Vous êtes sur la page 1sur 11

EPTM ATIK_RISKI

DEFINISI

Diabetes mellitus (DM) dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit atau


gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin1.
Diabetes mellitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki
karakteristik hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun
keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes mellitus akan disertai dengan
kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes mellitus ditemukan
gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan metabolisme
yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh karena itu,
diagnosis diabetes mellitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa dalam
plasma darah.
Diabetes mellitus pada ibu hamil atau yang sering di sebut dengan diabetes
mellitus gestasional adalah keadaan intoleransi karbohidrat dari seorang wanita
yang diketahui pertama kali ketika sedang hamil. Diabetes gestasional terjadi
karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan, diperkirakan karena terjadinya
perubahan pada metabolisme glukosa. Teori yang lain mengatakan bahwa
diabetes tipe 2 ini disebut sebagai unmasked atau baru ditemukan saat hamil dan
patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes,
riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus
berulang. DM dalam kehamilan diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu DM
yang mendahului kehamilan, yaitu DM pragestasional dan DM yang terjadi saat

kehamilan, yaitu DM gestasional. Dampak terbesar pada kondisi ini,


meningkatnya morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun janin2.

KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus mengalami perkembangan dan perubahan
dari waktu ke waktu. Dahulu, diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu
munculnya (time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut
juvenile diabetes, sedangkan yang baru muncul setelah seseorang berumur di
atas 45 tahun disebut sebagai adult diabetes. Namun, klasifikasi ini sudah tidak
layak dipertahankan lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul
pada

usia

20-39

tahun,

yang

1968,

ADA

menimbulkan

kebingungan

untuk

mengklasifikasikannya.
Pada

tahun

(America

Diabetes

Association)

merekomendasikan standarisasi toleransi glukosa dan mengajukan istilah prediabetes, suspected diabetes, chemical atau latent diabetes dan overt diabetes
untuk pengklasifikasiannya. British Diabetes Association (BDA) mengajukan
istilah yang berbeda, yaitu potential diabetes, latent diabetes, asymptomatic atau
sub-clinical diabetes, dan clinical diabetes. WHO pun telah beberapa kali
mengajukan klasifikasi diabetes melitus. Pada tahun 1965, WHO mengajukan
beberapa istilah dalam pengklasifikasian diabetes, antara lain childhood diabetics,
young diabetics, adult diabetics dan elderly diabetics. Pada tahun 1980, WHO
mengemukakan klasifikasi baru diabetes mellitus untuk memperkuat rekomendasi
National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang mengajukan 2 (dua) tipe
utama diabetes mellitus, yaitu "Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM)
disebut juga Diabetes Mellitus Tipe 1 dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes
Mellitus" (NIDDM) yang disebut juga Diabetes Melitus Tipe 21.
Saat ini, terdapat kecenderungan untuk melakukan pengklasifikasian lebih
berdasarkan etiologi penyakitnya, karenakan klasifikasi diabetes mellitus terus
mengalami perkembangan. Klasifikasi DM berdasarkan etiologinya dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya1.

1. Diabetes Mellitus Tipe 1:


Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel :
kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3),
kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1)
DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:
Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi
Neoplasma
Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam
nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,

Chorea, Prader Willi


4. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2
5. Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)

KARAKTERISTIK PENDERITA
Karakteristik pada penderita dapat dikenali dengan pemeriksaan pada
kelompok dengan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes, yaitu: (1) Usia lebih
dari 45 tahun, 2) memiliki berat badan lebih BBR > 110 % dan BBI atau IMT >
23 kg/n2, 3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi ( > 140/90 mmHg), 4) Riwayat
penyakit diabetes karena faktor keturunan, 5) Riwayat abortus yang berulangulang dan melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi lahir lebih dari 4000 gram,
6) kolesterol HDL < 35 mg/dl atau kadar triglisenda > 250 mg/dl. Resiko diabetes
mellitus dapat teriadi pada : 1) Usia lebih dari 40 tahun, 2) obesitas/ kegemukan,
3) Hipertensi, 4) Adanya hisipidemia (gangguan pada lemak), 5) terdapat luka,
keputihan, 6) Penyakit Cardio Vaskuler, 7) TBC positif yang sulit sembuh.

GEJALA KLINIS
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian, ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal
yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air
kecil), polydipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar).
Selain itu, sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak
anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas.

a. Pada DM Tipe I, gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,


polidypsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
b.

Pada DM Tipe 2, gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM


Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi
sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi,
sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada
pembuluh darah dan syaraf1.

REFERENSI RISKI

1 Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Depkes RI
2 Ariefandi & Hermanto. 2008. Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional
dengan Komplikasi Berat. Majalah Obstetri & Ginekologi, 16(3), pp. 129 - 132.

KONSEP EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

Epidemiologi Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang merupakan
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan
kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan
metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin, baik secara absolut maupun
relatif1. DM ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik seperti yang dapat
dilihat pada tabel 1 dan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau resistensi jaringan terhadap
insulin2.

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis DM2.

Secara rinci, diagnosis DM dapat ditegakkan berdasarkan tabel berikut.


Tabel 2. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus3.

Cara pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) sesuai dengan Perkeni3
pada 2006:
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari- hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari), sebelum pemeriksaan
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa puasa.
d. Diberikan glukosa, 75 gram pada orang dewasa atau 1,75 gram/kg BB pada
anak-anak, dilarutkan dalan 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa kadar glukosa 2 jam sesudah beban glukosa.
g. Selama proses pemeriksaan, tidak merokok.

Secara umum, berdasarkan jenis kelamin, prevalensi diabetes pada pria


dan wanitatidak jauh berbeda. 11,2% dari seluruh pria yang berusia di atas 19
tahun menderita diabetes dan 10,2% dari seluruh wanita yang berusia lebih dari
19 tahun juga terkena diabetes, serta 2-4 kali lebih tinggi pada wanita berkulit
hitam non-Hispanik, Hispanik, Indian-Amerika, dan Asia dibandingkan dengan
wanita berkulit putih non-Hispanik. Sedangkan, data prevalensi diabetes menurut
ras atau etnik didapatkan data 6,6% untuk orang kulit putih non-Hispanik, 7,5%
untuk Asia Amerika, 10,4% untuk Hispanik, dan 11,8% untuk orang kulit hitam
non-Hispanik2. Hal ini membuktikan bahwa ras atau etnik juga memiliki
hubungan asosiatif dengan kejadian DM.

Prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 0,7% berdasarkan


diagnosis dan sebesar 1,1% berdasarkan diagnosis atau gejala. Berdasarkan
diagnosis atau gejala, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi DM
tertinggi yaitu sebesar 2,6%, diikuti oleh Aceh sebesar 1,7%. Sedangkan provinsi
dengan prevalensi terendah yaitu Lampung sebesar 0,4% serta Sumatera,
Bengkulu, dan Maluku yang masing-masing memiliki prevalensi DM sebesar
0,5%. Berdasarkan kategori, terdapat 5 provinsi (15,2%) dengan prevalensi lebih
dari 1,5%, sebanyak 15 provinsi (45,5%) dengan prevalensi 1%-1,5%, dan
sebanyak 13 provinsi (39,4%) dengan prevalensi kurang dari 1%4.

Situasi Epidemiologi Global Diabetes Mellitus pada Ibu Hamil


Diabetes mellitus pada ibu hamil atau lebih dikenal dengan diabetes
gestasional terjadi pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor-faktor terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas,
multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu.
Prediabetes dan diabetes mellitus gestasional menjadi masalah global dilihat dari
angka kejadian dan dampak yang ditimbulkannya. Menurut American Diabetes
Association (ADA) tahun 2000, diabetes mellitus gestasional terjadi 7% pada
kehamilan setiap tahunnya. Prevalensi diabetes gestasional bervariasi yaitu 1%14%. Angka ini tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria penyaringan
yang digunakan. Diabetes mellitus gestasional terjadi sekitar 4% dari semua

kehamilan di Amerika Serikat, dan 3-5% di Inggris. Prevalensi diabetes mellitus


gestasional di Eropa sebesar 2-6%5.
Prevalensi GDM (Gestational Diabetes Mellitus) di dunia berkisar dari 1
sampai 14%. Angka tersebut tergantung pada populasi yang sedang dipelajari dan
dan kriteria diagnostik yang digunakan. Prevalensi di Inggris, Amerika Serikat
dan di negara-negara Eropa masing-masing diperkirakan 5%, 3-7%, dan 2-6%.
Prevalensi akan meningkat menjadi 2,4 kali lebih tinggi jika kriteria IADPSG
yang dimodifikasi, digunakan untuk dibandingkan dengan kriteria dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO). Prevalensi yang lebih tinggi dari GDM tercatat di
Afrika, Asia, India dan Hispanik. Faktor risiko lain yang dilaporkan adalah ibu
lanjut usia, paritas tinggi, obesitas, sindrom ovarium polikistik (PCOS),
kehamilan ganda, riwayat keluarga diabetes, riwayat obstetri malformasi
kongenital, lahir mati, makrosomia, dan GDM sebelumnya6.
Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa GDM adalah salah satu faktor
risiko terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia pada ibu hamil seperti pada tabel
di bawah ini.

Tabel 3. Odds Ratio (OR) untuk asosiasi faktor risiko antara pre-eklampsia dan
diabetes gestasional pada 4766 wanita hamil7.

Selain itu, GDM juga terbukti merugikan bayi dari wanita dengan GDM seperti
yang ditujukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Hasil yang merugikan pada bayi dari wanita dengan diabetes pada
kehamilan dibandingkan dengan bayi dari wanita tanpa diabetes8 (dkk, 2008).

Situasi Epidemiologi Diabetes Mellitus pada Ibu Hamil di Indonesia

Diabetes Mellitus Gestasional berbeda dengan diabetes lainnya dimana


gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir. Di Indonesia, insiden
GDM sekitar 1,9 - 3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami GDM
pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap Diabetes Mellitus atau
gangguan toleransi glukosa. Pada ibu hamil dengan riwayat keluarga diabetes
mellitus, prevalensi diabetes gestasional sebesar 5,1%. Angka ini lebih rendah
daripada prevalensi di Inggris dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, masalah
diabetes gestasional di Indonesia masih membutuhkan penanganan yang serius
melihat jumlah penderita yang cukup banyak serta dampak yang ditimbulkan pada
ibu hamil dan janin. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan tahun 2009 mengenai surveilans rutin penyakit tidak menular rawat inap
yang dilaporkan dari rumah sakit, diperoleh jumlah kasus diabetes mellitus
gestasional sebanyak 283 kasus, dimana prevalensinya sebesar 0,1%5.
Diabetes mellitus gestasional menjadi masalah kesehatan masyarakat
sebab penyakit ini berdampak langsung pada kesehatan ibu dan janin. Dampak
yang ditimbulkan oleh ibu penderita diabetes mellitus gestasional adalah berisiko
tinggi terjadi penambahan berat badan berlebih, pre-eklampsia, eklampsia, bedah
sesar, dan komplikasi kardiovaskuler, hingga kematian ibu. Setelah persalinan
terjadi, maka penderita berisiko berlanjut terkena diabetes tipe 2 atau terjadi
diabetes gestasional yang berulang pada 3 masa yang akan datang. Sedangkan,
bayi yang lahir dari ibu yang mengalami diabetes gestasional berisiko tinggi untuk
terkena makrosomia, trauma kelahiran. Selain itu, bayi berisiko tinggi untuk
terkena hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, sindrom gangguan
pernafasan, polistemia, obesitas, dan diabetes mellitus tipe 25.

REFERENSI

1 Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2 Istiantho, Reza. 2009. Hubungan Faktor Demografi dan Indeks Massa Tubuh
dengan Prevalensi Diabetes Mellitus pada Masyarakat Kota Ternate Tahun 2008.
Skripsi. Jakarta: FK UI.

3 Manik, HR. 2012. Pengaruh Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi terhadap
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan
Kabupaten Samosir. Medan: USU.

4 Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

5 Saldah, IP dkk. 2008. Faktor Risiko Kejadian Prediabetes/ Diabetes Mellitus


Gestasional di RSIA Sitti Khadijah I Kota Makassar. Makassar: FKM UNHAS.

6 Cheung, K. & Wong, S. 2011. Gestational Diabetes Mellitus Update and


Review of Literature. Reproductive System & Sexual Disorders, VIII(2), p. 1-6.

7 Wendland dkk. 2008. Gestational Diabetes and Pre-Eclampsia: Common


Antecedents?. Arq Bras Endocrinol Metab, 52(6), pp. 975-984.

8 Australian Institute of Health and Welfare, 2013. Diabetes in Pregnancy.


[Online] Available at: http://www.aihw.gov.au/diabetes-in-pregnancy/
[Diakses 25 Mei 2014].

Vous aimerez peut-être aussi