Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I

PENDAHULUAN
Problem pemahaman hadits Nabi merupakan persoalan yang sangat urgen
untuk diangkat. Hal demikian berangkat dari realitas hadis sebagai sumber kedua
ajaran islam setelah alQuran yang dalam banyak aspeknya berbeda dengan al
Quran.1
Menurut petunjuk alquran, nabi Muhammad SAW selain dinyatakan
sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai manusia biasa. Dengan perkataan lain,
nabi Muhammad disamping berstatus sebagai rasu, beliau juga berstatus sebagai
manusia. Dalam kapasitas sebagai manusia, beliau diakui oleh Umat Islam dan
non Islam sebagai kepala negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, hakim,
dan pribadi manusia biasa.
Berkaitan dengan status Nabi SAW diatas, maka mengkaji hadits dengan
melihat status Nabi dan konteks sebuah hadits pada saat sebuah hadist disabdakan
serta mengetahui bentuk- bentuk matan hadits merupakan upaya yang sangat
penting dalam menangkap makna hadits secara utuh. Oleh sebab itu, beberapa
pendekatan seperti pendekatan

bahasasa, historis, sosiologis, sosio-historis,

antropologis dan psikologis dalam pemahaman hadits sangat diperlukan dalam


kerangka menemukan keutuhan makna hadits dan mencapai kesempurnaan
kandungan maknanya.

Suryadi, Metode Kotemporer Memahami Hadis Nabi, (Yogyakarta: Teras 2008). Hlm

1.

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

BAB II
PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI HADIS
A. Pendekatan Bahasa
Persoalan pemahaman makna hadis tidak dapat dipisahkan dari
penelitian matan. Pemahaman hadits dengan beberapa pendekatan memang
diperlukan. Salah satunya adalah pendekatan bahasa. Hal tersebut karena
bahasa Arab yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan berbagai hadits selalu dalam susunan yang baik dan benar.
Pendekatan bahasa dalam penelitian Matan akan sangat membantu terhadap
kegiatan penelitian yang berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan
hadis yang bersangkutan. Apalagi bila diingat bahwa sebagian dari
kandungan mataan berhubungan dengan masalah keyakinan , hal-hal ghoib,
dan petunjuk kegiatan agama yang bersifat taabudi.2
Penelitian hadis dengan menggunakan pendekatan bahasa ini dapat
digunakan untuk meneliti makna hadis, meneliti nilai sebuah hadis apabila
terdapat perbedaan lafad dalam matan hadis.
Pendekatan bahasa dalam memahami hadis dilakukan apabila dalam
sebuah matan hadis terdapat aspek-aspek keindahan bahasa (Balaghoh) yang
memungkinkan mengandung pengertian majazi (metaforis) sehingga berbeda
dengan pengertian haqiqi.
Adapun tujuan dari memahami hadis melalui pendekatan bahasa
adalah3 :
1. Peneliti dapat mengetahui dan memahami makna dari lafad-lafad hadis
yang ghorib dan juga mengetahui illat serta syadz.
2. Memahami dan mengetahui makna dan tujuan hadis Nabi muhamad
Saw. contoh

3. Mengkorfirmasi pengertian kata-kata hadis.

Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan). (Yogyakarta: CESAD
YPI Al Rahmah, 2001).hlm 57.
3
Alfatih suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogyaakarta: SUKA Pres UIN Sunan
Kalijaga 2012). Hlm 124-126.

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

1. Batas-baatas Tekstual (Pendekatan Bahasa)


Batasan-batasan tekstual meliputi:
a. Ide moral/ide dasar/tujuan dibalik teks (tersirat). Ide ini ditentukan
dari makna yang tersirat dibalik teks yang sifatnya universal, lintas
ruang waktu dan intersubyektif.
b. Bersifat absolute, prinsipil, universal, fundamental.
c. Mempunyai visi keadilan, kesetaraan, demokrasi, muasyaroh bil
maruf.
d. Terkait relasi antara manusia dan Tuhan yang bersifat universal
artinya segala sesuatu yang dapat dilakukan siapapun, kapanpun, dan
dimanpun tanpa terpengaruh letak geografis, budaya dan historis
tertentu misalnya solat.
2. Kekurangan dan Kelebihan Pendekatan Bahasa tepat.
Kelebihan melakukan pendekatan bahasa adalah:
a. Keyakinan bahwa teks-teks islam adalah petunjuk terakhir dari langit
yang berlaku sepanjang masa, hal ini mengandung makna bahwa
didalam teks yang terbatas tersebut memiliki dinamika internal yang
sangat kaya, yang harus terus menerus dilakukan eksternalisasi
melalui interpretasi yang tepat.
b. Dapat mengetahui makna-makna dari lafad-lafad yang ghorib serta
memahami benar kalimat-kalimat yang bermakna haqiqi.
Adpun kekurangannya yaitu:
Implementasi pemahaman terhadap nash secara tekstual seringkali
tidak sejalan dengan kemaslahatan yang justru menjadi alasan
kehadiran islam itu sendiri.
Contoh aplikasi
Sebagai contoh matan hadis yang berbentuk tasybih (allegory)
yaitu hadis persaudaraan atas dasar iman misalnya, memiliki perbedaan
lafaz matan. Redaksi hadis tersebut adalah:
- 459








Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Artinya:
Sesungguhnya orang yang beriman satu memperkokoh terhadap bagian
lainnya, dan jari jermarinya berjalinan. (H.R. al Bukhori dari Abu
Musa).
)02 / 8 (-
- 576







.
- -

Artinya
Sesungguhnya orang yang beriman terhadap orang yang beriman lainnya
ibarat bangunan bagian yang satu memperkokoh bagian yang lainnya (H.
R. Muslim dari Abu Musa).
)167 /7(
- 1851













Artinya:
sesungguhnya orang yang beriman terhadap orang yang beriman
lainnya ibarat bangunan bagian yang satu memperkokoh terhadap bagian
laiinya. (H.R al-Turmuzi dari Abu Musa Al-Asyari).
Jika hadis-hadis tersebut dicermati, maka tiga hadis tentang
persaudaraan atas dasar iman ini telah terjadi perbedaan lafaz antara
sumber dari al-Bukhori dengan dua periwayat lain (Muslim dan Tirmizi).
Meskipun sumber perawi berasal dari satu sumber. Perbedaan tersebut
terjadi dalam riwayat al Bukhori di tambahkan lafal inna dan wa syabbaka
asabiah sedang kedua riwayat lainya tidak mencantumkan kedua lafaz
tersebut.
Perbedaan matan tersebut masih dapat di toleransi, karena isinya
tidak bertentangan dengan maksud kandungan hadis. Bahkan, matan hadist
yang berbentuk tasybih ini memiliki keindahan bahasa dan uslub yang
tinggi dalam bahasa Arab. Aspek susunan bahasa inilah yang oleh jumhur
ulama dijadikan salah satu tanda-tanda atau kriteria hadis sohih.

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Salah satu sebab terjadinya perbedaan lafaz pada matan hadis yang
semakna adalah karena adanya ziyadah dari periwayat jalur al Bukhori.
Dalam menanggapi persoalan ziyadah ini, maka menurut ibnu sholah,
ziyadah ada tiga macam yaitu:
1. Ziyadah yang berasal dari periwayat yang siqoh yang isinya
bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang
bersifat siqoh juga, ziyadah tersebut ditolak, dan ziyadah seperti ini
termasuk hadis sadz.
2. Ziyadah yang berasal dari periwayat yang siqoh yang isinya tidak
bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang
bersifat siqoh juga, Ziyadah seperti ini dapat diterima. Pendapat ini
merupakan kesepakatan ulama.
3. Ziyadah yang berasal dari periwayat yang siqoh berupa sebuah lafaz
yang mengandung arti tertentu, sedang para periwayat lainnya yang
bersifat

siqoh

tidak

mengemukakannya.

Ibnu

solah

tidak

mengemukakan penjelasan tentang bagaimana kedudukan ziadah


model ketiga ini.4
Dengan demikian dapat diketahui bahwa ziyadah dari jalur sanad
al Bukhori tidak bertentangan dengan periwayat dari jalur Muslim dan al
Tirmizi, bahkan kata tambahannya berupa takid.
Dilihat dari kebahasaan, matan hadis Nabi:



orang yang beriman terhadap orang yang beriman lainnya ibarat
bangunan bagian yang satu memperkokoh bagian yang lainnya.
Matan hadis tersebut mengandung ungkapan gaya bahasa tasybih
tamsil jika dilihat dari segi wajah syibh-nya. Sebuah ungkapan tasybih
disebut tasybih tamsil bila mana wajah syibh-nya berupa gambaran yang
dirangkai dsri keadaan beberapa hal. Nabi Muhammad menyerupakan
gambaran dua orang mukmin dengan sebuah bangunan yang bagianbagiannya saling memperkuat. Jika dicermati, maka wajah syibihnya
diambil dari beberapa hal, yakni adannya bagian-bagian yang saling
4

Ibid, hlm 61.

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

memperkuat. Musyabah dari hadis diatas adalah gambaran dari orang


mukmin dengan mukmin lainnya; musyabah bihnya adalah gambaran
bangunan yang bagian-bagiannya saling memperkokoh; sedang wajah
syibh-nya adalah gambaran bagian-bagian bangunan yang memperkuat
dan mempererat sebuah bangunan.
Tujuan dari tasybih dalam matan hadis tersebut antara lain adalah:
1. Menjelaskan keadaan musyabbah karena musyabbah tidak dikenal
sifatnya sebelum dijelaskan melalui tasybih. Dengan demikian, tasybih
itu memberikan pengertian yang sama dengan sifat tersebut.
2. Tasykhis (personifikasi) yakni penggambaran benda marti menjadi
benda hidup.
B. Pendekatan Historis
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahawa hadis muncul dalam
historis tertentu, oleh karenanya antara haadis dan sejarah memiliki hubungan
sinergiss yang saling menguatkan satu sama lain . adanya kecocokan antara
hadis dengan fakta sejarah akan menjadikan hadis memiliki sandaran validitas
yang kokoh, demikian pula sebaliknya bila terjadi penyimpangan antara hadis
dengan sejarah, maka diantara salah satu dari keduanya diragukan
kebenarannya.5
Pendekatan historis dalam hal ini adalah suatu upaya memahami hadis
dengan cara mempertimbangkan kondisi historis empiris pada saat hadis itu
disampaikan Nabi SAW. Dengan kata lain pendekatan historis adalah
pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaitkan antara idea tau gagasan
yang terdapat dalam hadis dengan determinasi-deaterminasi social dan situasi
historis cultural yang mengitarinya.6 Pendekatan model ini sebenarnya sudah
dirintis oleh para ulama hadis sejak dulu, yaitu dengan munculnya ilmu
asbabul wurud, yaitu, suatu ilmu yang menerangkan sebab-sebab mengapa
Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan waktu menuturkannya7. Ada yang

Suryadi, Metode Kotemporer memahami Hadiss Nabi: Persepektif Muhamad Al Ghozali


dan Yusuf al Qaradhwi, (Yogyakaarta: Teras 2008). Hlm 85.
6
Abdul Mustaqim dkk. Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam Memahami Hadis Nabi,
(Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga: 2008) Hlm 7.
7
Said Agil Husin Munawwar, Asbabul Wurud (Studi Kritis Hadis Nabi Pendekatan SosioHistoris-Kontekstual) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001). Hlm 27.

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

mendefinisikan bahwa asbabul wurud adalah ilmu yang berbicara mengenai


peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang terjadi pada saat hadis
tersebut disampaikan oleh Nabi.
Dalam pendekatan historis biasanya pertanyaan yang ditekankan
adalah mengapa Nabi SAW. Bersabda demikian, bagaimana kondisi historis
sosio kultural masyarakat atau bahkan politik pada saat itu, serta mengamati
proses terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.8
Contoh Aplikasi
Pemahaman hadis dengan menggunakan pendekatan historis dapat
dapat dilihat dalam memahami hadis tentang hukum rajam. Penetapan hukum
rajam hanya diberlakukan bagi pelaku zina muhsan sebagaimana yang
disebutkan dalam hadis. Pelaku zina muhson itu sendiri dikelompokan
menjadi dua macam yaitu dari kalangan muslim dan non muslim.
Contoh hadis yang menetapkan rajam bagi pelaku zina muhsan muslim
adalah:
)101 /21(
- 6325

Adapun hadis yang menyebutkan rajam bagi pelaku zina muhson non
muslim adalah:
)465 /11(


- 3363







8
9

M. Alfatih Suryadilaga Metodologi Syarah Hadis................................................Hlm 69.


Al Bukhori, Maktabah Syamilah, Shahih Al-Bukhori Kitaab Al Hudud no 6325

Pendekatan Dalam Memahami Hadis






10




Persoalan pemberlakuan hadis tersebut muncul ketika terjadi
penolakan hukum rajam tersebut dengan mengajukan argumentasi bahwa
hadis yang menunjukan adanya hukum rajam tersebut terjadi sebelum
turunnya aal-Quran surat al-Nur ayat 2, sehingga hadis mengnai rajam
dinaskh oleh al-Quran. Polemik anatara menolak dan menerima hukum
rajam inipun berlanjut sampai sekarang ini. Problem inilah yang menuntut
adanya fiqh al-hadis dengan menggunakan pendekatan historis dengan
melihat peristiwa pelaksanaan hukum rajam dari sisi sejarah atau
pembongkaran data-data kesejarahan yang berkaitan dengan hadis tersebut.
Menurut para mufaassir pada periode awal islam, sanksi przinaan
adalah kurungan bagi wanita yang telah kawin dan bagi gadis di cerca, sedang
bagi laki-laki dipermalukan dan dicerca di hadapan khalayak ramai.11
Dengan melihat kenyataan sejarah bahwa pada masa Nabi
Muhammad SAW, orang-orang islam hidup berdampingan dengan orangorang Yaahudi, yang memiliki kitab suci dan diakui oleh umat islam. Oleh
sebab itu, ketika orang-orang Yahudi melakukan pelanggaran hukum (zina),
maka sangat wajar bila Nabi Muhammad mmberlakukan huku rajam bagi
mereka sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam kitab sucinya, kitab taurat.
Selanjutnya akan

muncul pertanyaan: bagaimana pelaksanaaan hukum

rajam tersebut bagi orang-orang islam? Jawabanya adalah bahwa hukumhukum yang ada dalam kitab suci terdahulu itu memang masih diberlakukan
kepada umat islam sepanjang tidak di ubah dan tidak diganti dengan
ketentuan hukum baru, sehingga dalam kasus pelaksanaan hukum rajam,
apakah kasus pelaksanaan hukum rajam bagi orang-orang islam dilaksanakan
sebelum atau sesudah turunnya hukum bagi pezina yang tertuang dalam surat
al-Nur ayat 2.12

10

Al Bukhori, Maktabah Syamilah, Shahih AL-Bukhori kitab al Maanaqib no 3363.


Muhammad al-Razi, al-Tafsir al Kabir (beirut : Dar al-Fikr,1985), juz XII, Hlm. 125.
12
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan). (Yogyakarta: CESAD
YPI Al Rahmah, 2001).hlm 77.
11

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Sejauh tinjauan dari aspek kesejarahan dalam kitab-kitab hadis dan


asbabul wurud, tidak ditemukan secara pasti tentang kapan pelaksanaan
hukum rajam tersebut, terutama terhadap orang islam. Sedangkan dalam
riwayat Bukhori sendiri tidak ditemukan kepastian waktu pelaksaan. Bahkan
hadis tersbut memperkuat ketidaktahuannya waktu pelaksanaanya secara
pasti. Hadis sesuai dengan laafaz Imam Al Bukhori adalah:
)120 /21(



- 6335





13





Hadis ini dengan jelas menunjukan bahwa waktu pelaksanaan hukum
rajam yang diberikan pada zaman Nabi terhadap orang islam tidak diketahui.
Dari kenyataan sejarah ini jelas dapat dipahami mengapa Nabi
Muhammad melaksanakan hukum yang ada dalam kitab Taurat terhadap
orang Yahudi dan juga orang Islam. Namun setelah aayat tentang hukum bagi
pezina telah diturunkan , maka nabi tidak lagi menghukum rajam terhadap
orang islam. Hal ini dikarenakan bagi mereka yang berzina (baik laki-laki
atau perempuan, muhsan aatu ghairu muhsan ) hukumannya adalah deraan
seratus kali.14
Dengan pemahaman historis yang didukung pemahaman korelasional
dengan ayat al- Quraan dan hadis-hadis lain dapat diperoleh kesimpulan
bahwa meskipun hadis rajam sahih dan pelaksaan hukumnya pernah
diterapkan Nabi, tetapi melalui telaah historis, hadis tersebut telah di mansukh
oleh al-Quran surah An-nur ayat2, sehingga hadis ini tidahk bisa
diberlakukan karena termasuk hadis ghair mamul bih

C. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama masyarakat
dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk
13
14

Al Bukhori, Maktabah Syamilah, Shahih Al-Bukhori


Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan)..........................hlm 78.

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula


kepercayaannya, keyakinan yang member sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama itu dalam setiap persekutuan hidup manusia.
Dari beberapa peryataan diatas terlihat bahwa sosiologi adalah Ilmu
yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang paling berkaitan. Dengan
ilmu ini fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang
mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan
yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan
dalam memahami agama dan hadis. Hal demikian dapat dimengerti, karena
banyak bidang kajian agama dan hadis yang baru dapat dipahami secara
proporsial dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.
Pendekatan sosiologis dimaksudkan agar orang yang akan memaknai
dan memahami hadis itu memperhatikan keadaan masyarakat setempat secara
umum. Kondisi masyarakat pada saat munculnya hadis boleh jadi sangat
mempengaruhi munculnya suatu hadis. Jadi keterkaitan antara hadis dengan
situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu tidak dapat dipisahkan. Karena
itu dalam memahami hadis kondisi masyarakat harus dipertimbangkan agar
pemaknaan tersebut tidak salah.15
Pendekatan sosiologis terhadap suatu hadist merupakan usaha untuk
memahami hadist dari aspek tingkah laku sosial masyarakat pada saat itu.16
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendekatan sosiologis terhadap
hadist adalah mencari uraian dan alasan tentang posisi masyarakat sosial yang
berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam hadist. Penguasaan konsepkonsep sosiologi dapat memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis
terhadap efektifitas hadist dalam masyarakat, sebagai sarana untuk merubah
masyarakat agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu yang lebih baik.17

15

Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas
Hadis Nabi, Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001),
h.24-25.
16
Abdul Mustaqim, Ilmu Maanil Hadist (Paradigma Interkoneksi). (Yogyakarta: Idea
Press, 2009), hal. 62
17
Ibid. Hlm 63

10

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Contoh penerapan



18

Hadis di atas mempunyai sebab-sebab yang pada saat itu tidak bisa
dipisahkan dalam memaknainya, apabila memaknai sebuah hadis dan
meninggalkan sejarah turunnya hadis dapat dipastikan akan berujung pada
makna yang kurang tepat bahkan keliru. Dalam hal ini metode pendekatan
sosiologis sangatlah diperlukan, agar dapat di ketahui apa yang di maksud dari
hadis tersebut, paling tidak mendekati kebenaran. Jika kita lihat kondisi
historis dan sosiologis masyarakat saat ini, sangatlah mungkin larangan itu di
latar belakangi terhadap kaum perempuan.
Kalau kita perhatikan pada hadis di atas kita kan temukan makna yang
tersirat pada larangan tersebut bahwa Rasullah saw sebenarnya menghendaki
keamanan pada kaum perempuan pada saat bersafar. Mengingat pada masa itu
dimana orang yang hendak bepergian ia menggunakan kendaraan seperti onta,
keledai dll, tentu sangatlah berbeda dengan keadaan sekarang yang mana
sarana transportasi sungguh lebih modern.
Namun ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan hadis di atas
sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Abu Hanifah dan didukung oleh
mayoritas ulama hadis adalah wajib hukumnya yang hendak haji, harus
disertai marom atau suami, namun menurut Imam SyafiI tidak wajib ia hanya
keamanan saja, keamanan bisa diperolah oleh adanya mahrom atau suami
perempuan-perempuan lain yang dapat dipercaya.19

D. Pendekatan Sosio-Historis
Pemahaman hadis dengan pendekatan sosio-historis adalah memahami
hadis-hadis dengan melihat sejarah sosial dan setting sosial pada saat dan

18

http://173.193.234.99/~daawa/islam/moslim_2/moslim/alhaj.php?alhaj=74
Abdul Muttaqin, Pradigma Interkoneksi Dalam Memahami Hadis Nabi: Pendekatan
Historis, Sosiologis Dan Antropologis, Yogyakarta: Jurnal Study Ilmu-Ilmu Al-Qur;An Dan AlHadis, 2008.H 94
19

11

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

menjelang hadis tersebut diriwayatkan. Pendekatan sosio-historis ini dapat


diterapkan, misalnya dalam memahami hadis tentang larangan perempuan
menjadi pemimpin. Bunyi matan hadis tersebut adalah sebagai berikut:
) (
Jumhur ulama memahami hadis kepemimpinan politik perempuan
secara tektual. Mereka berpendapat bahwa berdasarkan petunjuk hadis
tersebut pengangkatan perempuan menjadi kepala negara, hakim pengadilan
dan berbagai jabatan politik lainnya, dilarang dalam agama. Selanjutnya
mereka menyatakan bahwa perempuan menurut petunjuk syara hanya diberi
tanggung jawab untuk menjaga harta suaminya. Demikian pula al-Syaukani
dalam menafsirkan hadis tersebut berkata bahwa perempuan itu tidak
termasuk ahli dalam hal kepemimpinan, sehingga tidak boleh menjadi kepala
negara.
Dalam memahami hadis tersebut, perlu dicermati terlebih dahulu
keadaan yang sedang berkembang pada saat hadis itu disabdakanatau harus
dilihat latar belakang munculnya hadis (aspek historitas), disamping setting
sosial pada saat itu. Oleh karena itu dalam memahami dan mengkaji hadis ini
mutlak diperlukan informasi yang memadahi mengenai latar belakang
kejadiannya (sisi historis).
Sebenarnya jauh sebelum hadis tersebut muncul, yakni pada masa
awal dakwah Islamiah dilakukan oleh Nabi ke beberapa daerah dan negeri.
Pada saat itu nabi pernah mengirim surat kepada pembesar negeri lain dengan
maksud mengajak mereka untuk memeluk islam. Diantara pembesar yang
dikirimi surat oleh nabi adalah Kisra Persia. Kisah pengiriman surat tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
Rasulullah telah mengutus Abdullah Ibnu Hudaifah al-Syami untuk
mengirimkan surat tersebut kepada pembesar Bahrain. Setelah tugas
dilakukan sesuai dengan pesan dan diterima oleh pembesar Bahrain,
kemudian pembesar Bahrain tersebut memberikan surat kepada Kisra. Setelah
membaca surat dari nabi Muhammad, Kisra menolak dan bahkan merobekrobek surat nabi. Menurut riwayat Ibn al-Musyayyab setelah peristiwa
tersebut sampai kepada Rasulullah, kemudian rasulullah bersabda: siapa

12

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

saja yang telah merobek-robek surat saya, akan dirobek-robek (diri dan
kerajaan) orang itu. Tidak lama kemudian, kerajaan persia dilanda
kekacauan dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat
raja. Hingga pada akhirnya, diangkatlah seorang perempuan yang bernama
Buwaran Binti Syairawih bin Kisra (cucu Kisra yangpernah dikirimi surat
nabi) sebagai ratu (Kisra) di Persia, setelah terjadi pembunuhan-pembunuhan
dalam rangka suksesi kepemimpinan. Hal tersebut karena ayah Buwaran
meninggal dunia dan anak laki-lakinya telah mati terbunuh tatkala melakukan
perebutan kekuasaan, karenanya Buwaran dinobatkan menjadi Ratu.
Peristiwa tersebut terekam dalam sejarah terjadi pada tahun 9 H.
Selain itu dari sisi sejarah sosial bangsa tersebut dapat dikuak bahwa
menurut tradisi masyarakat yang berlangsung di Persia sebelum itu, jabatan
kepala negara dipegang oleh kaum laki-laki. Sedang yang terjadi pada tahun 9
hijriyah tersebut menyalahi tradisi itu, sebab yang diangkat sebagai raja
bukan laki-laki lagi, melainkan perempuan. Pada waktu itu derajat kaum
perempuan dimata masyarakat berada dibawah derajat kaum laki-laki.
Pendekatan sosio-historis diatas didukung juga oleh pencarian
petunjuk hadis dengan mengaitkan pada kapasitas Nabi saat menyabdakan
hadis, apakah sebagai seorang rosul, kepada negara, panglima perang, hakim,
tokoh masyarakat atau seorang pribadi manusia biasa, merupakan suatu yang
sangat penting sebagaimana yang dikatakan oleh Mahmud Syaltut:
mengetahui hal-hal yang dilakukan oleh Nabi dengan mengaitkan pada
fungsi Nabi ketika hal itu dilakukan, sangat besar manfaatnya.20
Dengan demikian dapat dipahami bahwa melalui pendekatan sosiohistoris dalam memahami hadis tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hadis larangan perempuan menjadi pemimpin merupakan pernyataan Nabi
dalam merespon berita pengangkatan putri Kisra sebagai pemimpin Persia
tersolut yang tidak terkait dengan wacana persyaratan syari bagi seorang
pemimpin, namun hanya merupakan informasi mengenai pendapat pribadi
Nabi yang memberi peluang adanya dua kemungkinan. Pertama, boleh jadi
sabda Nabi tersebut merupakan doa agar pemimpin negeri Persia itu tidak
20

Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekata ), )Yogyakarta : CESad YPI
Al-Rahmah, 2001), Hlm. 92-96

13

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

sukses dan jaya. Kedua, boleh jadi hal tersebut merupakan pendapat pribadi
Nabi yang didasarkan pada fakta realitas histori yang pada saat itu tidak
memungkinkan bagi seorang perempuan untuk memimpin negara, karena
tidak memperoleh legitimasi dari masyarakat dan tidak berwibawa jika
dipercaya menjadi pemimpin mereka. Oleh karena itu tidak ada larangan bagi
seorang perempuan untuk menjadi pemimpin bila kondisi sosial berbeda
dengan kondisi pada saat hadis tersebut muncul. Jika keadaan perempuan
sudah dihormati dan mempunyai kewibawaan serta memiliki kualifikasi,
maka memaksakan pemahaman hadis secara tekstual merupakan tindakan
yang kurang bijaksana.21
E. Pendekatan Antropologis
Pemahaman hadis dengan pendekatan antropologis adalah memahami
hadis dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, tradisi dan budaya yang berkembang dalam
masyarakat pada saat hadis tersebut disabdakan. Pengertian Antropologi
menurut bebrbagai ahli dan fakar didalamnya sendiri sebagai berikut:
-

Wiliam A. Havilan mengatakan Antropologi adalah studi tentang umat


manusia berusaha menyusun generalisasi yng bermanfaat tentang
manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia.

David Huter: anropologi adalah imu yang lahir dari keingintahuan yang
tidak terbatas tentang umat manusia.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi

yaitu sebuah ilmu mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan yang dihasilkan setiap manusia yang satu dengan yang lainnya
berbeda-beda.
Atropologi adalah salah satu disiplin ilmu dri cabang ilmu
pengetahuan sosial yang memfokuskan kajiannya kepada manusia. Secara
umum, objek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, antropologi
fisik yang mengkaji makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan
antropologi budaya. Objek dari antropologi adalah manusia didalam
21

Ibid.,Hlm. 102-103

14

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan perilakunya. Ilmu pengetahuan


antropologi

memiliki

tujuan

untuk

mempelajari

manusia

dalam

bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan kebudayaan untuk membangun


masyarakat itu sendiri.
Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang
dipelajari adalah agama sebagai sebuah fenomena budaya, bukan ajaran
agama yang datang dengan perantara seoang Rasul dan sebagainya.
Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama, seperti
kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sacral. Wilayah antropologi
hanya terbatas pada kajian terhadap enomena yang muncul.22
Pendekatan antropologis memperhatikan terbentuknya pola-pola
perilaku itu pada tatanan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat
manusia. Kontribusi pendekatan antropologis adalah ingin membuat uraian
yang meyakinkan tentang apa sesungguhnya yang terjadi dengan manusia
dalam berbagai situasi hidup dalam kaitan waktu dan ruang. Dengan
pendekatan tersebut diharapkan seorang pembaca hadis akan memperoleh
suatu pemahaman kontekstual progresif, dan apresiatif terhadap perubahan
masyarakat yang merupakan implikasi dari adanya perkembangan dan
kemajuan sains-teknologi.23
Pemahaman hadis dengan antropologis bahkan sudah diterapkan Nabi
SAW. Suatu ketika seorang Arab badui datang mengaku kepada Nabi perihal
istrinya yang melahirkan anak berkulit berbeda dengan kulitnya. Ia
mencurigai istrinya tidak jujur karena kulitnya berwarna kuning sedangkan
kulit anaknya berwarna hitam. Untuk menanggapi orang tersebut memakai
logika dengan bertanya apakah orang itu memiliki unta. Orang tersebut lalu
menjawab bahwa dia mempunyai unta yang berwarna kecoklat-coklatan.
Rosulullah bertanya: kira-kira apakah untamu itu mempunyai nenek moyang
yang warnanya hitam? maka orang itu menjawab: saya kira punya. Maka
rasulullah menyahut: jangan-jangan nenek moyang anakmu juga ada yang

22

M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis, (yogyakarta: Suka-Press UIN Sunan


Kalijaga, 2012), Hlm. 87-89
23
Abdul Mustaqim, Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam Memahami Hadis
(yogyakarta: Sukses Offset, 2008)

15

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

kulitnya berwarna hitam, tidak kuning sepertimu. Maka orang itu lalu
berkata: betul juga ya rasullullah, kalau begitu dia anak saya. Pendekatan
yang digunakan oleh Nabi dalam kasus ini adalah pendekatan antropologis.
Hadis tersebut berbunyi:
..
(
)
Jika rasulullah memberi contoh pemahaman dengan menggunakan
pendekatan antropologi, maka sudah tentu dalam memahami hadis beliau
juga diperlukan pendekatan serupa.24 Hadis yang lain yang dipahami dengan
pendekatan antropologis adalah hadis yang berbunyi:
..
) (
Dari jabir berkata: rasulullah SAW bersabda: matikanlah lampulampu pada waktu malam ketika kamu sekalian hendak tidur, kuncilah pintupintu, ikatilah tempat-tempat air minum (yang terbuat dari kulit), dan
tutupilah makanan dan minuman.
Pada masa Nabi secara anstropologis, alat penerang waktu malam
adalah lampu minyak. Apabila lampu tidak dimatikan tatkala hendak tidur,
maka mungkin akan terjadi kebakaran. Penyebabnya mungkin karena lampu
minyak itu disentuh oleh binatang misalnya tikus atau karena hembusan
angin. Untuk keamanan bersama dan untuk penghematan, maka penghuni
rumah perlu mematikan lampu-lampu terdahulu sebelum tidur.
Pada zaman sekarang, banyak rumah yang menggunakan lampu
listrik. Dengan demikian, keamanan lebih terjamin walaupun lampu
dinyalakan tatkala penghuninya sedang tidur. Dengan fasilitas lampu seperti
ini, maka tidak ada salahya sekiranya lampu tetap menyala walaupun
penghuni rumah sudah tidur.25
F. Pendekatan Psikologis

24

Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekata ), )Yogyakarta : CESad YPI
Al-Rahmah, 2001), Hlm. 103-104
25
Ibid.,Hlm. 106-107

16

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Yang dimaksud dalam pendekatan psikologis dalam pemahaman hadis


adalah memahami hadis dengan memperhatikan kondisi psikologis Nabi
SAW dan masyarakat yang dihadapi Nabi ketika hadis tersebut disabdakan.
Hadis-hadis Nabi adakalanya disabdakan sebagai respon terhadap
pertanyaan dan perilaku sahabat. Oleh karenanya dalam keadaan tertentu
Nabi memperhatikan faktor psikologi sahabat ketika hendak mengucapkan
sebuah hadis. Dengan melihat dua kondisi psikologis (Nabi dan Sahabat) ini
akan mementukan pemahaman yang utuh terhadap hadis tersebut. Salah satu
contoh adalah hadis tentang amalan yang utama. Ternyata hadis yang
menyatakan amalan yang utama berjumlah banyak dan sangat variatif. Hadishadis tersebut adalah:

) (
mereka (para sahabat Nabi) bertanya: ya Rasulallah amalan islam yang
manakah yang lebih utama? beliau menjawab (yaitu) orang yang kaum
muslimin selamat dari gangguan mulutnya dan tangannya

(

bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang: amal apakah yang paling
utama?beliau menjawab beriman kepada Allah dan Rasulnya(Beliau)
ditanya lagi: kemudian apalagi? beliau menjawab: Jihad dijalan Allah
(Beliau) ditanya lagi: kemudian apalagi? beliau menjawab: Haji mabrur.
Hanya satu pertanyaan yang ditanyakan oleh sahabat yang berbeda,
ternyata jawaban Nabi berbeda - beda atau bermacam-macam: pada suatu saat
Nabi menyatakan Man salima Al-Muslimun min lisanihi wayadihi dan
pada saat yang lain Nabi menjawab, As-sholatu ala waqtiha dan pada saat
yang lain menjawab: Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Perbedaan materi jawaban tersebut sesungguhnya bertolak dari
kondisi psikologis orang yang bertanya kondisi psikologis Nabi. Jawaban
yang diberikan Nabi sangat memperhatikan kondisi kejiwaan yang bertanya.
Oleh karnanya, jawaban itu sebenarnya sesuai dengan kondisi keadaan

17

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

psikologis sang penanya. Pada saat penanya adalah orang yang sering berbuat
bohon dan lainnya, maka Nabi dalam kapasitas sebagai Rasul ingin
membimbing dan menasehatinya agar ia menjada mulut dan tangannya. Pada
waktu sang penanya adalah orang yang sibuk terus mengurus dunia, ketika
waktu shalat telah tiba, ia tidak berhenti dari pekerjaan, maka amal yang
paling utama bagi penanya ini menurut Nabi adalah shalat pada waktunya.
Dengan demikian, dalam memahami hadis tersebut, jawaban tidaklah
bersifat substantif. Yang subtantif ada dua kemungkinan yakni:
a. Relevansinya antara keadaan yang bertanya dan materi jawaban yang
diberikan.
b. Relevansi antara keadaan kelompok masyarakat tertentu dengan materi
jawaban yang diberikan. Kemungkinan yang kedua mempertimbangkan
bahwa jawaban Nabi itu merupakan petunjuk umum bagi kelompok
masyarakat yang dalam kesehariannya mereka menunjukkan gejala yang
perlu diberikan bimbingan dengan menekan perlunya dilaksanakan
amalan-amalan tertentu. Orang yang bertanya sekedar berfungsi sebagai
wakil dari keinginan untuk memberikan bimbingan kepada kelompok
masyarakat tertentu. Orang yang bertanya sekedar berfungsi sebagai
wakil dari keinginan untuk memberikan bimbingan kepada kelompok
masyarkat tertentu.
Oleh sebab itu hadis-hadis tersebut bersifat kondisional dalam
pengertian sesuai dengan kondisi psikologis seseorang. Jika seseorang
memiliki kebiasaan yang tidak baik dalam memelihara mulut, maka amal
baginya adalah menjaga mulut dan tangannya. Namun, bila seseorang
memiliki kebiasaan menunda-nunda shalat maka yang terbaik baginya adalah
shalat pada waktunya atau bahkan mementingkan pekerjaan ketimbang shalat,
maka yang terbaik baginya adalah shalat pada waktunya. Demikian
seterusnya.
Perlu disebutkan bahwa beberapa pendekatan dalam memahami hadis
tersebut tidak bisa diterapkan dalam seluruh hadis Nabi, tetapi dalam melihat
aspek-aspek diluar teks hadis seperti As-bab al-Wurud. Kondisi social
keagamaan yang berkembang pada saat hadis disabdakan tentu akan dapat

18

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

diketahui pendekatan mana yang lebih tepat untuk dipakai dalam memahami
hadis tersebut.26

BAB III
KESIMPULAN
A. Pendekatan bahasa

26

Ibid.,Hlm. 108-112

19

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Penelitian hadis dengan menggunakan pendekatan bahasa ini dapat


digunakan untuk meneliti makna hadis, meneliti nilai sebuah hadis apabila
terdapat perbedaan lafad dalam matan hadis.
Pendekatan bahasa dalam memahami hadis dilakukan apabila dalam
sebuah matan hadis terdapat aspek-aspek keindahan bahasa (Balaghoh) yang
memungkinkan mengandung pengertian majazi (metaforis) sehingga berbeda
dengan pengertian haqiqi
Adapun tujuan dari memahami hadis melalui pendekatan bahasa
adalah:
1. Peneliti dapat mengetahui dan memahami makna dari lafad-lafad hadis
yang ghorib dan juga mengetahui illat serta syadz.
2. Memahami dan mengetahui makna dan tujuan hadis Nabi muhamad
Saw. contoh

3. Mengkorfirmasi pengertian kata-kata hadis.
B. Pendekatan Historis
Pendekatan historis dalam hal ini adalah suatu upaya memahami hadis
dengan cara mempertimbangkan kondisi historis empiris pada saat hadis itu
disampaikan Nabi SAW. Dengan kata lain pendekatan historis adalah
pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaitkan antara idea tau gagasan
yang terdapat dalam hadis dengan determinasi-deaterminasi social dan situasi
historis cultural yang mengitarinya. Pendekatan model ini sebenarnya sudah
dirintis oleh para ulama hadis sejak dulu, yaitu dengan munculnya ilmu
asbabul wurud, yaitu, suatu ilmu yang menerangkan sebab-sebab mengapa
Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan waktu menuturkannya. Ada yang
mendefinisikan bahwa asbabul wurud adalah ilmu yang berbicara mengenai
peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang terjadi pada saat hadis
tersebut disampaikan oleh Nabi.
Dalam pendekatan historis biasanya pertanyaan yang ditekankan
adalah mengapa Nabi SAW. Bersabda demikian, bagaimana kondisi historis
sosio kultural masyarakat atau bahkan politik pada saat itu, serta mengamati
proses terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut

20

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

C. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama masyarakat
dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk
dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula
kepercayaannya, keyakinan yang member sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama itu dalam setiap persekutuan hidup manusia.
Dari beberapa peryataan diatas terlihat bahwa sosiologi adalah Ilmu
yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang paling berkaitan. Dengan
ilmu ini fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang
mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan
yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Pendekatan sosiologis dimaksudkan agar orang yang akan memaknai
dan memahami hadis itu memperhatikan keadaan masyarakat setempat secara
umum. Kondisi masyarakat pada saat munculnya hadis boleh jadi sangat
mempengaruhi munculnya suatu hadis. Jadi keterkaitan antara hadis dengan
situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu tidak dapat dipisahkan. Karena
itu dalam memahami hadis kondisi masyarakat harus dipertimbangkan agar
pemaknaan tersebut tidak salah.
D. Pendekatan Sosio-Historis
Pemahaman hadis dengan pendekatan sosio-historis adalah memahami
hadis-hadis dengan melihat sejarah sosial dan setting sosial pada saat dan
menjelang hadis tersebut diriwayatkan.
Dalam memahami hadis tersebut, perlu dicermati terlebih dahulu
keadaan yang sedang berkembang pada saat hadis itu disabdakanatau harus
dilihat latar belakang munculnya hadis (aspek historitas), disamping setting
sosial pada saat itu. Oleh karena itu dalam memahami dan mengkaji hadis ini
mutlak diperlukan informasi yang memadahi mengenai latar belakang
kejadiannya (sisi historis).
E. Pendekatan Antropologis

21

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Pemahaman hadis dengan pendekatan antropologis adalah memahami


hadis dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, tradisi dan budaya yang berkembang dalam
masyarakat pada saat hadis tersebut disabdakan.
Pendekatan antropologis memperhatikan terbentuknya pola-pola
perilaku itu pada tatanan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat
manusia. Kontribusi pendekatan antropologis adalah ingin membuat uraian
yang meyakinkan tentang apa sesungguhnya yang terjadi dengan manusia
dalam berbagai situasi hidup dalam kaitan waktu dan ruang
F. Pendekatan Psikologis
Yang dimaksud dalam pendekatan psikologis dalam pemahaman hadis
adalah memahami hadis dengan memperhatikan kondisi psikologis Nabi
SAW dan masyarakat yang dihadapi Nabi ketika hadis tersebut disabdakan.
Hadis-hadis Nabi adakalanya disabdakan sebagai respon terhadap
pertanyaan dan perilaku sahabat. Oleh karenanya dalam keadaan tertentu
Nabi memperhatikan faktor psikologi sahabat ketika hendak mengucapkan
sebuah hadis. Dengan melihat dua kondisi psikologis (Nabi dan Sahabat) ini
akan mementukan pemahaman yang utuh terhadap hadis tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Suryadi, 2008, Metode Kotemporer Memahami Hadis Nabi: Persepektif
Muhamad Al Ghozali dan Yusuf al Qaradhwi,Yogyakarta: Teras

22

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Ali Nizar, 2001, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan) Yogyakarta:
CESAD YPI Al Rahmah.
Suryadilaga Alfatih, 2012, Metodologi Syarah Hadis, Yogyaakarta: SUKA Pres
UIN Sunan Kalijaga.
Abdul

Mustaqim

dkk.,2008,

Paradigma

Integrasi-Interkoneksi

dalam

Memahami Hadis Nabi, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan


Kalijaga,
Said Agil Husin Munawwar, 2001, Asbabul Wurud (Studi Kritis Hadis Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual), Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Al Bukhori, Maktabah Syamilah, Shahih Al-Bukhori Kitaab Al Hudud no 6325
Al Bukhori, Maktabah Syamilah, Shahih AL-Bukhori kitab al Maanaqib no
3363.
Muhammad al-Razi,1985, al-Tafsir al Kabir beirut : Dar al-Fikr, juz XII.
Al Bukhori, Maktabah Syamilah, Shahih Al-Bukhori
Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud, 2001, Studi
Kritis Atas Hadis Nabi, Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual, Cet.1
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Abdul Mustaqim, 2009,

Ilmu Maanil Hadist (Paradigma Interkoneksi)

Yogyakarta: Idea Press.


http://173.193.234.99/~daawa/islam/moslim_2/moslim/alhaj.php?alhaj=74
Abdul Muttaqin, 2008, Pradigma Interkoneksi Dalam Memahami Hadis Nabi:
Pendekatan Historis, Sosiologis Dan Antropologis, Yogyakarta: Jurnal
Study Ilmu-Ilmu Al-Qur;An Dan Al-Hadis.
M. Alfatih Suryadilaga, 2012, Metodologi Syarah Hadis, yogyakarta: SukaPress UIN Sunan Kalijaga.

23

Pendekatan Dalam Memahami Hadis

Vous aimerez peut-être aussi