Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
(3B)
I. Definisi
Pneumonia aspirasi adalah keadaan dimana terjadinya aspirasi terhadap isi lambung,
bisa disebabkan oleh muntahan ataupun terjadi pada orang yang tenggelam (Corwin,
2002). Menurut Robbins dan Cotran (2008) pneumonia aspirasi terjadi pada pasien yang
keadaan umumnya sangat buruk atau yang tidak sadarkan diri, keadaan ini sebagian
mengakibatkan pneumonia kimia (asam lambung) dan sebagan lagi pneumonia bacterial
(campuran dengan flora oral).
Aspirasi dapat dikaitkan dengan menyebabkan : obstruksi (tersumbat) saluran nafas,
pneumonitis oleh bahan kimiawi (asam lambung, enzim pencernaan), pneumonitis oleh
infeksi, dan tenggelam di air. Predisposisi pneumonia aspirasi adalah pada pemabuk,
epilepsy, pecandu obat narkotika, antesia umum, pemasangan NGT, cerebrovaskular
accident, penyakit gigi dan periodontal (Djojodibroto, 2009).
II. Epidemiologi
Pneumonia sangat sering ditemukan dalam masyarakat. Insidensi di masyarakat
adalah 1-3/1000 orang dewasa. Seperempat jumlah kasus membutuhkan perawatan di rumah
sakit. Pneumonia terjadi masing-masing hamper sama antar pria dan wanita. Walaupun
demikian, penyakit ini lebih sering ditemukan pada laki-laki. Pneumonia sering terjadi pada
usia ekstrem, namun tetap menjadi penyebab morbiditas yang penting, bahkan menjadi
penyebab mortalitas pada dewasa muda (Davey, 2005).
III. Patofisiologi
Pneumonia aspirasi dapat terjadi akibat terisap isi lambung akibat muntahan atau bisa
terjadi pada orang yang tenggelam yang nantinya cairan tersebut akan masuk ke paru-paru.
Bagi individu-individu ini, materi yang teraspirasi itu sendiri yang dapat mencetuskan reaksi
inflamasi. Selanjutnya, dapat berkembang menjadi infeksi bakteri (Corwin, 2002). Aspirasi
sekret yang berasal dari nasofaring, walaupun jumlahnya sedikit, dapat membawa serta
mikroorganisme ke dalam paru ( 107 mikroorganisme anaerob dan 106 mikroorganisme aerob
dalam 0,1 mL sekret). Namun, suatu hal yang belum terpecahkan, mengapa pertahanan tubuh
terhadap mikroorganisme yang teraspirasi tidak sebagus pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme yang terinhalasi (Djojodibroto, 2009).
Bila jumlah atau virulensi mikroorganisme terlalu besar, maka makrofag akan merekrut
PMN dan mulai rangkaian inflamasi dengan pelepasan berbagai sitokin termasuk leukotrien,
faktor nekrosis tumor (TNF), interleukin, radikal oksigen, dan protease. Inflamasi tersebut
menyebabkan pengisian alveolus mengalami ketidakcocokan ventilasi / perfusi dan
hipoksemia. Terjadi apoptosis sel-sel paru yang meluas, ini membantu membasmi
mikroorganisme intrasel seperti tuberculosis atau klamidia, tetapi juga turut andil dalam
proses patologis kerusakan paru. Infeksi dan inflamasi dapat tetap terlokalisir di paru atau
dapat menyebabkan bakteremia yang mengakibatkan meningitis atau endokarditis, sindrom
respon inflamasi sitemik, atau sepsis. Faktor virulensi menentukan patofisologis dari
perjalanan penyakitnya (Brasher, 2007).
IV.
Gambaran Klinis
Nyeri dada
Menggigil
Demam
Sakit Kepala
Sesak nafas
Kekakuan otot
Kulit lembab
Batuk darah
Nyeri perut
V. Pemeriksaan Penunjang
Davey (2005) dalam bukunya At a Glance Medicine menyatakan bahwa
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk:
a. Menegakkan diagnosis:
Infark Paru
2)
Edema Paru
3)
Tuberkulosis
4)
5)
Penyakit intraabdomen
VIII. Penanganan
Penatalaksanaan untuk pneumonia menurut Corwin (2002) bergantung pada
penyebab, sesuai
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada pneumonia menurut Corwin (2002):
DAFTAR PUSTAKA
Brasher, Valentino L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen, Edisi
2. Jakarta:EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta:EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:EGC.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi saluran Napas Pneumonia Pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia AtypikMycobacterium, Edisi 1. Jakarta:
Pustaka Obor Populer.
Robbins & Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.