Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Debi setiyawan, S.Ked
08700183
Pembimbing
dr.Fitri Sriyani, Sp.P
I.
ANAMNESIS
I.I. Identitas
Nama
: Ny. Sutarti
Umur
: 43 tahun
Alamat
Pekerjaan
Agama
Masuk RS
Kesadaran
: kompos mentis
Nadi
: 80 x/ menit
Tek. Darah
:100/ 70 mmHg
Pernapasan
: 21 x/ menit
Suhu
: 36,8 oC
Kepala : normosefalik
Telinga
:sekret (-)
Hidung
Leher
Paru
Inspeksi
Statis : simetris(+), jejas(-), retraksi sela2 iga(-),
Dinamis :irama pernapasan reguler, frekuensi pernapasan 21 x/menit, tipe
pernapasan abdominal-torakal, saat bernapas kedua dada naik, Gerak nafas tidak
ada yang tertinggal,
Palpasi : nyeri tekan di ICS IV sinistra, fremitus taktil dekstra-sinistra normal
Perkusi : ICS IV- VI sinistra redup, dextra sonor
Auskultasi
: suara pokok paru sinistra vesikuler melemah, rhonki (+/+)
wheezing(+/-) Suara pokok paru dextra vesikuler, Egofoni : +
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari di ICS 5 garis midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas atas jantung di sela iga 2 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 5 garis sternal kanan Batas kiri jantung di sela
iga 5 garis midklavikula kiri
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi : bentuk perut datar dan simetris
Palpasi : nyeri tekan(-), defans muscular(-),ascites(-)
Perkusi : timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Eksermitas atas : oedem (-/-), AHKM(+)
Eksermitas bawah
: oedem (-/-),AHKM(+)
Dari foto toraks dada tampak perselubungan homogen pada hemithorax sinistra,
tengah, lateral dan bawah dengan kesimpulan efusi pleura sinistra
Pemeriksaan Lab:
Albumin
SGOT : 69 u/ul
SGPT : 64 u/ul
: 3.7g/dl
III. Resume
Pasien ny Sutarti datang ke poli penyakit paru dengan keluhan utama Sesak
napas. Sesak napas sudah dirasakan 1 minggu yang lalu, sesak napas muncul
mendadak dan hilang timbul. Jika sesak napas muncul, dada kiri terasa berat dan sakit
4
untuk bernapas. pasien juga mengaku batuk tidak berdahak, jika batuk terus menerus
dada terasa sesak dan perut terasa sakit. Pasien juga mengeluh demam turun naik
sejak 1 minggu yang lalu. Nafsu makan berkurang dan kadang- kadang keringat
dingin.
Suami pasien menderita batuk lama, dan sudah mengkonsumsi OAT selama 2
bulan.
Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Pada perkusi pada
ICS IV- VI sinistra redup, dextra sonor. Auskultasi didapatkan suara pokok paru
sinistra vesikuler melemah, rhonki (+/+) wheezing(+/-) Suara pokok paru dextra
vesikuler
Dari foto toraks dada tampak perselubungan homogen pada hemithorax
sinistra, tengah, lateral dan bawah dengan kesimpulan efusi pleura sinistra.
Dari pemeriksaan sputum SPS ditemukan BTA dan dari USG dada ditemukan
efusi pleura sinistra.
FOLLOW UP
4-3-2014
S : sesak (+) demam(+) pusing(+), batuk(+)tanpa dahak
O : TD :120/80, N 90x/menit, RR : 20x/menit
A : Efusi pleura sinistra
P : dx Spuntum BTA SPS
Tx inf RL 14tpm+drip amininophilin 1amp, LQ 1x1, Combivent nebul 3x1, codein
3x10mg
5-3-2014
S : tidak bisa tidur
P : (dr jaga) Alprazolam 0,5mg S 0-0-1 K/P
5-3-2014
S : sesak (+), mual(-), batuk(+)
O : TD: 100/70, N:80x/m, RR: 19x/mnt
A : Efusi Pleura sinistra
P : dx Spuntum SPS, USG marker thorax
Tx Inf Rl 14tpm + drip aminophilin/flush, nebul combivent 3x1, LQ 1x1, Codein
3x10mg
5
6-3-2014
S : sesak berkurang, batuk(-)
O : TD:150/90, N:92x/mnt, RR:18x/mnt
A : efusi pleura sinistra
P : dxTx inf RL 14tpm+drim aminophilin/flush, LQ 1x1, codein 3x10mg, S-P-S, USG
marker thorax > R450,H300,Z1500,E1000
IV. Diagnosis
Efusi Pleura sinistra Tuberkulosis
V. Pemeriksaan Usulan
Analisa cairan pleura
VI. Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
Tirah baring
Punksi pleura
Medikamentosa :
Levofloxacin 1x500mg
Codein 3x10mg
INH 300
Rifampisin 450
Pirazinamid 1500
6
Ethambutol 1000
VII Prognosis
Ad Vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Pada tanggal 4 Maret 2014 telah dirawat pasien Ny.S, 43 tahun dengan
keluhan utama sesak napas. Keluhan ini telah dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Sesak napas juga disertai dengan batuk berdahak warna putih dan demam
yang turun naik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pertama kali di lakukan pada
tanggal 6 Maret 2014, sesaat sebelum di lakukan punksi pleura. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada
supraklavikula kiri, pemeriksaan status lokalis paru ditemukan pada perkusi
terdengar redup di sela iga 4 6 paru kiri, sedangkan perkusi lapang paru kanan
adalah sonor. Untuk auskultasi pada paru kiri suara pokok adalah vesikuler
lemah dengan rhonki sedangkan pada paru kanan terdengar vesikuler. Adanya
bunyi redup pada perkusi menandakan terdapat cairan pada paru, semakin
banyak cairan maka bunyi yang di timbulkan akan semakin redup bahkan
pekak. Vesikuler melemah juga menandakan adanya cairan. Dari auskultasi
terdengar adanya rhonki pada paru kiri, dan basal paru kanan.
Pemeriksaan mikroskopis dahak SPS pada tanggal 6 maret 2014, ketigatiganya ditemukan BTA (+)1. Hal ini menunjukkan adanya mycobacterium
tubercolosis yang aktif.
Setelah pasien di follow up beberapa hari, jika pada pemeriksaan fisik
paru masih ditemukan perkusi redup dan auskultasi terdengar vesikuler yang
melemah disertai rhonki pada paru kiri. Maka sebaiknya dilakukan foto thorak
ulang, dan jika didapatkan gambaran radioopac pada paru kiri, yang
menunjukkan masih ada cairan dalam paru pasien. Maka akan direncanakan lagi
untuk dilakukan aspirasi cairan pleura pada pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada permukaan paru.
2.
Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan),
membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes
keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh
pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi
sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl
dan 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit,
9
makrofag dan sel mesotel. Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam
jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang agar nilai
normal cairan pleura dapat dipertahankan
2.2. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan
sebanyak 10-20 ml.
2.3. ETIOLOGI
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau
eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura eksudatif terjadi jika
faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran
kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi
pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di
dalam serum.
Tabel 1. Perbedaan Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura
10
merupakan
bakteri
aerob
maupun
anaerob
(Streptococcus
paeumonie,
11
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus
subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hematogen dan
menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya
focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks dan jarang yang
masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,
kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang
tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak dan nyeri dada.
Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan
torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik
sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra
pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa
eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika
beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui
pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan
jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru
atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan
pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada
beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut
Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan
efusi parapneumonik:
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
12
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.
Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang
ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya
cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi
pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor
ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor
ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh
tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura
melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi
melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisa.
Tabel 2. Penyebab Efusi Pleura Transudat-Eksudat
14
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru
diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
2.4. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi
untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena
pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis
dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses
pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam
rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;
15
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau
kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa .Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai
transudatif atau eksudatif.
2.5. MANIFESTASI KLINIS
a.
b. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung
Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau taktil
pada sisi yang sakit
Perkusi. Redup pada perkusi
Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis
kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus. Nyeri dada
pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi
bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
17
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga
pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul. Pada
pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi
gravitasi.
2. Torakosentesis.
18
cairan.
Cairan
pleura
bewarna
agak
kekuning-kuningan
(serous-
3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna).
4. Bakteriologi.
19
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung mikroorganisme
berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering Pneumokokus, E.coli, klebsiela,
pseudomonas, enterobacter.
5.
Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor
pada dinding dada.
2.6. DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik yang teliti,
diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
2.7. PENATALAKSANAAN
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga
dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:
20
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas
bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam
posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah
sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara
sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena
penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam
sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh
karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
4. Pemasangan WSD.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman.
Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris
media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang
lebih 2 cm sampai subkutis.
c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan
pleura parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.
Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa
dan plester.
g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat
masuk ke dalam rongga pleura.
22
h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan
dilakukan foto toraks.
i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah
mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
5. Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan penanganan
terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa,
bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi
dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan
selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika
berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga
mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru
dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam
faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan
larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10 ml lidokain
2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan
11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang
toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin
merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak
keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan pleurodesis adalah sedikit sekali dan
biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam.
23