Vous êtes sur la page 1sur 4

MALIGNANT HYPERTHERMIA

Malignant hyperthermia (MH) merupakan suatu kondisi yang fulminant dari


kondisi hipermetabolik yang ditandai dengan adanya tachycardia, hipertensi,
hiperkarbia, hipoksemia arterial, desaturasi oksigen dari darah vena, asidosis
metabolic, hyperkalemia, rigiditas otot, hipertermia, gagal ginjal, disseminated
intravascular coagulation, dan kematian jika kondisi ini tidak diatasi. Setiap
orang secara genetik memiliki faktor predisposisi untuk terjadinya MG dan tidak
memiliki gejala hingga mereka terpapar oleh succinylcholine atau anestesi
volatile lainnya seperti desflurane, sevoflurane, ataupun isoflurane. Insidensi
terjadinya MH tiga kali lebih tinggi pada populasi pediatric daripada dewasa, MH
terjadi pada 1 dari 12,000 kasus anestesi pediatric. Sejumlah penyakit
neuromuscular telah dapat dihubungkan dengan terjadinya MH (Tabel 16.3)
60% dari individu yang berpotensi mengalami MH diketahui dapat terkena MH
pada paparan pertama dari obat-obatan pencetus MH, khususnya saat
succynilcholine dikombinasikan dengan anestesi volatile yang poten. Mereka
yang tidak memiliki respons dapat terkena MG dengan dipicu pemberian obat
anestesi selanjutnya.
MH terjadi akibat adanya aktivasi dari otot skelet oleh karena adanya
peningkatan konsentrasi kalsium sarkoplasmik intraseluler yang terjadi karena
adanya pencetus yang telah disebutkan. Penelitian terhadap calcium-selective
microelectrode telah menunjukan bahwa orang yang rentan terhadap MG
mempunyai resting level dari kalsium sarkoplasmik yang meningkan dan
meningkat ke level yang lebih tinggi lagi saat terpapar zat pencetus.
Eksitasi- kontraksi, coupling dengan diikuti oleh kontraksi otot membutuhkan
pelepasan kalsium secara cepat dari reticulum sarkoplasma. Dengan adanya
paparan terhadap ryanodine, sebuah toksin, terjadi perubahan yang jelas pada
eksitasi-kontraksi coupling pada otot lurik yang berakibat pada terjadinya
kontraksi otot skelet. Meskipun terjadi mutasi pada gen yang mengkode reseptor
ryanodine telah dapat diidentifikasi pada family tertentu, mutasi single dapat
ditemukan pada semua pasien yang rentan. Pola penurunan gen ini pada
manusia ialah dominan autosom.
Penelitian in vitro menemukan bahwa arus natrium yang lambat pada sel otot
manusia mengalami perubahan pada pasien dengan MH; hal ini
mengimplikasikan bahwa kanal natrium, sebagai tambahan dari adanya reseptor
ryanodine, adalah defektif. Data-data ini memberikan kesan bahwa kerentanan
terhadap MH adalah sesuatu yang multifaktorial.
Pemeriksaan terhadap MH umumnya dilakukan pada pasien yang diperkirakan
pernah mengalami episode MH, memiliki keluarga dengan riwayat MH, pernah
mengalami kejadian yang berkaitan dengan anestesi yang mungkin merupakan
MH, atau memiliki penyakit yang menempatkan mereka pada risiko yang lebih
tinggi untuk terkena MH.
Meskipun banyak tes untuk MH yang telah berkembang, tes kafein-halotan
(CHCT) kontraktur tetap adalah gold standard di Amerika Utara. Tes ini
dilakukan di 6 institusi di Amerika Serikat, dan 1 di Kanada. Hasil positif dapat

dilihat saat jaringan otot yang diambil sebagai sampel biopsy, yang pada
umumnya diambil dari quadriceps femoris, mengalami setidaknya 200 mg
regangan saat diberikan 0.2 mmol kafein atau 3% halotan. Kerugian dari res ini
ialah bahwa tes ini menharuskan pasien untuk pergi ke tempat pengetesan
untuk melakukan biopsy otot, dan dapat menghabiskan biaya $6,000, yang
mungkin tidak ditanggung oleh asuransi, dan ntuk melakukan biopsi ini
diperlukan anestesi. Hal ini bermasalah tertama pada pasien anak karena biopsi
ini sendiri hampir selalu pasti membutuhkan anestesi umum.
Pemeriksaan genetik terhadap mutasi pada reseptor ryanodine (RYR1) dapat
juga dijadikan pemeriksaan ambahan, ataupun pengganti dari CHCT. Karena
mutasi RYR1 yang diketahui hanya ditemukan pada 20-30% pasien dengan
kerentanan terhadap MH, tes ini memiliki sensitivitas yang rendah. Namun, tes
ini memiliki angka prediktif positif yang tinggi. Keuntungan dari pemeriksaan
gengetik ini ialah tes ini dapat dilakukan dengan mengirimkan sampel darah ke
salah satu dari 2 laboraorium yang dapat melakukan tes ini di Amerika Serikat.
Jika probandus diketahui memilik mutasi RYR1 terkait MH, maka dapat
dikatakan ia memiliki kerentanan terhadap MH dan tidak perlu melakukan tes
lainnya.
Karena saat ini belum ditemukan tes dengan sensitivias 100%, maka pasien yang
berisiko dapat mmemilij untuk tidak mengikuti tes. Selain itu, banyak
anestesiologis yang memilih zat anestesi yang tidak memicu MH jika pasien
memiliki riwayat pribadi maupun keluarga yang terkena MH. Secara ideal, orang
yang rentan terkena MH harus dijadwalkan sebagai pasien pertama hari itu
untuk meminimalisir sisa dari zat anestesi di ruang operasi maupun ruang
pemulihan. Mesin anestesi harus disiapkan secara baik, dan zat-zat pencetus
harus dihindari, pentung untuk berkomunikasi dengan baik sebelum hari
operasi dengan dokter bedah,.
Sudah menjadi standar pada setiap fasilitas untuk memiliki 36 vial dari
dantrolene sodium jika memiliki agen pencetus (seperti zat inhalasi atau
suksinilkolin). Selain itu, direkomendasikan juga untuk memiliki dantrolene
pada pasien dengan risiko MH meskipun telah direncanakan untuk memberikan
zat anestesi yang tidak memicu terjadinya MH. The Malignant Hyperthermia
Association of the United States (MHAUS) merekomendasikan pembedahan
ambulatory [ada [asien untuk dimonitor pada pemulihan fase pertama
(termasuk tanda-tanda vital setidaknya setiap 15 menit) selama setidaknya 1
jam. Pasien kemudian harus dimonitor pada fase 2 dari pemulihan untuk
setidaknya 1.5 jam sebelum dipulangkan.
Penatalaksanaan dari pasien yang mengalami rigiditas pada muskulus maseter
pada saat induksi dengan zat anestesi masih kontroverisal karena hal ini dapat
menjadi faktor risiko terjadinya MH saat diberikan zat anestesi selanjutnya.
Umum ditemukan bahwa rigiditas ini terjadi pada anak-anak yang telah
diinduksi dengan zat anestesi yang adalah kombinasi dari halotan dan
suksinilkolin. Meskipun demikian, rigiditas muskulus maseter telah dilaporkan
terjadi pada pemberian suksinilkolin secara tunggal. Hal yang paling sulit dari
presentasi klinis hal ini ialah kurangnya keseragaman definisi untuk rigiditas.

Leh karena itu, evaluasi dari pasien yang dilaporkan memiliki riwayat kaku
rahang dengan pemberian anestesi menjadi sulit. Mengetahui riwayat anestesi
pada pasien secara mendetail ialah kunci untuk menentukan apa yang mungkin
telah terjadi. Hanya pada pasien yang mulutnya tidak dapat dibukan setalah
seluruh tubuh relaksasi yang dapat dikatakan memiliki rigiditas muskulus
maseter. 50% dari anak-anak dan 25% orang dewasa yang jauh pada kelompok
ini rentan terhadap MH. Meskipun beberapa pendapat berbeda mengenai cara
terbaik untuk memberikan anestesi pada pasien seperti ini, pendekatan paling
konservatif ialah dengan menggunakan zat yang tidak mencetuskan MH.
Tatalaksana MH berpusat pada pengenalan yang cepat terhadap sindrom ini dan
[emberian dantrolene sodium secara intravena. Pendinginan aktif dan
perawatan suportif memiliki peran jika pasien menjadi hipertermik, oligurik
atau koagulopati dan menunjukan kelainan metabolic lainnya. Setiap vial dari
dantrolenemengandum 20 mg dantrolene dan 3 g manitol. Dosis efektif pada
90% pasien ialah injeksi bolus intravena sebanyak 2.5mg/kg, namun dapat
diberikan hingga dosis 10mg/kg. Obat ini bekerja dengan menghambat
pelepasan kalsium dari reticulum sarkoplasma dan merupakan terapi spesifik
untuk MG. tidak direkomendasikan untuk memberikan dantrolene sebagai obat
profilaksis pada pasien yang rentan terhadap MH.
Table 16.3 Kondisi yang dapat dikaitakan dengan kerentanan terhadap MH
Duchenne muscular dystrophy
Becker muscular dystrophy
King-Denborough syndrome
Central core disease
Carnitine palmityl transferase deficiency
Periodic paralysis
Myotonia congenital
Osteogenesis imperfect
Schwarts-Jampel syndrome
Fukuyama-type congenital muscular dystrophy
Mitochondrial myopathy
Possibly associated:
Strabismus
Scoliosis
Burkitt Lymphoma
Neuroleptic malignant syndrome
Myelomeningocele
Congenital hip dislocation
Tabel 16.4 Persiapan mesin anestesi terhadap pasien yang rentan terhadap MH
Penggantian karet
Pengantian absorbent karbondioksida
Pergunakan bag dan breathing circuit yang baru

Pertimbangkan penggantian saluran udara


Flush sistem yang baru dengan oksigen 10 lpm selama 15-20 menit
Table 16.5 Zat yang TIDAK mencetuskan MH
Seluruh anestesi lokal
Antikolinergik
Antikolinesterase
Barbiturat
Benzodiazepin
Kalsium
Digoxin
Droperidol
Epinefrin
Etomidate
Ketamine
Nitrous oxide
Nondepolarizing muscle relaxant
Opioid
Kalium
Procainamide hidroklorida
Propofol
Simpatomimetik

Vous aimerez peut-être aussi