Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ARTHRITIS GOUT
DISUSUN OLEH :
TUTORIAL A2
Karlita Riandini
Hendra Leofirsta
Rachmayasti Rachmat
Lia Trisna Pratiwi
Melinda Veronica
Hanif Putra Gunadi
Riahta Karina
Siti Qothrin
Wendy Edwina G N R
Risdi Pramesta
Hurdienda F. Yuzakki
1010211072
1010211013
1010211037
1010211174
1010211035
1010211109
1010211110
1010211087
1010211081
0910211125
1010211172
Arhritis
Tipe :
Monoarthritis
Polyarthritis
Oligoarthritis
MONOARTHRITIS
Acute monoartritis
Chronic monoarthritis
1. Acute monoarthritis
Ciri khas :
Septic arthritis adalah diagnosis yang paling sering (major diagnostic)
Arthrocentensis (penusukan dari suatu rongga sendi dengan aspirasi cairanDorland Dictionary) adalah test yang paling penting untuk diagnosis.
LABORATORY EVALUATION
IMAGING STUDIES
Radiograph diindikasikan untuk kasus trauma.
Differential diagnosis
Inflammatory monoarthritis (infeksi dan crystal induced arthritis)
2. Chronic Monoarthritis
Ciri khas :
membedakan antara arthritis krn inflamasi dan tanpa inflamasi adalah kunci
untuk menuju arah diagnosis.
Arthrocentesis dan imaging studies sangat penting untuk diagnosis.
Initial Clinic Evaluation
Sangat diperlukan keterangan daripada pasien mengenai keluhan yang
sesuai dengan tanda-tanda inflamasi atau bukan. Durasi nya bisa dalam
minggu hingga beberapa bulan.
LABORATORY EVALUATION
Cairan sinovial dapat digunakan untuk kultur (bacteria, mycobacteria
dan fungus), cell count, dan pewarnaan Gram serta melihat apakah
ditemukan kristal dengan menggunakan mikroskop.
Pemeriksaan rutin (CBC, serum electrolytes dan creatinin serta
urinalysis) dan ESR(erythrocyte sedimentation rate) serta CRP (CReactive Protein) dapat sangat membantu diagnosis.
IMAGING STUDIES
Radiograph dapat sangat membantu untuk mengevaluasi proses dari
monoarthritis akut yang sudah dialami dalam minggu hingga lebih.
Differential Diagnosis :
Inflamasi
biasanya bermula dari akut, namun keluhan diatasi dengan penggunaan obatobatan OAINS, antibiotik atau glukokortikoid dan muncul lagi beberapa
minggu setelahnya.
Non inflamasi
OLIGOARTHRITIS
Oligoarthritis adalah arthritis yang menyerang satu hingga 4 sendi pada 6 bulan
pertama penyakit.
1. Acute Oligoarthritis
- Ciri khas :
infeksi gonokokus, nongonococcal septic arthritis dan spondyloarthropathies
merupakan penyebab utama oligoarthritis inflamasi akut.
Arthrocentesis dan kultur menjadi test yang sangat penting untuk menunjang
diagnosis.
LABORATORY EVALUATION
CBC, serum electrolytes dan creatinin serta urinalysis. Analisis dan
kultur dari cairan sinovial dapat digunakan untuk mengevaluasi
oligoarthritis akut.
IMAGING STUDIES
Radiograph biasanya menolong sedikit jika perjalanan oligoarthritis
benar akut.
Differential Diagnosis
2. Chronic Oligoarthritis
- Initial Clinical Evaluation
LABORATORY EVALUATION
Cairan sinovial dapat digunakan untuk analisa dan kultur sehingga
dapat membedakan dengan inflamasi dan bukan inflamasi.
IMAGING STUDIES
Differential Diagnosis
POLYARTHRITIS
Polyarthritis adalah radang yang mengenai beberapa sendi. (> dari 5 sendi).
1. Acute Polyarthritis
- Ciri khas :
Infeksi virus dan RA merupakan penyebab utama pada poliarthritis akut.
- Initial Clinical Evaluation
Poliarthritis akibat virus muncul lebih dari beberapa hari hingga beberapa
minggu. RA juga biasanya baru nampak setelah berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan. SLE juga bisa menjadi salah satu penyebab poliarthritis akut.
LABORATORY EVALUATION
Misalkan diduga penyebab poliarthritis adalah virus, maka
pemeriksaan rutin (CBC, serum electrolytes dan kreatinin, test fungsi
hepar dan urinalysis), ESR atau CRP dan test serum rheumatoid factor,
anti-CCP
( anti-cyclic
citrullinated
protein
antibodies
[antibodies directed against one or more of an individuals own
proteins] biasanya muncul pada pasien dg SLE ), ANA.
IMAGING STUDIES
Radiograph pada sendi jarang dilakukan
Differential diagnosis
2. Chronic Polyarthritis
- Ciri khas :
RA dan osteoarthritis merupakan penyebab utama pada poliarthritis kronik
LABORATORY EVALUATION
Arthrocentesis cairan sinovial digunakan untuk analisis kristal bila
ditemukan. Pemeriksaan rutin (CBC, serum electrolytes dan kreatinin
serta urinalysis) dapat berguna. Jika ada proses inflamatori yang
menyebabkan poliarthritis, pada pemeriksaan ditemukan ESR atau
CRP dan tes serum rheumatoid factor, anti-CCP anibodies, ANA dan
hepatitis B dan C.
IMAGING STUDIES
Radiograph diindikasikan pada sebagian besar kasus poliarthritis
kronik di tangan. Radiograph pada tangan biasanya menunjukan
perubahan karateristik pada gambaran awal OA, hemokromatosis,
peny. Deposisi kalsium pyrophosphati dan tophi pada gout kronik.
Yang nampak biasanya gambaran tulang yang terlihat adanya erosi.
Differential diagnosis
Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan asama urat darah diatas
normal
Hiperurisemia dapat terjadi karena :
1. Peningkatan metabolism asam urat (overproduction)
2. Penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion)
3. Gabungan keduanya
Prevalensi hiperurisemia diperkirakan mencapai 2,3-17,6%
Hiperurisemia berkepanjangan dapat menyebabkan gout.
Klasifikasi
I.
Karena
peningkatan
aktivitas
vaian
dari
phoribosylpyrophosphatase
enzim
synthase
Kekurangan
sebagian
phosphoribosyltransferase
overproduction
dari
enzim
(disebut
hypoxanthine
syndrome
Kelley-
Seegmiller)
II.
Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis : faktor keturunan, kelaianan atau penyakit lain , alkoholisme
Pemeriksaan darah rutin , asam urat darah , kreatinin darah.
Kadar asam urat dalam urin 24 jam dibawah 600 mg/hari dikatakan normal
pada orang dewasa yang pantang makan pu
DEMAM REUMATIK
Definisi : Penyakit autoimun yang merusak katup-katup jantung .
Demam reumatik ini dapat menyebabkan Penyakit Jantung Reumatik .
Etiologi : Infeksi Streptokokus Beta hemolitikus Grup A .
Epidemiologi :
-
Klasifikasi :
1. DR akut / Demam Reumatik akut
2. DR inaktif
3. DR Kronik
Manifestasi klinik :
-
1. Artritis
- Gejala mayor yang sering ditemuakan pada DR akut
- Biasanya menyerang sendi besar : sendi lutut , pergelangan kaki , paha , lengan , panggul ,
siku , bahu , jari-jari tangan .
- Muncul tiba-tiba dengan nyeri yang menigkat 12-24 jam diikuti dengan reaksi radang nyeri
hilang perlahan .
2. Karditis
- Manifestasi penting dengan insidens 40-50% dapat menimbulkan gagal jantung .
- Kadang asimtomatik dan terdeteksi pada saat nyeri sendi
3. Chorea
- merupakan gerakan cepat yang tidak henti-henti , menyentak-nyentak , dan involunter .
- Insiden 10 % dari kasus DR , biasanya pada wanita 8-12 tahun .
- Gejala muncul 3-4 bulan
4. Eritema Marginatum
5. Nodul subkutaneus
Kriteria diagnosis :
Gejala Mayor : 1. Poliartritis
2. Karditis
3. Chorea
4. Nodul subkutaneus
5. Eritema marginatum
Gejala Minor : 1. Suhu yang meningkat
2. Artalgia
3. Riwayat DR / PJR
4. Pemeriksaan Lab pada fase akut
Bila terdapat infeksi Streptokokkus sebelumnya , maka diagnosis DR / PJR ;
1. Teradapat 2 gejala mayor
REUMATOID ARTRITIS
Definisi
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi
utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.
Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana
menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan
kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit
dan pengurangan kemampuan bergerak.
Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan, kekakuan dan kemerahan pada sendi. Akibat
artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan penyakit autoimun.
Epidemiologi
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta
melibatkan semua ras dan kelompok etnik.
Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis
Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar
3:1. Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.
Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah
lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk
kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLADR4memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor
hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60 sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh
sel seluruh spesies sebagai respons terhadap stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP
dan sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas.
Patogenesis
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai
berikut :
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting
cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang
semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali
dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC
tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1
(IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel
CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel
CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang
telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factorb (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya
dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini
dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang
akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem
komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5amerupakan
faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial
menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular
membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen
bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan
erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat
sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga
merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang
osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari
lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada
struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi
persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid
adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor
reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan
akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang
menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam
arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan
terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai
jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel
mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.
Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini
tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang
kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak
melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendisendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung
(perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Tabel 2. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.
Kriteria
1. Kaku pagi hari
Definisi
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan
disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum
perbaikan maksimal
2. Artritis pada 3 Pembengkakan jaringan lunak atau persendian
daerah
atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang)
pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara
bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter.
Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang
memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan
tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan
kanan.
3.
Artritis Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
pada persendian persendian tangan seperti yang tertera diatas.
tangan
4. Artritis simetris
Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang
tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi,
keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat
diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
5. Nodul rheumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah jukstaartrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid
serum
serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif kurang dari 5%
kelompok kontrol yang diperiksa.
7.
Perubahan Perubahan gambaran radiologis yang radiologis
gambaran
khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan
sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan
tangan yang harus menunjukkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi
(perubahan akibat osteoartritis saja tidak
memenuhi persyaratan).
Penatalaksanaan
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha
untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan
yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin
hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang
dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu
sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis reumatoid.
Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam
menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko
manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila
respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek
samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular,
nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500
mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1
g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak
terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya
nausea, muntah, dan dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari,
kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek
samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis
penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2
minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi
tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang.
Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, pada
awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain.
Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus
ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin
untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.
f. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis reumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam
jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti
prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis
sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan
kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan
terlebih dahulu.
4. Riwayat Penyakit alamiah
Riwayat penyakit alamiah AR sangat bervariasi. Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi
penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan selanjutnya akan mengalami remisi
sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini sepanjang hidupnya dengan
hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita
AR yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dengan pengobatan yang digunakan saat ini, sebagian besar
pasien AR umumnya akan dapat mencapai remisi dan dapat mempertahankannya dengan baik pada 5 atau 10
tahun pertamanya. Setelah kurun waktu tersebut, umumnya pasien akan mulai merasakan bahwa remisi mulai
sukar dipertahankan dengan pengobatan yang biasa digunakan selama itu. Hal ini mungkin disebabkan karena
pasien sukar mempertahankan ketaatannya untuk terus berobat dalam jangka waktu yang lama, timbulnya
efek samping jangka panjang kortikosteroid. Khasiat DMARD yang menurun dengan berjalannya waktu atau
karena timbulnya penyakit lain yang merupakan komplikasi AR atau pengobatannya. Hal ini masih merupakan
persoalan yang banyak diteliti saat ini, karena saat ini belum berhasil dijumpai obat yang bersifat
sebagai disease controlling antirheumatic therapy (DC-ART).
5. Rehabilitasi pasien AR
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan cara
Mengurangi rasa nyeri
Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
Mencegah terjadinya deformitas
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat,
latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan
ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah ternyata terbukti dan
saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan AR.
6. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat
dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik,
misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
Epidemiologi
Sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Dapat mengenai semua ras. Lebih
sering terjadi pada laki- laki ( 95%) daripada perempuan dan biasanya tidak menimbulkan
gejala sebelum usia 30 tahun. Recent statistics from the United States show a self-reported
prevalence of 13.6 per 1000 persons in adult males and 6.4 per 1000 persons for females
(Collins 1988)
Hippocrates : GOUT jarang pada pria sebelum masa remaja ( adolescens ) sedangkan
pada perempuan jarang sebelum menopause. Pada keadaan normal, kadar urat serum
mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan, kadar urat tidak meningkat sampai
setelah menopause, karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal.
Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Etiologi
Terjadi akibat peningkatan kadar asam urat serum, dapat terjadi karena
pembentukan berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat, atau keduanya
Faktor Resiko
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Laki-laki
Umur > 40 tahun
Obesitas
Riwayat keluarga
Alkoholisme
Insufisiensi ginjal
Hipertensi
Klasifikasi
1. Hiperurisemia dan GOUT Primer
Digunakan untuk menamai kasus yang kausa mendasarnya tidak diketahui atau, yang
lebih jarang, jika penyebabnya adalah suatu kelainan metabolik herediter yang
terutama ditandai dengan hiperurisemia dan GOUT
2. Hiperurisemia dan GOUT sekunder
Penyebab hiperurisemianya diketahui, tetapi GOUT bukan merupakan penyakit klinis
utama/ dominan. Terjadi karena :
a. Lisis sel yang cepat pada pengobatan limfoma atau leukimia >> meningkatnya
produksi asam urat >> hiperurisemia
b. Insufisiensi ginjal kronis >> menurunnya ekskresi asam urat >> hiperurisemia
c. Obat : Diuretics, aspirin, cytotoxics, cyclosporine, alcohol, moonshine,
ethambutol
3. Hiperurisemia dan GOUT idiopatik
Tidak jelas penyebab primernya, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau
anatomi yang jelas
Apaun penyebabnya, peningkatan kadar asam urat dalam darah dan cairan tubuh
lain ( ex : sinovium ) menyebabkan pengendapan kristal monosodium urat ( MSU ).
Patofisiologi
Faktor faktor yang berperan dalam serangan GOUT : temperatur, pH, kelarutan urat
1. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi
perifer seperti kaki dan tangan >> terjadi pengendapan pada tempat tersebut
2. Trauma ringan yang berulang-ulang
3. Kecepatan difusi molekul urat dari ruang sinovia ke dalam plasma hanya setengah
kecepatan air. Dengan demikian, konsentrasi urat dalam cairan sendi seperi MTP-1
menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan
sendi diresorbsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat lokal >> onset
GOUT akut pada malam hari
4. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro melalui pembentukan dari
protonated solid phases
Synovial fluid cell
counts
1. Hiperurisemia asimtomatik
Terjadi peningkatan asam urat tetapi pasien tidak menunjukkan gejala-gejala
2. Artritis GOUT akut
a. Terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa
b. Pasien tidur tanpa ada gejala, tetapi pada saat bangun pagi, terasa sakit yang
hebat dan tidak dapat berjalan
c. Paling sering pada >> ekstremitas bawah ( sendi ibu jari kaki/ podagra dan sendi
metatarsofalangeal ). Sendi lain yang dapat terserang : sendi jari-jari tangan,
lutut, mata kaki, pergelangan tangan dan siku
d. Monoartikular
e. Menunjukkan tanda-tanda inflamasi lokal ( nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
). Gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah
f. Biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi memakan waktu 10-14 hari
g. Faktor pencetus : trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan
operasi, pemakaian obat diuretik, penurunan dan peningkatan asam urat.
3. Tahap interkritikal
a. Kelanjutan dari stadium akut
b. Tidak terdapat gejala-gejala
c. Proses peradangan tetap berlanjut
d. Dapat berlangsung dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun dimana dalam
periode ini dapat terjadi serangan GOUT akut bila ada faktor pencetus
4. Tahap GOUT kronik
a. Timbunan asam urat bertambah >> inflamasi >> nyeri, sakit, kaku, pembesaran
dan penonjolan sendi yang bengkak
b. Poliartikular
c. Insolubilitas asam urat >> tofi (heliks telinga, MTP-1, bursa olekranon, tendon
achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar )
d. Pada stadium ini kadang ditemukan batu ginjal
Kriteria Diagnosis
Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Penatalaksanaan
1.
2.
3.
4.
Edukasi
Pengaturan diet
Istirahat sendi
Pengobatan
a. GOUT akut
Bertujuan untuk menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan
dengan obat-obat antara lain kolkisin, OAINS, kortikosteroid, atau
hormon ACTH
Indikasi Allopurinol
Hyperuricemia associated with increased uric acid production
Urinary uric acid excretion of 1000 mg or more in 24 hours
Hyperuricemia associated with HPRT deficiency or PRPP synthetase overactivity
Uric acid nephropathy
Nephrolithiasis
Prophylaxis before cytolytic therapy
Intolerance or reduced efficacy of space uricosuric agents
Gout with renal insufficiency (GFR <60 ml/min)
Allergy to uricosurics
Abbreviations: GFR, glomerular filtration rate; HPRT, hypoxanthine-guanine
Prognosis
In the era of antihyperuricaemic therapy, the prognosis for patients with gouty
arthritis is excellent. Moreover, despite the association of hyperuricaemia with heart
disease, hypertension, and renal insufficiency, there is no evidence that patients with gout
have decreased longevity compared with controls who do not have gout.
Komplikasi
As described above, untreated and severe gout leads to visible and palpable
tophaceous deposits and a destructive arthropathy. However, these complications are
preventable with accurate diagnosis and appropriate therapy.
Nephrolithiasis develops in 1025% of patients with gout at some time during the
disease course. In 40% of these patients, the first episode of renal colic precedes the first
attack of acute gouty arthritis. Most of these calculi are composed of uric acid; however,
calcium-containing stones are 10 times more common in patients with gout than in the
general population. The incidence of nephrolithiasis correlates with the serum urate level,
but more strongly with the amount of uric acid excreted in the urine. The likelihood of
developing a stone reaches 50% with either a serum urate level above 13.0 mg/dL or a 24hour urinary uric acid excretion in excess of 1100 mg.
In the past, progressive renal failure has been common in the gouty population with
up to 25% of patients with gout dying of renal disease. Today this frequency is much less.
Hypertension, diabetes, chronic lead exposure, and chronic atherosclerosis are the most
important contributing factors to this complication. In fact, if blood pressure is rigorously
controlled, it is very unusual for renal failure to develop in a patient with gout. Chronic urate
nephropathy has been described and is a distinct condition caused by the deposition of
monosodium urate crystals in the renal parenchyma and pyramids. Although chronic
hyperuricemia is thought to be the cause of this urate nephropathy, this form of kidney
disease is never seen in the absence of gouty arthritis. Furthermore, with appropriate
management, urate nephropathy should easily be prevented.
Hyperuricemia and gout are frequently accompanied by obesity, alcoholism, glucose
intolerance related to insulin resistance, and hyperlipidemia. In addition, a very high
percentage of patients with gout have hypertension. These associated conditions should be
managed aggressively
Hiperurisemia
hipersaturasi
Aktivasi komplemen
fagosit makrofag
Jalur klasik
Aktiv C1q
aktv C3a
dan C5a
Aktv kolikrein
MAC kemotaksis
neutrofil
Aktv faktor
Hageman (FXII)
Fagositosis
pengeluaran
kristal
LTB4, PG,
radikal bebas
Lisis neutrofil
Pengeluaran enzim
cedera dan
lisosom
peradangan
Osteoartritis
Definisi
Gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa
disintegrasi dan pelunakan progresif diikuti pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang
dan tulang rawan yang disebut osteofit ( Pengantar ilmu bedah ortopedi-rasjad).
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. (IPD)
Klasifikasi
1. Osteoartritis Primer (idiopatik)
Tidak diketahui jelas penyebabnya, dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Mengenai satu atau beberapa
sendi, umumnya bersifat poliartikuler dengan nyeri yg akut.
2. Osteoartritis Sekunder
Dapat terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Dapat disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan kerusakan pada sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder
Epidemiologi
Umumnya menyerang wanita di atas 50 tahun ( wanita pascamenopause), atau dapat juga
pada usia muda akibat kerusaka tulang rawan sendi oleh salah satu sebab.
Etiologi dan Faktor Resiko (faktor yang meningkakan resiko penyakit)
1. Umur
Faktor ketuaan adalah faktor yang terkuat. Umumnya ditemukan pada usia lanjut
>50 tahun karena pada orang lanjut usia pembentukan kondrotin sulfat yang
merupakan substansi dasar tulang rawan berkurang
2. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut, dan OA banyak sendi dan laki-laki lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Frekuensi penderita OA dibawah 45
tahun laki-laki dan wanita sama. Tetapi, diatas 50 tahun (setelah menopause)
frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria.
3. Ras
Lebih sering pada orang Asia
6. Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dapat meningkatkan resiko timbulnya OA, karena tulang
yang lebih padat tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh
tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
Patologi
Kelainan yang dapat ditemukan pada tulang rawan sendi adalah:
1. Tulang rawan sendi
Terjadipelunakkan dan iregularitas pada tulang rawan sendi sehingga permukaan
sendi menjadi kasar
2. Tulang
Terjadi peningkatan vaskularisasi serta pembentukan osteofit pada tulang rawan
sendi, pembentukan tlang baru ini berupa eburnasi dan pembentukan kista-kista
dapat berhubungan dengan sendi dan berisi cairan sinovial meallui defek pada
tulang subkondral.
3. Membran synovial
Mengalami hipertrofi vlus
4. Kapsul sendi
Terjadi fibrosis dan kontraktur pada kapsul sendi
5. Badan Lepas ( loose bodies)
Tulang rawan yang nekrosis mengalami aberasi dan terlepas ke ruang sendi
menimbulkan reaksi pada membrane sinovial sehingga timbul efusi dalam sendi
6. Efusi
Terjadi pada stadium awal atau pada stadium eksaserbasiinflamasi akut, cairan
jernih dengan viskositas tinggi
7. Nodus Herbeden dan Bouchart
Gambaran klinis
Pemeriksaan Fisis
1. Hambatan Gerak
Dapat seluruh arah gerak maupun salah satu gerakan saja
2. Krepitasi
Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk
oleh pasien/dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyaki, krepitasi
semakin terdengar. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan
tulang sendi pada saat sendi digerakan atau secara pasif dimanipulasi.
3. Tanda-tanda peradangan
Nyeri tekan, gangguan pergerakan, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Tepi normal
2. Pemeriksaan imunologi normal
Pemeriksaan Radiologis
Foto Polos
Gambaran yang khas:
1. Densitas tulang normal atau meninggi
2. Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan sendi
3. Skleosis tulang subkondral
4. Kista tulang pada permukaan sendi terutama bagian subkondral
5. Osteofit pada tepi sendi
Radionuklida scanning
Terlihat peningkatan tulang pada bagian subkondralsedi yg terkena,
ditemukan peningkatan vaskularisasi dan pembentukan tulang baru
Pengobatan
1. Terapi Non-Farmakologis
Edukasi ; agar pasien mengetahui dengan jelas penyakitnya dan menjaganya
agar tidak bertambah parah
Istirahat ; untuk mengurangi beban sendi
Terapi fisik dan rehabilitasi ; untuk melatih pasien agar persendiannya tetap
dapat dipakai
Penurunan berat badan ;
2. Terapi Farmakologis
Analgesik topikal ; pada umumnya pasien sudah mencoba terapi dengan cara
ini, sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya
Analgesik Oral Non-Opiat ; pada umumnya pasien telah mengobati sendiri
penyakitnya, terutama untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri
Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS) ; apabila dengan cara diatas tidak
berhasil biasanya pasien mulai datang kedokter. Pemberian OAINS karena
obat golongan ini disamping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek
anti inflamasi.
Chondroprotective Agent ; adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
memperbaiki tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Disease Modifying Anti
Osteoartritis Drugs (DMAODs)
Dari
penelitian
Rejholec
tahun
1987
pemakaian
3. Terapi Bedah
Osteotomi
Artroplasti sendi total
Asam nukleat atau asam inti, dikatakan demikian karena asam tersebut
pertama kali diketemukan didalam inti sel
Didalam inti sel asam nukleat ada dalam bentuk: DNA dan RNA
DNA (Deoksiribo Nukleic Acid) merupakan bahan genetik yang disebut
Gen
RNA (Ribo Nukleic Acid) merupakan bahan cetakan (template) informasi
genetic
NUKLEOPROTEIN
Pentosa: deoksiribosa
Basa: adenin, guanin, sitosin, timin
RNA:
Pentosa: ribosa
Basa: adenin, guanin, sitosin, urasil
Inti Purin dan Pirimidin adalah inti dari senyawa komponen molekul
nukleotida asam nukleat RNA dan DNA
Derivat Purin berupa senyawa: Adenin dan Guanin
Derivat Pirimidin berupa senyawa: sitosin, urasil dan timin
NUKLEOSIDA ALAM
MACAM RNA
KATABOLISME PURIN
KATABOLISME PIRIMIDIN
(purin) dan -alanin atau -amino isobutirat (pirimidin)dan CO2, NH3. Tidak ada
purin atau pirimidin darimakanan yang digabung dgn asam nukleat jaringan
DEMAM REUMATIK
Definisi : Penyakit autoimun yang merusak katup-katup jantung .
Demam reumatik ini dapat menyebabkan Penyakit Jantung Reumatik .
Etiologi : Infeksi Streptokokus Beta hemolitikus Grup A .
Epidemiologi :
-
Klasifikasi :
1. DR akut / Demam Reumatik akut
2. DR inaktif
3. DR Kronik
Manifestasi klinik :
-
1. Artritis
- Gejala mayor yang sering ditemuakan pada DR akut
- Biasanya menyerang sendi besar : sendi lutut , pergelangan kaki , paha , lengan , panggul ,
siku , bahu , jari-jari tangan .
- Muncul tiba-tiba dengan nyeri yang menigkat 12-24 jam diikuti dengan reaksi radang nyeri
hilang perlahan .
2. Karditis
- Manifestasi penting dengan insidens 40-50% dapat menimbulkan gagal jantung .
- Kadang asimtomatik dan terdeteksi pada saat nyeri sendi
3. Chorea
- merupakan gerakan cepat yang tidak henti-henti , menyentak-nyentak , dan involunter .
- Insiden 10 % dari kasus DR , biasanya pada wanita 8-12 tahun .
- Gejala muncul 3-4 bulan
4. Eritema Marginatum
5. Nodul subkutaneus
Kriteria diagnosis :
Gejala Mayor : 1. Poliartritis
2. Karditis
3. Chorea
4. Nodul subkutaneus
5. Eritema marginatum
Gejala Minor : 1. Suhu yang meningkat
2. Artalgia
3. Riwayat DR / PJR
4. Pemeriksaan Lab pada fase akut
Bila terdapat infeksi Streptokokkus sebelumnya , maka diagnosis DR / PJR ;
1. Teradapat 2 gejala mayor
2. Terdapat 1 gejala mayor dan 2 gejala minor
* Jika penyediaan Fasilitas pemeriksaan belum memadai maka criteria diatas dapatdijadikan
pegangan diagnosis .
Penatalaksanaan
1. Artalgia : Salisilat saja.
2. Artritis saja dan / Karditis tanpa kardiomegali : Salisilat 100 mg/kgBB/hr selama 2 minggu
dan diteruskan dengan75 mg/kgBB/hrselama 4-6 mgg.
3. Karditis dengan kardiomegali/gagal jantung : Prednison 2 mgg/kgBB/hr selama 2 mgg dan
tapering selama 2 mgg ditambah salisilat 75 mg/kgBB/hr untuk 6 mgg .
DAFTAR PUSTAKA
IPD UI
PATOLOGI DASAR ROBIN KUMAR
PATOFISIOLOGI SYLVIA
BEDAH ORTOPEDI RASJAD