Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pemphigus Vulgaris
Pemphigus vulgaris yang berasal dari bahasa Greek, pemphix, yang berarti
busa atau lepuhan. Kelainannya berupa penyakit bula atau lepuhan yang kronik di
mana antibodi yang bersirkulasi pada pasien melawan sel pada permukaan jaringan
yang dikenal sebagai keratosit dan terjadi lepuhan pada kulit dan membrana
mukosa. Hal ini diakibatkan oleh hilangnya integritas pada perlekatan interselular
yang normal antara epidermis kulit dan epitel mukosa yang berhubungan dengan
kehadiran autoantibodi terhadap desmoglein-3. Lepuhan pada pemphigus vulgaris
terlihat menyerupai lesi terbakar dan batas keparahannya dari ringan sampai berat
sehingga dapat menyebabkan kematian. Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk
tersering dijumpai (80% semua kasus Pemfigus). Penyakit ini tersebar diseluruh
dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Angka kejadian PV bervariasi
0,5-3,2 kasus per 100.000 penduduk. Penyakit ini meningkat pada pasien keturunan
Ashkenazi Yahudi dan orang-orang asal Mediterania.

2.2 Klasifikasi Pemphigus


Pemphigus terdiri dari beberapa subklas dan varian yaitu pemphigus vulgaris,
pemphigus vegetans, pemphigus foliaceus, fogo selvagam, pemphigus
erythematosus, drug-induced pemphigus dan pemphigus paraneoplastik.
Klasifikasi ini secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemphigus vulgaris

Pemphigus vegetans

Drug-induced

Pemphigus foliaceus

Pemphigus erythematosus

Fogo selvagem

Drug-induced

Pemphigus paraneoplastik

2.2.1 Pemphigus Vegetans


Pemphigus vegetans merupakan varian dari pemphigus vulgaris. Lepuhan
biasanya berkembang cepat dan memiliki lesi yang besar yang sering berlokalisasi
di daerah pangkal paha dan bawah lengan.

2.2.2 Pemphigus Foliaceus


Sering terjadi pada muka, kulit kepala, dada bagian atas dan perut namun
dapat juga mengenai seluruh tubuh. Bula jarang terbentuk, lesi mengandung
bercak erytematous dan erosi tertutup oleh keropeng. Penyakit ini terjadi
disebabkan serangan autoantibodi terhadap Desmoglein 1.

2.2.3 Fogo Selvagem


Gejala klinik dan pemeriksaan secara histologik sama dengan pemphigus
foliaceus namun terjadi secara endemik di Brasil tengah bagian selatan. Kondisi
pasien membaik apabila keluar dari daerah endemik namun akan mengalami relaps
apabila kembali. Terdapat beberapa andaian yang mengaitkan penyakit ini dengan
penularan oleh serangga. Lebih dari 1000 kasus baru pertahun muncul di daerah
endemik.

2.2.4 Pemphigus Erythematosus


Terdapat lesi yang erytematous, berkeropeng dan erosif yang berbentuk
kupu-kupu di daerah muka, dahi, daerah sternum dan daerah tulang skapula.
Secara histologik sama dengan gambaran pada pemphigus foliaceus. Pemphigus
erytematous dikaitkan juga dengan penyakit thymomas dan myastenia gravis.

2.2.5 Drug Induced


Sindromanya sama seperti pada pemphigus vulgaris dan juga pemphigus
foliaceus dan dipacu oleh penggunaan obat. Obat yang dilaporkan memacu
pemphigus terbagi tiga kelompok sesuai struktur kimianya: obat yang mengandung
radikal sulfhydryl seperti penisilamin; phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin;
dan obat nonthiol nonphenol, seperti calsium channel bloker, angiotensin
converting enzyme inhibitors, NSAIDS, dipiron dan glibenklamid.

2.2.6 Pemphigus Paraneoplastik


Limphoma, leukemia dan thymomas sering merangsang pembentukan
antibodi pemphigus dan antibodi yang mirip pemphigus. Neoplasma yang sering
menyebabkan pemphigus adalah lymphoma, leukemia, sarkoma dan tumor thymus.
Waldenstroms makroglobulinemia dan penyakit Castlemans juga dilaporkan
sebagai pencetus terjadinya pemphigus. Kebanyakan pasien mempunyai
penumpukan antibodi pada kulit dan komponen antibodi (BP230 antigen) pada
membrana basalis kulit. Berbeda dengan pemphigus vulgaris antibodi sirkulasi juga
berikatan pada epitel kantung kemih. Identitas antigen yang terlibat tidak diketahui
namun berat molekulnya adalah 250, 230, 210 dan 190 kd.10
Gambaran klinis biasanya ditandai dengan mukositis yang erosif, konjungtivitis dan
bula yang menyeluruh pada kulit. Aktivitas penyakit akan berkurang apabila tumor
yang menyebabkannya diangkat secara operasi atau mendapat perawatan
kemoterapi.

2.3 Etiologi, Faktor Predisposisi dan Pathogenesis


2.3.1 Etiologi
Etiologi dari penyakit ini ialah autoimun dimana terjadi perikatan antara IgG
autoantibodi dengan permukaan sel keratinosit. Dalam beberapa penelitian yang
dilakukan dengan cara pewarnaan indirect immunofluorescence, telah ditemukan
autoantibodi di dalam serum penderita pemphigus vulgaris dan ini membuktikan
penyakit ini mempunyai kaitan dengan autoimunitas.

2.3.2 Faktor Predisposisi


Para ahli menyatakan kemungkinan adanya faktor eksternal atau faktor
lingkungan yang bertindak sebagai pencetus atau faktor predisposisi sehingga
penyakit pemphigus vulgaris dapat terjadi, yaitu faktor genetik, psikologik,
makanan, endokrin dan biologik, obat dan lingkungan.
i) Genetik
Telah lama diduga terdapat faktor predisposisi genetik pada pemphigus
vulgaris. Molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II berhubungan

dengan kuman Leukocyte antigen DR 4 & Human Leukocyte Antigen DRW 6.


Berdasarkan hasil penelitian, penyakit ini muncul lebih banyak pada orang Yahudi
Askenazi dibandingkan prevalensi rata-rata. Studi serologi HLA menunjukkan
hubungan yang kuat antara kehadiran haplotypes HLA-DR4 dan HLA-DR6 dengan
terjadinya pemphigus vulgaris. Satu studi antara pasien pemphigus vulgaris yang
memiliki HLA-DR4-positif pada bangsa Israel dan non-Israel mendapati ada
kemaknaan yang signifikan pada varian DR1 (Dw10) yang diketahui hasil dari
reaksi campuran limfosit. Semua pasien bangsa Israel dan 10 dari 14 pasien nonIsrael menunjukkan Dw10 positif. Produk polipeptida pada haplotype HLA-DR4
Dw10 ini berbeda dari haplotype HLA-DR4 yaitu dengan hanya tiga asam amino
(ILE-67, ASP-70, GLU-71) pada bagian hypervanable ketiga dari rantai DR1. Studi
serologik juga telah dilakukan pada pasien pemphigus vulgaris yang mempunyai
HLA-DR6-positif. Studi yang mengevaluasi populasi pemphigus orang Israel Yahudi
Askenazi, orang Israel bukan Yahudi Askenazi dan orang Australia bukan Yahudi
menunjukkan pasien pemphigus vulgaris berbangsa Israel memiliki HLA-DR6 dan
DQwl positif. Alel ini hanya dijumpai pada semua pasien berbangsa Israel yang
menderita pemphigus vulgaris dan tidak dijumpai pada pasien kontrol yaitu
penderita non-Israel.

ii) Psikologik
Hubungan antara sistem imun dan sistem syaraf akan meningkatkan
kecenderungan untuk mendapat kelainan psikoneural yang seterusnya dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit autoimun. Beberapa penelitian dan laporan
kasus menunjukkan adanya peranan stres emosional sebagai faktor predisposisi
dalam pemphigus. Oleh karena itu, menghindari stres emosional merupakan terapi
yang terbaik sehingga obat imunospresif dapat dikurang atau dihentikan.12 Selain
itu stres fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan dapat
merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.2

iii) Endokrin
Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga
penyakit imunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris
selama kehamilan. Kehamilan atau kondisi setelah melahirkan menyebabkan
terjadinya herpes gestationis dan pemphigus pada neonatal. Kondisi tersebut
menyebabkan antibodi pathogenik dapat melewati plasenta menuju ke sasarannya
yaitu antigen plasenta berlainan atau antigen kulit pada bayi baru lahir. Peranan
hormon seksual, terutama estrogen dalam patogenesis pemphigus vulgaris belum
jelas.

iv) Biologik
a) Ras
Diduga terdapat hubungan yang erat antara faktor genetik dengan terjadinya
pemphigus vulgaris pada setengah kelompok etnik seperti Yahudi Ashkenazi dan
orang-orang dari keturunan Mediterranean yang mempunyai prevalensi lebih tinggi.
b) Jenis Kelamin
Rasio kedua jenis kelamin hampir sama namun pada waktu pubertas, wanita
lebih sering mendapat pemphigus vulgaris dibandingkan laki-laki.
c) Umur
Penyakit ini sering muncul sekitar 50-60 tahun, namun dapat juga muncul
pada individu yang lebih tua atau pada anak-anak. Umur pasien di India biasanya
lebih muda dibandingkan penghidap pemphigus vulgaris di Eropah.
v) Lingkungan

i) Mikroorganisme

Virus

Faktor pencetus pemphigus vulgaris masih belum jelas namun jika dilihat dari segi
penularan varian dari pemphigus vulgaris seperti fogo selvagem, keterlibatan virus
diduga memainkan peranan. Laporan terbaru tentang keterlibatan virus herpes
dimana pemphigus vulgaris terjadi sewaktu atau setelah infeksi virus herpes. DNA
virus herpes telah ditemui dengan metode reaksi rantai polymerase pada pasien
pemphigus vulgaris.

Bakteri

Bakteri seperti coagulase positive staphilokokus aureus mampu merangsang


terjadinya pemphigus. Bakteri gram negatif dan bahkan aktinomises juga
kemungkinan merupakan pencetus.

ii) Lingkungan Sosial

Pestisida

Bahan-bahan perkebunan dan pestisida merupakan kelompok terbesar yang terlibat


dalam perkembangan penyakit ini. Dalam beberapa literatur dilaporkan banyak
kasus yang dirangsang oleh berbagai pestisida di seluruh dunia. Pestisida
organoklorin dan organofosfat, yang merupakan pestisida generasi baru
mempunyai kaitan erat dengan penyakit ini. Bagaimana mekanisme kerja
pestisida pada kulit masih belum jelas, tetapi dinyatakan bahwa sistem imun telah
diaktivasikan melalui kontak atau paparan secara sistemik, menyebabkan generasi
autoantibodi menyerang antigen demosomal. Yang menarik ialah, kebanyakkan
kasus yang dilaporkan menyebutkan bahwa pasien mendapat paparan pertama kali
namun masa paparan terhadap bahan pestisida tersebut panjang dan
perkembangan penyakit hanya terjadi setelah paparan berikutnya yang diterima
dalam jumlah yang besar.12

Hamil

Orang yang pernah hamil lebih sering mendapat pemphigus vulgaris.

Merokok

Dilaporkan bahwa orang yang merokok cenderung kurang mengalami


pemphigus vulgaris.

vi) Obat
Obat yang dilaporkan dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris
dikelompokkan kepada tiga kelompok besar berdasarkan kepada struktur kimianya
yaitu obat yang mengandung radikal sulfhydryl seperti penisilamin; mengandung
phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin; dan obat nonthiol nonphenol, seperti
calcium channel blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors, NSAIDS,
dipiron dan glibenklamid.Dalam setengah kasus, pemphigus vulgaris dapat
mengalami remisi apabila penggunaan obat ini dihentikan.
vii) Makanan
Makanan dapat merupakan pencetus dari pemphigus vulgaris yaitu dari
golongan phenol, tannins, thiols.Phenol terdapat pada buah-buahan seperti
mangga, pisang, kentang dan tomat, pada kacangan seperti pistachio serta
makanan yang dibakar dan diasap, gula-gula, permen k aret, es krim, lada hitam
dan susu lembu. Perasa tambahan seperti aspartame, sodium benzoate, tartrazine,
vanillin, eugenol, asam caffeic, asam cinnamat, vitamin C and E juga dikaitkan
dengan terjadinya pemphigus vulgaris.

2.3.3 Patogenesis
Jika terjadi kerusakan pada satu atau lebih desomosomal protein, maka
perlekatan antara sel akan hilang yang akan mengakibatkan terbentuknya vesikel
yang bila pecah akan berubah menjadi erosi atau ulser. Pada pemphigus vulgaris,
terjadinya penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat
antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk
melekatkan antara satu sel dengan sel lain. Ketika antibodi menyerang desmoglein,
hubungan interseluler akan rusak dan mengakibatkan hilangnya adhesi antara sel
sehingga terbentuk vesikel.
Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak sedangkan kulit
mempunyai Dsg 1 dan Dsg 3, maka bila kerusakan terjadi pada Dsg 3 seperti pada
kasus pemphigus vulgaris, gejala primer sering terjadi hanya pada mukosa oral
sedangkan perlekatan pada kulit masih dapat dipertahankan oleh
Dsg 1.
Autoantibodi merupakan subklas dari IgG dan terdapat bukti terlibatnya
autoantibodi terhadap Dsg 3 dalam patogenesis penyakit ini. Dalam suatu
penelitian dimana serum IgG antibodi terhadap Dsg 3 yang diperoleh dari penderita
pemphigus vulgaris disuntikkan ke tikus uji yang baru lahir, terjadi reaksi
pembentukan bula seperti pada pemphigus vulgaris. Hilangnya toleransi terhadap
Dsg3 pada sel B dan T merupakan penyebab penting terjadinya pemphigus vulgaris.
Proses terjadinya akantolisis merupakan proses aktif yang lebih kompleks
dari sekadar interaksi sederhana antara antibodi dan molekul perlekatan. Sinyal
akibat perlekatan autoantibodi pemphigus vulgaris dengan keratinosit mengaktivasi
phospholipase C mengakibatkan peningkatan 1,4,5 trifosfat(IP3) dan
diacylglycerol (DAG). Terjadi peningkatan kalsium intrasellular hasil pengaktifan IP3
yaitu dengan perlepasan simpanan kalsium. Perubahan kalsium intrasellular yang
dirangsang oleh pemphigus vulgaris sama seperti stimulasi sel keratosit dengan
muscarinic agonists dimana pada sel keratinosit, terdapat reseptor kolinergik
fungsional yaitu dari klas nicotinic dan muscarinic yang berfungsi merangsang
perlekatan sel keratinosit. Antagonis dari reseptor nicotinic dan muscarinic ini
merangsang terjadinya perpisahan sel dan akantolisis dalam percobaan in vitro.
Akantolisis terjadi akibat peningkatan kalsium intrasellular mengganggu interaksi
perlekatan dengan cara merangsang aliran masuk kalsium pada Nicotinic agonists
sedangkan muscarinic agonists meningkatkan kalsium intrasellular dengan
pembebasan simpanan kalsium.
Peningkatan diacylglycerol (DAG) pula mengaktivasi Protein kinase C(PKC)
dimana Dsg3 akan mengalami phosphorilasi oleh kinase dari PKC dan terpisah dari
plakoglobin yaitu komponen dari desmosom. Hal ini mungkin menerangkan
kemampuan antibodi pemphigus vulgaris untuk merusakkan Dsg3 dari desmosom.

2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding


2.4.1 Gambaran Klinis
Gambaran umum dari lesi pemphigus vulgaris ialah munculnya ulser yang
menyakitkan, ditandai dengan bula dan vesikel yang sudah pecah dan kemunculan
lesi baru bila lesi lama mula membaik. Kira-kira 80 % dari kasus menunjukkan
gejala awal muncul di rongga mulut yaitu di bagian bukal dan labial, palatum
molle dan oropharyng dan pada fase lanjut dapat mengenai gingiva dan palatum
durum. Vesikel dan bula biasanya tidak bertahan lama dalam bentuk yang utuh dan
akan pecah menyebabkan terbentuknya ulser yang menyakitkan. Ulser yang
terlihat hampir sama seperti pada lesi aphtous namun akan berubah dengan cepat
menjadi ulser yang besar dan mempunyai pinggir yang irregular. Bentuk
deskuamatif mungkin akan muncul apabila gingiva cekat terlibat. Dengan
menggunakan kapas lidi, dapat dilihat tanda Nikolsky.

Gambar 1:

Lesi oral merupakan bula yang sering pecah terutama saat didiagnosis. Lesi ini
berbeda dengan ulser traumatik dan lesi aphtous dimana dasar dari lesi pemphigus
vulgaris tidak konkaf dan biasanya kurang menyakitkan. Bula jarang cenderung

mendapat infeksi sekunder namun dapat membesar sehingga berdiameter 4 cm


dan berjumlah banyak sehingga dapat memenuhi seluruh mukosa oral.Sering juga
terdapat tanda Nikolsky. Bula dapat muncul pada permukaan manapun pada rongga
mulut atau oropharyng namun paling sering muncul pada bagian bukal, palatal
dan gingiva. Lesi yang terjadi pada kulit sama, kecuali pada kulit lebih berkeratin
sehingga bula berada dalam bentuk yang utuh.19 Pada kasus pemphigus
paraneoplastik, manifestasi oralnya sering disertai erythema multiform atau bula
lichen planus yang parah serta lebih resisten terhadap perawatan.
Gambar 2 :

Varian pemphigus yang jarang terjadi yaitu pemphigus vegetans juga muncul pada
mukosa oral dengan gambaran bula yang lebih kecil dan berisi pus yang sering
muncul pada batas vermilion bibir.19

Gambar 3 :

Gambar 4:

2.4.2 Diagnosa banding


Herpes simplex, bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis, erythema
multiforme, dan lichen planus merupakan penyakit yang mempunyai gejala klinis
yang sama dengan pemphigus vulgaris dimana kesemua penyakit ini memiliki lesi
yang kelihatan sama yang erupsi pada bagian oropharyng dan kulit. Penyakit
Dariers juga boleh didiagnosa bandingkan dengan pemphigus vulgaris kerana jika
dilakukan test Tzanck, kedua-dua penyakit ini memiliki sel akantolisis yang dikenali
sebagai sel Tzanck.
Pemphigoid, epidermolysis bullosa acquisita, eosinophilic granuloma, infeksi
parasitik dan traumatic eosinophilic ulcer memiliki lesi vesikoulseratifnya yang
mengandung sel radang kronik maupun akut, termasuklah eosinofil. Kehadiran
eosinofil pada lesi vesikuloulseratif merupakan suatu hal yang unik pada pemphigus
vulgaris tetapi dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit ini.

2.5 Diagnosis

Banyak penyakit yang merusak perlekatan antara sel yang disebabkan oleh
autoimun, mungkin juga memiliki manifestasi sistemik dan sangat sukar untuk
dibedakan secara klinis. Ciri klinis seperti tanda Nikolsky tidaklah spesifik untuk
penyakit ini saja. Karena itu ,selain dari pemeriksaan klinis, pengambilan riwayat
penyakit dan anamnese, pemeriksaan biopsi, histopatologi dan immunologi yang
baik merupakan hal yang diindikasikan.

2.5.1 Pemeriksaan Langsung


Pemeriksaan langsung secara visual dilakukan dengan cara operator memeriksa
gejala klinis yang terdapat pada rongga mulut dan kulit.

2.5.2 Biopsi
Metode biopsi dilakukan dengan cara sampel diambil pada daerah erosi atau bula
setelah kulit atau mukosa dianastesi dengan injeksi anastesi lokal. Sampel
kemudiannya diperiksa secara histologis dibawah mikroskop untuk melihat adakah
sel terpisah antara satu sama lain.

2.5.3 Direct Immunofluorescence


Sampel diperiksa di laboratorium untuk melihat kehadiran autoantibodi yang
berkaitan. Jika terdapat autoantibodi tersebut, direct immunofluorescence pada
mukosa di bagian tepi lesi akan menunjukkan corak yang menyerupai renda atau
chicken-wire pattern dari penumpukan yang mengelilingi setiap epitel sel spinous.
immunoglobulin yang sering bertumpuk adalah dari golongan IgG. Setengah pihak
menyatakan bahwa direct immunofluorescence dapat dipercayai dan merupakan
metode diagnosis yang tidak invasif.

Gambar 5:

Gambar 6:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan spesimen jaringan mukosa yang


dibiopsi dengan beberapa siri immunoglobulin. Immunoglobulin ini telah ditandai
dengan bahan fluoresense (fluorochrome) yang digunakan untuk menunjukkan
kehadiran autoantibodi yang melekat pada sel jaringan pasien.18

2.5.4 Indirect Immunofluorescence


Test ini dilakukan dengan mengukur jumlah autoantibodi di dalam darah.
Dalam indirect immunofluorescence ini, serum pasien akan dicampur dengan
jaringan
kontrol untuk mengidentifikasi kehadiran dan konsentrasi antibodi sirkulasi.18

2.6 Penanggulangan
Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari lesi
yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat
menyebabkan kematian. Pemphigus vulgaris tidak dapat sembuh sempurna
dimana bila telah dirawat pun, serangkaian remissi dan relaps dapat terjadi.

2.6.1 Perawatan
i) Perawatan Konvensional
a) Kortikosteroid

Kortikosteroid Sistemik

Biasanya perawatan dilakukan dengan pemberian steroid dalam bentuk tablet


seperti prednison. Steroid mengurangi inflamasi dengan cara menekan sistem
kekebalan tubuh. Dosis tinggi biasanya diperlukan pada peringkat pertama. Kadangkadang ini diberikan dengan suntikan sebagai tindakan pertama. Dosis dikurangi
bila lesi melepuh telah berhenti terbentuk. Tujuannya adalah untuk menemukan
dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala dimana dosis yang
diperlukan bervariasi antara pasien.
Pada sebagian kasus dalam tempoh laten, penghentian pemberian steroid tablet
dari waktu ke waktu dapat dilakukan dan tablet dapat diberikan kembali jika gejala
muncul. Dalam beberapa kasus, dosis steroid yang tinggi diperlukan untuk
mengendalikan penyakit ini dan ini dapat menimbulkan efek samping. Efek samping
dari steroids terkadang serius, terutama jika penggunaan steroids dosis tinggi
dilakukan untuk waktu yang lama. Misalnya, pasien lebih rentan terhadap infeksi
tertentu jika menggunakan steroid dosis tinggi secara berkepanjangan.

Kortikosteroid Topikal

Steroid topikal kadang-kadang digunakan pada kulit yang melepuh di samping


perawatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dosis steroid tablet agar lebih
rendah. Obat kumur steroid atau sprays kadang-kadang digunakan untuk
membantu merawat mulut yang mengalami lepuhan.

Mekanisme Kerja Kortikosteroid

Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghambat sistem imun ialah dengan


cara:

- Menghambat profilerasi sel T, imunitas sel T dependen dan pengkodean


ekspresi gen sitokin yaitu IL-1, IL-2, IL-6, interferon dan TNF- .
- Menghambat transkripsi gen IL-2.
- Menimbulkan efek anti inflamasi berupa efek antiadhesi yang menghambat
pergerakan sel inflamasi dari sirkulasi ke jaringan.

Indikasi, Kontraindikasi dan Dosis. (ini perlu ga ya bel? Haha)

Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat pilihan untuk pemphigus vulgaris. Pada


perawatan pemphigus, kortikosteroid bersifat live saving. Perawatan awal sering
dengan kortikosteroid karena ia efektif dan bekerja lebih cepat berbanding
perawatan lain dimana kortikosteroid bekerja dengan menekan sistem imun tubuh.
Terapi topikal saja tidak mampu untuk mengobati penyakit ini karena penyakit ini
merupakan penyakit autoimun sistemis maka pengobatan haruslah diberi secara
sistemik. Dosis prednison 1-2 mg/kg/BB secara oral atau parenteral menimbulkan
efek immunosupresif pada limfoid, neutrofil dan monosit. Dosis lebih besar dari
2 mg/kg/BB tidak meningkatkan efek terapi, tetapi meningkatkan efek samping
obat. Apabila terapi bertujuan untuk mengatasi keadaan yang dapat mengancam
pasien, misalnya pemphigus maka dosis awal harus cukup besar. Bila dalam
beberapa hari belum terlihat efeknya maka dosis dapat dilipatgandakan. Dalam hal
ini dokter haruslah dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan
bahaya akibat penyakit itu sendiri.
Kebanyakan pasien dapat dirawat dengan prednison dengan dosis 1-2 mg/kg/BB
dan dikurangi bagi mendapatkan dosis terendah. Pengurangan dilakukan relatif
cepat pada awalnya yaitu dikurangi 5-10 mg perminggu tetapi bila dosis mencapai
40 mg perhari, proses pengurangan dosis dilakukan dengan lebih lambat yaitu
dengan regimen selang hari (alternate-day regimen). Pengurangan dosis dilakukan
sehingga mencapai dosis 40 mg, dan 0 mg pada hari berikutnya.14 Kontraindikasi
absolut kortikosteroid tidak ada tetapi kondisi-kondisi seperti diabetes melitus,
tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem vaskular merupakan
kontraindikasi relatif karena efek samping dari kortikosteroid namun hal ini dapat
diabaikan terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien seperti pemphigus
vulgaris. Dalam hal ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan
keuntungan sebelum obat diberikan. Namun harus diberi perhatian pada kondisi ini,
pemeriksaan ulang setelah penggunaan selama beberapa hari atau beberapa
minggu perlu dilakukan.

Efek Samping Kortikosteroid

Seperti obat-obat lain, kortikosteriod juga memiliki risiko efek samping dan
kadang kadang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Pada awal
penggunaan, efek samping yang mungkin dialami ialah pusing, mual, sakit perut,
letih atau gangguan tidur. Ini disebabkan tubuh sedang menyesuaikan diri dengan
obat yang diambil. Jika penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi, efek samping
dapat berupa meningkatnya tekanan pada bola mata atau glaukoma, retensi cairan
yang dapat menyebabkan kaki membengkak, peningkatan tekanan darah,
perubahan mood dan pertambahan berat badan dengan penumpukan lemak pada
bagian perut, muka dan belakang leher.
samping yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka panjang pula
dapat berupa katarak, gangguan elektrolit, peningkatan gula darah yang dapat
mencetus atau memperparahkan diabetes, meningkatnya risiko infeksi,
berkurangnya kalsium dari tulang yang dapat mengakibatkan patah tulang dan
osteoporosis, gangguan menstruasi, penghasilan hormon dari kelenjar adrenal
ditekan, berlaku penipisan kulit, sering terjadi lebam dan penyembuhan yang
lambat.
Selain itu dapat juga menyebabkan berkurangnya massa otot atau myopathy dan
kemungkinan mengalami pendarahan dan perforasi pada pasien yang memiliki
tukak peptik.
b) Adjuvan
Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid. Terapi
ini biasanya mempunyai onset yang lambat yaitu antara 4 hingga 6 minggu,
karena itu adjuvan sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan
konvensional ini termasuk pelbagai agen immunosupresif seperti azathioprine,
mycophenolate mofetil, methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil,
cyclosporine.
c) Bedah
Dalam beberapa kasus pemphigus paraneoplastik, bedah pengangkatan tumor
mungkin dapat memperbaiki dan menurunkan gejala penyakit ini.

ii) Perawatan Eksperimental


a) IVIG
IVIG ialah hasil pemecahan dan pemurnian darah yang didapat dari plasma 1000
sehingga 15.000 donor yang sehat. Yang mengandung konsentrasi IgG yang tinggi
dan mempunyai berbagai antibodi yang mampu menyerang antibodi patogen,
antigen asing dan antigen tubuh pasien sendiri. Walaupun mekanismenya masih

belum jelas namun IVIG dihubungkan dengan penurunan yang cepat dari paras
serum antobodi patologik pada pasien pemphigus vulgaris.22

b) Plasmapheresis
Plasmapheresis merupakan suatu proses dimana plasma dikeluarkan dari darah
dengan menggunakan alat pemisah sel. Sel darah dan plasma yang sehat
dikembalikan kepada pasien yang sedang menjalani perawatan. Disebabkan
antibodi terdapat di dalam plasma maka plasmapheresis berguna dalam membuang
antibodi patogen.

c) Imunoadsorption (IA)
IA mengandung plasma pasien yang dikumpul yang kemudian dialirkan melalui
kolum penyerap untuk membuang kompleks imun sirkulasi dan IgG. Kemudian, hasil
saringan dikembali ke hasil saringannya ke pasien. 4 seri kasus dan 2 laporan kasus
telah melaporkan keberhasilan merawat pasien pemphigus vulgaris. Pengambilan
terapi imunosupresif bersamaan perawatan ini menunjukkan hasil klinis yang baik
disamping penurunan IgG autoantibodi yang menyerang desmoglein. Terbaru,
kombinasi antara perawatan ini dan rituximab menghasilkan remisi jangka panjang.
Penelitian membuktikan, penggunaan perawatan ini berada dalam batas aman.

d) Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)


Dalam ECP, yang juga dikenali sebagai photopheresis, sel darah putih pasien
dikumpul (leukapheresis), dipaparkan pada 8-methoxypsoralen, dipancarkan
dengan cahaya ultraviolet-A dan kemudian dimasukkan kembali ke pasien.
Mekanisme perawatan ini adalah dengan menghambat antibodi patologik yang
dihasilkan oleh limfosit B. Terdapat dua seri kasus dan dua laporan kasus yang
melaporkan penggunaan perawatan ini untuk pasien pemphigus vulgaris. Dari
sembilan pasien yang dirawat pada suatu penelitian, semua pasien yang mendapat
perawatan ini menunjukkan perbaikan gambaran klinis yang signifikan dan tidak
menunjukkan efek samping.

e) Rituximab
Rituximab ialah monoklonal autobodi chimeric murine/human IgG1 anti-CD20 yang
menyerang limfosit B yang belum dan yang sudah matang yang bertanggungjawab
menyebabkan terjadinya sitotoksik akibat antibodi dan apoptosis. Rituximab
mengurangkan sirkulasi sel B yang menyebabkan terhalangnya proses pematangan

sel ini kepada bentuk sel plasma yang mampu menghasilkan antobodi. Banyak
laporan kasus yang menyatakan rituximab merupakan perawatan yang efektif
untuk pemphigus vulgaris. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa dari 14 pasien, 12 pasien mengalami remisi total setelah 3 bulan
mendapatkan perawatan satu siklus rituximab. Rituximab juga efektif bila
digunakan bersama IVIG.

f) Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) Antagonists


TNF- antagonists mungkin bermanfaat dalam perawatan pemphigus vulgaris
karena dalam penelitian yang dilakukan, dibuktikan bahwa TNF- mempunyai
hubungan yang erat dengan terjadinya akantholisis. Dua laporaan kasus
melaporkan keberhasilan perawatan dengan infliximab dan dua lagi laporan kasus
melaporkan perbaikan gambaran klinis pasien pemphigus vulgaris dengan
penggunaan etanercept. Percobaan klinis untuk kedua jenis obat ini masih dalam
proses percobaan.

g) Agonis Kolinergik
Para peneliti menyatakan kemungkinan keterlibatan asetilkolin (ACTH) dan
reseptornya dalam proses akantholisis. Hanya dua penelitian klinis dijalankan dan
dalam seri penelitian yang melibatkan enam orang pasien dengan pemphigus
vulgaris aktif, tiga mengalami perbaikan klinis dengan penggunaan cholinergic
agonist pyridostigmine bromide (Mestinon, Valeant Pharmaceuticals). Dua dari
pasien ini mampu bertahan dalam kondisi laten dengan pyridostigmine bromide
saja sedangkan satu pasien yang lain dapat menghentikan ketergantungan kepada
obat untuk terus berada dalam keadaan remisi.

2.6.2 Edukasi
Menjadi tanggungjawab seorang dokter yang merawat untuk memberikan edukasi
yang tepat dalam usaha membantu pasien untuk meningkatkan tahap kesehatan
dengan cara memberikan petunjuk tentang hal yang harus dilakukan dan hal yang
perlu dielakkan. Selain komplikasi penyakit, efek samping perawatan juga harus
diberi perhatian serius. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan
kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat
berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar,24
maka dokter harus memberikan pasien edukasi yang cukup dalam meminimumkan

efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi
komplikasi dari penyakit ini sendiri. Anjuran diet dan gizi yang baik dapat
membantu tubuh menyembuhkan dan memerangi penyakit. Namun, beberapa
makanan mungkin akan membuat gejala bertambah buruk atau memicu timbulnya
penyakit pemphigus vulgaris. Berhati-hati dengan pengambilan makanan yang
tampaknya menyebabkan reaksi pada kulit dan hindarilah makanan tersebut. Label
pada semua makanan hendaklah dibaca untuk memastikan agar tidak mengandung
bahan yang dapat menyebabkan suatu reaksi. Untuk mengurangi risiko
osteoporosis akibat perawatan dengan kortikosteroid, pengambilan gizi yang kaya
dengan kalsium seperti susu, keju dan yogurt serta pengambilan vitamin D dan
suplemen kalsium dapat mengurangi efek samping perawatan.
Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian ketika perawatan dengan kortikosteroid
ialah mempertahankan berat badan dengan mengkonsumsi diet tinggi protein dan
rendah karbohidrat dan lemak. Penggunaan garam dikurangi bila timbul udem yang
diakibatkan oleh retensi cairan.
Konsumsi makanan yang mengandungi potassium seperti buah-buahan, bayam,
kentang dan kacang karena kortikosteroid akan menurunkan kadar potassium.
Selain buah-buahan, sayuran dan kacang juga dapat mengurangi kadar kolestrol.
Jika pasien sadar bahwa diet yang dikonsumsi kurang bergizi, pasien mungkin perlu
mendapatkan suplemen dibawah pengawasan dokter.2
Jika pemphigus vulgaris aktif di dalam mulut, agak sukar untuk mengkonsumsi diet.
Namun, diet yang bergizi tetap penting maka pasien dapat mengkonsumsinya
dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet. Penggunaan obat
kumur anastetik sebelum makan dapat mengurangkan rasa sakit dan jika
tenggorokan atau mulut sakit, es krim atau menghisap es batu dapat
mengurangkan rasa sakit.2
Walaupun tidak mudah, namun olahraga rutin dapat membantu untuk otot dan sakit
sendi bagi mempertahankan kekuatan otot dan mengurangi risiko osteoporosis.
Terdapat sebagian anggota masyarakat yang tidak percaya dengan perawatan
medis dan memilih perawatan alternatif. Belum ada bukti bahwa perawatan
alternatif mampu merawat pemphigus vulgaris bahkan dapat menyebabkan
dampak yang lebih buruk. Pasien dinasehatkan supaya tidak menggunakan
perawatan herba cina dan herba barat karena masalah utama dengan perawatan
herba ialah obat ini bekerja dengan cara meningkatkan sistem imun sedangkan
dalam mencegah pemphigus vulgaris hal yang perlu dilakukan ialah menekan
sistem imun. Menolak perawatan dari dokter bermaksud meningkatkan risiko
pemphigus vulgaris menjadi semakin aktif dan tidak terkontrol.
Namun ada beberapa nasehat yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek
samping perawatan contohnya melakukan masase dan akupuntur. Jika erosi pada
kulit sudah hilang, masase mungkin merupakan cara yang aman untuk membantu

masalah sakit pada sendi dan otot akibat pengobatan dengan kortikosteroid.
Akupuntur dikatakan mampu membantu masalah muntah, kesakitan dan efek
samping dari perawatan. Hindari perawatan dengan jarum jika lesi masih aktif
namun elektro-akupuntur mungkin saja dapat dilakukan namun harus tetap
meneruskan perawatan yang telah disarankan oleh dokter secara rutin. Selain itu
jika pasien merasa mual, teh jahe mungkin membantu menghilangkan rasa mual .
Dokter juga dapat memberikan resep pil anti-emetik.
Kebersihan mulut sangat penting untuk dijaga walaupun lesi yang menyakitkan
mungkin ada di dalam mulut. Penggunaan sikat gigi lembut untuk anak-anak dan
pasta gigi untuk gigi sensitif untuk mengelakkan rasa nyeri akibat pasta gigi yang
mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum menyikat gigi, kumur-kumur
dengan obat kumur yang mengandungi anastesi untuk mengurangi rasa nyeri
semasa menyikat gigi.
Pasien juga perlu diingatkan bahawa pemphigus vulgaris merupakan penyakit
kronik yang dapat terjadinya relaps. Ini bermakna, pasien pemphigus vulgaris
mungkin akan mengalami flare-up pada suatu ketika. Sebagian flare-up mungkin
serius dan pasien harus segera menemui dokter yang merawatnya agar dosis obat
dinaikkan untuk sementara waktu jika perlu. Apabila flare-up sudah terkontrol,
dokter akan menurunkan kembali dosis obat. Kadang-kadang istirahat dan
mengelakkan faktor pencetus dapat meredakan flare-up yang ringan.2 Selain itu
dukungan dari segi psikologis dari ahli keluarga dan orang-orang terdekat juga
sangat perlu dan mereka tidak seharusnya menjauhkan diri kerana penyakit ini
bukanlah penyakit yang menular.

Vous aimerez peut-être aussi