Vous êtes sur la page 1sur 5

TOLERANSI BERAGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM

V. Defenisi
Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. kata tolerasi dalam bahasa Belanda adalah
"tolerantie", dan kata kerjanya adalah "toleran". Sedangkan dalam bahasa Inggeris, adalah
"toleration" dan kata kerjanya adalah "tolerate".Toleran mengandung pengertian: ber-sikap
mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya. Indrawan
WS. menjelaskan pengertian toleran adalah menghargai paham yang ber-beda dari paham yang
dianutnya sendiri. Kesediaan untuk mau menghargai paham yang berbeda dengan paham yang
dianutnya sendiri.
Sementara menurut istilah Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan
politik, ia adalah simbol kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik atau saling
berkonfrontasi untuk kemudian bahu-membahu membela kepentingan bersama, menjaganya dan
memperjuangkannya. Demikianlah yang bisa kita simpulkan dari celotehan para tokoh budaya,
tokoh sosial politik dan tokoh agama diberbagai negeri, khususnya di Indonesia . Maka toleransi
itu adalah kerukunan sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang
ada diantara mereka.
Sampai batas ini, toleransi masih bisa dibawa kepada pengertian syariah islamiyah. Tetapi setelah
itu berkembanglah pengertian toleransi bergeser semakin menjauh dari batasan-batasan islam,
sehingga cenderung mengarah kepada sinkretisme agama-agama berpijak dengan prinsip yang
berbunyi semua agama sama baiknya. Prinsip ini menolak kemutlakan doktrin agama yang
menyatakan bahwa kebenaran hanya ada didalam islam. Kalaupun ada perbedaan antara kelompok
islam dengan kelompok non muslim, maka segere dikatakan bahwa perkara agama, adalah perkara
yang sangat pribadi sehingga dalam rangka kebebasan, setiap orang merasa berhak berpendapat
tentang agama ini, mana yang diyakini sebagai kebenaran
Lalu bagaimana Islam mendefenisikan Toleransi?
Secara bahasa arab akan kita temukan kata yang mirip dengna arti toleransi yakni
"

, "

ikhtimal dan tasammuh yang artinya sikap membiarkan, lapang dada (samuha -

yasmuhu - samhan, wasimaahan, wasamaahatan, artinya: murah hati, suka berderma)


Jadi toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai, dengan sabar menghor-mati keyakinan
atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Kesalahan memahami arti toleransi dapat

mengakibatkan talbisul haq bil bathil, mencampuradukan antara hak dan batil, suatu sikap yang
sangat terlarang dila-kukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan
alasan adalah tole-ransi padahal itu merupakan sikap sinkretis yang dilarang oleh Islam.
Harus kita bedakan antara sikap toleran dengan sinkretisme. Sinkretisme adalah mem-benarkan
semua keyakinan/agama. Hal ini dilarang oleh Islam karena termasuk Syirik.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam". (QS. Ali Imran: 19)
Sinkretisme mengandung talbisul haq bil bathil (mencampurkan yang haq dengan yang bathil).
Sedangkan toleransi tetap memegang prinsip al-furqon bainal haq wal bathil (memilah/memisahkan antara haq dan bathil). Toleransi yang disalahpahami seringkali men-dorong
pelakunya pada alam sinkretisme. Gambaran yang salah ini ternyata lebih do-minan dan bergaung
hanya demi kepentingan kerukunan agama.
Dalam Islam tole-ransi bukanlah fata-morgana atau bersifat semu. Tapi memiliki dasar yang kuat
dan tempat yang utama. Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur'an yang bermuatan toleransi.
V. Konsep toleransi beragama dalam Islam
a. Toleransi dalam keyakinan dan menjalankan peribadahan
Dari pengertian diatas konsep terpenting dalam toleransi Islam adalah menolak sinkretisme.
Yakni Kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil. Allah Ta'ala berfirman:
Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah islam.(Al-Imran: 19)
Barangsiapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama

itu) dari padanya, dan diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Al-Imran: 85)
Kemudian Kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah didunia ini adalah pasti dan tidak ada
keraguan sedikitpun kepadanya. Dan kebenaran itu hanya ada di agama Allah Ta' ala.

Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka janganlah engkau termasuk kalangan orang yang
bimbang.( Al- baqarah :147 )
Kemudian Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun yang
selainnya untuk kepastiaan kebenarannya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku lengkapi nikmatku atas kalian

dan Aku ridhoi islam sebagai agama kalian. (Al-Maidah: 3)

Kaum mu'minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang kafir
(non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada orang-orang yang munafik (ahlul bid'ah) Allah

menegaskan yang artinya maka janganlan kalian bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati,

padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman
(Al-Imran: 139)
Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk peribadatan dan
keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Ta'ala
dalam firmanNya:

Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kalian
tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan
kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku . (AlKafirun: 1-6).
b.Toleransi dalam Beragama/ hidup berdampingan dengan agama lain.
Yakni umat Islam dilarang untuk memaksa pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam secara
paksa. Karena tidak ada paksaan dalam agama. Allah berfirman:








Tidak ada paksaan dalam masuk ke dalam agama Islam, karena telah jelas antara petunjuk dari

kesesatan. Maka barangsiapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Alloh
sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang kuat yang tidak akan pernah putus. Dan
Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( Qs. Al-Baqoroh : 256 )




Berilah peringatan, karena engkau ( Muhammad ) hanyalah seorang pemberi peringatan, engkau
bukan orang yang memaksa mereka. ( Qs. Al-Ghosyiyah : 21 -22 )
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ter-sebut menjelaskan: Janganlah memaksa seorangpun
untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan gamblang tentang se-mua ajaran dan bukti
kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksakan seseorang untuk ma-suk ke dalamnya. Orang
yang mendapat hida-yah, terbuka, lapang dadanya, dan terang ma-ta hatinya pasti ia akan masuk
Islam dengan bukti yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan
pen-dengarannya maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa.
Ibnu Abbas mengatakan "ayat laa ikraha fid din" diturunkan berkenaan dengan seorang dari suku
Bani Salim bin Auf bernama Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya yang masih kristen.

Hal ini disampaikan pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala
menurunkan ayat tersebut .
Demikian pula Ibnu Abi Hatim meriwa-yatkan telah berkata bapakku dari Amr bin Auf, dari
Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, "Aku dahulu adalah abid (hamba sahaya) Umar bin
Khaththab dan beragama nasrani. Umar menawarkan Islam kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar
berkata: laa ikraha fid din, wahai Asbaq jika anda masuk Islam kami dapat minta bantuanmu
dalam urusan-urusan muslimin."
c. Toleran dalam hubungan antar bermasyarakat dan bernegara.
Dalam hal ini terdapat beberapa hal konsep sikap toleran yang harus ditunjukan umat Islam yakni
diantaranya:
a.

Kaum muslimin harus tetap berbuat adil walaupun terhadap orang-orang kafir dan dilarang
mendhalimi hak mereka.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong menolonglah
kamu dalam mengerjakan kebaikandan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
kemaksiatan dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya. (Al-Maidah: 2)
b.

Orang-orang kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum muslimin,
dibolehkan kaum muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dengan mereka.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. (8) Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu
dari negrimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim. (Al-Mumtahanah: 8-9)
Artinya umat Islam diperbolehkan berbuat baik terhadap mereka, hidup bermasyakarat dan
bernegara dengan mereka selama mereka berbuat baik dan tidak memusuhi umat Islam dan
selama tidak melanggar prinsip-prinsip terpenting dalam Islam. Dan hal ini seperti yang
dicontohkan Nabi Saw., dalam jual beli
Dari Jabir bin Abdullah Radliyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah

membeli onta dari dirinya, beliau menimbang untuknya dan diberatkan (dilebihkan ).
Dari Abu Sofwan Suwaid bin Qais Radliyallahu 'anhu dia berkata : "Saya dan Makhramah Al-Abdi

memasok (mendatangkan) pakaian/makanan dari Hajar, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

mendatangi kami dan belaiu membeli sirwal (celana), sedang aku memiliki tukang timbang yang
digaji, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan tukang timbang tadi.
"Artinya : Timbanglah dan lebihkan !"
Nabi juga pernah memaafkan kesalahan orang kafir dan mendoakannya. Hal ini terjadi ketika
setelah peperangan, yang paman beliau dibunuh kaum musyrikin, dan badannya dicincang-cincang,
Nabi sendiri giginya pecah dan wajah beliau terluka, maka salah seorang shahabat meminta beliau
untuk mendoakan keburukan bagi orang-orang musyrikin yang dzalim tersebut, namun beliau
bersabda:
Ya Allah, ampunilah kaumku, seusngguhnya mereka tidak mengetahui.
Kemudian dapat dilihat pula bagaimana sikap Nabi dalam hal memutuskan.
Dari Abu Hurairah Radliyallahu anhu, bahwasanya ada seorang lelaki yang menagih Rasulullah
Shallallahu 'alihi wa sallam sembari bersikap kasar kepada beliau, maka para sahabat-pun hendak
menghardiknya, beliau bersabda : "Biarkanlah dia, karena setiap orang punya hak untuk

berbicara, belikan untuknya seekor onta lalu berikan kepadanya" Para sahabat berkata : "Kami
tidak mendapatkan kecuali yang lebih bagus jenisnya!" Beliau bersabda : "Belikanlah dan berikan
kepadanya karena sebaik-baik kalian adalah yang terbaik keputusannya"
v

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan


-

Bahwa toleransi dalam Islam adalah toleransi sebatas menghargai dan menghormat pemeluk agama
lain, tidak sampai pada sinkretisme.

Islam memiliki prinsip-prinsip dasar dalam toleransi ini, yakni menyatakan bahwa satu-satunya
agama yang benar adalah Islam, Islam adalah agama yang sempurna, dan Islam dengan tegas
menyatakn bahwa selain dari Islam tidak benar, atau salah. Dan sebagainya.

Toleransi Islam dalam hal beragama adalah tidak adanya paksaan untuk memeluk agama Islam.
Kemudian toleransi Islam terhadap hidup bermasyarakat dan bernegara, yakni islam membolekan
hidup berdampingan dalam hal bermasyakat bernegara selama mereka tidak memusuhi dan tidak
memerangi umat Islam. Dalam hal ini umat Islam diperintahkan berbuat baik dan menjaga hakhak mereka dan sebagainya.

Vous aimerez peut-être aussi