Vous êtes sur la page 1sur 85

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)


DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) BERBANTU
MEDIA POSTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS
ANEKDOT PESERTA DIDIK KELAS X SMA

PROPOSAL TESIS

Oleh:
Akip Fauzi
0202513037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

A. Topik Penelitian
Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Berbantu Media
Poster Terhadap Kemampuan Menulis Teks Anekdot Peserta Didik Kelas X
SMA
B. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangat berperan dalam menciptakan manusia yang
berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui pendidikan
akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga dalam proses pengambilan
keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa
tanggung jawab yang besar. Menurut Pidarta (2009: 38) pendidikan bertujuan
membantu anak untuk mengembangkan semua potensi jiwa dan jasmaninya
secara berimbang, harmonis, dan terintegrasi sehingga menjadi manusia
berkembang seutuhnya. Pendidikan harus mendapat perhatian yang lebih dari
pemerintah sehingga sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas dapat
lebih ditingkatkan dan dioptimalkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah.
Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang
secara sadar telah terencana. Suatu sistem pendidikan dikatakan berkualitas
jika proses pembelajarannya berlangsung secara menarik dan menantang
sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar
yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan
hasil pendidikan yang berkualitas pula dan dengan demikian akan semakin
meningkatkan kualitas kehidupan bangsa (Harsanto 2007: 9). Ditinjau dari
keefektifannya, proses pembelajaran diupayakan agar peserta didik memiliki
kemampuan yang maksimal dan meningkatkan motivasi, tantangan, dan
kepuasan agar peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran. Proses
belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses
pembelajaran, karena berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung pada keefektifan proses belajar mengajar yang dirancang dan

dijalankan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2013: 42) guru
merupakan faktor penting yang mempunyai pengaruh besar, bahkan sangat
menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.
Sejalan dengan hal itu Gagne sebagaimana dikutip dalam Dimyati dan
Mudjiono (2009: 10) mengemukakan bahwa hasil belajar berupa kapabilitas
dan setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
Timbulnya kapabilitas itu terlihat dari stimulasi yang berasal dari lingkungan
dan proses kognitif yang dilakukan oleh pengajar atau guru. Pendapat diatas
dipertegas Mulyasa (2010: 9) bahwa pembelajaran yang efektif ditandai
dengan adanya sikap yang menekankan pada pembelajaran peserta didik untuk
mampu mengerti cara belajar sehingga melalui kreativitas guru, pembelajaran
di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan.
Paradigma pembelajaran pada saat ini sudah mengalami perubahan
dalam pelaksanaannya. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran adalah
orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada
peserta didik. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu
pendidikan, baik dari segi proses maupun dari segi pendidikan. Menurut Rianto
(2006: 2) perubahan tersebut dilakukan karena pembelajaran yang berorientasi
pada guru, keterlaksanaannya lebih menekankan ketercapaian target kurikulum
yang berupa hasil belajar pada ranah pengetahuan saja sebagai dampak
pembelajaran untuk kepentingan jangka pendek. Sementara kebutuhan peserta
didik pada ranah sikap dan psikomotor kurang mendapatkan perhatian secara
memadai.
Selaras dengan hal itu Suprijono (2010: 13) mengemukakan bahwa
pembelajaran berpusat pada peserta didik, sedangkan peran guru hanya
menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik lebih menekankan pada kebutuhan, minat, bakat, dan
kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat
bermakna. Melalui pembelajaran ini, diharapkan semua potensi peserta didik
dapat berkembang sesuai dengan latar belakang usia dan latar belakang lainnya
dari masing-masing individu peserta didik.

Pengajaran bahasa melibatkan guru, peserta didik, buku pengajaran, dan


alat bantu dalam mengajar. Sebagai guru bahasa Indonesia harus mempunyai
berbagai kemampuan seperti kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan
benar, pemilihan bahan yang akan diajarkan, kemampuan menggunakan
berbagai model pembelajaran yang tepat, dan pemilihan media pembelajaran
yang dapat menunjang pembelajaran sehingga dapat berhasil dengan baik
sesuai tujuan Kurikulum. Pada kurikulum 2013 Bahasa Indonesia ditempatkan
sebagai penghela mata pelajaran lain karena harus berada di depan semua mata
pelajaran lain. Apabila peserta didik tidak menguasai mata pelajaran tertentu,
harus dipastikan bahwa yang tidak dikuasainya adalah substansi mata pelajaran
tersebut, bukan karena kelemahan penguasaan bahasa pengantar yang
dipergunakan.
Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan
pendekatan berbasis teks. Pendekatan ini bertujuan agar peserta didik mampu
memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi
sosialnya (Kemendikbud 2014: 7). Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis
teks, diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai
teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi diri penggunanya pada konteks
sosial dan akademis. Selain mengonsumsi pengetahuan bahasa, peserta didik
dituntut untuk memproduksi teks bahasa. Teks dipandang sebagai satuan
bahasa yang bermakna secara kontekstual. Teks tidak selalu berwujud bahasa
tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya teks Pancasila yang sering
dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud tulisan maupun teks lisan.
Setiap teks memiliki struktur tersendiri yang berbeda dengan teks lainnya
karena setiap teks terdapat struktur berpikir yang harus dipahami agar fungsi
sosial masing-masing teks tersebut dapat tercapai. Salah satu teks yang
diajarkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum 2013 adalah teks
anekdot.
Pembelajaran teks anekdot pada kompetensi menulis diajarkan di kelas
X semester 2 jenjang SMA Kurikulum 2013 pada kompetensi inti (KI)
mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan


mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada kompetensi dasar
(KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur
kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang
akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan. Berhubungan dengan
memproduksi teks anekdot, peserta didik diharapkan mampu menulis dan
menciptakan tulisan sesuai dengan pikirannya. Kondisi kemampuan berbahasa
peserta didik khususnya dalam hal menulis pada saat ini masih memiliki
kendala dan proses pembelajaran belum terlaksana dengan maksimal.
Berdasarkan pengamatan di MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati,
Ma Matholiul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati,
dapat di ambil simpulan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering
didominasi oleh penggunaan model pembelajaran tradisional atau konvensional
dan kegiatan belajar mengajar lebih berpusat pada guru (teacher centered)
sehingga peserta didik menjadi pasif. Pembelajaran tradisional tersebut
mengkondisikan peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang
disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga
cenderung membuat peserta didik merasa bosan dan malas untuk belajar.
Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain yang kurang
mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan teman atau
membuat kesibukan sendiri. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Yamin
(2007: 23) bahwa penyelenggaraan pendidikan secara formal sudah
berlangsung lama tetapi sistem penyelenggaraan dan hasil belum sesuai dengan
yang diharapkan.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia
kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, Ma Matholiul Huda
Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati, dapat disimpulkan
bahwa praktik pembelajaran menulis anekdot di SMA ternyata selama ini
belum menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam
pembelajaran menulis teks anekdot, yaitu lemahnya para peserta didik dalam

mengungkapkan gagasan, keterbatasan kosakata, pemakaian ejaan yang kurang


tepat, pengungkapan gagasan secara belum runtut mengakibatkan teks yang
dituliskan belum tampak padu, kurangnya kreatifitas guru dalam memilih
model pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya media pembelajaran
menulis.
Berhubungan dengan pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering
menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis.
Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Lie (2007: 3) banyak guru masih
menganggap

paradigma

lama

sebagai

satu-satunya

alternatif

yaitu

menggunakan metode ceramah dan mengharapkan peserta didik duduk, diam,


dengar, dan catat. Sejalan dengan hal itu Gora dan Sunarto (2010: 18)
berpendapat bahwa model pembelajaran konvensional yang lebih berpusat
kepada guru tentu akan sulit meningkatkan kompetensi peserta didik secara
optimal. Hal itu dipertegas Kurniawan et al (2012: 2) melihat perkembangan
saat ini, maka bukan waktunya lagi bagi guru untuk memberikan pembelajaran
secara konvensional dengan hanya melakukan ceramah dan hafalan. Peserta
didik yang lebih sering mendengarkan penjelasan guru hanya akan berkembang
kemampuan kognitifnya, namun untuk kemampuan afektif dan psikomotor
peserta didik akan sulit untuk berkembang.
Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang guru harus
bijaksana dalam menangani permasalah tersebut salah satunya adalah
menentukan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan situasi
dan kondisi kelas yang kondusif agar menumbuhkan minat belajar peserta
didik dan proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Surya (2009: 2) belajar dapat
berlangsung dengan baik apabila didorong oleh minat belajar yang kuat.
Berhubungan dengan minat belajar, model pembelajaran mengarahkan para
guru dalam merencanakan pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam
menumbuhkan minat belajar dan mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rusman (2011: 83) penentuan model pembelajaran erat
hubungannya dengan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam

melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.


Pembelajaran dengan cara kolaborasi atau diskusi kelompok diharapkan
dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran menulis anekdot.
Peserta didik dapat saling menukar ide-ide dalam memecahkan masalah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Moreillon (2007: 4) belajar dengan kolaborasi
dilakukan secara berpasangan untuk mencapai tujuan bersama. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Wahyudin (2008: 329) berpendapat bahwa bekerja
secara berpasangan dapat menjadi setrategi yang efektif untuk mendorong
peserta didik dalam bekerja sama. lebih lanjut Siregar dan Nara (2010: 124)
menegaskan bahwa pengelompokan peserta didik sangat dianjurkan sebagai
cara peserta didik untuk saling berbagi pendapat dan mengembangkan berbagai
alternatif pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan. Diskusi kelompok
melibatkan sekelompok peserta didik dalam interaksi tatap muka yang informal
dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan simpulan, dan
pemecahan masalah. Diskusi kelompok bisa diwujudkan melalui model
pembelajaran kooperatif dan diharapkan dapat membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran menulis anekdot sehingga peserta didik yang
kemampuannya di bawah rata-rata akan berupaya untuk tidak ketinggalan
dengan peserta didik lain di kelasnya.
Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan peserta
didik untuk berinteraksi, melatih peserta didik untuk mendengarkan pendapat
orang lain, dan merangkum pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugastugas dapat memicu semangat belajar peserta didik untuk bekerjasama, saling
membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan yang dimilikinya. Motivasi
belajar peserta didik diharapkan akan tumbuh karena setiap peserta didik akan
tertantang dengan tanggung jawab dirinya untuk menerima tugas yang
dipelajari. Hal ini sependapat dengan Riyanto (2010: 265) bahwa model
pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam
model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat
kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan
hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota

kelompok.
Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif seperti yang telah
dikembangkan

dalam

dunia

pendidikan

diantaranya

adalah

model

pembelajaran student teams achievement division (STAD) dan teams games


tournament (TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe student teams
achievement division (STAD) peserta didik dikelompokkan menjadi kelompokkelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang peserta didik secara
heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian
materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Penghargaan
dimaksudkan agar menumbuhkan motivasi peserta didik (Suprijono 2010:
133).
Model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)
menekankan peserta didik untuk belajar dalam kelompok heterogen yang
beranggotakan 3 sampai 5 orang. Kelompok heterogen meliputi tingkat
kemampuan akademik, jenis kelamin, suku (ras), dan status sosial (Sutadi
2007:123). Melalui kedua model pembelajaran tersebut, diharapkan dapat
membantu peserta didik dalam proses pembelajaran menulis anekdot. Model
pembelajaran akan lebih efektif dan membantu peserta didik apabila dipadukan
dengan media pembelajaran yang tepat.
Penggunaan media pembelajaran dapat memperbaiki efektifitas dan
efisiensi proses pembelajaran. Menurut Arsyad (2013: 10) media pembelajaran
dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses
belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik
dalam belajar. Melalaui media poster, diharapkan dapat membantu guru dalam
menerapkan model pembelajaran terhadap kemampuan menulis anekdot
peserta didik sehingga situasi pembelajaran yang lebih efektif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Susilana dan Riyana (2009: 10) bahwa media pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai
sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiani (2013: 10)
pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar

keterampilan menulis peserta didik menunjukan perbedaan prestasi belajar


keterampilan menulis antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan peserta didik yang mengikuti model
pembelajaran konvensional dengan Fhitung 7,139 dan p < 0,05, dan dilanjutkan
dengan analisis uji t-scheffe diperoleh hasil Q

hitung

>Q

tabel

(3,77 > 2,80). Hal

ini menunjukan bahwa pembelajaran menulis peserta didik dengan


menggunakan model pembelajaran STAD lebih efektif dari pada pembelajaran
menulis peserta didik dengan menggunakan model konvensional.
Sukaesih (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) dapat
dimanfaatkan untuk merangsang peserta didik agar dapat bertanggung jawab
terhadap tugas pribadi dan kelompok, meraih keberhasilan dalam kelompok
dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi individu. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa model TGT sangat efektif dalam pembelajaran menulis.
Hal itu dibuktikan dengan meningkatkan kemampuan menulis peserta didik
dari nilai rata-rata 46,68 menjadi 75,91.
Berdasarkan penelitian lain tentang peningkatan keterampilan menulis
peserta didik dengan menggunakan media poster oleh Ratna (2013)
menunjukan bahwa peningkatan kualitas menulis peserta didik dapat
dikategorikan baik. Peningkatan tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya
perhatian peserta didik selama penulis menjelaskan materi, keaktifan peserta
didik bertanya jawab, keseriusan peserta didik dalam mendengarkan
penjelasan guru, peserta didik membuat catatan, keantusiasan dan keseriusan
peserta didik ketika menulis, dan tidak adanya peserta didik yang mencontoh
pekerjaan temannya. Peningkatan kualitas hasil menulis peserta didik dapat
dilihat berdasarkan hasil pretes, nilai rata-rata menulis masih rendah yaitu
63,7. Pada siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat yaitu 78,0. Pada siklus II,
nilai rata-rata mencapai 82,4.
Berdasarkan permasalahan di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan topik Keefektifan Model Pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Berbantu

Media Poster Terhadap Kemampuan menulis Anekdot Peserta Didik Kelas X


SMA.
C. Identifikasi Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering didominasi oleh
penggunaan model pembelajaran tradisional dan kegiatan belajar mengajar
lebih berpusat pada guru sehingga peserta didik menjadi pasif. Pembelajaran
tradisional tersebut mengkondisikan peserta didik hanya mendengarkan
penjelasan yang disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting sehingga cenderung membuat peserta didik merasa bosan dan malas
untuk belajar. Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain
yang kurang mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan
teman atau membuat kesibukan sendiri.
Praktik pembelajaran menulis anekdot di jenjang SMA selama ini belum

menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran
menulis teks anekdot adalah kurangnya kreatifitas guru dalam memilih model
pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya kreatifitas guru dalam
memilih media pembelajaran menulis yang tepat. Berhubungan dengan
pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering menggunakan model
pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis. Kondisi ini
menyebabkan peserta didik kurang berkomunikasi dan berinteraksi dengan
guru maupun dengan peserta didik lain. Informasi hanya bersumber dari guru,
sedangkan peserta didik cenderung tidak memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan ide-ide yang ada di pikirannya.
Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang guru harus
bijaksana dalam menangani permasalah tersebut salah satunya adalah
menentukan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan situasi
dan kondisi kelas yang kondusif agar proses pembelajaran dapat berlangsung
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Model pembelajaran yang dimaksud di
sini adalah model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement

division (STAD) dan teams games tournament (TGT) dengan bantuan media
poster sebagai media pembelajaran dalam kemampuan menulis anekdot peserta
didik.
D. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang ada pada identifikasi masalah tidak semuanya
diteliti, tetapi penelitian hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe
student teams achievement division (STAD) dan teams games tournament
(TGT) berbantu media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta
didik.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah dan batasan masalah
tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster
terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA?
2. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan
menulis anekdot peserta didik kelas X SMA?
3. Apakah penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)
berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan
menulis anekdot peserta didik kelas X SMA?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement
division (STAD) berbantuan media poster dan model pembelajaran teams

10

games tournament (TGT) berbantuan media poster terhadap kemampuan


menulis anekdot peserta didik kelas X SMA.
2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement
division (STAD) berbantuan media poster dan model pembelajaran
konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot
peserta didik kelas X SMA.
3. Mengetahui keefektifan model pembelajaran teams games tournament (TGT)
berbantuan media poster dan model pembelajaran konvensional berbantuan
media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X
SMA.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan
masukan tentang model pembelajaran yang baik untuk merangsang
kemampuan menulis anekdot peserta didik dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia. Secara khusus hasil dari penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student
teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT)
berbantu media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini ada tiga antara lain manfaat
manfaat bagi peserta didik, dan manfaat guru, dan sekolah.
a. Manfaat Bagi Peserta Didik
Manfaat praktis bagi peserta didik dari hasil penelitian ini adalah:
1) Memudahkan peserta didik dalam menulis anekdot.
2) Memberikan wawasan baru sehingga peserta didik bisa lebih aktif dalam
pembelajaran.
3) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna sehingga
menumbuhkan motivasi bagi peserta didik.
11

b. Manfaat Bagi Guru


Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi guru adalah:
1) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model
pembelajaran menulis anekdot yang efektif.
2) Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang kondusif, menyenangkan, dan
bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Bahasa indonesia
khususnya menulis anekdot.
c. Manfaat Bagi Sekolah
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi sekolah adalah:
1) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.
2) Memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran untuk dapat menunjang keefektifan hasil belajar peserta didik.
H. Landasan Teori dan Kajian Pustaka
1. Landasan Teori
a. Keterampilan Menulis
1) Pengertian Menulis
Menulis merupakan keterampilan yang dapat dikatakan lebih sulit
daripada keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca dan
berbicara. Proses menulis dituntut untuk memperhatikan struktur yang
berkaitan dengan unsur-unsur tulisan agar pembaca dapat memahami pesan
yang ingin disampaikan oleh penulis. Ada beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian menulis diantaranya adalah
menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai alat dan medianya (Suparno dan Yunus
2007: 3). Sementara Tarigan (2008: 4) berpendapat bahwa menulis merupakan
suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif yang memanfaatkan grafologi,
struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis dapat dicapai dengan baik
12

oleh orang yang dapat menyusun pikiran, pemakai kata-kata, dan struktur
kalimat.
Sejalan dengan pendapat itu, Rosidi (2009: 2) mengemukakan bahwa
menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan dan perasaan
seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Kegiatan menulis sangat
penting dalam pendidikan karena dapat membantu peserta didik berlatih
berpikir, mengungkapkan gagasan, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harjito dan Umaya (2009: 13) bahwa menulis memiliki arti
sepadan dengan mengarang, yaitu sebagai segenap rangkaian kegiatan
seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaiannya melalui bahasa tulis
kepada pembaca untuk dipahami. Wiyanto (2011: 1) menegaskan bahwa
menulis mempunyai dua arti, pertama menulis berarti mengubah bunyi yang
dapat di dengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Bunyi-bunyi yang
diubah itu bunyi bahasa, yaitu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia (mulut dalam perangkat kelengkapannya antara lain mulut, lidah, gigi,
dan

langit-langit).

Kedua

kata

menulis

mempunyai

arti

kegiatan

mengungkapkan gagasan secara tertulis.


Rusyana 1984 sebagaimana dikutip dalam Kemendikbud (2012: 4)
memberikan batasan bahwa kemampuan menulis atau mengarang adalah
kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam tampilan tertulis untuk
mengungkapkan gagasan atau pesan. Kemampuan menulis mencakup berbagai
kemampuan, seperti kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan,
kemampuan menggunaka unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan gaya,
dan kemampuan menggunakan ejaan serta tanda baca.
Berdasarkan pengertian menulis yang dikemukakan oleh para ahli,
maka dapat diambil simpulan bahwa menulis adalah kegiatan mengubah bunyi
bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia sehingga dapat menuangkan
pikiran, gagasan dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis
sebagai medianya yang ditujukan kepada pembaca untuk dipahami. Dari
sinilah akan terlihat sejauh mana pengetahuan yang dimiliki penulis dalam
menciptakan sebuah karangan yang efektif. Kosakata dan kalimat yang

13

digunakan dalam kegiatan menulis harus jelas agar mudah dipahami oleh
pembaca. Jalan pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan
sebuah karya tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain hasil
sebuah karangan yang berkualitas umumnya ditunjang oleh keterampilan
kebahasaan yang dimiliki seorang penulis.
2) Tujuan Menulis
Seorang tergerak menulis karena memiliki tujuan objektif yang bisa
dipertanggungjawabkan dihadapan publik pembacanya. Tulisan pada dasarnya
adalah sarana untuk menyampaikan pendapat atau gagasan agar dapat
dipahami dan diterima orang lain. Tulisan menjadi salah satu sarana
berkomunikasi yang cukup efektif dan efesien untuk menjangkau khalayak
masa yang luas. berdasarkan pemikiran tersebut, maka tujuan menulis dapat
dirunut dari tujuan- tujuan komunikasi yang cukup mendasar dalam konteks
pengembangan peradaban dan kebudayaan mesyarakat itu sendiri.
Kemendikbud (2012: 5-6) mengemukakan bahwa tujuan menulis
adalah:
a) Menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa
termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar
khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang
berbagai hal yang dapat terjadi di muka bumi ini.
b) Membujuk, melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula pembaca dapat
menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakan.
Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan
menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Fungsi persuasi dari sebuah tulisan
akan dapat menghasilkan apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya
bahasa yang menarik, akrab, bersahabat, dan mudah dicerna.
c) Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi melalui tulisan. Melalui
membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan terus bertambah,
kecerdasanterus diasah, yang pada akhirnya akan menentukan perilaku
seseorang. Orang-orang yang berpendidikan misalnya, cenderung lebih terbuka

14

dan penuh toleransi, lebih menghargai pendapat orang lain, dan tentu saja
cenderung lebih rasional.
d) Menghibur, fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, bukan monopoli
media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan dalam
menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan ringan
yang kaya dengan anekdot, cerita dan pengalaman lucu bisa pula menjadi
bacaan penglipur lara atau untuk melepaskan ketegangan setelah seharian sibuk
beraktifitas.
3) Manfaat Menulis
Menurut Suparno dan Yunus (2007:1.4) menulis mempunyai manfaat
yang dapat dipetik diantaranya, meningkatakan kecerdasan, pengembangan
daya inisiatif dan kreatifitas, menumbuhkan keberanian, mendorong kemauan
dan kemampuan mengumpulkan informasi.
Tarigan (2008: 22) berpendapat bahwa menulis mempunyai
beberapa manfaat, yaitu sebagai alat komunikasi yang tidak langsung,
dapat menjadi pertolongan bersifat kritis, mempermudah seseorang
untuk merasakan, daya persepsi semakin tajam, terpecahkannya
masalah yang dihadapi, penyusunan suatu kalimat, dan dapat
terjelaskan ide-ide yang ada dalam pikiran.
Pendapat di atas dipertegas dalam Kemendikbud (2012: 6) manfaat
menulis dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :
a) Secara psikologis, menulis sangat bermanfaat dan mampu mengontrol diri dan
melepaskan segala persoalan hidup.
b) Secara metodologis, menulis bermanfaat untuk melatih berpikir secara teratus
untuk melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan kehendak bahkan untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan.
c) Secara filosofis, menulis bermanfaat untuk melatih berpikir secara radikal atau
berpikir secara mendalam.
d) Secara pendidikan, menulis mampu memberikan pengaruh dalam melakukan
proses belajar.

15

Berdasarkan hal di atas dapat diambil simpulan bahwa manfaat


keterampilan menulis dari berbagai segi dan bidang pekerjaan sangat
dibutuhkan oleh seorang, apalagi bagi seorang guru karena melalui kegiatan
menulis dapat meningkatakan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan
kreatifitas, menumbuhkan keberanian, mendorong kemauan dan kemampuan
mengumpulkan informasi.
4) Langkah-Langkah Menulis
Syarif, et al (2009: 12) mengemukakan bahwa langkah-langkah menulis
antara lain :
a) Darf kasar, dimulai dengan menelusuri dan mengembangkan gagasan- gagasan.
Pusatkan pada isi daripada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan.
b) Berbagi, sebagai penulis perlu meminta orang lain untuk membaca dan
memberikan umpan balik. Mintalah seorang teman membacanya dan
mengatakan bagian mana yang benar-benar kuat dan menunjukkan
ketidakkonsistenan, kalimat yang tidak jelas, atau transisi yang lemah.
c) Perbaikan (revisi), setelah mendapat umpan balik dari teman tentang mana
yang baik dan mana yang perlu diperbaiki lagi, maka perbaikan sangatlah
penting peranannya.
d) Menyunting (editing), pada tahap ini, perbaikilah semua kesalahan ejaan, tata
bahasa, dan tanda baca. Pastikanlah semua transisi berjalan mulus, penggunaan
kata kerja tepat, dan kalimat-kalimat lengkap.
e) Penulisan kembali, pada tahap ini yang harus dilakukan adalah menulis
kembali, memasukkan isi yang baru dari perubahan penyuntingan.
f) Evaluasi, pada tahap ini periksalah kembali untuk memastikan bahwa penulis
telah menyelesaikan apa yang direncanakan dan apa yang ingin disampaikan.
Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung tahap ini menandai
akhir.
b. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013
Berdasarkan sudut pandang teori semiotika sosial, teks merupakan
suatu proses sosial yang berorientasi pada suatu tujuan sosial. Suatu proses

16

sosial memiliki ranah-ranah pemunculan bergantung pada tujuan sosial apa


yang hendak dicapai melalui proses sosial tersebut. Ranah-ranah yang menjadi
tempat pemunculan proses sosial itulah yang disebut konteks situasi. Proses
sosial akan dapat berlangsung jika ada sarana komunikasi yang disebut bahasa.
Proses sosial akan merefleksikan diri menjadi bahasa dalam konteks situasi
tertentu sesuai tujuan proses sosial yang hendak dicapai. Bahasa yang muncul
berdasarkan konteks situasi inilah yang menghasilkan register atau bahasa
sebagai teks. Konteks situasi pemakaian bahasa itu sangat beragam, maka akan
beragam pula jenis teks.
Selanjutnya, proses sosial yang berlangsung selalu memiliki muatan
nilai-nilai atau norma-norma kultural. Nilai-nilai atau norma-norma kultural
yang direalisasikan dalam suatu proses sosial itulah yang disebut genre. Satu
genre dapat muncul dalam berbagai jenis teks. Misalnya genre cerita, di
antaranya, dapat muncul dalam bentuk teks: cerita ulang, anekdot, eksemplum,
dan naratif, dengan struktur teks (struktur berpikir) yang berbeda; tidak
berstruktur tunggal seperti dipahami dalam kurikulum bahasa Indonesia pada
KTSP yang mengemukakan bahwa semua jenis teks berstruktur pembuka, isi,
dan penutup.
Pada jenis teks cerita ulang (recount) unsur utamanya berupa peristiwa
yang di dalamnya menyangkut siapa, mengalami apa, pada waktu lampau, jadi
strukturnya: orientasi (pengenalan pelaku, tempat, dan waktu) diikuti rekaman
kejadian; pada teks anekdot, peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang
harus menimbulkan krisis. Partisipan yang terlibat bereaksi pada peristiwa itu,
sehingga teksnya berstruktur: orientasi (pengenalan tokoh yang terlibat, waktu,
dan tempat), krisis, lalu diikuti reaksi. Berbeda dengan eksemplum, pada jenis
teks ini peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang maupun anekdot
memunculkan insiden, dan dari insiden itu muncul interpretasi (perenungan).
Dengan demikian, teks jenis ini berstruktur: orientasi, insiden, lalu diikuti
interpretasi.
Adapun

jenis

teks

naratif,

peristiwa

yang

diceritakan

harus

memunculkan konflik antartokoh atau konflik pelaku dengan dirinya sendiri

17

atau dengan lingkungannya. Teks naratif berstruktur: orientasi, komplikasi, dan


resolusi. Setiap struktur teks dalam masing-masing jenis teks memiliki
perangkat-perangkat kebahasaan yang digunakan untuk mengekspresikan
pikiran yang dikehendaki dalam tiap-tiap struktur teks, dan secara terpadu
diorientasikan pada pencapaian tujuan sosial suatu teks secara menyeluruh.
Pilihan pada pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi
metodologis. Implikasi metodologis tersebut muncul karena teks merupakan
satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur yang lengkap. Peran
guru dalam pembelajaran teks harus benar-benar meyakinkan bahwa pada
akhirnya peserta didik mampu menyajikan teks secara mandiri. Mulai dari
memberikan contoh teks yang diajarkan (pemodelan), yang di dalamnya
tercakup kegiatan menguaraikan tujuan sosial teks, struktur teks, penjelasan
perangkat kebahasaan yang digunakan dalam menyampaikan tujuan sosial teks;
selanjutnya diikuti dengan kegiatan bersama membangun teks, yang di
dalamnya berisi kegiatan peserta didik dengan bantuan guru atau teman untuk
menghasilkan teks sejenis; terakhir kegiatan mandiri membangun teks. Namun,
sebelum ketiga tahapan yang berturut-turut dilakukan di atas, guru terlebih
dahulu melakukan usaha membangun konteks (apersepsi), salah satunya guru
menjelaskan secara umum nilai-nilai atau norma-norma yang melatarbelakangi
lahirnya teks yang akan menjadi materi pembelajaran.
c. Teks Anekdot dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013
Berdasarkan

paradigma

Kurikulum

2013

yang

mencanangkan

pembelajaran bahasa berbasis teks, anak sudah dituntut mampu mengonsumsi


dan memproduksi teks. Selain teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks cerita
naratif dengan fungsi sosial berbeda. Perbedaan fungsi sosial tentu terdapat
pada setiap jenis teks, baik genre sastra maupun nonsastra, yaitu genre faktual
(teks laporan dan prosedural) dan genre tanggapan (teks transaksional dan
konvensional). Untuk mengkritik pihak lain pun, teks anekdot perlu dihasilkan.
Dananjaja (1997) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 218)
berpendapat bahwa anekdot adalah kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau

18

beberapa tokoh yang benar- benar ada. Selanjutnya Muthiah (2012)


sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 218) berpendapat bahwa anekdot
adalah sebuah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa.
Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan
tujuan untuk menghibur si pembaca. Teks Anekdot sering juga disebut dengan
cerita jenaka. Pengertian di atas dipertegas oleh Kemendikbud (2014: 113)
anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan,
biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang
sebenarnya. Berdasarkan pengertian anekdot dari para ahli di atas, dapat
diambil simpulan bahwa anekdot adalah cerita narasi ataupun percakapan yang
lucu dengan berbagi tujuan, baik hanya sekadar hiburan atau sendau gurau,
sindirin, ata kritik tidak langsung.
Pembelajaran teks anekdot dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
diwujudkan secara tersurat dan runtut dalam bentuk Kompetensi Dasar tetapi
pembelajaran teks anekdot disandingkan dengan beberapa genre teks lain. Teks
anekdotpun baru dijumpai pada Kompetensi Dasar di SMA/MA kelas X.
Pembelajaran teks anekdot khususnya pada kompetensi menulis diajarkan di
kelas X semester 2 jenjang SMA dan MA Kurikulum 2013 pada kompetensi
inti (KI) 4 mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada
kompetensi dasar (KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi,
prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik
teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.
Wijana (1995) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 222)
mengemukakan bahwa beraneka aspek kebahsaan yang disimpangkan
oleh penulis teks humor mengisyaratkan bahwa teks humor dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembanding teks-teks serius yang
terlebih dahulu diperkenalkan atau diajarkan kepada para pembelajar
bahasa, baik dalam mengajarkan aspek bahasa secara kognitif atau
secara praktis.

19

Berhubungan dengan hal tersebut, teks humor atau anekdot dapat


diamanfaatkan dalam pembelajaran bahasa secara kognitif (kompetensi
kebahasaan dan kesastraan) maupun praktis (kompetensi berbahasa maupun
bersastra). Humor dapat memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil
menghibur, menyampaikan siratan menyindir atau suatu kritikan yang
bernuansa tawa, dan sebagai sarana persuasi untuk mempermudah masuknya
informasi atau pesan yang ingin disampaikan sebagai sesuatu yang serius dan
formal.
d. Penilaian Menulis Teks Anekdot
Latihan yang dikerjakan peserta didik pada pembelajaran setiap jenis
teks yang terkait dengan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik (sesuai
dengan konteks teks tersebut) dinilai sebagai tugas nontes. Menurut Akhadiah
(1988: 1) penilaian secara umum berperan dalam memberikan informasi
tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi pada peserta didik serta berapa
besarnya perubahan itu. Sementara menurut Nurgiyantoro (2001: 5) penilaian
adalah suatu proses untuk mengetahui apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,
keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tyler sebagaimana dikutip dalam
Arikunto (2002: 3) bahwa penilaian adalah sebuah proses pengumpulan data
untuk menunjukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan
pendidikan yang sudah tercapai sehingga dapat mengambil keputusan akhir.
Purwanto

(2009:

1)

penilaian

adalah

pengambilan

keputusan

berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria. Penilaian dilakukan setelah


melakukan pengukuran dan keputusan penilaian dilakukan berdasarkan hasil
pengukuran. Hal yang tidak jauh berbeda tentang pengertian penilaian juga
dikemukakan oleh Gronlund sebagaimana dikuti dalam Nurgiyantoro (2011:
22) penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan
penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang peserta didik
dapat mencapai tujuan pendidikan.

20

Berdasarkan pengertian penilaian yang dikemukakan para ahli di atas,


maka dapat diambil simpulan bahwa penilaian adalah suatu proses kegiatan
dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan
seberapa jauh peserta didik dapat mencapai tujuan atau kriteria yang telah
ditentukan dalam pendidikan sehingga berdasarkan hasil pengukuran dan
standar kriteria tersebut dapat dugunakan untuk mengambil keputusan akhir.
Penilaian dilakukan terhadap kemampuan reseptif dan produktif.
Lembar penilaian setiap jenis teks disertakan dalam buku peserta didik dan
buku guru. Lembar penilaian perlu dipelajari peserta didik agar peserta didik
mengetahui tuntutan akademik berupa indikator dan penyekoran tiap aspek
penguasaan jenis teks (isi, struktur teks, kosakata, kalimat, dan mekanik).
Penilaian ini disebut sistem analisis penskoran karena penilaian dilakukan
secara terperinci untuk setiap aspek dengan rentangan angka sesuai dengan
pembobotan skor untuk setiap aspek tersebut. Penilaian terperinci dilakukan
selama proses pembelajaran suatu jenis teks berlangsung agar peserta didik
mengetahui hasil belajar tiap aspek. Ketika melakukan perbaikan teks yang
disusunnya, peserta didik dapat memusatkan perhatiannya terhadap indikator
yang masih belum maksimal.
Aktifitas menulis teks merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan
dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai peserta didik setelah
kemampuan

mendengarkan,

berbicara,

dan

membaca.

Dibandingkan

kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai


bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini
disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur
kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang yang akan menjadi isi dari
teks. Menurut Nurgiyantoro (2001: 296) dalam menulis, unsur bahasa dan
unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan atau
teks yang rntut dan terpadu.
Penilaian keterampilan menulis khususnya menulis teks anekdot
meliputi beberapa aspek, antara lain isi, struktur, kosa kata, kalimat, dan
mekanik. Aspek isi dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara

21

lain penguasaan topik tulisan, substantif, abstraksi orientasi krisis reaksi koda,
dan relevan dengan topik yang dibahas. Aspek struktur dalam menulis anekdot
meliputi beberapa kriteria antara lain kelancaran ekspresi, gagasan yang
diungkapkan diungkapkan dengan padat, jelas, tertata dengan baik, urutan logis
(abstraksi orientasi krisis reaksi koda), dan kohesif. Aspek kosa kata dalam
menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain penguasaan kata, pilihan
kata dan ungkapan, menguasai pembentukan kata, dan penggunaan register
yang tepat. Aspek kalimat yang digunakan dalam menulis anekdot meliputi
beberapa kriteria antara lain konstruksi yang digunakan kompleks dan efektif,
penggunaan bahasa (urutan atau fungsi kata, artikel, pronomina, preposisi).
Aspek mekanik dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain
penguasaan aturan penulisan, ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan
penataan paragraf.
e. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif disebut dengan istilah pembelajaran gotongroyong, yaitu kelompok pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk bekerja sama dengan peserta didik lain dalam tugasantugasan yang terstruktur (Lie 2007: 18). Pembelajaran kooperatif hanya
berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu kelompok yang
didalamnya peserta didik bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang
sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari
4-5 orang. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan sistem kerja
berkelompok dan terstruktur yang meliputi saling ketergantungan positif,
tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian kerjasama, dan proses
kelompok.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Rusman (2011: 201) model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan cara menggalakan
peserta didik berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok dengan
memperbolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana
yang tidak terancam. Pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan dan

22

memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan


potensi peserta didik, menumbuhkan aktifitas serta daya cipta atau kreatifitas
peserta didik, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses
pembelajaran. Dari kedua pendapat di atas, Joyce, et al (2011: 77) menegaskan
bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keefektifan perkembangan
personal, sosial, dan akademik peserta didik. Berhubungan dengan hal itu,
tidak berlebihan jika pembelajaran kooperatif berpotensi meningkatkan seluruh
dimensi pembelajaran peserta didik.
Berdasarkan pendapat ahli mengenai pengertian model pembelajaran
kooperatif di atas, dapat di ambil simpulan bahwa model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan sistem kerja
berkelompok, terstruktur, dan berinteraksi secara aktif dan positif dalam
kelompok dengan memperbolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri
yang dapat meningkatkan keefektifan perkembangan personal, sosial, dan
akademik peserta didik.
Pembelajaran

kooperatif

disusun

dalam

sebuah

usaha

untuk

meningkatkan pertisipasi peserta didik memfasilitasi peserta didik dengan


pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok,
serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dalam
belajar bersama-sama peserta didik yang berbeda latar belakangnya. Peran
peserta didik dalam pembelajaran kooperatif adalah ganda yaitu sebagai
peserta didik dan guru. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran
konvensional. Secara rinci perbedaan-perbedaan itu dijelaskan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif

Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif,


saling
membantu
dan
saling
memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran
tiap anggota kelompok, dan kelompok

23

Guru sering membiarkan adanya


peserta didik yang mendominasi
kelompok atau menggantungkan
diri pada kelompok.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas
sering diborong oleh salah seorang

diberi umpan balik tentang hasil belajar


para anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik dan sebagainya
sehingga dapat saling mengetahui siapa
yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis
atau
bergilir
untuk
memberikan pengalaman memimpin
bagi para anggota kelompok.

anggota
kelompok
sedangkan
anggota kelompok lainnya hanya
mendompleng
keberhasilan
pemborong.
Kelompok
homogen.

belajar

biasanya

Pemimpin
kelompok
sering
ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan
untuk
memilih
pemimpinnya dengan cara masingmasing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keterampilan social sering tidak
dalam kerja gotong-royong seperti secara langsung diajarkan.
kepemimpinan,
kemampuan
berkomunikasi, dan mengelola konflik
secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melalui observasi dan
berlangsung guru terus melakukan intervensi sering tidak dilakukan
pemantauan melalui observasi dan oleh guru pada saat belajar
melakukan intervensi jika terjadi kelompok sedang berlangsung.
masalah dalam kerja sama antar
anggota kelompok.
Guru memperhatikan secara proses Guru sering tidak memperhatikan
kelompok
yang
terjadi
dalam proses kelompok yang terjadi
kelompok-kelompok belajar.
dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekan tugas tidak hanya pada Penekanan sering hanya pada
penyelesaian
tugas
tetapi
juga penyelesaian tugas.
hubungan interpersonal (hubungan
antar pribadi yang saling menghargai).
(Killen 1996 sebagaimana dikutip dalam Trianto 2007: 44).

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe


walaupun prinsip dasarnya tidak berubah dan dalam mempelajari materi
pembelajaran tertentu akan lebih baik jika seorang guru menyesuaikan materi
pembelajaran itu dengan tipe-tipe model pembelajaran kooperattif yang tepat.
Berhubungan dengan kompetensi Bahasa Indonesia khususnya kompetensi
menulis diharapkan akan mencapai tujuan pembelajaran jika dipadukan dengan

24

model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division


(STAD) dan Teams Games Tournament (TGT).
f. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
1) Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD)
Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,
dan model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi para guru
yang baru menggunakan model kooperatif. Model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) terdiri dari lima komponen utama antara lain:
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim (Trianto
2007: 52). Sementara menurut Riyanto (2010: 268) model pembelajaran
student teams achievement division (STAD) adalah pembelajaran yang
dilaksanakan dengan presentasi kelas, pembentukan tim, mengadakan kuis,
memperhaikan perkembangan individu, dan pengakuan tim.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Suprijono (2010: 133) bahwa
model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah model
pembelajaran yang di dalamnya peserta didik belajar dengan berkelompok
secara heterogen dan dalam kegiatan akhir guru memberi kuis dan penghargaan
kepada seluruh peserta didik. Kedua uraian di atas juga sesuai dengan pendapat
Huda (2013: 201) model pembelajaran STAD merupakan salah satu model
pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil peserta
didik dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja
sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik,
peserta didik juga dikelompokan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan
etnis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model
pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya peserta didik
belajar dengan berkelompok secara heterogen atau dengan level kemampuan

25

akademik yang berbeda-beda saling bekerjasama dalam pemecahan masalah


dan pada kegiatan akhir mengadakan kuis yang dipandu oleh guru dan
pemberian penghargaan kepada peserta didik. Penghargaan itu semata-mata
untuk menumbuhkan motivasi bagi peserta didik dalam belajar.
2) Penjabaran Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD)
Menurut Slavin (2010: 143) model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) terdiri atas lima komponen utama yaitu
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Secara
rinci prnjabaran model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) dijelaskan dibawah ini :
a) Presentasi Kelas
Materi dalam model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) pertama dikenalkan dalam presentasi dalam kelas. Hal ini merupakan
pengajaran langsung yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang
dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan presentasi audio visual.
Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi
tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit model pembelajaran student
teams achievement division (STAD). Melalui cara ini peserta didik akan
menyadari bahwa peserta didik harus benar-benar memberi perhatian penuh
selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu
peserta didik mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis peserta didik menentukan
skor pada timnya.
b) Tim
Tim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akdemik, jenis kelamin, ras, dan etnis.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benarbenar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan
anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Guru menyampaikan

26

materinya dan tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi
lainnya, hal yang paling sering terjadi, pelajaran itu melibatkan pembahasan
permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi setiap
kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
Tim adalah fitur penting dalam model pembelajaran student teams
achievement division (STAD). Pada setiap poinnya yang ditekankan adalah
membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim harus
melakukan yang terbaik untuk anggotanya. Tim ini memberikan dukungan
kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran dan itu adalah
untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk
akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri,
peneriman terhadap peserta didik mainstream.
c) Kuis
Peserta didik akan mengerjakan kuis individual setelah sekitar satu atau
dua periode guru memberikan presentasi dan praktik tim. Para peserta didik
tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga
setiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami
materi.
d) Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan
kepada setiap peserta didik tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila
peserta didik bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari
pada sebelumnya. Setiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang
maksimal kepada tim dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada peserta didik yang
dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang terbaik. Setipa peserta
didik diberi skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja peserta didik
tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Peserta didik
selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim berdasarkan tingkat kenaikan
skor kuis dibandingkan dengan skor awal peserta didik.

27

e) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata peserta didik mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat
juga digunakan untuk menentukan 20% dari tingkat peserta didik.

3) Persiapan dalam Penerapan Model Pembelajaran Student Teams


Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang

peserta didik

secara

heterogen. Seperti halnya

pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement


division (STAD) ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Menurut Trianto (2007: 52-53) persiapan pembelajaran kooperatif tipe
student teams achievement division (STAD), antara lain:
a) Perangkat Pembelajaran
Sebelum melaksanakan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat
pembelajarannya, yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
buku peserta didik, dan lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar
jawabannya.
b) Membentuk Kelompok Kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta
didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok
dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok
kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang
sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama,
maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.

28

c) Menentukan Skor Awal


Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai
ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya
pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masingmasing individu dapat dijadikan skor awal.
d) Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk pada kelas kooperatif perlu juga diatur
dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran
kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan
kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e) Kerja Kelompok
Usaha mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe
student teams achievement division (STAD), terlebih dahulu diadakan latihan
kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masingmasing individu dalam kelompok.
4) Sintakmatik Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD)
Slavin (2010: 151-160) menjelaskan bahwa sintakmatik pembelajaran
kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) ini didasarkan pada
empat kegiatan, antara lain pengajaran, belajar tim, tes, dan rekognisi tim.
a) Pengajaran
Pelajaran dalam student teams achievement division (STAD) dimulai
dengan presentasi di dalam kelas. Presentasi tersebut mencakup pembukaan,
pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan
pelajaran. Kegiatan-kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian
yang independen secara berturut-turut. Pada pembukaan, pelajaran harus
menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) penyampaian kepada peserta didik
mengenai apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting, (2) membuat

29

peserta didik bekerja dalam tim untuk menemukan konsep-konsep atau untuk
membangkitkan minat belajar peserta didik, dan (3) mengulangi setiap
persyaratan atau informasi secara singkat.
Pada pengembangan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai
berikut: (1) menetapkan materi agar dipelajari oleh peserta didik, (2)
memfokuskan

pada

pemaknaan

bukan

pada

penghafalan,

(3)

mendemonstrasikan secara aktif konsep-konsep dengan menggunakan alat


bantu visual, cara-cara cerdik, dan contoh yang banyak, (4) menilai peserta
didik sesering mungkin dengan memberi banyak pertanyaan, (5) menjelaskan
mengapa jawaban bisa salah atau benar kecuali jika memang sudah sangat
jelas, (6) berpindah pada konsep berikutnya begitu peserta didik telah
menangkap gagasan utamanya. Selanjutnya pada pedoman pelaksanaan,
pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) buatlah agar peserta
didik mengerjakan setiap persoalan atau mempersiapkan jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik, (2) memanggil peserta didik
secara acak, (3) jangan memberikan tugas-tugas kelas yang memakan waktu
lama.
b) Belajar Tim
Kegiatan peserta didik selama belajar tim adalah memahami materi
yang disampaikan guru dalam kelas dan membantu membantu teman
sekelasnya untuk menguasai materi tersebut. Peserta didik mempunyai lembar
kegiatan dan lembar jawaban yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan
selama proses pembelajaran dan untuk menilai peserta didik. Lembar kegiatan
dan lembar jawaban yang diberikan kepada tim hanya dua kopian. Hal ini
akann mendorong satu tim untuk bekerja sama, tetapi apabila ada peserta didik
yang ingin punya kopian sendiri, guru bisa menyediakan kopian tambahan.
Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menjelaskan
kepada peserta didik tentang apa arti kerjasama dalam tim. Khususnya, guru
membahas aturan tim sebelum memulai kerja tim, sebagai berikut: (1) peserta
didik mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu tim

30

telah mempelajari materi pembelajaran, (2) tidak ada yang berhenti belajar
sampai semua teman satu tim menguasai materi tersebut, (3) mintalah bantuan
dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum bertanya
kepada guru, (4) teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan
suara pelan.
c) Tes
Hal-hal yang dilakukan dalam tes, antara lain (1) bagikan kuisnya dan
berikan waktu yang sesuai kepada peserta didik untuk menyelesaikannya, (2)
jangan biarkan para peserta didik bekerjasama mengerjakan kuis tersebut: pada
saat ini peserta didik harus memperlihatkan apa yang telah dipelajari secara
individual, buatlah para peserta didik memindahkan mejanya agar terpisah jika
memungkinkan, (3) biarkan peserta didik saling bertukar kertas dengan
anggota tim lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas
selesai, (4) pastikan skor kuis dan skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk
digunakan pada kelas selanjutnya.
d) Rekognisi Tim
Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru
dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Menghitung Skor Individu
Cara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2 Perhitungan Skor Perkembangan
No

Skor Tes

1.
2
3
4

Lebih dari 20 poin di atas skor awal


Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal
Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

31

Nilai
Perkembangan
30
20
10
5

Menghitung Skor Kelompok


Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan
anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang
diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan
kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel
dibawah ini :

Tabel 3 Tingkat Penghargaan Kelompok


No

Predikat Tim

Rata-Rata Skor

1
2
3

Super Team
Great Team
Good team

25 30
20 24
15 19

Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok


Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, gurun memberikan
hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan
predikatnya.
g. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
1) Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Menurut Sutadi (2007: 123) model pembelajaran teams games
tournament (TGT) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
dalam penerapannya menggunakan turnamen akademik, menggunakan kuiskuis dan sistem skor kemampuan individu. Pada saat melakukan kegiatan kuis,
para peserta didik berlomba dengan mengirim sebagian wakil tim dengan
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya belum setara. Sementara
Riyanto (2010: 270) menjelskan bahwa model pembelajaran teams games
tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dalam
pelaksanaannya sama dengan model student teams achievement division
(STAD) hanya saja dimodifikasi pada segi evaluasi dilakukan menggunakan
turnamen. Fungsi turnamen adalah menumbuhkan motivasi peserta didik.

32

Uraian di atas sejalan dengan pendapat Huda (2013: 197) model


pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang berguna untuk membantu peserta didik
mereview dan menguasai materi pelajaran. Pembelajaran dengan teams games
tournament (TGT) mengharuskan peserta didik mempelajari materi diruang
kelas. Setiap peserta didik ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari
tiga peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Setiap
anggota kelompok pada pembelajaran teams games tournament (TGT)
ditugaskan untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggotanya,
barulah peserta didik diuji secara individual melalui game akademik. Nilai
yang peserta didik peroleh dari game akan menentukan skor kelompok masingmasing.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model
pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya diawali dengan pembuatan
kelompok belajar secara heterogen yang terdiri dari tiga peserta didik yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi dan dilanjutkan dengan kegiatan
turnamen akademik, kuis-kuis, dan sistem skor kemampuan individu.
2) Persiapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Slavin (2010: 169-170) menjelaskan persiapan yang dapat dilakukan
pada model pembelajaran teams games tournament (TGT), antara lain :
a) Materi
Materi kurikulum untuk TGT sama saja dengan STAD, kecuali bahwa
anda juga perlu menyiapakan kartu-kartu bernomor dari nomor satu sampai
tiga puluh untuk tiga orang anak dalam kelas terbesar anda. Anda dapat
memperoleh materi ini dari John Hopkins Team Learning Project (lihat bagian
sumber pada akhir bab 7) atau anda juga bisa membuat penomoran sendiri
dengan kartu indeks nomor bernama.

33

b) Menempatkan Peserta Didik Ke Dalam Tim


Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta
didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok
dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok
kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang
sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama,
maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.
c) Menempatkan Peserta Didik Ke Dalam Meja Turnamen Pertama.
Buatlah kopian lembar penempatan meja turnamen. Pada lembar
tersebut, tulislah daftar nama peserta didik dari atas ke bawah sesuai urutan
kinerja sebelumnya, gunakan peringkat yang sama seperti yang anda gunakan
untuk membentuk tim. Hitunglah jumlah peserta didik di dalam kelas. Jika
jumlahnya habis dibagi tiga, meja turnamen akan mempunyai tiga peserta,
tunjuklah tiga peserta didik pertama dari daftar tadi untuk mempati meja 1,
berikutnya ke meja 2, dan seterusnya. Jika ada peserta didik yang masih sisa
setelah dibagi tiga, satu atau dua dari meja turnamen pertama akan
beranggotakan empat peserta. Misalnya, sebuah kelas dengan dua puluh
sembilan peserta didik akan mempunya empat anggota. Empat peserta didik
pertama dari daftar peringkat akan ditempatkan pada meja 1, dan empat
berikutnya pada meja 2, dan tiap tiga orang sisanya pada meja-meja yang lain.
Penentuan nomor meja ini hanyauntuk anda ketahui sendiri saja, ketika
mengumumkan penempatan meja kepada anak-anak, sebutlah meja-meja
tersebut sebagai meja biru, merah, hijau, dan sebagainya dalam urutan yang
acak, supaya peserta didik tidak akan tahu bagaimana cara penyusun
penempatan meja tersebut.
3) Sintakmatik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Huda (2013: 198) menjelaskan bahwa sintakmatik model pembelajaran
teams games tournament (TGT) ada tiga tahap yaitu prosedur TGT, turnamen,
dan scoring.

34

a) Prosedur Teams Games Tournament (TGT)


Pada tahap ini peserta didik membuat kelompok belajar untuk
memperdalam materi yang disajikan oleh guru, mereview, dan mempelajari
materi secara kooperatif dalam tim. Penentuan kelompok dilakukan dengan
cara heterogen dengan langkah-langkah berikut: (1) membuat daftar rangking
akademik peserta didik, (2) membatasi jumlah maksimal anggota setiap tim
yaitu 4 peserta didik, (3) menomori peserta didik mulai dari yang paling atas
(misalnya 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan seterusnya), (4) membuat setiap tim heterogen
dan setara secara akademik, dan jika perlu keragaman itu dilakukan dari segi
jenis kelamin, etnis, dan agama. Tujuan dari tim studi ini adalah membebankan
tugas kepada setiap tim untuk mereview dengan format dan sheet yang telah
ditentukan.
b) Turnamen
Pada tahap ini peserta didik mulai berkompetisi dalam turnamen.
Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkahsebagai
berikut: (1) menggunakan daftar rangking yang telah dibuat sebelumnya, (2)
membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4
peserta didik, (3) menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok
berdasarkan kesetaraan kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus
untuk kelompok-kelompok yang terdiri dari peserta didik yang pandai, dan ada
turnamen yang khusus untuk kelompok yang lemah secara akademik.
Format yang diterapkan adalah: (1) memberikan kartu-kartu yang telah
diberi nomor (misalnya 1-30) kepada setiap kelompok, (2) memberikan
pertanyaan kepada setiap kartu sebelum diperhatikan kepada peserta didik, (3)
membuat lembar jawaban yang sudah diberi nomor, (4) membagikan satu
amplop kepada masing-masing tim yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan,
dan lembar jawaban, (5) mengintruksikan peserta didik untuk membuka kartu,
(6) menunjuk pemegang nomor tertinggi untuk membacakan pertanyaan
terlebih dahulu, (7) mengarahkan peserta didik pertama untuk mengambil
sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya lalu peserta didik kedua

35

(yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan keras, lalu


peserta didik pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian peserta didik
ketiga (yang memiliki lembar jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya
benar atau salah, (8) menggunakan aturan jika jawaban benar, maka peserta
didik pertama mengambil kartu itu, namun jika jawabannya salah maka peserta
didik kedua dapat membantu menjawabnya. Apabila jawabannya benar kartu
tetap dipegang tetapi apabila jawaban tetap salah, kartu itu harus dibuang.
c) Scoring
Pada tahap skoring, yang dilakukan adalah menghitung skor individu
dan menghitung skor kelompok.
Menghitung Skor Individu
Cara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti
pada tabel berikut:
Tabel 4 Perhitungan Skor Perkembangan
No

Skor Tes

1.
2
3
4

Lebih dari 20 poin di atas skor awal


Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal
Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

Nilai
Perkembangan
30
20
10
5

Menghitung Skor Kelompok


Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan
anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang
diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan
kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel
dibawah ini :
Tabel 5 Tingkat Penghargaan Kelompok
No

Predikat Tim

Rata-Rata Skor

1
2
3

Super Team
Great Team
Good team

25 30
20 24
15 19

36

4) Kelebehan

dan

Kekurangan

Model

Pembelajaran

Teams

Games

Tournament (TGT)
Model pembelajaran teams games tournament (TGT) ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Menurut Widdiharto (2004) sebagaimana dikutip
dalam Sukaryono, et al (2012: 31) model pembelajaran teams games
tournament (TGT) memiliki kelebihan sebagai berikut:
a) Melatih peserta didik mengungkap atau menyampaikan gagasan, melatih
peserta didik untuk menghargai pendapat orang lain,
b) Menumbuhkan rasa tanggungjawab sosial,
c) Melatih berfikir logis dan sistematis,
d) Meningkatkan semangat belajar (pencapaian akademik)
e) Menambah motivasi dan rasa percaya diri.
Selanjutnya kekurangan model pembelajaran teams games tournament
(TGT) adalah sebagai berikut:
a) kadang hanya beberapa peserta didik yang aktif dalam kelompok,
b) suasana kelas menjadi ramai,
c) memakan banyak waktu.
h. Media Pembelajaran
Suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah
model pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling
berkaitan.

Pemilihan

salah

satu

model

pembelajaran

tertentu

akan

mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada


berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara
lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan peserta
didik kuasai setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran
termasuk karakteristik peserta didik. Meskipun demikian dapat dikatakan
bahwa salah satu fungsi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim kondisi, dan lingkungan belajar yang
ditata dan diciptakan oleh guru.

37

1) Pengertian Media Pembelajaran


Kata media berasal dari bahaa latin, merupakan bentuk jamak dari
medium. Secara harfiah media berarti perantara atau pengantar (sumber
pesan, misalnya film, televisi, diagram, bahan tercetak, komputer, dan
instruktur), akan tetapi kata itu digunakan baik untuk bentuk jamak maupun
mufrad. Beberapa contoh media itu dipertimbangkan menjadi media
pembelajaran jika membawa pesan-pesan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran. Berhubungan dengan hal itu banyak para ahli dan organisasi
yang memberi batasan mengenai pengertian media.
Menurut Riyana (2008: 25) media pembelajaran merupakan wadah dari
pesan, materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai ialah rposes pembelajaran. Selanjutnya penggunaan media secara
kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi peserta didik untuk belajar lebih
banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan
penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan
pembelajaran.
Susilana dan Riyana (2009: 6) mengemukakan beberapa
pengertian media, diantaranya media adalah a) teknologi pembawa
pesan yang bisa dimanfaatkan suntuk keperluan pembelajaran, b) sarana
komunikasi baik berbentuk media cetak maupun audio visual, c) alat
untuk merangsang peserta didik supaya terjadi proses belajar, d) segala
bentuk dan saluran yang digunakan untuk proses panyaluran pesan, e)
berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat
merangsang peserta didik untuk belajar.
Simamora (2009: 50) menjelaskan pengertian media adalah alat yang
digunakan untuk menyampaikan isi materi agar dapat dilihat, dibaca, dan
didengar peserta didik. Sebuah benda tidak bisa disebut media jika tidak
membawa pesan. Jenis media yang sering digunakan dalam pembelajaran
adalah buku atau bahan cetak, foto, papan tulis, over head projector (OHP).
Selain beberapa macam media itu ada juga yang menggunakan film bingkai
dan slide projector, kaset video dan set video.
Ketiga pendapat itu sesuai dengan pendapat Arsyad (2013: 4) media
adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk

38

menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat, sehingga ide,


gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang
dituju. Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pelajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,
video camera, video recorder, film, gambar bingkai, foto, gambar, grafik,
televisi, dan komputer.
Berdasarkan pengertian media yang diungkapkan para ahli di atas,
dapat diambil simpulan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan
yang dapat merangsang dan mengantarkan pesan kepada peserta didik dalam
pembelajaran, termasuk diantaranya buku, tape recorder, kaset, video camera,
video recorder, film, gambar bingkai, foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer.
2) Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran
Soenarto, et al (2012: 6) menjelaskan bahwa sesuai dengan klasifikasinya, maka setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik sendiri-sendiri.
Karakteristik tersebut dapat dilihat menurut kemampuan media pembelajaran
untuk membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan,
pengecapan, maupun pembauan/penciuman. Dari karakteristik ini, untuk
memilih suatu media pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang dosen
pada saat melakukan proses belajar mengajar, dapat disesuaikan dengan suatu
situasi tertentu. Media pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas,
berdasarkan tujuan praktis yang akan dicapai dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok.
a) Media grafis
Media grafis adalah suatu jenis media yang menuangkan pesan yang
akan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol komunikasi verbal. Simbolsimbol tersebut artinya perlu difahami dengan benar, agar proses penyampaian
pesannya dapat berhasil dengan balk dan efisien. Selain fungsi tersebut secara
khusus, grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide,

39

mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat terlupakan


bila tidak digrafiskan (divisualkan). Bentuk-bentuk media grafis antara lain
adalah: (1) gambar foto, (2) sketsa, (3) diagram, (4) bagan/chart, (5) grafik, (6)
kartun, (7) poster, (8) peta, (10) papan flannel, dan (11) papan buletin.
b) Media Audio
Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang
disampaikan melalui media audio dituangkan ke dalam lambang-lambang
auditif, balk verbal maupun non-verbal. Bebarapa media yang dapat
dimasukkan ke dalam kelompok media audio antara lain: (1) radio, dan (2) alat
perekam pita magnetik, alat perekam pita kaset.
c) Media Projeksi
Media projeksi diam memiliki persamaan dengan media grafis, dalam
art dapat menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Bahan-bahan grafis
banyak digunakan juga dalam media projeksi diam. Media projeksi gerak,
pembuatannya juga memerlukan bahan-bahan grafis, misalnya untuk lembar
peraga (captions). Dengan menggunakan perangkat komputer (multi media),
rekayasa projeksi gerak lebih dapat bervariasi, dan dapat dikerjakan hampir
keseluruhannya menggunakan perangkat komputer. Untuk mengajarkan skill
(keterampilan motorik) projeksi gerak mempunyai banyak kelebihan di
bandingkan dengan projeksi diam. Beberap media projeksi antara lain adalah:
(1) Film Bingkai, (2) Film rangkai, (3) Film gelang (loop), (4) Film
transparansi, (5) Film gerak 8 mm, 16 mm, 32 mm, dan (6) Televisi dan
Video.
3) Fungsi Media Pembelajaran
Media pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran sangatlah
penting peranannya. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan peserta didik
setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk
karakteristik peserta didik. Levie dan Lentz (1982) sebagaimana dikutip dalam

40

Arsyad (2013: 20-21) mengemukakan beberapa fungsi media pembelajaran


antara lain fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi
kompensatoris.
a) Fungsi Atensi
Fungsi atensi dalam media pembelajaran merupakan inti, yaitu menarik
dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi
pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau
menyertai teks materi pembelajaran. Seringkali pada awal pembelajaran,
peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu
merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi sehingga cenderung
tidak diperhatikan.
b) Fungsi Afektif
Fungsi afektif dalam media pembelajaran dapat terlihat dari tingkat
kenikmatan peserta didik ketika dalam proses pembelajaran teks yang
bergambar. Gambar atau lambang dapat menggugah emosi dan sikap peserta
didik, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.
c) Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif dalam media pembelajaran terlihat dari temuan-temuan
penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang atau gambar memperlancar
pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang
terkandung dalam gambar.
d) Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris dalam media pembelajaran terlihat dari hasil
penelitian bahwa media memberikan konteks untuk memahami teks dalam
membantu peserta didik yang lemah mengorganisasikan informasi teks dan
mengingatnya kembali. Media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasi
peserta didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran
yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.

41

4) Manfaat Media Pembelajaran


Perolehan pengetahuan peserta didik seperti yang digambarkan oleh
kerucut pengalaman Edgar Dale bahwa pengetahuan akan semakin abstrak
apabila pesan hanya disampaikan melalui kata verbal. Hal ini memungkinkan
terjadinya verbalisme yang artinya peserta didik hanya akan mengetahui
tentang kata tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini
menimbulkan kesalahan dalam persepsi peserta didik dan oleh sebab itu
sebaiknya peserta didik mempunyai pengalaman yang lebih konkrit, pesan
yang disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Susilan dan Riyana (2009: 9) mengemukakan beberapa manfaat media
pembelajaran, antara lain:
a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera.
c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik
dengan sumber belajar.
d) Memungkinkan peserta didik belajar dengan mandiri sesuai dengan bakat dan
kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.
5) Nilai Praktis Media pembelajaran
Menurut Soenarto et al (2012: 8) sebagai komponen dari sistem
instruksional,

media

mempunyai

nilai-nilai

praktis

berupa

beberapa

kemampuan, antara lain :


a) Konkritisasi konsep yang abstrak (sistem peredaran darah);
b) Membawa pesan dari objek yang berbahaya dan sukar, atau bahkan tak
mungkin dibawa ke dalam lingkungan belajar (binatang buas, letusan gunung
berapi);
c) Menampilkan objek yang terlalu besar (Candi Borobudur, Monas);
d) Menampilkan objek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang (bakteri,
struktur logam);
e) Memungkinkan peserta didik berinteraksi langsung dengan lingkungan;
f) Memungkinkan pengamatan dan persepsi yang seragam bagi pengalaman

42

belajar peserta didik.;


g) Membangkitkan motivasi peserta didik;
h) Memberi kesan perhatian individual bagi anggauta kelompok belajar;
i) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun
disimpan menurut kebutuhan.
i. Media Poster
1) Pengertian Media Poster
Poster dirancang untuk menyalurkan informasi dengan visualisasi ide
atau pesan yang meriah, atraktif, akan tetapi ekonomis. Menurut Santyasa
(2007: 11) poster merupakan salah satu unsur grafis sering disebut sebagai
unsur-unsur visual yang di dalamnya memuat perpaduan antara gambar dan
tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-ide
lain.
Soenarto, et al (2012: 18) mengemukakan bahwa poster yang
baik menunjukkan adanya: (1) tujuan untuk sesuatu keperluan tertentu,
(2) penampillan yang tegas dan jelas, sehingga orang yang membaca
atau mengamati tidak ragu-ragu akan pesan yang terkandung, (3)
warna-warna yang meriah dan menarik perhatian berfokus pada topik
atau judul tertentu, (4) cukup lebar agar mudah dibaca dan dicerna
dalam sekejap.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil simpulan bahwa media
poster merupakan merupakan salah satu unsur grafis sering disebut sebagai
unsur-unsur visual yang di dalamnya memuat perpaduan antara gambar dan
tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-ide
yng bisa digunakan untuk keperluan tertentu dan dalam dalam penampillannya
tegas dan jelas, sehingga orang yang membaca atau mengamati tidak ragu-ragu
akan pesan yang terkandung.
2) Manfaat Media Poster
Poster perlu didesain dengan memperhatikan perpaduan antara
kesederhanaan dengan dinamika yang ada ditambah dengan warna yang
mencolok dan kekontrasan yang tinggi sehingga mudah terbaca dan menarik
perhatian. Menurut Riyana (2012: 118) secara umum poster memiliki
43

kegunaan, yaitu :
a) Memotivasi peserta didik; dalam hal ini poster dalam pembelajaran sebagai
pendorong atau memotivasi kegiatan belajar peserta didik. Pesan poster tidak
berisi tentang informasi namun berupa ajakan, renungan, persuasi agar peserta
didik memiliki dorongan yang tinggi untuk melakukan sesuatu diantaranya
belajar, mengerjakan tugas, menjaga kebersihan, dan bekerjasama;
b) Peringatan; dalam hal ini poster berisi tentang peringatan-peringatan terhadap
suatu pelaksanaan aturan hukum, aturan sekolah atau madrasah atau
peringatan-peringatan tentang sosial, kesehatan bahkan keagamaan;
c) Pengalaman kreatif; Proses belajar mengajar menuntut kreatifitas peserta didik
dan guru, pola pembelajaran klasikal yaitu peserta didik hanya diberikan
informasi dari guru saja, tidak membuat pembelajaran lebih baik dan kreatif.
Melalui poster pembelajaran bisa lebih kreatif, peserta didik ditugaskan untuk
membuat ide, cerita, karangan dari sebuah poster yang di pajang. Diskusi kelas
akan lebih hidup manakala guru menggunakan alat bantu poster sebagai bahan
diskusi.
3) Penggunaan Media Poster dalam Pembelajaran
Riyanaa (2012: 118) menerangkan bahwa penggunaan poster untuk
pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a) Poster digunakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini
poster digunakan saat guru menerangkan sebuh materi kepada peserta didik,
begitu halnya peserta didik dalam mempelajari materi menggunakan poster
yang disediakan oleh guru. Poster yang digunakan ini harus relevan dengan
tujuan dan materi. Poster disediakan guru baik dengan cara membuat sendiri
maupun dengan cara membeli atau menggunakan yang sudah ada. Dalam
penggunannya poster di pasang di tengah kelas pada saat dibutuhkan dan di
tanggalkan lagi setelah pembelajaran selesai.
b) Poster digunakan di luar pembelajaran yang bertujuan untuk memotivasi

peserta didik, sebagai peringatan, ajakan, propaganda atau ajakan untuk


melakukan sesuatu yang postitif dan penanaman nilai-nilai sosial dan
keagamanaan. Dalam hal ini poster tidak digunakan saat pembelajaran namun

44

di pajang di dalam kelas atau disekitar sekolah di tempat yang strategis agar
terlihat dengan jelas oleh peserta didik. Misalnya ajakan untuk rajin menabung,
senantiasa

membuang

sampah

pada

tempatnya,

mengingatkan

untuk

melaksanakan ibadah, dan tidak mencontek. ,


2. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang beranjak dari awal jarang ditemui, karena biasanya
suatu penelitian mengacu pada penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai
titik tolak dalam penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, peninjauan terhadap
penelitian lain sangat penting, sebab bisa digunakan untuk mengetahui
relevansi penelitian yang telah lampau dengan penelitian yang akan dilakukan.
Penelitian eksperimen tentang menulis teks anekdot merupakan penelitian yang
menarik.
Banyaknya penelitian tentang menulis dapat dijadikan salah satu bukti
bahwa menulis di sekolah sangat menarik untuk diteliti. Hal ini terbukti dengan
banyaknya penelitian yang telah dilakukan yang berkenaan dengan topik
penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student
teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT)
berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis peserta didik. Adapun

beberapa penelitian yang masih ada keterkaitan dengan penelitian yang akan
dikaji oleh peneliti, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Anggara, el al (2011)
Widiani (2012), Sukaesih (2013), Alijanian (2012), Maryani (2013), Hafid dan
Makkasau (2013), Tran (2013), Damayanti (2014), Adnyani (2014), Keshavarz
(2014), dan Sathyprakasha (2014).
Penelitian Anggara, el al (2011) dengan topik penelitiannya yaitu
Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Media Poster pada
Peserta Didik Kelas IV SDN Borongan 02 Polanharjo Klaten Tahun Ajaran
2011/2012, menjelaskan bahwa tujuan penelitian untuk meningkatkan
keterampilan menulis deskripsi melalui media poster pada peserta didik kelas
IV SD Negeri Borongan 02 Polanharjo Klaten. Bentuk penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri dari dua dengan tiap siklus terdiri dari 2

45

pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, wawancara,


observasi langsung dan tes. Hasil penelitian ini yang dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa dengan media poster dapat meningkatkan keterampilan
menulis deskripsi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Borongan 02
Polanharjo Klaten tahun ajaran 2011/2012.
Relevansi penelitian Anggara dengan penelitian yang akan dilakukan,
antara lain sama-sama meneliti keterampilan bahasa yaitu keterampilan
menulis peserta didik, sama-sama meneliti penggunaan media pembelajaran
yaitu dengan menggunakan media poster, teknik pengumpulan data sama-sama
menggunakan dokumentasi, wawancara, observasi langsung dan tes. Perbedaan
penelitian Anggara dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain
penelitian Anggara meneliti keterampilan menulis deskripsi sedangkan
penelitian yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot, penelitian
Anggara mengambil sampel peserta didik kelas IV SD sedangkan penelitian
yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas X SMA, jenis
penelitian dari Anggara adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sedangkan
penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan jenis penelitian eksperimen.
Widiani (2012) dengan topik penelitiannya yaitu Pengaruh Model
Pembelajaran Tipe STAD dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar
Keterampilan Menulis Narasi Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun
Pelajaran 2012/2013 oleh Widiani (2012) tersebut menjelaskan bahwa
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tipe
STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik dari
motivasi berprestasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli. Rancangan
eksperimen yang digunakan adalah the posttest-only control group design.
Penelitian ini dilakukan di kelas kelas VII SMP Negeri 1 Bangli tahun ajaran
2012/2013 yang terdiri dari 208 peserta didik. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Anova Dua Jalur.
Temuan

penelitian tersebut

menunjukkan

bahwa:

(1) terdapat

perbedaan prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik

46

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan peserta didik


yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaaan
prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik yang memiliki
motivasi tinggi dengan peserta didik yang memiliki prestasi rendah, dan (3)
terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dengan motivasi
berprestasi terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik.
Berdasarkan temuan- temuan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh

model

pembelajaran tipe STAD terhadap

prestasi

belajar

keterampilan menulis narasi peserta didik dari motivasi berprestasi peserta didik
kelas VII SMP Negeri 1 Bangli.
Relevansi penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain sama-sama menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik,
jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, rancangan
penelitian sama-sama menggunakan posttest-only control group design, metode
penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan teknik pengambilan
sampel penelitian sama-sama menggunakan teknik simple random sampling.
Perbedaan penelitian penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain penelitian Widiani (2012) meneliti keterampilan menulis
narasi sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot,
dan penelitian Widiani (2012) mengambil sampel peserta didik kelas VII SMP
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik
kelas X SMA.
Sukaesih (2013) dengan topik penelitiannya yaitu Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Teams games tournaments (TGT) dalam
Pembelajaran Menulis Kalimat Efektif Berbasis Tatabahasa Struktural
menjelaskan bahwa penelitian ini berfokus pada upaya mencobakan model
pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan menulis
kalimat efektif peserta didik SMP kelas VII. Model yang dimaksud adalah
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT).
Games dan Tournaments, dapat dimanfaatkan untuk merangsang peserta didik

47

agar dapat bertanggung jawab terhadap tugas pribadi dan kelompok, meraih
keberhasilan dalam kelompok dan meningkatkan prestasi individu.
Data proses pembelajaran TGT diperoleh melalui observasi oleh tiga
orang observer; dan data hasil proses diperoleh melalui tes menulis. Data hasil
tes dianalisis dan diolah dengan statistik melalui uji t untuk melihat perbedaan
kemampuan menulis kalimat efektif sebelum dan sesudah proses pembelajaran
TGT. Hasil pengolahan data memberikan informasi bahwa model TGT dapat
dilaksanakan dengan sangat efektif di SMP kelas VII. Dengan Model TGT
kemampuan menulis kalimat efektif peserta didik SMP kelas VII dapat
ditingkatkan dari rata-rata 46,68 menjadi 75,91.
Relevansi penelitian Sukaesih (2013) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain sama-sama meneliti penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik,
jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, data hasil
proses sama-sama diperoleh melalui tes menulis. Data hasil tes sama-sama
dianalisis dan diolah dengan statistik melalui uji t. Perbedaan Penelitian
Sukaesih (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian
Sukaesih (2013) meneliti keterampilan menulis kalimat efektif berbasis
tatabahasa struktural sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan meneliti
menulis anekdot, dan penelitian Sukaesih (2013) mengambil sampel peserta
didik kelas VII SMP sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil
sampel peserta didik kelas X SMA.
Alijanian (2012) dengan penelitiannya yang berjudul The Effect of
Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of
Iranian EFL Learners, menerangkan bahwa Sebuah pendekatan yang disebut
student teams achievement division (STAD) telah dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip Cooperative Learning (CL). STAD menekankan pada tujuan
tim dan kesuksesan bergantung pada pembelajaran semua anggota kelompok.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efek dari STAD pada
pencapaian bahasa Inggris peserta didik SMP Iran. Sampel penelitiannya
sebanyak 60 peserta didik (terdiri dari 2 kelas, eksperimen dan kontrol) yang

48

dipilih. Penelitian dilakukan selama 2 bulan. Pada kelas eksperimen guru


dengan bantuan peneliti menerapkan teknik STAD, dan pada kelompok kontrol
guru menggunakan metode tradisional. Data dari hasil penelitian dianalisis
menggunakan uji t-tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
antara 2 kelas yang signifikan, dan kelompok eksperimen lebih unggul
daripada kelompok kontrol dalam hal prestasi Bahasa Inggris.
Relevansi penelitian Alijanian (2012) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain sama-sama meneliti keefektifan model pembelajaran
STAD, jenis penelitian sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen,
data hasil penelitian sama-sama dianalisis menggunakan uji t-tes. Perbedaan
Penelitian Alijanian dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain
penelitian Alijanian hanya fokus pada model STAD sedangkan penelitian yang
akan dilaksanakan selain fokus pada model STAD juga fokus pada model TGT
dan dalam penerapan model dibantu dengan penggunaan media poster, dan
penelitian Alijanian mengambil sampel peserta didik kelas VIII SMP
sedangkan penelitian ini mengambil sampel peserta didik kelas X SMA.
Maryani (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Penggunaan
Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Berita Peserta
didik Kelas VIII SMPN 4 Soromadi Kabupaten Bima NTB menerangkan
bahwa

penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

langkah-langkah

pembelajaran menulis teks berita dengan menggunakan media gambar,


meningkatkan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media
gambar, dan mengetahui respon peserta didik setelah mengikuti pembelajaran
menulis teks berita menggunakan media gambar. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Subjek tindakan dalam penelitian
33 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode observasi,
metode tes, dan metode kuesioner yang kemudian dianalisis menggunakan
metode kualitatif dan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh adalah terjadi
peningkatan kemampuan menulis teks berita pada peserta didik, dari skor ratarata kemampuan peserta didik sebelum tindakan 60,12 meningkat menjadi
63,24 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 73,91 pada siklus II. (3)

49

93,94% peserta didik memberikan respon sangat positif terhadap penggunaan


media gambar dalam pembelajaran menulis teks berita.
Relevansi penelitian Maryani (2013) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain penelitian sama-sama memanfaatkan penggunaan media
visual, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik, metode
penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan data hasil
penelitian sama-sama diperoleh melalui tes menulis. Perbedaan Penelitian
Maryani (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian
Maryani (2013) meneliti keterampilan menulis teks berita sedangkan penelitian
yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot, jenis penelitian Maryani
(2013) adalah penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian yang akan
dilaksanakan menggunakan jenis eksperimen, dan penelitian Maryani (2013)
mengambil sampel peserta didik kelas VIII SMP sedangkan penelitian yang
akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas X SMA.
Tran (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Effects of Student
Teams Achievement Division (STAD) On Academic Achievement, And Attitudes
Of

Grade

9th

Secondary

School

Students

Towards

Mathematics,

menerangkan bahwa penelitian ini menguji pengaruh pembelajaran kooperatif


terhadap prestasi akademik dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran di
sebuah sekolah tinggi di Vietnam. Desain penelitian menggunakan pre-testpost-test nonequivalent comparison-group design dan menggunakan uji t untuk
sampel independen. Simpulan dari penelitian menunjukan bahwa pembelajaran
kooperatif efektif dalam meningkatkan tingkat prestasi akademik peserta didik,
dan dalam mempromosikan sikap positif peserta didik terhadap matematika di
tingkat sekolah menengah Vietnam.
Relevansi penelitian yang dilakukan oleh Tran (2013) dengan penelitian
yang akan dilaksanakan yaitu sama-sama meneliti keefektifan penggunaan
model pembelajaran STAD terhadap prestasi akademik, jenis penelitian samasama menggunakan jenis penelitian eksperimen, dan data hasil akhir samasama dihitung menggunakan uji-t. Perbedaan Penelitian Tran (2013) dengan
penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian Tran (2013)

50

menggunakan

desain

penelitian

eksperimen

jenis

pre-test-post-test

nonequivalent comparison-group design sedangkan penelitian yang akan


dilaksanakan menggunakan desain eksperimen jenis post-tes only control
design.
Hafid dan Makkasau (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
Application Cooperative model type STAD (Student Teams Achievement
Divison) to increase mastery of students learning result of Grade VI
Elementary School Kasi Kassi Makassar, menjelaskan bahwa penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui pola model pengajaran yang mengarah ke
peningkatan hasil belajar peserta didik SD penguasaan suatu konsep dengan
menggunakan model kooperatif tipe STAD. Pendekatan yang digunakan
adalah penelitian kualitatif dan kelas yang terdiri dari tiga siklus dan meliputi
empat tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Fokus penelitian adalah penerapan model kooperatif tipe STAD. Data
dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi, pengujian, dan lembar
observasi dianalisis deskkriptif. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas guru
dan peserta didik meningkat dengan meningkatnya jumlah hasil belajar peserta
didik pada mata pelajaran sains di sekolah.
Relevansi penelitian Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian
yang dilakukan adalah sama-sama mengukur penguasaan suatu konsep dengan
menggunakan model kooperatif tipe STAD, teknik pengumpulan data samasama menggunakan lembar observasi dan dokumentasi. Perbedaan penelitian
Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
jenis penelitian yang digunakan Hafid dan Makkasau adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan
jenis penelitian eksperimen, jenis penelitian yang digunakan Hafid dan
Makkasau adalah penelitian kualitatif sedangkan penelitian yang akan
dilakukan menggunakan jenis penelitian kuantitatif.
Damayanti (2014) dengan penelitiannya yang berjudul Pembelajaran
Menulis Teks Anekdot Berpendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project Based Learning) Pada Peserta didik Kelas X Tata

51

Kecantikan Kulit 1 Di SMK Negeri 2 Singaraja, menjelaskan bahwa


penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dengan
tujuan memaparkan (1) perencanaan pembelajaran menulis teks anekdot
berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran berbasis proyek, (2)
langkah-langkah pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik
dengan model pembelajaran berbasis proyek, dan (3) penilaian pembelajaran
menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model pembelajaran
berbasis proyek. Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia yang mengajar di kelas X Tata Kecantikan Kulit 1. Objek penelitian
ini adalah pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan
model pembelajaran berbasis proyek.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode observasi,
wawancara, tes, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perencanaan pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik
dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) yang
telah yang dirancang oleh guru, sudah mencakup komponen komponen RPP
yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Namun, terdapat beberapa komponen
yang masih perlu untuk diperbaiki dan dikembangkan terutama komponen
sumber belajar dan materi pembelajaran. Kemudian langkah-langkah
pembelajaran menulis teks anekdot berpendekatan saintifik dengan model
pembelajaran berbasis proyek pada peserta didik kelas X Tata Kecantikan Kulit
1 di SMK Negeri 2 Singaraja, guru menerapkan pada pendekatan saintifik.
Langkah-langkah pembelajaran tersebut juga mencakup kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penilaian pembelajaran menulis teks
anekdot berpendekatan saintifik model pembelajaran berbasis proyek (Project
Based Learning) guru masih kurang menerapkan tiga aspek penilaian autentik.
Salah satunya penilaian sikap. Guru masih kurang dalam mempersiapkan
rubrik penilaian sikap dan lembar pengamatan sikap yang dijadikan sebagai
pedoman dalam melakukan penilaian pada proses pembelajaran teks anekdot.
Persamaan penelitian Damayanti dengan penelitian yang akan
laksanakan yaitu sama-sama meneliti subyek penelitian (menulis teks anekdot),

52

jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen,


instrumen

penelitian

sama-sama

menggunakan

observasi,

tes,

dan

dokumentasi, dan jenjang pendidikan yang dijadikan subyek penelitian yaitu


sama-sama meneliti jenjang pendidikan SMA kelas X. Perbedaan penelitian
Damayanti dengan penelitian yang akan laksanakan yaitu jenis penelitian yang
digunakan Damayanti dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
proyek sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan model
pembelajaran

STAD,

metode

penelitian

yang

digunakan

Damayanti

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian yang


akan dilaksanakan menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Sathyprakasha (2014) dengan penelitiannya yang berjudul Research
on

Cooperative

Learning

Meta-Analysis,

menjelaskan

bahwa

pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai lingkungan pembelajaran


di kelas di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok kelompok
heterogen kecil pada tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif
dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan
keterampilan kognitif lainnya. Pembelajaran kooperatif, setiap peserta didik
berfungsi sebagai sumber belajar utama bagi satu sama lain, berbagi dan
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Hal ini juga mendorong tingkat
motivasi yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih interpersonal, membantu
anak-anak untuk mengasumsikan peran dewasa yang bertanggung jawab dan
bertindak terhadap lingkungan kreatif, mengurangi kecemasan dan ketegangan
etnis dan meningkatkan harga diri di kalangan mahasiswa.
Keberhasilan belajar pembelajaran kooperatif telah terjadi di sekolahsekolah perkotaan, pedesaan dan sub-urban di Amerika Serikat, Kanada, Israel,
Jerman Barat, India dan Nigeria pada tingkat kelas yang berbeda dari 2 sampai
12 dan dalam berbagai mata pelajaran seperti fisika, kimia, biologi,
matematika, ilmu sosial dan bahasa. Efek positif dari metode pembelajaran
kooperatif terhadap prestasi belajar peserta didik muncul sama sering pada
sekolah dasar dan menengah. Ulasan penelitian tentang pembelajaran
kooperatif juga mengungkapkan bahwa manfaat dari kegiatan pembelajaran

53

kooperatif terus baik bagi peserta didik di semua tingkat usia, untuk semua
mata pelajaran, dan untuk berbagai tugas, seperti pada yang melibatkan
hafalan, retensi dan kemampuan memori serta kemampuan pemecahan
masalah. Menyadari pentingnya dan manfaat dari teknik pembelajaran
kooperatif, sangat menganjurkan dalam mengajar dalam rangka meningkatkan
prestasi peserta didik. Model Pembelajaran kooperatif juga membantu untuk
mengatasi masalah metode konvensional atau tradisional pengajaran.
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah sama-sama menekankan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik
bekerja sama dalam kelompok kelompok heterogen kecil pada tugas-tugas
akademik. Pembelajran kooperatif dipandang sebagai solusi pemecahan
masalah bagi pembelajaran yang konvensional.
Keshavarz (2014) dengan penelitiannya yang berjudul The Effect Of
Cooperative Learning Techniques On Promoting Writing Skill Of Iranian
Efl Learners, menerangkan bahwa pembelajaran Kooperatif mengacu pada
metode pembelajaran yang melibatkan kelompok heterogen kecil yang bekerja
bersama-sama, menuju tujuan bersama dan pengajaran menulis dapat menjadi
keterampilan yang sulit dalam pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa
Asing, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh
teknik pembelajaran kooperatif untuk mempromosikan tulisan keterampilan
Iran EFL Learners. sehingga, 100 peserta didik berpartisipasi dalam populasi
awal dari studi ini dan 60 peserta didik dipilih setelah Test kemampuan. Para
peserta berada di tingkat menengah sesuai dengan Nelson English Language
Proficiency Test. Peserta yang dipilih secara acak dibagi menjadi dua
kelompok eksperimen: students teams Achievement Divisions (STAD), Group
Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI). Prosedur ini
berlangsung selama 16 minggu. Analisis statistik hasil dengan ANOVA satu
arah menunjukkan bahwa kelompok eksperimen (STAD dan GI) dilakukan
lebih baik pada keterampilan menulis daripada kelompok kontrol (CI), dan
berdasarkan hasil pembelajaran kooperatif meningkatkan kinerja peserta didik

54

dalam menulis.
Relevansi penelitian Keshavarz (2014) dengan penelitian yang
dilakukan adalah sama-sama menekankan pembelajaran menulis dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif khususnya model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Berdasarkan penelitian itu membuktikan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja peserta didik
dalam keterampilan menulis. Perbedaan penelitian Keshavarz (2014) dengan
penelitian yang dilakukan adalah penelitian Keshavarz (2014) menekankan
pada model pembelajaran students teams Achievement Divisions (STAD),
Group Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI)
sedangkan penelitian yang dilakukan menekankan pada model students teams
Achievement Divisions (STAD) dan teams games tounaments (TGT).
3. Kerangka Berpikir
Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari
komunikasi untuk saling berhubungan dengan manusia lain. Sarana
komunikasi yang dimaksud adalah bahasa. Bahasa merupakan suatu alat untuk
berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Bahasa
sebagi alat komunikasi manusia dapat berupa bahasa lisan maupun bahasa
tulisan. Keterampilan bahasa dibagi menjadi empat keterampilan, yaitu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berdasarkan empat keterampilan tersebut, keterampilan menulis
merupakan keterampilan yang membutuhkan ketekunan dalam belajar, karena
dalam menulis, seseorang harus dapat menuangkan ide serta buah pikirannya
ke dalam bentuk bahasa tulis. Keterampilan menulis diajarkan dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
dengan tujuan agar peserta didik terbiasa dalam menuangkan ide dan buah
pikirannya ke dalam sebuah tulisan atau teks. Hal ini sesuai dengan
implementasi kurikulum 2013 Bahasa Indonesia yang menekankan pada teks
yang bertujuan agar peserta didik mampu memproduksi dan menggunakan teks
sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Pembelajaran Bahasa Indonesia

55

berbasis teks, diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan


sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi diri penggunanya pada
konteks sosial dan akademis. Selain mengonsumsi pengetahuan bahasa, peserta
didik dituntut untuk memproduksi teks bahasa. Salah satu teks yang diajarkan
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum 2013 adalah teks anekdot.
Pembelajaran teks anekdot pada kompetensi menulis diajarkan di kelas
X semester 2 jenjang SMA dan MA Kurikulum 2013 pada kompetensi inti (KI)
mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada kompetensi dasar
(KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur
kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang
akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan. Berhubungan dengan
memproduksi teks anekdot, peserta didik diharapkan mampu menulis dan
menciptakan tulisan sesuai dengan pikirannya. Kondisi kemampuan berbahasa
peserta didik khususnya dalam hal menulis pada saat ini masih memiliki
kendala dan proses pembelajaran belum terlaksana dengan maksimal.
Pada kenyataannya, pembelajaran menulis khususnya menulis anekdot
masih kurang maksimal. Guru kurang memperkenalkan pembelajaran menulis
kepada peserta didik, sehingga peserta didik merasa kesulitan dalam
menuangkan ide serta buah pikiran ke dalam tulisan. Cara mengajar guru yang
masih menggunakan metode ceramah dianggap kurang efektif dan belum
mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan model dan media dalam
pembelajaran menulis tidak pernah dilakukan, padahal model dan media
pembelajaran sangat dibutuhkan dalam pembelajaran menulis, yaitu untuk
merangsang otak, menumbuhkan motivasi dan minat belajar peserta didik.
Pembelajaran dengan cara berkelompok dan dibantu penggunaan media
diharapkan dapat merangsang otak, menumbuhkan motivasi belajar.
Pembelajaran dengan cara berkelompok dapat diwujudkan melalui
model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mempunyai
beberapa tipe, diantaranya student team achievement division (STAD) dan

56

teams games tournament (TGT). Penggunaan model pembelajaran tersebut


diharapkan dapat menjawab permasalah yang ada dalam pemebelajaran
menulis peserta didik. Penggunaan media akan sangat membantu dalam
pembelajaran itu. Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran
menulis adalah media poster. Media poster dapat membangkitkan dan
merangsang stimulus peserta didik, serta dapat membangkitkan imajinasi
peserta didik dalam mengekspresikan suatu objek.

Penggunakan Model Pembelajaran Konvensional dalam


Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik Kurang Efektif

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik Dirangsang


dengan Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif

tipe student teams achievement

tipe teams games tournament

division (STAD)

(TGT)

Bantuan Media Poster

Bantuan Media Poster

Pembelajaran Menulis Anekdot Peserta Didik Efektif


dan Hasil Belajar Baik
Bagan 1 Kerangka Berpikir

57

4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2010: 71). Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan
parameter yang akan diuji melalui statistik sampel. Hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
Ha1 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster
terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
H01 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan
model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster
terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
Ha2 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan
menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
H02 : Penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan
model pembelajaran

konvensional berbantuan media poster terhadap

kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.


Ha3 : Penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)
berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan
menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
H03 : Penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)
berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan
menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.

58

I. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen karena
penelitian ini memberikan perlakuan (manipulasi) terhadap variable perlakuan,
kemudian mengamati konsekuensi atau keefektifan perlakuan tersebut terhadap
variabel respon. Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif karena data yang dihasilkan melalui penelitian eksperimen
keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement
division (STAD) dan teams games tournament (TGT) berbantu media poster
terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA akan
dihitung dengan perhitungan statistik. Desain penelitian sangat diperlukan
dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian yang dimaksudkan
menjadi sistematis, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar obyektif, akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan. Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah control group postest- only design dengan subyek
penelitian akan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok eksperimen 1,
kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol.
Tabel 6 Desain Penelitian
Kelompok
Eksperimen 1

Perlakuan
E1

Tes akhir
O

Eksperimen 2

E2

Kontrol

Keterangan:
Kelompok Eksperimen 1 = Kelompok sampel yang mendapat perlakuan
dengan

model

student

teams

achievement

division (STAD).
Kelompok Eksperimen 2 = Kelompok sampel yang mendapat perlakuan
dengan model teams games tournament (TGT).
Kelompok Kontrol

= Kelompok sampel yang mendapat perlakuan


dengan model konvensional.

59

E1

= Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan


model

student

teams

achievement

division

(STAD).
E2

= Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan


model teams games tournament (TGT).

= Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan


model konvensional.

= Pemberian tes akhir dengan indikator kemampuan


menulis anekdot peserta didik.

2. Setting Penelitian
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tiga sekolah khususnya untuk kelas X.
Tiga sekolah itu adalah MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, MA
Matholiul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati.
Peneliti memilih sekolah-sekolah tersebut sebagai lokasi penelitian karena
ketiga sekolah tersebut pada dasarnya mempunyai kualitas yang sama,
mempunyai fasilitas yang mendukung untuk pelaksanaan penelitian, dan
sekolah tersebut masih dalam satu wilayah kecamatan Pucakwangi kabupaten
Pati sehingga peserta didik yang bersekolah di sana mempunyai adat dan
situasi yang sama.
b. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada saat semester II tahun pelajaran
2014/2015 sesuai dengan penerapan SKL (standar kompetensi lulusan) Bahasa
Indonesia kelas X SMA/MA pada kurikulum 2013.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini meliputi semua peserta didik kelas X MA
Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, MA Matholiul Huda Pucakwangi Pati,
60

dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati. Kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah


Pucakwangi Pati ada 2 kelas yaitu kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik
sebanyak 34 dan kelas X IPS 2 dengan jumlah peserta didik sebanyak 32.
Kelas X MA Matholiul Huda Pucakwangi Pati ada 3 kelas yaitu kelas X IPA 1
dengan jumlah peserta didik sebanyak 35 dan kelas X IPA 2 dengan jumlah
peserta didik sebanyak 32 dan kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik
sebanyak 35. Kelas X MA Nurul Quran Pucakwangi Pati ada 2 kelas yaitu
kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 32 dan kelas X IPS 2
dengan jumlah peserta didik sebanyak 32. Berdasarkan hal tersebut dapat
diambil simpulan bahwa populasi penelitian pada penelitian ini sebanyak 244
peserta didik yang duduk di kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi
Pati, MA Matholiul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Quran
Pucakwangi Pati. Secara rinci, populasi penelitian dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 7 Populasi Penelitian

No.
1.
2.

3.

Populasi

Kelas

Kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah


Pucakwangi Pati.
Kelas X MA Matholiul Huda
Pucakwangi Pati.

Kelas X IPS 1
Kelas X IPS 2
Kelas X IPA 1
Kelas X IPA 2
Kelas X IPS 1
Kelas X MA Nurul Quran Kelas X IPS 1
Pucakwangi Pati
Kelas X IPS 2
Jumlah Peserta didik

Jumlah
Peserta Didik
34
32
35
32
35
32
33
244

b. Sampel Penelitian
Penentuan sampel penelitian ini menggunakan teknik cluster random
sampling dengan memilih 1 kelas secara acak dari setiap Sekolah. Pengambilan
sampel dilakukan setelah memperhatikan atas ciri-ciri relative yang dimiliki
oleh masing-masing sampel. Adapun ciri-ciri tersebut adalah peserta didik
yang mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama. Peserta didik yang
menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama, dan pembagian

61

kelasnya menggunakan sistem acak. Berdasarkan teknik cluster random


sampling, jumlah sampel penelitian ini adalah 3 kelas masing-masing di ambil
satu kelas dari kelas X MA antara lain kelas X IPS 1 MA Tarbiyatul Islamiyah
Pucakwangi Pati yang berjumlah 34 peserta didik, X IPA 1 MA Matholiul
Huda Pucakwangi Pati yang berjumlah 35 peserta didik, dan X IPS 1 Kelas X
MA Nurul Quran Pucakwangi Pati yang berjumlah 32 sehingga jumlah total
sampel adalah 101 peserta didik. Ketiga kelas itu nantinya akan dibagi menjadi
2 kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
Tabel 8 Sampel Penelitian
No.
Sampel
1.
Kelas X IPS 1 MA Tarbiyatul Islamiyah
Pucakwangi Pati
2.
Kelas X IPS 1 MA Matholiul Huda
Pucakwangi Pati
3.
Kelas X IPS 1 MA Nurul Quran
Pucakwangi Pati
Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah Peserta Didik


34 Peserta Didik
35 Peserta Didik
32 Peserta Didik
101 Peserta Didik

4. Variabel Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu variabel perlakuan (X) dan
variabel respon (Y).
1) Variabel Perlakuan (X)
Variabel perlakuan dari penelitian ini memuat model pembelajaran dan
media pembelajaran, antara lain model pembelajaran kooperatif tipe student
teams achievement division (STAD) berbantuan media poster, model
pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) berbantuan
media poster, dan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster.
2) Variabel Respon (Y)
Variabel respon dari penelitian ini adalah hasil belajar menulis anekdot peserta
didik.

62

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
teknik tes dan teknik non tes.
1) Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mengevaluasi kemampuan menulis anekdot
peserta didik setelah proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Tes kemampuan menulis anekdot peserta didik
hanya mencakup satu pertanyaan yaitu perintah untuk menulis anekdot
berdasarkan gambar poster yang disediakan oleh guru.
2) Teknik Non Tes
Teknik non tes digunakan untuk mendapatkan data secara tidak
langsung berkaitan dengan tingkah laku kognitif peserta didik. Penilaian
dilakukan dengan teknik non tes dapat digunakan jika diperoleh data berupa
tingkah laku afektif, psikomotor, serta yang lain secara tidak langsung. Teknik
non tes digunakan untuk memperbaiki data tentang situasi kegiatan belajar
mengajar di kelas serta kesulitan-kesulitan peserta didik dalam melakukan
kegiatan menulis. Teknik non tes yang digunakan oleh peneliti adalah
observasi (pengamatan), dokumentasi, angket, dan wawancara.
a) Observasi
Observasi dibuat untuk melakukan pengamatan langsung terhadap
situasi yang diteliti. Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap berbagai
kejadian atau situasi nyata di kelas, sehingga melalui teknik ini penulis dapat
merekam atau mencatat secara teliti dan utuh peristiwa dalam situasi yang
berkaitan dengan penelitian. Observasi pada penelitian ini dilakukan untuk
mengamati aktivitas yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru sebelum penelitian dilakukan dan perilaku peserta didik
selama mengikuti pembelajaran menulis anekdot dengan menggunakan model

63

pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan


teams games tournament (TGT) berbantu media poster.
b) Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nama-nama
peserta didik yang akan diambil sampel dalam penelitian ini dan juga untuk
memperoleh data nilai ulangan Bahasa Indonesia perihal pokok bahasan
sebelumnya yang bertujuan untuk keperluan uji normalitas dan homogenitas
sampel. Selain itu dokumentasi digunakan adalah dokumentasi foto sebagai
bukti pelaksanaan penelitian dan menggambarkan peserta didik selama
mengikuti pembelajaran menulis anekdot dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan
teams games tournament (TGT) berbantu media poster.
c) Angket
Angket digunakan untuk mengetahui sikap, minat, dan kemampuan
peserta didik dalam pembelajaran menulis anekdot. Angket berisi sejumlah
pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda yang nantinya diisi oleh peserta didik
sesuai pertanyaan yang dimaksud. Angket tersebut diberikan kepada peserta
didik sebelum penelitian dan sesudah penelitian.
d) Wawancara
Wawancara dilakukan kepada guru asli Bahasa Indoneisa yang ada di
MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, MA Matholiul Huda Pucakwangi
Pati, dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati. Wawancara tersebut berupa
pertanyaan mengenai kendala-kendala peserta didik selama pembelajaran
menulis, perilaku peserta didik selama pembelajaran menulis, penggunaan
model pembelajaran menulis, dan penggunaan media pembelajaran menulis.
b. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes, lembar
observasi, lembar angket, dan lembar wawancara.

64

1) Tes
Tes pada penelitian ini diberikan kepada peserta didik setelah penelitian
dilakukan. Tes ini bertujuan untuk mendapatkan data atau nilai hasil belajar
peserta didik dalam menulis anekdot. Tes ini berupa satu pertanyaan perintah
menulis anekdot kepada peserta didik yang dilengkapi dengan lembar jawaban.
Jawaban peserta didik atas soal yang diberikan dinilai berdasarkan profil
penilaian menulis anekdot sesuai pada kurikulum 2013. Profil penilaian
menulis anekdot peserta didik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9 Profil Penilaian Menulis Teks Anekdot
No.

Aspek

Skor

Kriteria dan Deskriptor

1.

Isi

27-30

Sangat baik - sempurna: menguasai topik


tulisan, substantif, abstraksi orientasi krisis reaksi
koda, relevan dengan topik yang dibahas.
Cukup-baik: cukup menguasai permasalahan,
cukup memadai, pengembangan tesis terbatas,
relevan dengan topik, tetapi kurang terperinci.
Sedang-cukup:
penguasaan
permasalahan
terbatas, substansi kurang, pengembangan topik
tidak memadai.
Sangat kurang-kurang: tidak menguasai
permasalahan, tidak ada substansi, tidak relevan,
tidak layak dinilai.
Sangat baik-sempurna: ekspresi lancar, gagasan
terungkap padat, dengan jelas, tertata dengan baik,
urutan logis (abstraksi orientasi krisis reak si
koda), kohesif.
Cukup-baik: kurang lancar, kurang terorganisasi,
tetapi ide utama ternyatakan, pendukung terbatas,
logis, tetapi tidak lengkap.
Sedang-cukup: tidak lancar, gagasan kacau atau
tidak terkait, urutan dan pengembangan kurang
logis.
Sangat kurang-kurang: tidak komunikatif,
tidak terorganisasi, tidak layak dinilai.
Sangat baik-sempurna: penguasaan kata
canggih, pilihan kata dan ungkapan efektif,
menguasai pembentukan kata, penggunaan
register tepat.
Cukup-baik: penguasaan kata memadai, pilihan,
bentuk, dan penggunaan kata/ ungkapan kadangkadang salah, tetapi tidak mengganggu.

22-26

17-21

13-16

2.

Struktur

18-20

14-17

10-13

7-9
3.

Kosakata

18-20

14-17

65

10-13

7-9

4.

Kalimat

18-20

14-17

10-13

7-9

5.

Mekanik

9-10

7-8

4-6

1-3

Sedang-cukup: penguasaan kata terbatas, sering


terjadi
kesalahan bentuk, pilihan, dan
penggunaan
kosakata/ungkapan,
makna
membingungkan atau tidak jelas.
Sangat kurang-kurang: pengetahuan tentang
kosakata, ungkapan, dan pembentukan kata
rendah, tidak layak nilai
Sangat baik-sempurna: konstruksi kompleks
dan efektif, terdapat hanya sedikit kesalahan
penggunaan bahasa (urutan/fungsi kata, artikel,
pronomina, preposisi).
Cukup-baik: konstruksi sederhana, tetapi
efektif, terdapat kesalahan kecil pada konstruksi
kompleks,
terjadi
sejumlah
kesalahan
penggunaan bahasa (fungsi/urutan kata, artikel,
pronomina, preposisi), tetapi makna cukup jelas.
Sedang-cukup: terjadi kesalahan serius dalam
konstruksi kalimat tunggal/kompleks (sering
terjadi kesalahan pada kalimat negasi, urutan/
fungsi kata, artikel, pronomina, kalimat fragmen,
pelesapan, makna membingungkan atau kabur.
Sangat kurang-kurang: tidak menguasai tata
kalimat, terdapat banyak kesalahan, tidak
komunikatif, tidak layak dinilai.
Sangat baik-sempurna: menguasai aturan
penulisan, terdapat sedikit kesalahan ejaan,
tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan
penataan paragraph.
Cukup-baik: kadang-kadang terjadi kesalahan
ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan
penataan paragraf, tetapi tidak mengaburkan
makna.
Sedang-cukup: sering terjadi kesalahan ejaan,
tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan
penataan paragraf, tulisan tangan tidak jelas,
makna membingungkan atau kabur.
Sangat kurang-kurang: tidak menguasai aturan
penulisan, terdapat banyak kesalahan ejaan, tanda
baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan
paragraf, tulisan tidak terbaca, tidak layak dinilai.
(Kemendikbud 2014: 53-55).

66

2) Lembar Observasi
Lembar observasi ini berupa lembar pengamatan terhadap aktivitas
yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
sebelum penelitian dilakukan dan perilaku peserta didik selama mengikuti
pembelajaran menulis anekdot dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan teams games
tournament (TGT) berbantu media poster. Lembar observasi guru dan peserta
didik dapat dilihat di bawah ini.
Lembar Observasi
Keaktifan Peserta Didik dalam Pembelajaran Menulis Anekdot

Sekolah / Kelas

: _________________

Hari / Tanggal

: _________________

Nama Guru

: _________________

Nama Observer

: _________________

Tujuan :
1. Merekam data berapa banyak peserta didik di suatu kelas aktif belajar
2. Merekam data kualitas aktivitas belajar peserta didik
Petunjuk :
1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi
tetap dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan peserta didik.
2. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:

Keaktifan peserta didik : 0 sampai > 20%; 2 bila 20% sampai > 40%; 3 bila
40% sampai > 60% skor 4 bila 60% sampai 80%; skor 5 bila 80% sampai
100% aktif.

Kualitas : 1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = baik sekali.

67

Keaktifan
Kualitas
Peserta
Keaktifan
Didik

No.

Aktivitas Belajar Peserta Didik

A.

Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan


oleh peserta didik

---

---

1.

Melakukan pengamatan atau penyelidikan

---

---

2.

Membaca dengan aktif (misal dengan pen di tangan


untuk menggarisbawahi atau membuat catatan kecil
atau tanda-tanda tertentu pada teks)

---

---

3.

Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon,


misal tersenyum atau tertawa saat mendengar halhal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bila
mendengar sesuatu yang menakjubkan)

---

---

Peserta didik melakukan sesuatu untuk


B. memahami materi pelajaran (membangun
pemahaman)

---

---

1.

Berlatih (misalnya mencoba mengembangkan ideide kedalam bentuk tulisan).

---

---

2.

Bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum


dipahami dalam menulis anekdot.

---

---

3.

Berpikir kritis (misalnya mampu menemukan


kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang
dilakukan orang lain dalam menulis anekdot).

---

---

C.

Peserta didik mengkomunikasikan sendiri hasil


pemikirannya

---

---

1.

Mengemukakan pendapat

---

---

2.

Menjelaskan

---

---

3.

Berdiskusi

---

---

4.

Mempresentasi laporan

---

---

5.

Memajang hasil karya

---

---

---

---

---

---

D. Peserta didik berpikir reflektif


1.

Mengomentari
pembelajaran

dan

menyimpulkan

2.

Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam


proses pembelajaran

---

---

3.

Menyimpulkan materi pembelajaran dengan katakatanya sendiri

---

---

68

proses

Lembar Observasi Aktivitas Guru


Nama Guru : ...............................
Kelas

: ...............................

Hari/tanggal : ...............................
Petunjuk penggunaan:
Lingkarilah angka yang tepat untuk memberikan skor pada aspek-aspek penilaian
aktivitas guru dalam pembelajaran. Adapun kriteria skor adalah 0 = tidak
sesuai/tidak tampak; 1 = kurang baik; 2 = cukup; 3 = baik; 4 = sangat baik.
No. Aspek Penilian
A. Persiapan
Tujuan pembelajarannya disampaikan kepada peserta didik dengan
1.
sangat jelas.
Guru memberikan apersepsi sebagai upaya mendekatkan peserta
2.
didik terhadap materi yang akan diajarkan.
3. Guru mempersiapkan media pembelajaran
4. Guru mempersiapkan seting kelas untuk pembelajaran
5. Guru mempersiapkan peserta didik secara fisik dan mental
B. Presentasi/Penyampaian Pembelajaran
Guru memotivasi peserta didik, menarik perhatian agar mengikuti
6.
proses pembelajaran dengan baik
Guru menjelaskan materi pembelajaran dengan jelas dan mudah
7.
dipahami peserta didik
Guru memberikan contoh-contoh dengan jelas dan mudah
8.
dipahami peserta didik
Pembelajaran dilaksanakan dalam langkah-langkah dan urutan
9.
yang logis
Petunjuk-petunjuk pembelajaran singkat dan jelas sehingga mudah
10.
dipahami
Materi pembelajaran baik kedalaman dan keluasannya disesuaikan
11.
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
12 Selama proses pembelajaran guru memberikan kesempatan untuk
. bertanya kepada peserta didik
Apabila peserta didik bertanya, maka guru memberikan jawaban
13.
dengan jelas dan memuaskan
Guru selalu mengajak peserta didik untuk menyimpulkan
14.
pembelajaran pada akhir kegiatan atau akhir sesi tertentu

69

Kategori
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234

C. Model Pembelajaran/Pelaksanaan Pembelajaran


Pembelajaran dilakukan secara bervariasi selama alokasi waktu
15.
yang tersedia, tidak monoton dan membosankan
Apabila terjadi suatu permasalahan maka guru dapat bertindak
16. dengan mengambil keputusan terbaik agar pembelajaran tetap
berlangsung secara efektif dan efisien
Materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
17.
ditetapkan
Selama pembelajaran berlangsung guru tidak hanya berada pada
18.
posisi tertentu tetapi bergerak secara dinamis di dalam kelasnya
Apabila tampak ada peserta didik yang membutuhkan bantuannya
di bagian-bagian tertentu kelas, maka guru harus bergerak dan
19.
menghampiri secara berimbang dan tidak terfokus hanya pada
beberapa peserta didik saja
Selama pembelajaran berlangsung guru memberikan reinforcement
20.
(penguatan) kepada peserta didiknya dengan cara yang positif
Media pembelajaran di dalam pelaksanaan pembelajaran digunakan
21.
secara efektif
22. latihan diberikan secara efektif
Guru selalu bersikap terbuka dan tidak menganggap negatif apabila
23.
peserta didik melakukan kesalahanan dalam proses belajarnya
D.. Karakteristik Pribadi Guru
Guru berupaya memancing peserta didik agar terlibat aktif dalam
24.
pembelajaran
25. Guru bersikap tegas dan jelas
26. Penampilan guru menarik dan tidak membosankan
27. Guru menggunakan bahasa yang baik dan berterima
Guru selalu menunjukkan bahwa selalu punya inisiatif, kreatif, dan
28.
berprakarsa

01234
01234
01234
01234

01234

01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234
01234

3) Lembar Wawancara
Lembar wawancara mencakup pertanyaan mengenai kendala-kendala
peserta didik selama pembelajaran menulis, perilaku peserta didik selama
pembelajaran menulis, penggunaan model pembelajaran menulis, dan
penggunaan media pembelajaran menulis. Wawancara dilakukan kepada guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang menjadi lokasi penelitian.
Pertanyaan dalam lembar wawancara mencakup minat belajar peserta didik,

70

kegiatan belajar mengajar, penggunaan model pembelajaran, dan penggunaan


sarana prasarana sekolah. Lembar wawancara disajikan berupa pertanyaanpertanyaan seperti di bawah ini.

Lembar Wawancara Guru


Nama
NIP
Guru Mata Pelajaran
Kelas
Tempat Bertugas

1.

2.

3.

4.

:
:
:
:
:

Minat Belajar Peserta Didik


Menurut Anda bagaimana minat peserta didik di kelas yang Bapak/Ibu ajar
terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
Bagaimana keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, apakah peserta
didik juga terlibat aktif?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
Bagaimana dengan hasil belajar peserta didik yang Bapak/Ibu ajar dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia dan mengapa demikian?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
Menurut Anda, apa yang dapat meningkatkan minat peserta didik terhadap
pelajaran Bahasa Indonesia?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................

Kegiatan Belajar Mengajar


5. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, apakah Bapak/Ibu melakukan
persiapan terlebih dahulu? (membuat RPP, membaca kembali materi)
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
6. Bagaimana cara Bapak/ Ibu saat membuka pelajaran, apakah Anda
melakukan apersepsi kepada peserta didik?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
7. Apakah dalam menjelaskan materi Bapak/Ibu selalu mengaitkannya
dengan kehidupan sehari hari?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................

71

8. Bagaimana tanggapan/respon peserta didik saat Bapak/ Ibu menjelaskan


materi?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
9. Apakah saat proses belajar mengajar berlangsung, peserta didik
sering mengajukan pertanyaan?
Jawaban:................................................................................................................
...............................................................................................................................
10. Bagaimana dengan penilaian yang Bapak/ Ibu lakukan terhadap hasil belajar
peserta didik dan apa saja yang menjadi komponen dari penilaian tersebut?
Jawaban:..............................................................................................................
............................................................................................................................
Model Pembelajaran
11. Apakah Bapak/Ibu pernah menerapkan model pembelajaran dalam proses
belajar mengajar?
Jawaban:..............................................................................................................
.............................................................................................................................
12. Bagaimana tanggapan peserta didik dengan model yang Bapak/ Ibu terapkan
tersebut dan apakah hal itu mempengaruhi hasil belajar?
Jawaban:..............................................................................................................
.............................................................................................................................
13. Menurut Bapak/ Ibu, apakah penerapan model tersebut efektif dalam
meningkatkan keberhasilan keterampilan menulis peserta didik, apa yang
menyebabkannya?
Jawaban:..............................................................................................................
.............................................................................................................................
Sarana dan Prasarana Sekolah
14. Apakah dalam mengajar Bapak/ Ibu selalu menggunakan media atau alat
peraga?
Jawaban:..............................................................................................................
.............................................................................................................................
15. Bagaimana pengaruh penggunaan media yang Bapak/ Ibu ibu terapkan
kepada pembelajaran?
Jawaban:..............................................................................................................
.............................................................................................................................
4) Lembar Angket
a) Penyusunan Lembar Angket
Penyusunan angket untuk mendapatkan data tentang sikap, minat, dan
kemampuan peserta didik dalam pembelajaran menulis anekdot. Angket terdiri
atas dua jenis, yaitu angket pratindakan yang diberikan sebelum tindakan
dilakukan. Pernyataan dalam angket sesuai dengan skala likert. Skala ini
disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh respon yang

72

menunjukkan tingkatan. Misalnya, seperti berikut: SS = sangat setuju, S =


setuju, TS = tidak setuju, dan STS = sangat tidak setuju. Masing-masing
jawaban dikaitkan dengan angka atau nilai SS = 4, S = 3, , TS = 2, dan STS = 1
bagi suatu pernyataan yang mendukung sikap positif dan nilai-nilai sebaliknya
yaitu SS = 1, S = 2, , TS = 3, dan STS = 4 bagi pernyataan yang mendukung
sikap negatif. Kisi-kisi penilaian sikap, minat, kemampuan peserta didik dalam
pembelajaran menulis, dan penggunaan model dan media pembelajaran pada
kompetensi menulis oleh guru dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 10 Kisi-Kisi Angket


Sikap, Minat, dan Kemampuan Peserta Didik, dan Penggunaan Model
Dan Media Pembelajaran Pada Kompetensi Menulis
Variabel

Indikator

Nomor Item
Positif
Negatif
Aktifitas
Sikap belajar peserta 1, 3, 5, 7
2, 4, 6, 8
Belajar
didik pada kompetensi
Peserta Didik menulis.
Pada
Minat belajar peserta 9, 11, 13, 10, 12, 14,
Kompetensi
didik pada kompetensi 15
16
Menulis.
menulis.
Kemampuan peserta 17, 19, 21, 18, 20, 22,
didik pada kompetensi
menulis.
Penggunaan model dan 23, 25, 27, 24. 26. 28.
media
pembelajaran 29
30
pada
kompetensi
menulis oleh guru
15
15
Jumlah

Jumlah

30

b) Validitas Instrument
Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat
mengukur apa yang hendak diukur dan jika skor pada item tersebut mempunyai
kesejajaran dengan skor total. Pada validitas suatu instrumen, validitas butir
soal digunakan rumus korelasi product moment yaitu dengan melakukan tryout
atau uji coba instrument terhadap kelas sebelum penelitian. Menganalisa
validitas item instrumen menggunakan rumus sebagai berikut :

73

rxy

N (X

NXY (X )(Y )
2

) (X ) 2 N (Y 2 ) (Y ) 2

Keterangan:
rxy

= Koefisien korelasi antara X dan Y

= Banyaknya peserta didik yang diteliti

X
Y
X
Y
XY

= Skor tiap butir soal


= Skor total

= Jumlah kuadrat skor butir soal

= Jumlah kuadrat skor total


= Jumlah perkalian skor item dan skor total
Setelah didapat harga rxy atau r

hitung

maka dibandingkan dengan rtabel

dengan taraf kepercayaan 5% N atau jumlah responden uji coba instrument


pada tabel r product moment. Kriteria pengujiannya adalah jika rxy >r

tabel,

maka butir soal tersebut valid.


c) Reliabilitas Instrument
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat
dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes atau instrument
tersebut dapat memberikan hasil yang tepat atau valid. Adapun rumus untuk
menguji reliabilitas tes digunakan rumus Alpha yaitu:
2
k b
r11
1 2
k 1
t

Keterangan:

r11

= reliabilitas yang dicari

= banyaknya butir soal

= jumlah varian skor tiap-tiap butir

74

t2

= varian total

6. Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis dari penelitian
sehingga dari hasil analisis dapat diambil simpulan. Analisis data penelitian ini
dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal yang merupakan tahap pemadanan
sampel dan tahap akhir analisis data untuk menguji hipotesis penelitian.
a. Analisis Tahap awal
1) Uji Normalitas
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang digunakan
merupakan data yang berdistribusi normal atau tidak. Pada pengujian
normalitas sampel peneliti menggungkan uji Lilliefors. Langkah-langkah yang
perlu dilakukan adalah sebagi berikut:
a) X1, X2, , Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, ., Zn , dengan rumus:

Keterangan:
= bilangan baku
= data hsil pengamatan
= rata-rata sampel
= simpangan baku sampel dengan rumus:
(

b) Data dari sampel tersebut diurutkan dari skor terendah ke skor tertinggi
c) Data distribusi normal baku dihitung peluang F (Zi) = P ( Z Zi )
d) Menghitung proporsi Z1, Z2, , Zn Zi, Jika proporsi ini dinyatakan oleh S (
Zi ) maka:

( )

e) Menghitung selisih F (Zi) - S ( Zi ) dan menentukan harga mutlaknya


f) Ambil harga terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut, harga
terbesar ini dinamakan L0
g) Bandingkan L0 dengan Ltabel, pada taraf signifikan 0,05
75

h) Kriteria pengujiannya adalah Jika L0 < Ltabel, maka Ha ditolak, dan Jika L0 >
Ltabel, maka Ha diterima, Ltabel diperoleh dari tabel Lilliefor.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen
dan kontrol berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Tes yang berguna
untuk menentukan apakah sampel berasal dari populasi yang sama. Hal ini
digunakan untuk menentukan bahwa kedua kelas sebelum diberikan perlakuan
berawal dari start yang sama. Uji homogenitas sampel dan populasi
menggunakan uji Bartlett. Jika mempunyai sampel berukuran n dengan data
X1, X2, , Xn dan rata-rata X , maka varians dihitung dengan rumus:

n 1
Keterangan:
Xi = data ke-i
X

= mean

n-1 = banyaknya data dikurangi 1


S2 = varians sempel
Untuk mempermudah perhitungan satuan-satuan dalam uji Bartlett
dapat disusun daftar sebagi berikut:
Sampel
ke
1

Dk

1/dk

Si2

Log Si2

(dk) log si2

n1 1

1/( n1 1)

S12

Log S12

( n1 1) log si2

n2 2

1/( n2 1)

S22

Log S22

( n2 1) log s22

nk 1

1/( nk 1)

Sk2

Log Sk2

( nk 1) log sk2

Jumlah

n 1

---

--

n 1log s

76

2
i

Menghitung uji Bartlett dapat menggunakan rumus statistik chi-kuadrat, yaitu:

ni 1si2
S2
ni 1

Dengan ln 10 = 2,3026, disebut logaritma asli dai bilangan 10, dengan


taraf nyata = 5%. Ho ditolak jika x2 x2(1 ) (k 1), dimana x2(1 ) (k
1) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan x2(1 ) dan dk = (k 1).
Kriteria homogenitasnya adalah jika 2hitung < 2tabel, dengan taraf spesifikasi
5% maka dapat dikatakan homogen.
b. Analisis tahap akhir
Analisis tahap akhir yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata
satu pihak dalam hal ini yaitu uji pihak kanan, uji ini biasa juga disebut t-test.
Uji pihak kanan digunakan untuk menguji hipotesis perbandingan dua rata-rata
sampel karena salah satu sampel memiliki kelebihan terhadap sampel satunya.
Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah:
1) Hipotesis 1
Ha1 (Hipotesis kerja) : Penggunaan model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada
penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan
media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI
SMA.
Untuk keperluan uji hipotesis Ha1 diubah menjadi Ho1 sebagai berikut:
H01 (Hipotesis nol) : Penggunaan model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari
pada penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT)
berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik
kelas XI SMA.

Berdasarkan hipotesis 1 di atas, maka dapat dibuat hipotesis statistik untuk


keperluan t-test sebagai berikut:

77

Ho1 : a1 = a2
Ha1 : a1 > a2
2) Hipotesis 2
Ha2 (Hipotesis kerja) : Penggunaan model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada
penggunaan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster
terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
Untuk keperluan uji hipotesis Ha2 diubah menjadi HO2 sebagai berikut:
H02 (Hipotesis nol) : Penggunaan model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari
pada penggunaan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster
terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
Berdasarkan hipotesis 2 di atas dapat dibuat hipotesis statistik untuk keperluan
t-test sebagai berikut:
Ho2 : a2 = a3
Ha2 : a2 > a3
3) Hipotesis 3
Ha3 (Hipotesis kerja) : Penggunaan model pembelajaran teams games
tournament (TGT) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan
model pembelajaran

konvensional berbantuan media poster terhadap

kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.


Untuk keperluan uji hipotesis Ha3 diubah menjadi HO3 sebagai berikut:
H03 (Hipotesis nol) : Penggunaan model pembelajaran teams games tournament
(TGT) berbantuan media poster tidak lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan
menulis anekdot peserta didik kelas XI SMA.
Berdasarkan hipotesis 3 di atas dapat dibuat hipotesis statistik untuk keperluan
t-test, yaitu sebagai berikut:
Ho3 : a1 = a3
Ha3 : a1 > a3

78

Keterangan:
a1 : rata - rata kemampuan menulis anekdot kelas eksperimen 1
a2 : rata - rata kemampuan menulis anekdot kelas kontrol
a3 : rata - rata kemampuan menulis anekdot kelas eksperimen 2
Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis menggunakan uji t-test adalah
sebagai berikut:
Jika s1 = s2, rumus yang digunakan adalah
thitung=

X1 X 2
1 1
S
n1 n2
(n1 1) S1 (n2 1) S 2
n1 n2 2
2

dengan S2 =

t-tabel = t[1-, (n1+n2-2)]


Keterangan :
thitung

= distribusi student.

X1

= rata-rata hasil tes pada kelompok eksperimen.

X2

= rata-rata hasil tes pada kelompok kontrol.

n1

= banyaknya peserta kelompok eksperimen.

n2

= banyaknya peserta kelompok kontrol.

S12

= varians kelompok eksperimen.

S22

= varians kelompok kontrol.

= uji kesamaan dua rata-rata

Kriteria pengujian:
Terima H0 jika ttabel < thitung < ttabel dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 2)
dan = 5%.

DAFTAR PUSTAKA

79

Alijanian, Ehsan. 2012. The Effect of Student Teams Achievement Division


Technique on English Achievement of Iranian EFL Learners. Journal
International Theory and Practice in Language Studies, University of
Isfahan, Isfahan, Iran, Vol. 2, No. 9, pp. 1971-1975, September 2012.
http:// ojs.academypublisher.com/ index.php/t pls/article /view /tpls02091
9711975.pdf, (Diunduh 5 Oktober 2014).
Anggara, el al. 2012. Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui
Media Poster pada Siswa Kelas IV SDN Borongan 02 Polanharjo Klaten
Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal PGSD FKIP Universitas Sebelas
Maret. http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/view/359/1
75. pdf (diunduh 5 Oktober 2014).
Akhadiah, Sabarti. 1988. Evaluasi dalam Pelajaran Bahasa. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar
Bumi Aksara.

Evaluasi

Pendidikan. Jakarta:

. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Damayanti, N. K, Ayu. 2014. Pembelajaran Menulis Teks Anekdot
Berpendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
(Project Based Learning) Pada Siswa Kelas X Tata Kecantikan Kulit 1
Di SMK Negeri 2 Singaraja. e-Journal Universitas Pendidikan
Ganesha, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Volume :
Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014), http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/
JJPBS/article/viewFile/3283/2711, (diunduh 1 Oktober 2014).
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Gora, Winastwan dan Sunarto. 2010: Pakematik: Strategi Pembelajaran Inovatif
Berbasis TIK. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Hafid, Hasaruddin dan Makkasau, Andi. 2013. Application Cooperative model
type STAD (Student Teams Achievement Divison) to increase mastery of
students learning result of Grade VI Elementary School Kasi Kassi
Makassar. The International Journals, Research Journal of Science and
IT Management, Volume: 02, Number: 05, March 2013.
www.theinternationaljournal.org, (diunduh 5 Oktober 2014).
Fatimah, Nuraini. 2013. Teks Anekdot Sebagai Sarana Pengembangan
Kompetensi Bahasa dan Karakter Siswa. Makalah. Pendidikan Bahasa,
80

Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Muhammadiyah


Surakarta.
Harjito dan Umaya, Maharani, Nazla. 2009. Jurus Jitu Menulis Ilmiah Dan
Populer. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius
Yogyakarta.
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Joyce, et al. 2011. Models of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Kemendikbud. 2012. Keterampilan Menulis. Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
. 2014. Buku guru Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik.
Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
. 2014. Buku Siswa Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik.
Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Keshavarz, Seyyed, Mehdi. 2014. The Effect Of Cooperative Learning
Techniques On Promoting Writing Skill Of Iranian Efl Learners.
International Journal of Language Learning and Applied Linguistics
World (IJLLALW). Department of English, Islamic Azad Univesity,
Shahreza Branch, Shahreza, Iran, Volume 5 (1), January 2014;
78-90, ISSN (online): 2289-2737 & ISSN (print): 2289--3245,
http://www.ijllalw.org/finalversion517.pdf, (Diunduh 5 Oktober 2014).
Kurniawan, et al. 2012. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lie, Anita. 2010. Cooperatif Learning. Jakarta : PT Grasindo.
Mahsun. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Maryani, Sri. 2013. Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan
Kemampuan Menulis Teks Berita Siswa Kelas VIII SMPN 4 Soromadi
Kabupaten Bima NTB. e-Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
(Volume 1 Tahun 2013).
Moreillon, Judi. 2007. Collaborative Strategies for Teaching: Reading

81

Comprehension. Chicago: American Library Association.


Mulyasa, E. 2010. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pidarta, Made. 2009. Stimulus Ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta:
Rineka cipta.
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Riyana, Cepi. 2008. Konsep dan Aplikasi Media Pembelajaran. Makalah.
Kagiatan Pengabdian Masyarakat.
. 2012. Media Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Islam.
Riyanto, Milan. 2006. Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran. Malang:
Depeartemen Pendidikan Nasional.
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media
Group.
Rosidi, Imron. 2009. Menulis...Siapa takut?. Yogyakarta: Kanisius.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sathyprakasha, 2014. Research on Cooperative Learning A Meta-Analysis.
International Journal of Informative & Futuristic Research, Dept of P G
Studies in Education Vijaya Teachers College Jayanagar, Bangalore
Karnataka, India, Volume -1 Issue -10, June 2014, http://
www.ijifr.com/pdfsave/29-06-2014429june-v10-e39.pdf, (Diunduh 15
Oktober 2014).
Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran. Makalah.
Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA Negeri Banjar
Angkan Klungkung Di Universitas Pendidikan Ganesa. Yogyakarta, 10
Januari.

82

Simamora, Raimond H. 2009: Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Slavin, Robert E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
Soenarto, et al. 2012: Media Pembelajaran Teknologi dan Kejuruan. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Subyantoro. 2013. Teori Pembelajaran Bahasa. Semarang: Universitas Negeri
Semarang Press.
Sudjana, Nana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukaesih. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams games
tournaments (TGT) dalam Pembelajaran Menulis Kalimat Efektif
Berbasis Tatabahasa Struktural. Tesis. Bandung. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Sukaryono, et al. 2012. Eksperimentasi model pembelajaran NHT dan TGT
terhadap Prestasi Belajar matematika ditinjau dari EQ Siswa. Jurnal.
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah
Purworejo. (Diunduh 10 Oktober 2012). http://ejournal.umpwr.ac.id/
index.php/ekuivalen/article/viewFile/504/496, (Diunduh 2 September
2014).
Suparno dan Yunus, Mohamad. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Surya, Hendra. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT Alex Media
Komputindo.
Susilana, Rudi dan Riayna, Cepi. 2009. Media Pembelajaran. Bandung: CV
Wacana Prima.
Sutadi. 2007. Ancer-Ancer Sinau Telaah Kurikulum Bahasa Jawa. Semarang:
IKIP PGRI Semarang Press.

83

Syarif, et al. 2009. Pembelajaran Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tran, Van Dat. 2013. Effects Of Student Teams Achievement Division (STAD)
On Academic Achievement, And Attitudes Of Grade 9th Secondary
School Students Towards Mathematics. International Journal of
Sciences, (ISSN 2305-3925), Volume 2, Issue Apr 2013,
http://www.ijSciences.com, (Diunduh pada 7 Oktober 2014).
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Widiani. I. N. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Tipe Stad dan Motivasi
Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Keterampilan Menulis Narasi Siswa
Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun Pelajaran 2012/2013. e-Journal
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi
Teknologi Pembelajaran, (Volume 3 Tahun 2013), http://pasca.
undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_tp/issue/view/66, (Diunduh 5
Oktober 2014).
Wiyanto, Asul. 2011. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Grasindo.
Yamin, Martinis. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.

84

Vous aimerez peut-être aussi