Vous êtes sur la page 1sur 10

Abu (analisis kimia)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam analisis kimia, pengabuan adalah proses mineralisasi untuk zat prekonsentrasi demi
kepentingan analisis kimia. Abu adalah nama yang diberikan pada semua residu non-cair
yang tersisa setelah sampel dibakar, dan sebagian besar terdiri dari oksida logam.

Abu adalah salah satu komponen dalam analisis proksima dari material biologis, yaitu bagian
yang menjadi penjumlah utama dalam persentase hasil analisis. Misalnya, abu
dalam madu adalah sebesar 0,17%. Dalam hal ini, abu yang dihasilkan termasuk semua
mineral yang terkandung dalam madu.

Abu umumnya terdiri dari garam-garaman, material anorganik (misal garam-garaman yang
mengandung ion Na+, K+, dsb). Terkadang juga mengandung mineral unik tertentu,
misalnya klorofil dan hemoglobin.

Contoh abu:

 oksida, misal, Al2O3, CaO, Fe2O3, MgO, MnO, P2O5, K2O, SiO2
 karbonat: Na2CO3 (abu soda), K2CO3 (potash),
 bikarbonat, misal, NaHCO3 (baking soda),

Garam (kimia)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Garam-garaman)

Natrium klorida (NaCl) adalah bahan utama garam dapur

Dalam ilmu kimia, garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif (kation) dan ion
negatif (anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa bermuatan). Garam terbentuk
dari hasil reaksi asam dan basa. Natrium klorida (NaCl), bahan utama garam dapur adalah
suatu garam.
Larutan garam dalam air merupakan larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat
menghantarkanarus listrik. Cairan dalam tubuh makhluk hidup mengandung larutan garam,
misalnya sitoplasmadan darah.

Reaksi kimia untuk menghasilkan garam antara lain

1. Reaksi antara asam dan basa, misalnya HCl + NH3 → NH4Cl.


2. Reaksi antara logam dan asam kuat encer, misalnya Mg + 2 HCl → MgCl2 +
H2

Keterangan: logam mulia umumnya tidak bereaksi dengan cara ini.


Artikel bertopik kimia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.

Senyawa anorganik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Anorganik)

Senyawa anorganik didefinikan sebagai senyawa pada alam (di tabel periodik) yang pada
umumnya menyusun material / benda tak hidup.
Artikel bertopik kimia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.

Oksida
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Oksida, seperti besi oksida ataukarat, Fe2O3, terbentuk ketika oksigen bergabung dengan unsur lainnya

Oksida adalah senyawa kimia yang sedikitnya mengandung sebuah atom oksigen serta
sedikitnya sebuah unsur lain. Sebagian besar kerak bumi terdiri atas oksida. Oksida
terbentuk ketika unsur-unsur dioksidasi oleh oksigen di udara.
Pembakaran hidrokarbon menghasilkan dua oksida utama karbon,karbon monoksida,
dan karbon dioksida. Bahkan materi yang dianggap sebagai unsur murni pun seringkali
mengandung selubung oksida. Misalnya aluminium foil memiliki kulit tipis Al2O3 yang
melindungi foil darikorosi.
Artikel bertopik kimia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
denganmengembangkannya.
« Cabai merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, dan jahe
Analisa Protein »
2FEB
Metode penetapan kadar air, abu, protein, lemak, kalsium,
beta karoten, vitamin C
Oleh yis pada Metode Penetapan Kadar Air Abu Protein Lemak Beta Karoten Kalsium dan Vitamin C.
Ditandai:analisa beta karoten, analisa kadar abu, analisa lemak, analisa pangan, literatur pangan, metode
penetapan protein, metode penetapan vitamin C, penetapan beta karoten, penetapan kalsium. & Komentar

1. Kadar air
Botol timbang dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven
pada suhu 105°C, lalu didinginkan dalam eksikator dan kemudian
beratnya ditimbang (x). Sampel ditimbang seberat 5 gram (y),
dimasukkan ke dalam botol timbang, kemudian dimasukkan ke
dalam oven selama 4 – 6 jam pada suhu 105°C, lalu didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulang
sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan (z). Adapun rumus
penentuan kadar air sebagai berikut:

Kadar bahan kering sampel dapat diketahui dengan rumus :


Bahan kering (BK) = (100 – Kadar Air) %
2. Kadar abu
Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105°C selama beberapa jam,
kemudian didinginkan dalam eksikator dan berat awal ditimbang (x).
Sampel bahan ditimbang dengan berat kira-kira 5 gram (y) dan
dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel tersebut dipijarkan di
atas nyala api pembakar bunsen sampai titik berasap lagi, kemudian
dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400 – 600°C.
Sesudah sampel abu berwarna putih, seluruh sampel diangkat dan
didinginkan dalam eksikator. Setelah kira-kira 1 jam sampel
ditimbang kembali (z). Adapun rumus penentuan kadar abu
menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar bahan organik dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :


Bahan Organik (BO) = ( Bahan Kering (BK) – Abu ) %
3. Kadar protein kasar
Prinsip analisa adalah pengukuran kadar nitrogen (N) dari sampel
dengan menggunakan Metode makro Kjeldahl. Ada 3 tahap analisa
protein yaitu :
1. Tahap Destruksi
2. Tahap Destilasi
3. Tahap Titrasi
Cara Kerja :
• Kira-kira sebanyak 0.3 g sampel (X) ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik, setelah itu sampel
dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kedalam labu ditambahkan
kira-kira 3 sendok kecil katalis campuran ( selenium 4 gr +
CuSO4.5H2O 3 g + Na2SO4 190 g ) serta 20 ml H2SO4 pekat
teknis secara homogen. Campuran tersebut dipanaskan dengan
alat destruksi mula-mula pada posisi low selama 10 menit,
kemudian pada posisimedium selama 5 menit dan high sampai
larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan; proses
ini berlangsung di dalam ruang asam.
• Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan tersebut di
masukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300
ml aquadest yang tidak mengandung N. Tambahkan beberapa
butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan
menambahkan kira-kira 100 ml NaOH 33%. Kemudian labu
penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling. Proses
penyulingan ini diteruskan hingga semua N telah tertangkap oleh
H2SO4 yang ada di dalam erlenmeyer atau bila 2/3 dari cairan
dalam labu penyuling telah menguap (Tahap Destilasi).
• Labu erlenmeyer yang berisi hasil sulingan tersebut diambil
dan kelebihan H2SO4 dititer kembali dengan menggunakan
larutan NaOH 0.3 N. Proses titrasi berhenti setelah terjadi
perubahan warna dari biru kehijauan yang menandakan titik
akhir titrasi. Volume NaOH dicatat ( z ml ), kemudian
dibandingkan dengan titar blanko ( y ml). (Tahap Titrasi).
Adapun rumus penentuan kadar protein kasar sebagai berikut:
4.
Kadar lemak kasar (Metode Sochlet)
Prinsip : Ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut organik.
Cara Kerja :
• Sebuah labu lemak dengan menggunakan beberapa butir batu
didih di dalamnya, dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 –
110°C selama 1 jam. Labu didinginkan dalam eksikator selama 1
jam dan ditimbang ( a gram).
• Sampel ditimbang kira-kira 1 g ( x gram) dengan catatan
jumlah sampel juga tergantung dengan kadar lemak bahan.
Sampel tersebut dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat
dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak.
• Selongsong dimasukkan ke dalam alat FATEX-S dan
ditambahkan larutan petroleum Ether sebagai larutan
pengekstrak.
• Alat FATEX-S diatur suhunya pada 60°C dan waktu selama 25
menit. Proses ekstraksi dilakukan sampai alat berbunyi,
kemudian larutan petroleum ether diturunkan bersama lemak
yang telah larut. Lakukan proses evaporasi dengan merubah suhu
pada 105°C sampai alat FATEX-S berbunyi. Proses ekstraksi dan
evaporasi dilakukan sebanyak 2 kali.
• Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven
dengan suhu 105°C selama kira-kira 1 jam. Setelah itu
didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang
kembali ( b gram ). Adapun rumus penentuan kadar lemak kasar
sebagai berikut:

5. Kadar serat kasar


Prinsip : Serat kasar adalah semua zat-zat organik yang tidak dapat
larut dalam H2SO4 0.3 N dan dalam NaOH 1.5 N yang berturut-turut
dipanaskan selama 30 menit. Serat kasar terdiri dari sellulosa,
hemisellulosa, lignin dan silika serta sebagian pentosan-pentosan.
Cara Kerja :
• Sampel ditimbang seberat 1 gram (x) dan dimasukkan ke dalam
gelas piala 500 ml. Sampel ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N dan
dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit.
• Setelah itu ke dalam gelas piala ditambahkan pula 25 ml NaOH
1.5 N dan terus dididihkan kembali selama 30 menit kedua.
Waktu pendidihan diperhatikan agar api tidak terlalu besar dan
cairan tidak meluap dan tumpah.
• Sebuah kertas saring ditimbang seberat ( a ) gram.
• Cairan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring
yang sudah ditimbang sebelumnya dan dilakukan penyaringan
dengan menggunakan corong Buchner. Proses penyaringan
berturut-turut dicuci dengan : 50 ml air panas; 50 ml H2SO4 0.3
N; 50 ml air panas ; 25 ml Aceton
• Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin
dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105°C.
• Kertas saring dan isisnya yang telah dikerngkan didinginkan
dalam eksikator selama 1 jam dan timbang ( y ) gram.
• Setelah itu kertas saring dan isinya dipijarkan di dalam tanur
sampai menjadi putih dan dinginkan kembali serta timbang ( z )
gram. Adapun rumus penentuan kadar serat kasar sebagai
berikut:

Penetapan Ca dengan Metode Titrasi KMnO


Prinsip : Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan
dilarutkan dalam H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan KMnO4.
Cara Kerja:
• Sebanyak 20 – 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering
dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Jika perlu ditambahkan
25 – 50 ml akuades.
• Selanjutnya 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes
indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan abu
tersebut
• Amonia encer ditambahkan untuk membuat larutan menjadi
sedikit basa, kemudian larutan ditambahkan beberapa tetes asam
asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5.0) dan bersifat
sedikit asam.
• Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan
selama minimum 4 jam atau semalam pada suhu kamar.
• Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring Whatman
No. 42 dan dilakukan pembilasan dengan akuades sampai filtrat
bebas oksalat (jika digunakan HCl dalam pembuatan larutan abu,
filtrat hasil saringan terakhir harus bebas Cl dengan mengujinya
menggunakan AgNO3).
• Ujung kertas saring dilubangi dengan menggunakan batang
gelas, kemudian dilakukan pembilasan dan endapan dipindahkan
dengan H2SO4 encer (1 + 4) panas ke dalam gelas piala bekas
tempat mengendapkan kalsium. Kemudian dilakukan
pembilasan satu kali lagi dengan air panas.
• Selagi panas (70 – 80°C) dilakukan titrasi dengan larutan
KMnO4 0,01N sampai larutan berwarna merah jambu permanen
yang pertama.
• Kertas saring dimasukkan dan titrasi dilakukan sampai terjadi
warna merah jambu permanen yang kedua.
• Adapun rumus perhitungan kadar Ca dalam sampel sebagai
berikut:

P ene
ntuan _-Karoten
Prinsip : Pigmen diekstrak dari bahan dengan menggunakan pelarut
asetonheksana. Pigmen dipisahkan dari pigmen lainnya dengan
menggunakan kolom adsorpsi Magnesium oksida-Supercel,
kemudian diukur adsorbansinya pada 436 nm.
Pereaksi:
• Aseton dengan sejumlah Na2SO4 anhydrous, disaring dan
ditambahkan beberapa potong seng berbentuk granular (10
mesh) kemudian didestilasi sehingga didapat aseton murni.
• Heksana, titik didih 60 – 70°C
• Adsorben : campuran Magnesium oksida + supercel 1 : 1
Peralatan:
1. Kolom adsorpsi : tinggi 17 cm, diameter 2 cm.
2. Penyodok : panjang 25 cm, terbuat dari gelas, salah satu ujungnya
rata.
3. Pompa vakum
Cara Kerja:
a. Ekstraksi buah dan sayuran kering:
• Sampel digiling sampai lolos ayakan 40 mesh
• Kemudian ditimbang tepat 1 – 4 g sampel, ditempatkan dalam
timbel dan dimasukkan ke dalam Soxhlet extractor.
• Lalu ditambahkan 30 ml campuran aseton komersil dan
heksana (3 + 7) ke dalam labu soxhlet, refluks selama 1 jam atau
lebih dengan kecepatan 1 – 3 tetes per detik sampai tidak ada lagi
warna yang terekstrak, didinginkan pada suhu ruang dan
ditepatkan volume hasil ekstraksi menjadi 100 ml dengan
heksana.
• Alternatif lain, ditambahkan pelarut ke dalam sampel yang
sudah digiling halus dan dibiarkan di dalam tempat gelap
semalam pada suhu ruang. Kemudian ekstrak didekantasi atau
disaring, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, residu dicuci,
kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan heksana.
Larutan ini sekarang mengandung aseton 9%.
b. Ekstraksi buah dan sayuran segar atau olahan:
• Sejumlah sampel dihancurkan di dalam blender (untuk bahan
segar, jika analisa tidak segera dilakukan, bahan diblansir dalam
air mendidih selama 5 – 10 menit, disimpan dalam keadaan
beku).
• Sampel sebanyak 5 – 10 g diekstrak dengan campuran 40 ml
aseton dan 60 ml heksana dan 0.1 g MgCO3 di dalam blender
selama 5 menit.
• Residu dibiarkan mengendap, kemudian didekantasi dalam
labu pemisah (ekstrak dikeluarkan).
• Residu dicuci dua kali masing-masing dengan 25 ml aseton,
kemudian dicuci lagi dengan 25 ml heksana.
• Seluruh ekstraksi yang diperoleh digabungkan.
• Kemudian dipisahkan dan aseton diambil/dibuang dari ekstrak
dengan pencucian menggunakan air berkali-kali.
• Lapisan atas dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml yang
telah berisi 9 ml aseton dan diencerkan sampai tanda tera
dengan heksana (jika didinginkan alkohol dapat digunakan
untuk menggantikan aseton dalam tahap ekstraksi).
Pemisahan pigmen secara kromatografi
• Kolom kromatografi disiapkan dengan adsorben campuran
magnesia aktif dan supercel ( 1 + 1 ).
• Lapisan Na2SO4 anhydrous ditempatkan setinggi 1 cm di atas
lapisan adsorben.
• Dengan menggunakan vakum secara kontinyu pada kolom,
dimasukkan 50 ml ekstrak pigmen ke dalam kolom.
• Elusi dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton heksana.
Lapisan atas dijaga agar selalu terisi dengan pelarut selama
operasi.
• Karoten akan melewati kolom secara cepat. ‘Band’ (pita)
xantofil, produk oksidasi karoten dan klorofil akan teradsorpsi
dalam kolom.
• Hasil elusi dikumpulkan, jika warna larutan terang, dipekatkan
dengan tekanan rendah (vakum), ditepatkan sampai volume
tertentu dengan menggunakan aseton 9% dalam heksana.
• Warna diukur pada 436 nm. Alat diatur pada 100% T dengan
menggunakan aseton 9% dalam heksana.
• Konsentrasi karoten ditentukan dalam sampel berdasarkan
kurva standar yang dibuat.
Pembuatan Kurva Standar
• Sebanyak 25 mg _-karoten murni ditimbang dengan teliti.
Kemudian dilarutkan dalam 2.5 ml kloroform dan dibuat
menjadi 250 ml dengan petroleum eter (1 ml = 0.1 mg atau 100
µg).
• Larutan sebanyak 10 ml diencerkan menjadi 100 ml dengan
petroleum eter (1 ml = 0.01 mg atau 10 µg).
• Sebanyak 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ml larutan ini dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 ml yang terpisah. Masing-masing labu
ukur diisi dengan 3 ml aseton.
• Kemudian diencerkan sampai tanda tera dengan petroleum
eter, sehingga konsentrasinya akan menjadi 0.5, 1.0, 2.0, 2.5, dan
3.0 µg per ml.
• Optikal density (OD) larutan ini diukur pada 452 nm dengan
menggunakan aseton 3% dalam petroleum eter sebagai blanko.
• Setelah itu dibuat grafik hubungan antara optical density
dengan konsentrasi _- karoten.
Penetapan Vitamin C Metode Titrasi Iodium
(Jacobs) (Sudarmadji et al. 1984)
• Sebanyak 200 – 300 g bahan ditimbang dan dihancurkan
dalam waring blender sampai diperoleh slurry. Kemudian 10 –
30 g slurry ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml dan ditambahkan akuades sampai tanda, lalu disaring dengan
Krus Gooch atau dengan sentrifuse untuk memisahkan filtratnya.
• Sebanyak 5 – 25 filtrat diambil dengan pipet dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer 125 ml, kemudian ditambahkan 2 ml
larutan amilum 1 % (soluble starch) dan ditambahkan 20 ml
akuades bila perlu.
• Kemudian dititrasi dengan 0,01 N standard iodium
Perhitungan :
1 ml 0,01N Iodium = 0,88 mg asam askorbat

Vous aimerez peut-être aussi