebral adalah alat yang digunakan untuk
menyelidiki penyakit vaskuler, aneurisma dan malformasi arteriovena.

21

Hal ini sering dilakukan sebelum pasien menjalani kraniotomi sehingga


arteri dan vena serebral terlihat dan menentukan letak, ukuran serta
proses patologis. Juga digunakan untuk mengkaji keadaan baik dan
adekuatnya sirkulasi serebral.
CT Scan (Computed Tomography) memperlihatkan adanya lesilesi pada otak sebagai variasi kepadatan jaringan yang berbeda dari
jaringan otak normal sekitarnya. Jaringan abnormal sebagai indikasi
kemungkinan adanya massa tumor, infark otak, perpindahan ventrikel
dan atrofi kortikal.
MRI atau Pencitraan Resonans Magnetik mempunyai potensial
untuk mengidentifikasi keadaan abnormal serebral dengan mudah dan
lebih jelas. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia
dalam sel, serta memantau respons tumor terhadap pengobatan.
Ultra Sonografi Doppler untuk mengidentifikasi adanya
penyakit artiovena seperti arteri osklerotik.
Elektroensefalografi (EEG) adalah uji yang bermanfaat untuk
mendiagnosis gangguan kejang seperti epilepsi serta merupakan
prosedur pemindaian untuk koma/sindrom otak organik. EEG juga
bertindak sebagai indikator kematian otak.
Fungsi lumbal dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam
ruang subarakhnoid untuk mengeluarkan cairan cerebro spinal (CSS)

22

yang bertujuan untuk menguji, mengukur dan menurunkan tekanan


CSS, untuk menentukan ada/tidak adanya darah di dalam CSS,
mendeteksi sumbatan sibarakhnoid spinal dan pemberian antibiotik
intratekal yaitu ke dalam kanal spinal pada kasus infeksi.
Rontgen

Tengkorak

menggambarkan

perubahan

kelenjar

lempeng paneal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,


kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral dan
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada pendarahan subarakhnoid.
e. Penatalaksanaan Medis
Tindakan awal yang harus difokuskan adalah menurunkan
kerusakan iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk menyelamatkan jaringan yang belum iskemik adalah oksigen, glukosa dan aliran
darah yang adekuat.
Penatalaksanaan secara medik meliputi :
1) Konservatif
(1) Pengobatan
Tindakan-tindakan

yang

mendukung

dalam

melindungi

respirasi, keadaan jantung dan tekanan darah, menjaga


keseimbangan cairan dan elektrolit serta tindakan pencegahan
terhadap infeksi antara lain :

23

Vasodilator
Meningkatkan aliran darah otak dan tidak ada efek sama
sekali pada pembuluh darah cerebral, terutama bila diberikan
secara oral (asam nikotimat tolazolin, papaverin).

Anti Koagulasi
Pemberian obat ini bertujuan untuk mencegah timbulnya
trombo dan mengurangi emboli, antara lain aspirin.

Hiperosmoral
Golongan ini digunakan untuk mencegah timbulnya edema
pada otak, antara lain : larutan urea 30%, manitol 20% dan
dexamethasone.

Vasopresor
Berfungsi untuk memelihara tekanan perfusi otak secara
optimal.

Hemodilusi
Golongan obat ini bertujuan untuk menentukan viskositas
darah.

(2) Diit
Dengan memperhatikan jenis dan bentuk makanan. Modifikasi
pola makanan sesuai diit menurut penyakit yang diderita,
misalnya : hipertensi, kerusakan toleransi gula, arteriosklerosis,

24

dengan diit antara lain rendah garam, rendah kolesteral, rendah


lemah, rendah kalori, diit diabetes melitus (DM) atau mengubah
diit sesuai indikasi. (Sudarth 15. Brunner, 1997).
2) Operatif
Episode epidemik transien sering dipandang sebagai peningkatan
bahaya stroke karena iklusi pembuluh darah. Sebagian klien dengan
penyakit arteriosklerosis pembuluh ekstrakranial atau intrakranial
dapat menjadi calon yang akan menjalani pembedahan.
-

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredahan


darah otak dan memberikan keuntungan pada klien dengan
penyempitan pembuluh darah.

Pembedahan

by

pass

kranial

mencakup

pembentukan

anastomosis arteri ekstrakranial yang memperdarahi kulit kepala


ke arteri intrakranial distal ke tempat yang tersumbar.
(Hudak and Gallo, 1995).
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien
dnegan stroke :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
sirkulasi darah serebral (trombus, embolus, perdarahan serebral dan
spasme atau kompresi pembuluh darah serebral) ditandai dengan

25

perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam


respons motorik/sensori, gelisah, defisit, sensori, bahasa, intelektual,
emosi dan perubahan tanda-tanda vital.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan atau
kelemahan anggota gerak (hemiplegia/hemiparese) ditandai dengan :
-

Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik,


kerusakan koordinasi.

Keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.

c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan


kerusakan

neuromuskiler

fasial,

kehilangan

tonus/kontrol

otot

fasial/oral ditandai dengan :


-

Kerusakan artikulasi, tidak dapat bicara.

Ketidakmampuan untuk bicara, menemukan dan menyebutkan katakata, ketidakmampuan menghasilkan komunikasi tertulis.

d. Perubahan persepsi sensori (visual, penghidu, perabaan) berhubungan


dengan defisit neurologis penyempitan lapang perseptual ditandai
dengan :
-

Perubahan respon terhadap rangsang.

Perubahan rasa kecap/penghidu.

Ketidakmampuan mengenal obyek (agnosia visual).

26

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan/kelumpuhan


anggota gerak ditandai dengan :
-

Ketidakmampuan memandikan bagian tubuh, ketidakmampuan


memasang/melepas pakaian.

Kesulitan menyelesaikan tugas toileting.

f. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan kondisi fisik,


struktur tubuh ditandai dengan :
-

Perasaan negatif terhadap tubuh.

Perasaan putus asa/tidak berdaya.

Tidak menyentuh/melihat bagian tubuh yang sakit.

g. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan/


kelumpuhan anggota gerak (hemiplegi/hemiparese) ditandai dengan :
-

Ketidakmampuan melakukan gerakan dengan tujuan dalam


lingkungan fisik.

Keterbatasan rentang gerak.

h. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan otot selama menelan ditandai dengan :
-

Ketidakmampuan menelan makanan.

Dispagia.

27

i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan perawatan penyakitnya


berhubungan dengan kurangnya informasi, keterbatasan kognitif
ditandai dengan :
-

Klien dan keluarga meminta informasi tentang penyakitnya.

Ketidak adekuatan mengikuti instruksi.

Pernyataan kesalahan informasi.

j. Gangguan eliminasi urine : inkontinensia berhubungan dengan


hilangnya kemampuan kontrol eliminasi sekunder pada gangguan
motor saraf unilateral ditandai dengan :
-

BAK klien tidak terkontrol.

Frekuensi berkemih berlebihan.

(Marylin E. Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3).


3. Perencanaan
Rencana Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke menurut
Marylin E. Doengoes (2000) yaitu :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
sirkulasi darah serebral dengan kriteria hasil : Tingkat kesadaran
compos mentis, tanda-tanda cital stabil, TD : 120/75 150/90 mmHg,
N : 70 90 x/menit, frekuensi pernapasan : 16 20 x/menit, suhu
tubuh : 36 37 0C, pusing hilang, tidak ditemukan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (kejang, tanda-tanda vital normal,

28

kesadaran compos mentis, muntah proyektil tidak terjadi), klien


melaporkan tidak pusing kepala.
Intervensi :
-

Observasi tanda-tanda vital tiap 6 8 jam dengan rasional


hipertensi ataupun hipotensi, syok, ketidakteraturan pernafasan,
bradikardi mencerminkan kerusakan serebral/peningkatan tekanan
intrakranial.

Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi


anatomis (netral) dengan rasional menurunkan tekanan arteri
dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi
serebral.

Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang


tenang, batasi pengunjung, batasi aktivitas klien dan batasi lamanya
setiap prosedur dengan rasional aktivitas/stimulasi yang kontinyu
dapat meningkatkan TIK (tekanan intra kranial). Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
pendarahan dalam stroke hemoragik.

Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, batuk terus menerus


(valsava manuver) dengan rasional menurunkan resiko terjadi
peningkatan TIK dan pendarahan serebral.

29

Ajarkan teknik relaksari dengan rasional memenuhi kebutuhan


oksigen otak.

Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi, anti koagulasi, diuretik,


anti fibrolitik sesuai dengan indikasi.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota


gerak atau kelumpuhan (hemiplegi/hemiparese) dengan kriteria hasil
kekuatan dan ketahanan otot meningkat, klien dapat bergerak dengan
tujuan dalam lingkungan fisik, rentang gerak klien tidak terbatas.
Intervensi :
-

Rubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang miring) dengan


rasional menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan,
meningkatkan sirkulasi darah ke jaringan dan mencegah kerusakan
integritas kulit.

Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua


ekstremitas saat masuk seperti meremas bola, fleksi/ekstensi kaki
dan tangan, melebarkan jari tangan dan kaki dengan rasional
meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah
kontraktur anggota gerak tubuh.

Berikan bantuan minimal pada saat klien beraktifitas, hindari


memberikan bantuan terhadap aktivitas yang dapat dilakukan klien

30

dengan rasional meminimalkan ketergantungan pasien dan mening


katkan pemulihan kondisi klien.
-

Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien dengan rasional


keluarga dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan aktivitas
klien.

Inspeksi kulit terutama daerah-daerah yang menonjol secara teratur,


lakukan masase dengan hati-hati pada daerah kemerahan, beri
bantalan lunak dengan rasional titik tekanan pada daerah yang
menonjol

paling

beresiko

untuk

terjadinya

penurunan

perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan bantalan lunak


membantu mencegah kerusakan kulit dan dekubitus.
-

Kolaborasi dengan ahli fisiotherapi dengan rasional untuk


memfasilitasi klien dalam melakukan rentang gerak aktif dan pasif.

c. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan


erusakan neuromuskuler fasial, kehilangan tonus/kontrol otot fasial
atau oral dengan kriteria hasil disartria hilang/bicara klien tidak pelo,
klien mampu menyebutkan kata-kata dengan jelas, klien dapat menulis
di kertas.
Intervensi :
-

Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis di kertas.


Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar) dengan

31

rasional memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan


keadaan/defisit yang mendasarinya.
-

Anjurkan klien untuk bicara perlahan dan tenang dengan rasional


menurunkan kebingungan atau ansietas selama proses komunikasi.

Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik


dengan rasional pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari ucapan yang
dikeluarkan tidak nyata, umpan balik membantu pasien dalam
merealisasikan/mengklasifikasikan maksud dari ucapannnya.

Hargadi kemampuan pasien dan hindari pembicaraan yang


merendahkan pasien dengan rasional kemampuan pasien untuk
merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien
seringkali tetap baik.

Kolaborasi dengan ahli terapi wicara dengan rasional untuk memfasilitasi klien dalam mengatasi dan mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi.

d. Perubahan persepsi sensori (visual, penciuman, perabaan) berhubungan


dengan defisit neurologis, penyempitan lapang perseptual dengan
kriteria hasil klien memberikan respon terhadap rangsang yang
diberikan, klien dapat mengidentifikasi objek atau benda di dekatnya,
klien dapat menghidu aroma bahan yang diberikan.

32

Intervensi :
-

Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien


suatu benda untuk menyentuh atau meraba dengan rasional
membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan interpretasi stimulasi.

Dekati pasien dari daerah penglihatan normal. Biarkan lampu


menyala, letakan benda dalam jangkauan, lapang penglihatan normal
dengan rasional pemberian pengenalan terhadap orang/benda dapat
membantu masalah persepsi, mencegah klien dari terkejut.

Orientasikan klien secara teratur pada lingkungan staf, tindakan


yang

akan

dilakukan

dengan

rasional

membantu

klien

mengidentifikasi ketidak konsistenan dari persepsi dan integrasi


stumulus dan mungkin menurunkan distorsi persepsi pada realitas.
-

Anjurkan pasien untuk mengobati dan menyadari posisi bagian


tubuhnya dengan rasional penggunaan stimulasi penglihatan dan
sentuhan membantu dalam mengintegrasikan sisi yang sakit dan
menghindari kelakuan sensasi dari pola pergerakan normal.

e. Gangguan eliminasi urine : inkontinensia urine berhubungan dengan


hilangnya kemampuan kontrol eliminasi sekunde pada gangguan motor
saraf unilateral dengan kriteria hasil BAK terkontrol, Klien dapat Bak
secara teratur.

33

Intervensi :
-

Monitor dan catat inkontinensia urine dengan rasional mengidentifikasi fungsi kandung kemih, fungsi ginjal dan keseimbangan cairan.

Ajarkan dan anjurkan klien melakukan latihan perineal dengan cara


menahan kemih dan mengeluarkan kembali pada pertengahan
kemih, meregangkan dan melemaskan otot-otot untuk memperbaiki
spinchter uretra dengan rasional untuk merangsang persarafan
perkemihan dan otot-otot perkemihan berfungsi kembali.

Anjurkan klien menghindari minuman yang mengandung kafein


dengan rasional kafein merupakan jenis diuretik sehingga dapat
merangsang berkemih klien.

Bila menggunakan kateter, lakukan latihan spinchter dengan klien


sesuai dengan kemampuan klien dengan rasional latihan spincther
dapat merangsang persarafan dan otot-otot perkemihan.

f. Kurang

perawatan

diri

berhubungan

dengan

kelemahan

atau

kelumpuhan anggota gerak dengan kriteria hasil klien dapat mandi,


gosok gigi, eliminasi dengan bantuan minimal, klien tampak bersih dan
rapi.
Intervensi :

34

Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan


kebutuhan sehari-hari dengan rasional membantu mengantisipasi/
merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.

Bantu klien dalam beraktifitas seperti mandi, makan, ganti pakaian.


Hindarkan memberi bantuan terhadap aktivitas yang dapat
dilakukan pasien dengan rasional kelemahan atau kelumpuhan
anggota gerak memungkinkan klien untuk dibantu dalam aktivitas.

Gunakan alat bantu seperti : pispot, urinal untuk memenuhi


kebutuhan defekasi klien dengan rasional klien dapat melakukan
defekasi di atas tempat tidur tanpa harus ke toilet.

Berikan dukungan umpan balik positif untuk setiap usaha yang


dilakukan klien dengan rasional meningkatkan makna diri dan
mendorong klien untuk beraktivitas secara mandiri.

Identifikasi kebiasaan defekasi dan anjurkan klien untuk makan


berserat, minum yang banyak dengan rasional mencegah terjadinya
sembelit, retensi urine.

g. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan kondisi fisik dan


struktur tubuh dengan kriteria hasil harga diri klien positif, klien dapat
menerima kondisi fisiknya, perasaan tidak berdaya/putus asa tidak
ditemukan.

35

Intervensi :
-

Dorong orang terdekat untuk memberi kesempatan pada klien untuk


melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri dengan rasional
membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan
diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.

Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti minat/partisipasi


klien dalam kegiatan rehabilitasi dengan rasional mengisyaratkan
kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang
peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.

Pantau gangguan tidur, meningkatnya kesulitan untuk berkonsentrasi, pernyataan ketidakmampuan untuk mengatasi sesuati, letargi
dan menarik diri dengan rasional mungkin merupakan indikasi
serangan depresi (adanya pengaruh stroke).

h. Resiko tinggi terhadap cedera jatuh berhubungan dengan kelemahan


atau kelumpuhan dengan kriteria hasil klien terhindar dari jatuh, klien
beraktivitas dengan bantuan keluarga.
Intervensi :
-

Ciptakan suasana lingkungan yang tidak membahayakan seperti


memasang hek tempat tidur, meletakkan perlengkapan dan bel di
tempat yang mudah dijangkau dengan rasional pemasangan hek
tempat tidur dan bel dapat meminimalkan resiko terjadinya jatuh.

36

Sediakan alat bantu mobilisasi seperti tongkat dan alat bantu untuk
berjalan dengan rasional penyediaan alat bantu dapat membantu
klien melakukan aktifitas.

Bantu mobilisasi dan beraktivitas selama klien masih lemah, awasi


saat latihan dengan rasional kelemahan kondisi tubuh membuat
keterbatan rentang gerak klien sehingga harus dibantu dalam
beraktivitas.

Libatkan keluarga dalam latihan pergerakan dengan rasional


keluarga merupakan sumber pendukung dalam mendampingi klien
saat latihan pergerakan.

i. Resiko tinggi terhadap pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan otot selama menelan dengan kriteria
hasil dispagia hilang, reflek menelan baik, klien dapat menelan
makanan tanpa adanya sakit saat menelan.
Intervensi :
-

Rencanakan waktu makan saat pasien dalam keadaan segar dengan


rasional keletihan dapat meningkatkan resiko aspirasi.

Berikan makan kental pertama kali makan (misal bubur, pisang,


tomat, kuah daging) dengan rasional klien pasca stroke mengalami
perlambatan peristaltik. Makanan kental meningkatkan kerja
peristaltik.

37

Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan


dengan rasional menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses
dan menurunnya resiko terjadinya aspirasi.

Berikan makan secara perlahan dan letakan makanan pada daerah


mulut yang tidak terganggu dengan rasional memberikan stimulasi
sensori (rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan
dan meningkatkan masukan.

Anjurkan menggunakan sedotan untuk meminum cairan dengan


rasional menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan
resiko tersedak.

Kolaborasi pemberian cairan melalui intravena dan atau makanan


melalui serang dengan rasional memberikan cairan pengganti dan
juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala
sesuatu melalui mulut.

j. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan perawatan penyakitnya


berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi dengan
kriteria hasil klien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi,
prognosis dan aturan pengobatan, klien berpartisipasi dalam proses
belajar seperti bertanya tentang penyakitnya, melakukan perubahan
gaya hidup seperti menghindari makanan pantangan.

38

Intervensi :
-

Identifikasi faktor resiko secara individual seperti hipertensi,


kegemukan, merokok, kontrasepsi oral dengan rasional menurunkan resiko kekambuhan.

Anjurkan klien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan


terutama selama kegiatan berfikir dengan rasional stimulasi
beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.

Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang proses


penyakit dan perawatannya : diet, obat-obatan, dosis dan efek
sampingnya, serta pencegahan stroke dengan rasional pemahaman
klien dan keluarga tentang penyakit, pengobatan dan pencegahan
akan menurunkan resiko kekambuhan kembali.

Tekankan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya


perawatan dan tindak lanjut di rumah, kesinambungan program
rehabilitasi dengan rasional perawatan di rumah dan tindak lanjut
program rehabilitasi diperlukan untuk mencegah serangan stroke
kembali.
(Marylin E. Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3)

4. Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan stroke menurut Marylin E. Doengoes,
2000, Rencana Asuhan Keperawatan meliputi :

39

Diagnosa keperawatan satu dengan kriteria evaluasi tingkat


kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital stabil : tekanan darah 120/75
mmHg, Nadi 70 90 x/menit, frekuensi pernapasan 16 20 x/menit, suhu
36 37 0C, pusing hilang, tidak ditemukan tanda-tanda peningkatan
tekanan intra kranial : kejang, tanda-tanda vital normal, kesadaran compos
mentis, muntah proyektil tidak ada.
Diagnosa keperawatan dua dengan kriteria evaluasi kekuatan dan
ketahanan obat meningkat, klien dapat bergerak dengan tujuan dalam
lingkungan fisik seperti duduk, bersolek, makan dan rentang gerak klien
tidak terbatas.
Diagnosa keperawatan tiga dengan kriteria evaluasi disartria hilang
atau bicara klien tidak pelo, klien tidak mampu menyebutkan kata-kata
dengan jelas dan klien dapat menulis di kertas.
Diagnosa keperawatan empat dengan kriteria evaluasi klien
memberikan respon terhadap rangsang yang diberikan seperti sentuhan,
panas, dingin, klien dapat mengidentifikasi objek atau benda didekatnya,
klien dapat menghidu aroma bahan yang diberikan seperti kopi dan sabun.
Diagnosa keperawatan lima dengan kriteria evaluasi Buang Air
Kecil klien terkontrol dan klien dapat buang air kecil secara teratur ( 5 6
kali perhari).

40

Diagnosa keperawatan enam dengan kriteria evaluasi klien dapat


mandi, makan, gosok giri, eliminasi dengan bantuan minimal, klien tampak
bersih dan rapih.
Diagnosa keperawatan tujuh dengan krietria hasil evaluasi harga
diri klien positif, klien dapat menerima kondisi fisiknya dan perasaan tidak
berdaya/putus asa tidak ditemukan.
Diagnosa keperawatan delapan dengan kriteria evaluasi klien
terhindar dari jatuh dan klien beraktivitas dnegan bantuan keluarga.
Diagnosa keperawatan sembilan dengan kriteria evaluasi dispagia
hilang, reflek menelan baik dan klien dapat menelan makanan tanpa
adanya rasa sakit saat menelan.
Diagnosa keperawatan sepuluh dengan kriteria evaluasi klien
mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan perawatan penyakitnya,
klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar, bertanya tentang
penyakitnya, menjawab pertanyaan yang diberikan dan melakukan
perubahan gaya hidup seperti : mengindari makanan pantang.

41

BAB III
TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini, penulis menyajikan asuhan keperawatan pada klien Tn. S
dengan stroke non Hemoragik di Ruang Deviacita Rumah Sakit Kepolisian Pusat
Raden Said Sukanto yang selama 3 x 24 jam, mulai tanggal 18 Juni 2003 sampai
dengan 20 Juni 2003, menggunakan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A.

Pengkajian
1. Data Dasar
a. Identitas Pasien
Klien bernama Tn. S umur 58 tahun, status perkawinan
menikah. Agama yang dianut klien Islam, pendidikan terakhir SMA.
Klien seorang pensiunan sipil AD. Klien bertempat tinggal di Cijantung
RT.05, RW.04 No. 5 Pasar Rebo Jakarta Timur.
b. Riwayat Keperawatan
1)

Riwayat Kesehatan Sekarang


Berdasarkan pengkajian tanggal 18 Juni 2003 diperoleh data,
klien mengeluh lemas dan lumpuh pada kaki dan tangan kanan,
bicara masih sedikit pelo, keluhan tersebut timbul sejak + 3 hari

42

sehingga oleh keluarga dibawa ke RS Kepolisian Pusat untuk


dirawat dan didiagnosa stroke non hemoragik.
2)

Riwayat Kesehatan Masa Lalu.


Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari klien dan
keluarga, Tn. S mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Klien
melakukan kontrol setiap 1 bulan sekali di Puskesmas dan therapi
yang didapat adalah catopril, tetapi klien tidak teratur dalam minum
obat.
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya dan tidak ada riwayat kecelakaan maupun alergi
terhadap makanan.

3)

Riwayat Kesehatan Keluarga


Genogram

43

Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Penderita Stroke
= Riwayat hipertensi
= Meninggal
= Keturunan
= Hubungan perkawinan
= Tinggal dalam satu rumah
Klien merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Istri
Klien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Klien menikah
dan mempunyai tiga orang anak. Klien tinggal dengan istri dan
kedua anaknya. Kedua orang tua klien sudah meninggal dan ayah
klien mempunyai riwayat hipertensi dan stroke.
4)

Riwayat Psikososial dan Spiritual


Pola komunikasi klien dalam keluarga baik dan bersifat
terbuka dimana dalam pengambilan Keputusan Klien selalu minta
pendapat istri dan anaknya. Kegiatan kemasyarakatan yang
dilakukan klien adalah kegiatan RT.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu keluarga
harus menunggu bergantian mendampingi klien saat dirawat.

44

Masalah yang mempengaruhi Tn. S saat ini adalah klien harus


menjalani perawatan di rumah sakit. Untuk mengatasi masalah
tersebut Tn. S meminta pertolongan dan istri serta anaknya
membantu mengatasinya.
Untuk saat ini klien berharap cepat sembuh dan dapat
melakukan kegiatan di rumah dan masyarakat seperti biasanya.
Adapun tugas perkembangan klien untuk saat ini adalah pensiun
karena mengingat usia yang semakin lanjut.
Selama dirawat klien mengatakan tidak pernah menjalankan
shalat karena masih merasa sulit dan hanya berdoa di tempat tidur.
Berdasarkan

keterangan

yang

diperoleh,

disekitar

lingkungan rumah Tn. S jauh dari pencemaran dan bersih.


5)

Pola Kebiasaan Sehari-hari sebelum sakit.


Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi klien sebelum sakit
teratur, dimana klien mengatakan makan 3 kali sehari, nafsu makan
baik karena setiap kali makan selalu habis. Jenis makanan yang
dikonsumsi di rumah antara lain : Nasi, tempe, ikan, bayam, terong,
daun pepaya, kadang tersedia buah. Makanan yang harus dihindari
klien dan menjadi pantangan adalah banyak mengandung garam
dan daging. Kebiasaan yang dilakukan sebelum makan adalah

45

mencuci tangan dan berdoa. Berat badan sebelum sakit 85 kg dan


tinggi badannya 170 cm.
Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi buang air kecil
sebanyak 5-6 kali sehari, warna kuning dan tidak ada keluhan.
Frekuensi buang air besar sebanyak 1 kali sehari, waktu tidak tentu,
warna kuning, bau khas feses, konsistensi lembek dan tidak ada
keluhan.
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri seperti mandi dan
gosok gigi dilakukan 2 kali sehari sedang untuk kebersihan rambut
dilakukan 3 kali seminggu.
Pola istirahat tidur Tn. S tidak ada keluhan, lama tidur 5-7
jam sehari dan klien tidur siang.
Olah raga yang digemari klien adalah jalan pagi dan
dilakukan 3 kali seminggu. Tidak ada keluhan dalam beraktivitas
seperti mandi, bersolek, mengenakan pakaian.
Semenjak sakit klien tidak merokok lagi, tidak pernah
mengkonsumsi minuman beralkohol dan tidak pernah minum kopi.
6)

Pola kebiasaan di rumah sakit


Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi Tn. S teratur, klien
makan 3 kali sehari sesuai diit yang diberikan Makan Biasa Rendah

46

Garam II (MBRG II) 1700 kalori. Klien selalu menghabiskan


makanannya. Berat badan klien 85 kg dan tinggi badan 170 cm.
Pola personal hygiene mandi 2 kali sehari di atas tempat
tidur dengan dibantu istri dan anaknya. Kebiasaan gosok gigi 1 kali
sehari dan cuci rambut 2 kali seminggu.
Pola kebiasaan istirahat tidur klien 7-8 jam sehari dan tidur
siang selama 2 jam. Dalam melakukan aktivitas seperti mandi,
duduk, mengenakan pakaian, makan mengalami kesulitan dan
dibantu oleh istri serta anaknya. Klien tidak dapat melakukan
aktivitas tersebut karena tangan dan kaki kanan lumpuh.
c. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik Tn. S dilakukan tanggal 18 Juni 2003 didapatkan data:
1)

Sistem Penglihatan
Pada sistem penglihatan tidak ditemukan kelainan fungsi
penglihatan visus mata kiri 4/60 dan mata kanan 4/60, posisi mata
simetris, pergerakan bola mata mampu digerakkan sesuai perintah,
konjungtiva merah muda, pupil isokor dengan diameter 2-3 mm,
reaksi pupil terhadap cahaya baik, sklera anikterik, dan klien
memakai kacamata lensa positif.

47

2)

Sistem Pendengaran
Pada sistem pendengaran tidak didapatkan kelainan, telinga
tidak tampak pembengkakan ataupun peradangan. Produksi
serumen warna kuning, padat, bau tidak sedap. Fungsi pendengaran
dalam batas normal, klien mampu mendengar dengan jelas saat
dipanggil namanya. Klien tidak merasakan tinitus maupun perasaan
penuh ditelinga.

3)

Sistem Wicara
Klien masih sedikit pelo tetapi bicaranya dapat dimengerti,
jelas dan dapat mengatakan huruf konsonan r dan vokal a, i, u, e,
o dengan baik, mulut dan lidah masih sedikit mencong ke kanan.

4)

Sistem Pernapasan
Pada sistem pernapasan didapatkan frekuensi pernapasan 24
x/menit, suara nafas vesikuler, irama teratur dan dalam, tidak ada
sumbatan jalan nafas dan produksi sputum tidak ada.

5)

Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler didapatkan nadi 84 x/menit,
irama teratur dan denyut kuat. Tekanan darah 160/100 mmHg.
Tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, tidak
pucat, pengisian kapiler 2 detik, tidak ada edema, kecepatan denyut

48

apical 88 x/menit, irama teratur. Tidak ada kelainan bunyi jantung.


Hasil pemeriksaan EKG sinus ritme, old infak inferior.
6)

Sistem Hematologis
Pada sistem hematologis tidak ada pembesaran pada hepar
dan limfa. Pada tanggal 18 Juni 2003 tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium, namun hasil pemeriksaan darah tanggal 16-6-2003
menunjukkan Hb : 15 gr/dl, lekosit 9800 /mm3, LED : 6 mm/1 jam.

7) Sistem Saraf Pusat


Tingkat kesadaran klien compos mentis dengan penilaian
glasgow coma scale (GCS) E4M6V5 = 15, dimana respon membuka
mata spontan, klien dapat berkomunikasi secara verbal dengan katakata yang tidak membingungkan dan dapat menggerakkan tangan
dan kaki kiri menurut perintah. Peningkatan tekanan intra kranial
tidak terjadi, namun tangan dan kaki kanan klien mengalami
kelumpuhan, mulut sedikit mencong ke kanan, dan disartria.
8) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan diperoleh keadaan mulut bersih,
lidah tidak kotor, tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab, tidak
memakai gigi palsu. Klien tidak mual dan muntah, setiap kali
makan selalu habis. Tampak klien makan habis 1 porsi, dan tidak
ada nyeri epigastrium.

49

Auskultasi bising usus didapatkan + 16 kali permenit,


selama dirawat klien sudah buang air besar 4 kali, konsistensi
lunak, warna kuning kecoklatan. Tidak ada kembung dan asistes
pada hepar dan abdomen.
9) Sistem Endokrin
Tidak ditemukan adanya poliphagia, poliuri, polidipsi dan
nafas tidak berbau keton. Pemeriksaan kimia klinik tanggal
12-6-2003, gula darah nucter 104 mg/dl.
10) Sistem Urogenital
Buang air kecil klien lancar, tidak sakit, frekuensi buang air
kecil 5-6 kali sehari dan terkontrol. Tidak ada distensi kandung
kemih.
11) Sistem Integumen
Pada pemeriksaan kulit tidak ditemukan luka, turgor kulit
baik, warna kulit tidak pucat. Keadaan rambut dan kulit tampak
bersih.
12) Sistem Muskuloskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan seperti duduk,
miring. Tangan dan kaki kanan klien lumpuh. Kekuatan otot

1111 5555
1111 5555

Dalam perawatan diri seperti mandi, makan, buang air kecil dan
buang air besar dibantu oleh anak dan istrinya.

50

13) Sistem Kekebalan Tubuh


Klien tampak lemah, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, suhu = 36,5 0C, berat badan selama sakit 85 kg
d. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12-6-2003 : LED = 6
mm/1 jam (P : 0 1, W : 0 15), Hb : 15,9 gr/dl, lekosit : 9800 /mm 3
(5000 10.000), cholesterol total : 254 mg/dl (150 250), Ureum : 37
mg/dl (20 50), creatinin : 1,0 mg/dl (0,8 1,2), uric acid : 5,2 mg/dl
(3 6), trigliseride : 114 mg/dl (30 150 mg/dl), gula darah nucter 104
mg/dl (106 116 mg/dl), gula darah post prandial : 130 mg/dl (60
140 mg/dl).
Hasil pemeriksaan EKG tanggal 13-6-2003, kesan sinus ritme,
infark inferior dan hasil pemeriksaan CT Scan kepala axial tanpa
kontras : kesan infark, parietalis kiri, iskemik.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien Tn. S dengan stroke non
hemoragik meliputi tirah baring dengan posisi kepala lebih tinggi (semi
fowler), berikan diit makan biasa rendah garam II (MBRG) 1700 kalori
secara bertahap, melatih pergerakan aktif dan pasif, melakukan
observasi tanda-tanda vital setiap 6-8 jam, berikan obat oral sesuai
program pengobatan (Nootropil 3 x1200 gr, Neurobion 3 x 1 tab,

51

captopril 2 x 25 mg bila tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg,


gastridin 2 x 1 tab, fasorbid 3 x 5 mg, tarontal 400 2 x 1 tablet).
2. Resume Kasus
Klien masuk Rumah Sakit Raden Said Sukanto melalui UGD pada
tanggal 11 Juni 2003 jam 20.20 WIB dengan keadaan umum lemah,
kesadaran compos mentis, observasi tanda-tanda vital : Tekanan Darah :
170/120 mmHg, Nadi 78 x/menit, suhu 36,5 0C, pernapasan : 22 x/menit,
anggota gerak kanan lemah sejak 3 hari yang lalu, bicara agak pelo, klien
masuk dengan diagnosa stroke non Hemoragik.
Therapi yang didapat adalah Nootropil 3 x 1200 gr, Gastridin 2 x 1
tab, Neurobion 3 x 1 tab, captopril 2 x 25 mg bila Tekanan Darah lebih dari
160/100 mmHg, Fasorbid 3 x 5 mg, Tarontal 2 x 1 tab dan IVFD 2A + 3
ampul hydergin 14 tetes/menit.
Hasil pemeriksaan darah tanggal 12-6-2003 didapat LED : 6 mm / 1
jam, Hb : 15,9 gr/dl, leukosit : 9800 / mm 3, pemeriksaan kimia klinik
tanggal 12-6-2003 didapat cholesterol total 254 mg?dl, Ureum : 37 mg/dl,
Creatinin 1,0 mg/dl, uric acid 5,2 mg/dl, triliseride 114 mg/dl, gula darah
Nucter 104 mg/dl, gula darah post prandial 130 mg/dl.
Hasil pemeriksana CT Scan tanggal 13-6-2003, kesan infark
iskemik parietalis kiri dan hasil pemeriksaan EKG tanggal 13-6-2003

52

didapat kesan sinus ritme dan old infark inferior. Infus dilepas tanggal 166-2003 dan kateter dilepas tanggal 17-6-2003.
Pada tanggal 18-6-2003 pukul 07.00 WIB dilakukan pengkajian
dengan keluhan ekstremitas kanan atas dan bawah sulit digerakkan/
lumpuh, bicara agak pelo, badan lemah, kesadaran compos mentis. Hasil
observasi tanda-tanda vital TD : 160/100 mmHg, N : 84 x/menit, suhu :
36,5 0C, RR : 24 x/menit. Diet MBRG II 1700 kalori. Therapi yang didapat
Nootropil 3 x 1200 gr, Gastridin 2 x 1 tab. Neurobion 3 x 1 tab, captorpil 2
x 25 mg bila tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg, fasorbid 3 x 5 mg,
infus dan kateter telah dilepas.
3. Data Fokus
Berdasarkan pengkajian tanggal 18-6-2003 diperoleh data fokus
sebagai berikut :
a.

Data Subyektif
Pada saat pengkajian didapatkan klien mengeluh tangan dan
kaki kanannya lumpuh, klien mengatakan bila makan, buang air besar,
kencing dan mandi dibantu istri dan anaknya. Klien mengatakan
memiliki riwayat hipertensi, kontrol setiap1 bulan sekali tetapi tidak
teratur minum obat. Klien mengatakan ini adalah serangan stroke
pertama. Klien menanyakan tentang perawatan dan pencegahan
penyakit stroke.

53

b. Data Obyektif
Berdasarkan pengamatan dan pemeriksaan fisik terhadap Tn. S
diperoleh data bahwa keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran
compos mentis dengan penilaian tingkat kesadaran E 4M6V5 = 15.
observasi tanda-tanda vital : Tekanan darah : 160/100 mmHg, nadi 84
x/menit, suhu 36,5 0C, frekuensi pernafasan 24 x/menit.
Pada sistem wicara klien bicara masih agak pelo tetapi dapat
mengucapkan huruf konsonan r dan vokal a, i , u, e, o dengan baik,
mulut dan lidah masih sedikit mencong ke kanan.
Pada pemeriksaan sistem penglihatan reflek pupil terhadap
cahaya baik, posisi mata simetris, pergerakan bola mata mampu
digerakkan sesuai perintah, pupil isokor dengan diameter 2 3 mm
pada mata kanan dan kiri, sklera anikterik dan klien memakai kaca
mata lensa positif (+).
Pada sistem muskuloskeletal klien mengalami kelumpuhan pada
tangan dan kaki kanan dengan kekuatan otot =

1111 5555
1111 5555

Dalamn pemenuhan kebutuhan eliminasi, personal hygiene, dan


makan klien dibantu oleh anak dan istrinya.
Tingkat pengetahuan klien dan keluarga kurang dimana terlihat
klien bertanya tentang perawatan dan pencegahan penyakit stroke,

54

riwayat penyakit hipertensi yang diderita Tn. S dan klien tidak teratur
minum obat.
Hasil pemeriksaan CT Scan pada tanggal 13-6-2003 menunjuk
kan infark iskemik parietalis kiri. Hasil pemeriksaan EKG tanggal
13-6-2003 menunjukkan sinus ritme dan old infark inferior. Therapi
yang didapat adalah Nootropil 3 x 1200 gr, neurobion 3 x 1 tab,
captopril 2 x 25 mg bila tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg,
Tarontal 400 2 x 1 tablet.
4. Analisa Data
Adapun analisa data terhadap data fokus yang diperoleh dalam
pengkajian Tn. S dengan stroke non Hemoragik pada tanggal 18 Juni 2003
adalah :
a.

Gangguan perfusi jaringan serebral disebabkan oleh


kurangnya sirkulasi darah ke serebral. Hal ini ditandai dengan data
klien mengeluh badannya lemas dan dengan data obyektif yaitu hasil
observasi tanda-tanda vital tekanan darah : 160/100 mmHg, nadi : 84
x/menit, suhu : 36,5 0C, frekuensi pernafasan : 24 x/menit, GCS =
E4M6V5, hasil pemeriksaan CT Scan tanggal

16-3-2003 tampak

infark iskemik parietalis kiri.


b.

Gangguan mobilitas fisik disebabkan kelumpuhan anggota


gerak tubuh kanan. Hal ini ditandai dengan data klien mengatakan

55

tangan dan kaki kanannya lumpuh dengan pengkajian fisik tampak


1111 5555

hemiplegi dextra, tampak klien lemah dan kekuatan


1111 5555 otot =
c.

Ketidakmampuan melakukan perawatan diri (mandi, ganti


baju, buang air kecil, buang air besar dan nutrisi) disebabkan
kelumpuhan anggota gerak tubuh kanan. Hal ini ditandai dengan data
subyektif klien mengatakan bila aktivitas dibantu dengan data obyektif
tangan dan kaki kanan lumpuh, tampak klien dibantu dalam aktivitas
oleh istri dan anaknya.

d.

Resiko tinggi terhadap cedera : jatuh disebabkan


kelumpuhan anggota gerak tubuh (hemiplegi). Hal ini ditandai dengan
data klien mengatakan tangan dan kaki kanan lumpuh dengan
1111 5555

pengkajian fisik penilaian kekuatan


1111 5555 otot =

dan klien tampak

tidak mampu menggerakkan tangan dan kaki kanan.


e.

Kurang pengetahuan tentang perawatan dan pencegahan


disebabkan kurangnya informasi. Hal ini dibuktikan dengan data
subyektif klien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi, kontrol
setiap 1 bulan sekali tetapi tidak teratur minum obat dan data obyektif
klien tampak bertanya tentang perawatan dan pencegahan, tampak
klien mau bekerjasama dalam setiap aktivitas.

56

B.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
diagnosa keperawatan yang timbul pada Tn. S dengan stroke non hemoragik :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya
sirkulasi darah serebral ditandai dengan :
Data subyektif : Klien mengeluh lemas.
Data Obyektif : Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah : 160/100
mmHg, suhu : 36,5 0C, nadi : 84 x/menit, frekuensi
pernafasan : 24 x/menit, GCS : E4M6V5, Hasil CT Scan
tanggal 13-6-2003 : tampak infark iskemik parietalis
kiri.
2. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri (mandi, ganti baju, BAK,
BAB, nutrisi) berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak tubuh
(hemiplegi) ditandai dengan :
Data subyektif : Klien mengatakan bila aktivitas dibantu.
Data Obyektif : Tangan dan kaki kanan tampak lumpuh, tampak klien
dibantu dalam aktivitas oleh istri dan anaknya seperti
mandi, buang air kecil, buang air besar, makan dan
minum.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak
tubuh kanan ditandai dengan :

57

Data subyektif : Klien mengatakan tangan dan kaki kanan terasa lumpuh
Data Obyektif : Tampak

hemiplegi dextra, tampak

kekuatan otot =

klien lemah,

1111 5555
1111 5555

4. Resiko tinggi terhadap cedera jatuh berhubungan dengan kelumpuhan


anggota gerak tubuh (hemiplegi) ditandai dengan :
Data subyektif : Klien mengatakan tangan dan kaki kanan lumpuh.
Data Obyektif :

Klien tampak tidak mampu menggerakkan tangan dan


1111 5555

kaki kanan, penilaian kekuatan otot =

1111 5555

5. Kurang pengetahuan tentang perawatan dan pencegahan berhubungan


dengan kurangnya informasi ditandai dengan :
Data subyektif : Klien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi,
kontrol setiap bulan tetapi tidak teratur minum obat.
Data Obyektif : Tampak

klien

bertanya

tentang

perawatan

dan

pencegahan serta bekerjasama dalam setiap kegiatan.


C.

Perencanaan
Adapun rencana Asuhan Keperawatan pada klien Tn. S dengan stroke
non hemoragik sesuai dengan prioritas adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya
sirkulasi darah ke serebral.

58

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat.

Kriteria Hasil

Tingkat kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital


stabil : Tekanan darah : 120/75 150/90 mmHg,
Frekuensi pernafasan: 16 24 x/mnt, Nadi : 70
90 x/mnt, Suhu : 36 37 0C, badan tidak lemas,
pemeriksaan CT Scan menunjukan luas infark
parietal kiri berkurang.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital, letakkan kepala klien


dengan posisi agak diting-gikan (semi fowler),
pertahankan tirah baring, batasi pengunjung dan
aktivitas klien dibatasi serta lamanya prosedur,
ciptakan lingkungan tenang, cegah terjadinya mengejan
saat defekasi, ajarkan tehnik relaksasi, berikan obat
oral sesuai program, (Nootropil 3 x 1200 gr, Neurobion
3 x 1 tab, Tarontal 400 2 x1 tab, captopril bila tekanan
darah lebih dari 160/100 mmHg),ukur tekanan darah
sebelum dan sesudah pemberian obat captopril.

2. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri (mandi, ganti baju, BAB,


BAK dan nutrisi) berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak tubuh
(hemiplegi).

59

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan kebutuhan keperawatan diri terpenuhi.

Kriteria Hasil

Kelumpuhan tangan dan kaki berkurang, klien ganti


pakaian, BAB, BAK, mandi, makan dengan bantuan
minimal, nutrisi klien terpenuhi sesuai diit makan biasa
rendah garam (MBRG) II 1700 kalori.

Intervensi

Kaji tingkat kemampuan dan kekurangan dalam


melakukan kebutuhan sehari-hari, bantu klien dalam
beraktifitas seminimal mungkin, gunakan alat bantu
seperti pispot, urinal untuk memenuhi kebutuhan
defekasi klien, beri umpan balik positif untuk setiap
usaha yang dilakukan klien, identifikasi kebiasaan
defekasi dan anjurkan klien makan makanan berserat
dan minum yang banyak (7-8 gelas perhari), beri
makan sesuai diit Makan Biasa Rendah Garam
(MBRG) 1700 kalori

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak


kanan (hemiplegi).
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi.

60

Kriteria Hasil

Kelumpuhan tangan dan kaki kanan berkurang,


Kekuatan dan ketahanan otot tangan dan kaki kanan
2222 5555

meningkat

2222 5555

, program latihan pergerakan

pasien (ROM) aktif dan pasif dan sehari dapat


dilakukan dua kali sehari.
Intervensi

Rubah posisi tiap 2 jam sekali, miring kanan/kiri,


terlentang, inspeksi kulit, lakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif 2 kali sehari, berikan bantuan minimal
pada saat klien aktifitas, anjurkan keluarga untuk
mendampingi klien secara bergantian, kolaborasi
dengan ahli fisioterapi tentang latihan pergerakan dan
ambulasi klien.

4. Resiko tinggi terhadap cedera : jatuh berhubungan dengan kelumpuhan


anggota gerak tubuh (hemiplegi).
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan cedera jatuh tidak terjadi.

Kriteria Hasil

Klien terhindar dari jatuh, kekuatan dan ketahanan otot


tangan dan kaki kanan meningkat =

Intervensi

2222 5555

2222 5555

Ciptakan suasana lingkungan yang aman seperti


memasang

pengaman

tempat

tidur,

meletakkan

perlengkapan dan bel di tempat yang mudah dijangkau


klien, sediakan alat bantu mobilisasi seperti tongkat,

61

kursi roda, bila kondisi memungkinkan yaitu tekanan


darah klien stabil, bantu klien dalam bermobilisasi
selama klien masih lemah/lumpuh, libatkan keluarga
dalam latihan pergerakan.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan dan pencegahan penyakit
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit


diharapkan

klien

memahami

tentang

perawatan

dan

pencegahan penyakitnya.
Kriteria Hasil

Klien dan keluarga mampu menjelaskan pengertian dan


perawatan penyakit, klien dan keluarga mampu
menyebutkan

tanda,

gejala

serta

pencegahan

penyakitnya, klien dan keluarga berpartisipasi dalam


penjelasan dan latihan rentang gerak (ROM) aktif dan
pasif.
Intervensi

Anjurkan

klien

menurunkan/membatasi

stimulasi

lingkungan terutama selama kegiatan berfikir, berikan


penjelasan

pada

klien

dan

keluarga

mengenai

perawatan dan pencegahan penyakitnya, tekankan


kepada

keluarga

62

dan

klien

tentang

pentingnya

perawatan, tindak lanjut di rumah dan kesinambungan


program rehabilitasi.
D.

IMPLEMENTASI
Pada hari Rabu, 18 Juni 2003 dilakukan tindakan keperawatan sebagai
berikut :
Pukul 07.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
observasi tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah : 160/100 mmHg, nadi
84 x/menit, suhu : 36,5 0C, frekuensi pernapasan 24 x/menit. Tindakan
keperawatan tersebut untuk diagnosa keperawatan 1.
Pukul 08.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
memandikan pasien bersama keluarga dengan hasil klien merasa nyaman dan
mengucapkan terima kasih. Tindakan keperawatan tersebut untuk diagnosa
keperawatan 2, 3 dan 4.
Pukul 08.30 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
merapikan tempat tidur pasien dan mengganti alat tenun yang kotor dengan
hasil alat tenun telah diganti. Tindakan keperawatan tersebut untuk diagnosa
keperawatan 2 dan 3.
Pukul 08.45 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
merubah posisi klien tiap 2 jam sekali dan memasang pengaman tempat tidur

63

dengan hasil klien merubah posisi dengan berpegangan pada pengaman tempat
tidur. Tindakan keperawatan tersebut untuk diagnosa keperawatan 4.
Pukul 09.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
menganjurkan kepada klien untuk tidak mengejan saat BAB dan BAK dengan
hasil klien mengerti akan anjuran yang diberikan. Tindakan keperawatan
tersebut untuk intervensi diagnosa 1 dan 2.
Pukul 11.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
menghidangkan makan diit MBRG II 1700 kalori dan penyiapan obat oral :
Nootropil 1 tab, neurobion 1 tab, Tarontal 1 tab dengan hasil klien makan
dibantu istrinya, tampak klien menghabiskan 1 porsi, obat oral diminum.
Tindakan keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa 1 dan 2 dan 4.
Pukul 13.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melatih
klien gerak aktif dan pasif dengan hasil klien mampu melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi pada tangan dan kaki kiri.klien mengatakan tangan dan
kakinya yang kanan belum bisa digerakkan. Tindakan kepera-watan tersebut
untuk intervensi diagnosa keperawatan 3.
Pukul 15.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
observasi tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah : 150/100 mmHg,
nadi: 88 x/menit, Suhu : 36,5 0C, Frekuensi pernafasan : 22 x/menit. Tindakan
tersebut untuk intervensi diagnosa keperawatan 1.

64

Pukul 19.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah


membantu klien BAK dengan hasil klien mengatakan buang air kecil tidak
sakit dan sudah lima kali buang air kecil, jumlah urine + 350 cc warna kuning
jernih. Tindakan tersebut untuk intervensi diagnosa keperawatan 3 & 4.
Pukul 20.00 WIB klien istirahat tidur.
Pada hari Kamis, 19 Juni 2003 tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
Pukul 16.30 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
menghidang-kan makan diit MBRG II 1700 kalori dan menyiapkan obat oral :
Nootropil 1 tab, neurobion 1 tab, Tarontal 1 tab dengan hasil klien makan
dibantu oleh anaknya, klien mengatakan makannya habis, tampak klien makan
habis 1 porsi dan obat oral diminum. Tindakan keperawatan tersebut untuk
intervensi diagnosa 1 dan 2.
Pukul 07.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
memandikan klien bersama keluarga dengan hasil klien mengatakan badannya
segar, tampak klien rapi dan bersih. Tindakan keperawatan tersebut untuk
intervensi diagnosa 2, 3 dan 4.
Pukul 08.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
mengganti alat tenun kotor dengan yang bersih dengan hasil tampak laken
bersih dan rapih. Tindakan keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa
keperawatan 3 dan 4.

65

Pukul 10.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah


memberikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang pengertian, tanda dan
gejala, pencegahan dan perawatan di rumah dengan hasil klien mengerti,
menjawab pertanyaan yang diajukan perawat. Tindakan keperawatan tersebut
untuk intervensi diagnosa keperawatan 5.
Pukul 10.30 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
memberikan gerak aktif dan pasif dengan hasil klien dapat melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi pada tangan kiri, klien mengatakan kaki dan tangan kanan
belum bisa digerakkan, anak kedua klien (Tn. A) mampu membantu klien
dalam melakukan pergerakan pasif. Tindakan keperawatan tersebut untuk
intervensi diagnosa keperawatan 2, 3 dan 4.
Pukul 11.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
menganjurkan klien untuk miring ke kiri / kanan dan menganjurkan keluarga
untuk membantu dengan hasil klien mengatakan selalu miring kiri / kanan,
keluarga mengatakan akan membantu Tn. S untuk latihan gerak. Tindakan
keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa 2 dan 4.
Pukul 11.10 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
observasi tanda-tanda vital dengan hasil TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit,
suhu : 36,5 0C, RR : 22 x/menit. Tindakan keperawatan tersebut untuk
intervensi diagnosa 1.

66

Pukul 12.30 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah


menghidangkan makanan diit MBRG II 1700 kalori dan pemberian obat oral
dengan hasil klien makan dibantu istrinya dan makan habis 1 porsi. Obat oral
Nootropil 1 tab, Neurobion 1 tab dan Tarontal 1 tab diminum klien. Tindakan
keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa keperawatan 2.
Pukul 17.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melatih
pergerakan aktif dan pasif klien bersama keluarga dengan hasil klien
mengatakan dapat menggerakkan kaki kanannya, tampak klien dapat
menggeser kaki kanannya. Penilaian kekuatan otot =

1111 5555
2222 5555

Anak kedua klien membantu pergerakan pasif klien. Tindakan keperawatan


tersebut untuk intervensi diagnosa keperawatan 2 dan 3.
Pukul 20.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah observasi
tanda-tanda vital dengan hasil TD : 120/80 mmHg, N : 88 x/menit,
Sh: 36 0C, RR : 20 x/menit. Tindakan keperawatan tersebut untuk
intervensi diagnosa 1.
Pukul 20.15 WIB, Klien istirahat tidur.
Pada hari Jumat, 20 Juni 2003 tindakan keperawatan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
Pukul 07.20 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
memandikan klien bersama keluarga dengan hasil klien mengatakan badannya
segar. Tindakan keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa 3 dan 4.

67

Pukul 08.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah


observasi tanda-tanda vital dengan hasil TD : 120/90 mmHg, N : 84 x/menit,
SH : 36 0C, pernapasan : 20 x/menit. Klien mengatakan tidak lemas. Tindakan
tersebut untuk intervensi diagnosa keperawatan 1.
Pukul 10.10 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melatih
gerak aktif dan pasif bersama keluarga dengan hasil klien dapat menggeser
kaki kanan dan menggerakkan jari tangan kanan, penilaian kekuatan otot :

1111 5555
2222 5555

Anak kedua dan bungsu membantu pergerakan pasif Tn. S. Tindakan


keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa keperawatan 2, 3 & 4
Pukul 12.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
menghidangkan makanan diit MBRG II 1700 kalori dan menyiapkan obat
oral : Nootrofil 1 tab, Neurobion 1 tab, Tarontal 1 tab dengan hasil klien
makan habis 1 porsi dan obat oral diminum. Tindakan keperawatan tersebut
untuk intervensi diagnosa keperawatan 3 dan 1.
Pukul 17.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah melatih
gerak aktif dan pasif klien bersama keluarga dengan hasil klien dapat
menggeser kaki kanan dan menggerakkan jari tangan, anak bungsu klien
1111 5555

membantu melatih pergerakan pasif Tn. S, penilaian kekuatan2222


otot5555
=
Tindakan keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa 2, 3 dan 4.
Pukul 19.00 WIB, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
observasi tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah : 120/80 mmHg, Nadi :

68

84 x/menit, suhu : 36 0C, Frekuensi pernafasan : 24 x/menit. Tindakan


keperawatan tersebut untuk intervensi diagnosa 1.
Pukul 20.45 WIB, Klien istirahat tidur.
E.

Evaluasi
Tanggal 18 Juni 2003 :
Diagnosa Keperawatan 1 (Jam 15.00) :
S : Klien mengatakan lemas berkurang.
O : Hasil observasi tanda-tanda vital pukul 15.00 WIB diperoleh tekanan
darah : 150/100 mmHg, nadi : 88 x/menit, suhu : 36,5 0C, Frekuensi
Pernafasan : 22 x/menitt. Tingkat kesadaran compos mentis.
A : Masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan serebal teratasi
sebagian.
P : Asuhan keperawatan pada klien dipertahankan : observasi tanda-tanda
vital, letakkan klien dalam posisi semi fowler, berikan obat oral sesuai
program.
Diagnosa Keperawatan 3 (Jam 15.00) :
S : Klien mengatakan tangan dan kaki kanannya lumpuh serta tidak bisa
digerakkan.
O : Klien tidak dapat menggerakkan kaki kanannya tetapi terlihat kontraksi.
Kekuatan otot =

1111 5555
1111 5555

69

A : Masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik belum teratasi.


P : Asuhan keperawatan dilanjutkan sesuai program : lakukan latihan gerak
aktif dan pasif 2 x sehari, anjurkan klien mengubah posisi 2 jam sekali,
beri bantuan minimal dalam aktivitasnya. Kolaborasi dengan ahli
fisiotherapi.
Diagnosa Keperawatan 2 (Jam 16.00 WIB) :
S : Klien mengatakan merasa nyaman dan bersih.
O : Tampak klien bersih dan memakai baju rapi, tampak klien dibantu
dalam aktivitas.
A : Masalah ketidakmampuan melakukan perawatan diri teratasi sebagian.
P : Asuhan keperawatan pada klien dipertahankan; bantu klien dalam
beraktivitas, gunakan alat bantu, lakukan latihan rentang gerak pasif dan
aktif 2 x sehari.
Diagnosa Keperawatan 4 (Jam 20.00) :
S : Klien mengatakan bila beraktivitas selalu dibantu oleh keluarga.
O : Tampak kaki dan tangan klien lumpuh, penilaian kekuatan otot =

1111 5555
1111 5555

Tampak terpasang pengaman tempat tidur.


A : Masalah resiko terhadap cidera : jatuh teratasi sebagian.
P : Asuhan keperawatan pada klien dipertahankan : pasang pengaman
tempat tidur, bantu dalam bermobilisasi pasif maupun aktif, sediakan

70

alat bantu seperti tongkat, kursi roda bila tekanan darah klien stabil dan
tidak lemas
Tanggal 19 Juni 2003 :
Diagnosa Keperawatan 1 :
S : Klien mengatakan badannya masih lemah.
O : Hasil observasi tanda-tanda vital pukul 20.00 WIB, tekanan darah :
120/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, suhu : 36 0C, frekuensi pernafasan : 20
x/menit, kesadaran : compos mentis.
A : Masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan teratasi sebagian.
P : Asuhan keperawatan dipertahankan, observasi tanda-tanda vital,
meletakkan klien dalam posisi semi fowler, berikan obat oral sesuai
program (Nootropil 3 x 1200 gr, Neurobion 3 x 1 tab, Captopril 2 x 25
mg bila tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg, Tarontal 2 x 1 tab).
Diagnosa Keperawatan 3 (Jam 17.00) :
S : Klien mengatakan tangan dan kakinya masih susah digerakkan.
O : Tampak klien dapat menggeser kaki kanan.
1111 5555

Penilaian kekuatan otot =

2222 5555

A : Masalah gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian.


P : Tindakan keperawatan pada klien dipertahankan : lakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif 2 x sehari, beri bantuan minimal dalam
aktivitas, kolaborasi dengan ahli fisioterapi.

71

Diagnosa Keperawatan 4 (Jam 07.00) :


S : Klien mengatakan dapat menggeser kaki kanannya.
O : Tampak klien mengalami hemiplegi dextra, penilaian otot =

1111 5555
2222 5555

Tampak klien dibantu saat melakukan aktivitas dengan menggunakan


kursi roda.
A : Masalah resiko terjadinya cidera : jatuh teratasi sebagian.
P : Asuhan keperawatan pada klien dipertahankan : pasang pengaman
tempat tidur, bantu dalam bermobilisasi pasif maupun aktif, sediakan
alat bantu seperti tongkat, kursi roda dalam beraktifitas bila tekanan
darah klien stabil dan tidak lemas.
Diagnosa Keperawatan 2 (Jam 12.30) :
S : Klien mengatakan nyaman dan senang.
O : Tampak klien bersih dan dibantu saat makan maupun BAB, BAK.
A : Masalah keperawatan ketidakmampuan melakukan perawatan diri
teratasi sebagian.
P : Asuhan keperawatan pada klien dipertahankan : bantu klien dalam
beraktivitas, gunakan alat bantu, lakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif 2 kali sehari.
Diagnosa Keperawatan 5 (jam 10.00 Wib):
S : Klien dan keluarga mengatakan makan dan minuman yang menjadi
pantang : tinggi garam, kopi, beralkohol dan bersoda dan gejalanya

72

pusing, kesemutan tangan dan kaki, badan lemah, bicara pelo,


pandangan kabur.
O : Tampak klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali pencegahan
stroke, tanda dan gejala, tampak klien dan keluarga semangat mengikuti
latihan gerak tubuh.
A : Masalah kurang pengetahuan tentang kondisi dan perawatan penyakit
teratasi.
P : Asuhan keperawatan pada klien dihentikan.
Tanggal 20 Juni 2003 :
Diagnosa Keperawatan 1 :
S : Klien mengatakan tidak lemas lagi.
O : Hasil observasi tanda-tanda vital pukul 19.00 WIB diperoleh tekanan
darah

: 120/80 mmGh, Nadi : 84 x/menit, Suhu 36 0C, frekuensi

pernafasan : 24 x/menit. Tingkat kesadaran compos mentis.


A : Masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral teratasi.
P : Asuhan keperawatan dipertahankan : Observasi tanda-tanda vital,
letakkan klien dalam posisi semi fowler, berikan obat oral sesuai
program.
Diagnosa Keperawatan 3 :
S : Klien mengatakan tangan dan kaki kanan bisa digerakkan.

73

O : Tampak klien bisa menggeser kaki kanan dan menggerakkan jari tangan
kanan. Penilaian kekuatan otot =

1111 5555
2222 5555

pada pukul 17.000 WIB.

A : Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi sebagian.


P : Tindakan keperawatan dipertahankan, lakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif 2x sehari, anjurkan klien untuk mengubah posisi 2 jam
sekali, kolaborasi dengan ahli fisiotherapi.
Diagnosa Keperawatan 4 :
S : Klien mengatakan tangan dan kaki kanannya dapat digerakkan, jika
mandi dan BAB, BAK dibantu oleh istri dan anaknya.
O : Tampak klien dibantu saat aktivitas, penilaian kekuatan otot =

1111 5555
2222 5555

Pada pukul 12.00 WIB. Terpasang pengaman tempat tidur dan saat
aktivitas menggunakan kursi roda.
A : Masalah keperawatan resiko tinggi cidera teratasi.
P : Tindakan keperawatan dipertahankan : bantu klien dalam beraktivitas,
latihan gerak aktif dan pasif 2 x sehari.
Diagnosa Keperawatan 2 (Jam 12.00) :
S : Klien mengatakan senang dan nyaman
O : Tampak klien bersih dan masih dibantu saat aktifitas
A : Masalah keperawatan ketidakmampuan melakukan perawatan diri
teratasi sebagian.

74

P : Asuhan keperawatan pada klien dipertahankan : bantu klien dalam


beraktivitas, gunakan alat bantu, lakukan latihan rentang gerak pasif dan
aktif 2x sehari.

75

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terjadi
antara teori dan kasus. Adapun lingkup pembahasan mencakup tahap-tahap dalam
proses keperawatan yaitu :
A. Pengkajian
Pada tahap pengkajian klien Tn.S dengan stroke non hemoragik tidak
ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus mengenai etiologi dan faktor
predisposisi penyakitnya. Etiologi stroke pada kasus adalah trombosis
serebral, dan faktor predisposisinya adalah riwayat hipertensi dengan ketidak
teraturan minum obat dan cholesterol.
Menurut Suzane C. Smetzer dan Benda G. Bure dalam buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah ; Bruner and Suddart edisi 8 volume 3 tahun
2002, terdapat 6 manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada klien stroke
yaitu hemiplegi atau hemiparesis, disfagia, kehilangan komunikasi (disartria,
disfasia atau afasia, apraksia),

gangguan persepsi (visual, penciuman,

perabaan), kerusakan fungsi nognitif dan disfungsi kandung kemih. Namun


pada kasus hanya ditemukan 2 manifestasi klinik yaitu hemiplegi (paralisis
pada salah satu sisi) dan disartria karena klien termasuk pada fase

76

rehabilitasi/fase pemulihan dimana klien telah mendapat therapi pengobatan


(Nootropil 3 x 5 mg, Neurobion 3 x 1 tab, captropil 2 x 25 mg bila tekanan
darah lebih dari 160/100 mmHg, Fasorbid 3 x 5 mg, Tarontal 400 2 x 1 tablet
& IVFD 2 A + 3 ampul hydergin 14 tts/mnt). Sedangkan 4 manifestasi klinik
yang tidak muncul pada klien antara lain disfungsi persepsi visual, disfungsi
kandung kemih, disfagia dan perubahan fungsi kognitif.
Disfungsi kandung kemih tidak muncul karena menurut Suzan Smeltzer
dalam buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah volume 3 tahun 2002 masalah
kandung kemih atau kelemahan pada otot-otot detrusor dan sfringter urinarius
terjadi pada tahap awal stroke dan kontrol kandung kemih biasanya cepat
pulih. Hal ini ditandai dengan klien buang air kecil lancar, frekuensi 5 sampai
6 kali sehari terkontrol, tidak ada distensi abdomen, kateter dilepas pada
tanggal 17 Juni 2003 dan klien dalam tahap rehabilitasi.
Disfagia (kesulitan menelan) tidak terjadi pada klien karena otot-otot
menelan tidak terjadi kelemahn ditandai dengan makan selalu habis tidak sakit
saat menelan makanan, saat minum tidak tumpah tersedak dan ada batuk.
Perubahan fungsi kognitif maupun emosional tidak terjadi karena klien
mampu mengingat memori jangka panjang dan pendek, kemampuan
berkonsentrasi baik dan mekanisme koping klien adekuat dimana klien
menerima penyakitnya dengan tabah, klien mau berinteraksi dengan orang di
sekitarnya atau yang menjenguk dan adanya dukungan dari keluarga.

77

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada kasus adalah CT-Scan dan


pemeriksaan laboratorium sedangkan untuk pemeriksaan MRI, EEG,
angiografi, ultrasonografi dappler tidak dilakukan karena dengan pemeriksaan
CT-Scan sudah dapat ditegakkan diagnosa stroke. Hasil pemeriksaan CT-Scan
diperoleh infark iskemik pada lobus parietalis kiri dan tidak tampak
perdarahan pada intra serebral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
menunjukkan peningkatan cholesterol. Untuk pemeriksaan MRI dibutuhkan
biaya mahal dan fasilitas tersebut tidak didapatkan di Rumah Sakit Polri.
Pada

penatalaksanaan

medis

di

kasus

hanya

direncanakan

penatalaksanaan medis karena pasien termasuk pada fase rehabilitasi atau fase
pemulihan kondisi. Penatalaksanaan fase rehabilitasi meliputi evaluasi
kemampuan fisik pasien setelah terkena stroke baik kondisi intelektual,
programkan untuk rehabilitasi (latihan aktivitas sehari-hari), pendidikan
kesehatan tentang obat-obatan, latihan rentang gerak tubuh aktif dan pasif,
melibatkan tim kesehatan pada pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara kontinyu dan kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam program
rehabilitasi klien.
Semua data yang diperoleh dalam pengkajian didokumentasikan sebagai
data dasar dan data fokus, kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
keperawatan pada klien.

78

Faktor pendukung dalam memperoleh data-data yang berhubungan dengan


klien adalah sikap kooperatif dari klien dan keluarga yang mau memberikan
informasi secara jelas dan tersedianya catatan medik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien dengan troke
pada teori terdapat 10 diagnosa keperawatan tetapi pada kasus Tn. S dengan
stroke Non Hemoragik berdasarkan data yang diperoleh hanya dapat
dirumuskan 5 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori. Adapun 5
diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada kasus antara lain :
Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler fasial, kehilangan tonus/kontrol otot fasial atau oral.
Diagnosa keperawatan tersebut tidak muncul pada klien karena klien dapat
berbicara secara verbal atau tertulis dan dapat mengucapkan huruf konsonan
r dan vokal a,i,u,e,o dengan baik.
Gangguan persepsi sensori (visual, penciuman, perabaan) berhubungan
dengan defisit neurologis, penyempitan lapang perseptual. Diagnosa
keperawatan tersebut tidak muncul karena klien dapat mengenali objek atau
benda disekitarnya, memberikan respon terhadap rangsang yang diberikan
(panas, dingin, nyeri), klien dapat mencium aroma bahan yang diberikan
(kopi).

79

Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan obat selama menelan. Diagnosa keperawatan
tersebut tidak muncul pada klien karena data yang menunjang tidak
ditemukan. Klien mengatakan tenggorokannya tidak sakit saat menelan
makanan, perut tidak mual setiap kali makan, makan habis 1 porsi, abdomen
teraba lembek dan tidak kembung, nyeri tekan epigastrium tidak ada. Berat
badan saat ini 85 kg dan tinggi badan 170 cm.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan kondisi dan struktur
tubuh. Diagnosa keperawatan ini tidak muncul pada klien karena data yang
menunjang seperti menarik diri, perasaan tidak berdaya dan putus ada tidak
ditemukan. Mekanisme koping klien mengenai penyakitnya baik, klien mau
berinteraksi dengan orang disekitarnya, orang yang menjenguknya dan adanya
dukungan dari keluarganya.
Gangguan Eliminasi urine : inkontinensia urine berhubungan dengan
hilangnya kemampuan kontrol bladder, kelemahan otot-otot destrusor.
Diagnosa keperawatan tersebut tidak dapat dirumuskan pada klien karena data
yang menunjang seperti buang air kecil yang tidak terkontrol tidak ditemukan
pada klien. Klien mengatakan buang air kecil lancar dengan frekuensi 5-6 kali
sehari, jumlah urin 1100-1500 cc perhari, tidak teraba distensi abdomen dan
klien dalam tahap fase rehabilitasi.

80

Adapun pendokumentasian diagnosa keperawatan dalam kasus sesuai dengan


analisa data fokus yang diperoleh dalam pengkajian.

C. Perencanaan
Pada tahap perencanaan keperawatan secara teori maupun kasus sebagai
prioritas utama adalah gangguan perfusi jaringan serebral karena berkaitan erat
dengan sirkulasi dan oksigenasi jaringan serebral sebagai akibat dari sumbatan
pembuluh darah arteri yang mensuplai darah ke serebral. Jika tidak segera
diatasi maka dapat menimbulkan hipoksia jaringan serebral dan dalam 5-6
menit akan menimbulkan kerusakan jaringan otak. Perencanaan tersebut
dibuat sesuai tujuan dan kriteria hasil.
Penetapan tujuan dan kriteria hasil pada masing-masing diagnosa
keperawatan yang muncul pada Tn.S adalah masalah gangguan perfusi
jaringan serebral ditetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat dengan kriteria
hasil tanda-tanda vital stabil, badan tidak lemas. Penulis menetapkan tujuan
dan kriteria hasil tersebut karena masih adanya gangguan pada serebral yang
ditandai dengan hemiplegi/kelumpuhan Ekstremitas kanan, badan lemas dan
stabilnya tekanan darah klien 160/100 nnHg, nadi : 84 x mnt, suhu : 36 50C,
RRx/mnt, kesadaran compos mentis, GCS, E4M6V5 : 15. Melihat kenyataan
tersebut dengan memberikan asuhan keperawatan observasi tanda-tanda vital
tiap 6-8 jam, mempertahankan tirah baring, batasi pengunjung maupun

81

aktivitas klien, meletakkan kepada dengan posisi agak ditinggikan,


mengajarkan tehnik relaksasi, menganjurkan untuk tidak mengejan saat
defekasi dan kolaborasi pemberian obat dengan rasional untuk meningkatkan
sirkulasi/perfusi dan oksigenasi serebral, mencegah peningkatan tekanan intra
kranial dan mencegah terjadinya pendarahan diharapkan dengan perfusi
jaringan serebral teratasi.
Masalah

keperawatan

ketidakmampuan

melakukan

perawatan

diri

ditetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi dengan kriteria hasil
klien melakukan perawatan diri dengan bantuan minimal. Penulis menetapkan
tujuan dan kriteria hasil tersebut karena ketidak mampuan klien melakukan
perawatan diri (BAB, BAK, mandi, makan, minum) disebabkan oleh
kelumpuhan anggota gerak (hemiplegi) dextra dan belum stabilnya tekanan
darah, sehingga tidak memungkinkan bagi klien untuk melakukan aktivitas
sendiri kekamar mandi. Adapun untuk mengembalikan kondisi kelumpuhan ke
dalam batas normal membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan
memberikan tindakan keperawatan seperti membantu klien dalam beraktivtias,
berikan dukungan setiap usaha yang dilakukan klien dengan rasional klien
dapat beraktivitas dengan bantuan seminimal mungkin diharapkan kebutuhan
perawatan diri terpenuhi.

82

Masalah gangguan kerusakan mobilitas fisik ditetapkan tujuan setelah


dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kerusakan
mobilitas fisik teratasi. Kriteria hasil yang diharapkan kelumpuhan tangan dan
kaki berkurang, kekuatan dan ketahanan otot tangan dan kaki kanan meningkat
2222 5555
2222 5555

. Karena untukmengembalikan kekuatan dan ketahanan otot dalam

batas normal diperlukan waktu yang lama. Dengan memberikan latihan


rentang gerak aktif dan pasif secara teratur diharapkan terjadi peningkatan
kekuatan otot dan kelumpuhan berkurang, mempertahankan mobilitas sendi,
mencegah terjadinya kontraktur pada ekstremitas yang mengalami paralisis,
mencegah bertambah buruknya sistem neuromuskuler dan meningkatkan
sirkulasi.
Masalah keperawatan resiko terhadap cidera tubuh ditetapkan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cidera
tidak terjadi dengan kriteria hasil klien terhindar dari jatuh, kekuatan dan
ketahanan otot tangan dan kaki kanan meningkat. Penulis menetapkan tujuan
dan kriteria hasil tersebut karena berkaitan erat dengan masalah gangguan
mobilitas fisik klien yang mengalami hemiplegi dextra. Dengan memberikan
tindakan keperawatan memasang hek tempat tidur, meletakkan perlengkapan
dan bel ditempat yang mudah dijangkau rasionalnya meminimalkan resiko
terjadinya jatuh, menyediakan alat bantu mobilisasi dan beraktivitas
rasionalnya kelemahan kondisi tubuh membuat keterbatasan gerak sehingga

83

perlu dibantu dalam aktivitas, libatkan keluarga dalam latihan pergerakan


rasionalnya keluarga merupakan sumber pendukung dalam mendampingi klien
saat latihan pergerakan diharapkan resiko terhadap cidera jatuh tidak terjadi.
Masalah kurang pengetahuan tentang perawatan dan pencegahan
penyakitnya ditetapkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 x 60 menit diharapkan klien memahami tentang perawatan dan pencegahan
stroke dengan kriteria hasil klien dapat menjelaskan kembali tentang
pengertian, faktor-faktor resiko yang menyebabkan stroke, tanda dan gejala
stroke, cara perawatan dan pencegahan stroke dan klien dan keluarga
berpatisipasi melatih pergerakan tubuh (ROM) aktif dan pasif setiap 2 kali
sehari. Penulis menetapkan tujuan dan kriteria hasil tersebut karena informasi
yang didapat klien dan keluarga tentang penyakit stroke kurang dan ketidak
tahuan klien serta keluarga mengenai cara perawatan dan pencegahan stroke
sehingga klien tidak teratur minum obat yang diberikan pada waktu kontrol.
Intervensi yang ditetapkan pada masing-masing masalah keperawatan yang
timbul pada kasus sesuai dengan teori yang ada. Dalam penetapan intervensi
tersebut tidak mengalami hambatan karena dalam menyusun intervensi pada
kasus menyesuaikan dengan teori yang ada memperhatikan kondisi klien dan
mempetimbangkan faktor resiko yang akan terjadi.

84

D. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan pada Tn. S disesuaikan dengan
intervensi yang telah ditetapkan. Namun tidak semua intervensi dapat
diimplementasikan pada Tn.S. Intervensi tersebut pada diagnosa keperawatan
2 yaitu kolaborasi dengan ahli fisioterapi mengenai latihan pergerakan dan
ambulasi klien karena melihat kondisi Tn.S yang masih lemah dan belum
stabilnya tekanan darah sehingga masalah latihan pergerakan tubuh (Range Of
Motion) pasif dilakukan perawat di ruangan, intervensi pada diagnosa kesatu
yaitu berikan obat sesuai program captopril 2 x 25 mg bila tekanan darah lebih
dari 160 / 100 mmHg karena selama implementasi 3 x 24 jam tidak didapatkan
tekanan darah klien lebih dari 160 / 100 mmHg sehingga obat aptopril tidak
diberikan.
Pendokumentasian setiap tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap
klien dicatat dalam catatan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibuat
pada masing-masing diagnosa keperawatan.
Faktor pendukung dalam implementasi tindakan keperawatan pada Tn.S
adalah sikap kooperatif dan partisipasi dari klien beserta keluarga dalam setiap
tindakan keperawatan, tersedianya peralatan perawatan dan dukungan dari
rekan sejawat.

85

E. Evaluasi
Berdasarkan evaluasi yang diperoleh dari 5 diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus Tn.S adalah 4 masalah keperawatan teratasi sebagian dan
tindakan keperawatan dilanjutkan yaitu gangguan perfusi serebral, resiko
tinggi terhadap cedera jatuh ,gangguan mobilitas fisik dan ketidakmampuan
melakukan perawatan diri.Sedangkan 1 masalah keperawatan teratasi , yaitu
kurang pengetahuan tentang perawatan dan pencegahan penyakit stroke dan
tindakan keperawatan di hentikan.
Gangguan perfusi jaringan serebral teratasi karena kriteria hasil yang
diharapkan terhadap klien belum tercapai. Pada saat evaluasi klien tidak
lemas, observasi tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg, nadi : 84 x/mnt, suhu
360C, frekuensi pernafasan : 24 x/mnt dan pasien masih hemiplegi dextra.
Kerusakan mobilitas fisik teratasi sebagian karena pada saat evaluasi pada
tanggal 20 juni 2003 dalam melakukan aktivitas masih membutuhkan bantuan.
Namun dari hasil penilaian kekuatan otot pada tangan dan kaki kanan telah
menunjukkan peningkatan dengan klien dapat menggeser kaki kanan dan
1111 otot
5555
terlihat kontraksi pada jari tangan. Penilaian kekuatan

2222 5555

Ketidak mampuan melakukan perawatan diri teratasi sebagian karena pada


saat dilakukan evaluasi tanggal 20 Juni 2003 dalam melakukan aktivitas
perawatan diri seperti mandi, makan, memakai baju, BAB dan BAK masih
membutuhkan perawatan.

86

Resiko tinggi terhadap cedera jatuh teratasi sebagian karena pada saat di
lakukan evaluasi tanggal 20 Juni 2003 dalam melakukan aktivitas masih di
bantu,penilaian kekuatan otot

1111 5555
2222 5555

dan masih terpasang pengaman

tempat tidur.
Pada tahap evaluasi Tn.S yang di lakukan selama 3 x 24 jam tidak
ditemukan adanya masalah keperawatan baru. Keberhasilan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Tn.S dengan stroke non Hemoragik ditunjang oleh
beberapa faktor pendukung antara lain sikap kooperatif klien dan keluarga dalam
setiap tindakan keperawatan, tersedianya peralatan dan dukungan dari rekan
maupun tim medis lainnya.

87

88

BAB V

PENUTUP

A.

Kesimpulan
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian tidak ditemukan kesenjangan antara kasus
dengan teori mengenai etiologi dan faktor predisposisi. Terdapat 2
manifestasi klinik yang ditemukan pada klien yaitu hemiplegi dan disartria.
Pada pemeriksaan diagnostik pada klien hanya dilakukan CT-Scan
dan pemeriksaan laboratorium. Untuk penatalaksanaan medis klien tidak
dilakukan pembedahan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada perumusan diagnosa keperawatan terdapat 5 diagnosa yang
muncul pada kasus yaitu gangguan perfusi jaringan serebral, kurangnya
perawatan diri (BAB, BAK, makan, mandi, minum, berpakaian), gangguan
mobilitas fisik, resiko tinggi terjadinya cidera jatuh dan kurangnya
pengetahuan mengenai perawatan dan pencegahan penyakit stroke.
Sedangkan diagnosa yang tidak muncul adalah gangguan eliminasi
(inkontinensia), perubahan persepsi sensori visual, harga diri rendah dan
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

89

3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan keperawatan antara teori dan kasus
didapatkan prioritas keperawatan yang sama yaitu gangguan perfusi
jaringan serebral. Masalah tersebut dijadikan prioritas keperawatan karena
berkaitan erat dengan sirkulasi dan oksigenasi jaringan serebral, maka jika
tidak segera ditangani akan dapat menimbulkan kematian jaringan serebral
yang permanen dan pada tahap selanjutnya menimbulkan kematian.
Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil penulis menetapkan
rentang waktu 3 x 24 jam untuk mengatasi 4 masalah keperawatan,
sedangkan untuk mengatasi masalah keperawatan kurang pengetahuan
tentang perawatan dan pencegahan penyakitnya ditetapkan selama 1 x 60
mnt diharapkan kriteria hasil dapat di capai. Intervensi keperawatan yang
disusun dalam kasus pada masing-masing diagnosa keperawatan sesuai
dengan teori yang ada.
4. Implementasi
Pada tahap implementasi tindakan keperawatan Tn.S disesuaikan
dengan intervensi yang telah ditetapkan. Namun tidak semua intervensi
dapat dilakukan, adapun intervensi yang belum dilaksanakan adalah
kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan gerak dan ambulasi pasien

90

serta berikan obat sesuai program captopril bila tekanan darah lebih dari
160/100 mmHg.
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi diperoleh 4 masalah keperawatan teratasi sebagian dan
tindakan keperawatan dipertahankan yaitu gangguan perfusi jaringan
serebral, resiko tinggi cedera : jatuh,gangguan mobilitas fisik dan
ketidakmampuan

melakukan

perawatan

diri

sedangkan

tindakan

keperawatan dilanjutkan meliputi latihan gerak aktif dan pasif dua kali
sehari dan perawatan diri ( mandi,makan,eliminasi BAB dan BAK ).1
masalah keperawatan teratasi dan tindakan di hentikan yaitu kurang
pengetahuan mengenai perawatan dan pencegahan stroke .
B.

Saran
Pada kesempatan ini penulis memberikan saran kepada rekan sejawat dan

klien (Tn.S) adapun saran tersebut adalah :


1. Untuk perawat
Perawat hendaknya lebih melengkapi dalam mendokumentasikan
proses keperawatan secara baik dan benar untuk meningkatkan kwalitas
pelayanan asuhan keperawatan pada klien.

91

Perawat hendaknya dapat memberikan latihan rentang gerak aktif dan


pasif secara teratur, untuk mencegah komplikasi pada klien dengan
kelumpuhan.
2. Untuk Klien
Klien (Tn.S) hendaknya melakukan kontrol ke fasilitas kesehatan
terdekat dan minum obat secara teratur.
3. Untuk Keluarga
Keluarga ( Tn. S ) dapat berpartisipasi dalam melatih pergerakan tubuh
aktif dan pasif klien secara benar setiap 2 x sehari :

92

DAFTAR PUSTAKA

Baughmann C. Diare and Heckley, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, EGC,


Jakarta.
Doengoes E. Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo, 1996, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, Edisi 6,
Volume II, EGC, Jakarta.
Lukman and Sorensens, 1993, Medikal Surgical Nursing A Psychophysiologic
Approach, Fourd Edition, WB Sounders Company Philadelphia.
Mardjono Mahar, Prof. Dr. & Sidharta Priguna, 1996, Neurologi Klinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta.
Suzanne C.S and Brenda G.B., 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner and Suddarth, Edisi 8 Volume 3, EGC, Jakarta.
Sudarth L.S. Brunner, 1997, Medical Surgical Nursing, JB Lippincott,
Philadelphia.
Widagdo Wahyu, 1995, Asuhan Keperawatan Sistem Persarapan, Dep. Kes,
Jakarta.

93

SATUAN PENDIDIKAN KESEHATAN

Diagnosa Keperawatan : Kurang

pengetahuan

tentang

perawatan

dan

pencegahan penyakitnya berhubungan dengan kurang


informasi.
Topik

: Perawatan dan pencegahan stroke serta latihan


pergerakan tubuh aktif dan pasif.

Sub Topik

: Hal yang perlu diketahui tentang pengertian, faktorfaktor resiko, tanda/gejala, pencegahan dan perawatan
di rumah.

Tempat

: Ruang Divia Cita Rumah Sakit Kepolisian Pusat


Raden Said Sukanto.

Hari / Tanggal

: Kamis, 19 Juni 2003

Waktu

: 1 x 60 menit.

I.

Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan dan pencegahan
stroke selama 1 x 60 menit diharapkan klien dan keluarga memahami
tentang faktor resiko, tanda/gejala, perawatan pada penderita stroke dengan
cara benar.

94

II.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 1 x 60 menit diharapkan
klien dan keluarga dapat :
-

Menjelaskan kembali tentang pengertian penyakit stroke.

Menyebutkan kembali faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan


penyakit stroke.

Menyebutkan tanda / gejala pada penyakit stroke.

Menyebutkan cara-cara perawatan dan pencegahan pada penyakit stroke.

Melatih pergerakan tubuh (ROM) aktif dan pasif setiap 2 kali sehari.

III. Materi
-

Pengertian tentang penyakit stroke.

Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit stroke.

Tanda / gejala pada penyakit stroke.

Pencegahan pada penyakit stroke.

Perawatan pada penyakit stroke.

Latihan pergerakan tubuh (ROM) aktif dan pasif.

IV. Metode
-

Ceramah

Diskusi

Demonstrasi

95

V.

Media alat bantu


-

Flipchart

Papan Tempel

Spidol

VI. Kegiatan Pendidikan Kesehatan


No.
1.

Kegiatan

Penyuluhan

Pembukaan -

Inti

Sasaran

Mengucapkan salam

Menjawab salam.

Memperkenalkan diri.

Mendengarkan dan

Menyampaikan tujuan

kegiatan.
Menjelaskan materi

memperhatikan.
-

tentang :

Menyampaikan pendapat.
Mendengarkan dan
memperhatikan.

Pengertian penyakit

Waktu

10
Menit
20
menit

Klien dan keluarga ikut


mendemonstrasi kan

stroke.
Faktor-faktor resiko.

latihan pergerak-an

Tanda dan gejala.

anggota tubuh aktif dan


pasif

Pencegahan.
Perawatan
Melatih pergerakan
anggota tubuh (ROM)
3.

Penutup

aktif dan pasif.


Memberikan kesempatan

96

Aktif mengajukan per

20

untuk bertanya.

tanyaan.

Melakukan evaluasi.

Menutup dan memberikan


salam

menit

Mendengarkan dan
memperhatikan.

Menjawab pertanya-an.

Menjawab salam.

VII. Evaluasi
-

Coba jelaskan apa yang dimaksud stroke ?

Apa saja faktor resiko penyebab stroke ?

Coba sebutkan tanda dan gejala stroke ?

Bagaimana cara pencegahan dari stroke ?

Bagaimana perawatan di rumah dan demonstrasi latihan pergerakan


tubuh aktif dan pasif ?

97

MATERI

1.

Pengertian tentang Penyakit Stroke


Stroke adalah gangguan suplai/aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan/
pecahnya satu/lebih pembuluh darah yang memperdarahi otak
dan terjadi secara tiba-tiba.

2.

Faktor-Faktor Resiko terjadinya Penyakit Stroke :


-

Hipertensi / tekanan darah tinggi.

Penyakit jantung.

Kegemukan

Penyakit Diabetes Melitus / Gula.

Stress emosional.

Riwayat Keluarga yang mengalami stroke.

Usia (makin meningkat usia, makin tinggi angka kejadian).

3.

Tanda dan Gejala :


-

Pusing

Kesemutan dan baal pada ekstremitas tangan maupun kaki.

Badan terasa lemah.

Berbicara pelo.

Pandangan kabur.

98

4.

Pencegahan
-

Diit rendah garam.

Hindari kopi dan rokok.

Mampu meluangkan waktu untuk istirahat dalam pekerjaan/menghindari


kelelahan.

5.

Hindari stress emosional.


Penatalaksanaan di rumah

Mematuhi diit/konsultasi pada ahli gizi.

Melakukan kontrol kesehatan pada dokter ataupun fasilitas kesehatan,


minimal 1 minggu sekali.

Melakukan olah raga secara rutin dan teratur seperti jalan di pagi hari,
sepeda santai dll.

Membatasi waktu kegiatan dalam pekerjaan.

Melatih pergerakan tubuh (ROM) aktif dan pasif 2 kali sehari.

99

Vous aimerez peut-être aussi