Vous êtes sur la page 1sur 12

Kajian Pengurangan Subsidi BBM

oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FHUI 2014

Pendahuluan
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berencana untuk melakukan pengurangan subsidi
bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat. Pengurangan subsidi BBM ini berimbas pada
naiknya harga BBM. Hal demikian telah menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah
masyarakat. Jika harga BBM benar-benar akan dinaikkan, maka hal tersebut tentu akan
menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang tidak mampu menjangkau harga BBM. Berkenaan
dengan hal itu, Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FHUI 2014 melakukan kajian dan
penyikapan terhadap isu kenaikan harga BBM tersebut.

Tinjauan Umum Pengurangan Subsidi BBM dalam Perspektif Hukum Administrasi


Negara
Pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah merupakan sebuah isu yang sering bergulir
dan menimbulkan ragam respon dari masyarakat. Penolakan masyarakat tidak pernah absen
setiap bergulirnya wacana kenaikan harga BBM. Argumentasi yang umum diutarakan adalah
efek domino yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM dan implikasinya terhadap taraf
kesejahteraan hidup warga. Tepatkah kebijakan tersebut dianggap sebagai violasi pemerintah
terhadap kesejahteraan warganya sendiri? Namun, di saat yang sama, pemerintah menghadapi
permasalahan beban fiskal yang memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang menurut Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, harus digunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Saat ini rakyat sedang berada di tengah-tengah kegamangan momentum kenaikan harga
BBM. Secara yuridis, wacana tersebut telah diakui dengan disahkannya APBN-Perubahan
(APBN-P) 2014 melalui UU No. 12 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap UU No. 23 Tahun
2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 yang memuat

pemangkasan terhadap alokasi subsidi energi sebesar Rp 43 Triliun. 1 Ditetapkannya APBN-P


tersebut yang telah mengurangi defisit fiskal menjadi 2,4%2 tidak kunjung dieksekusi.
Secara filosofis, pengelolaan keuangan negara yang mencakup pengertian perencanaan
hingga pelaksanaan dari pengeluaran negara merujuk kepada implikasi ajaran pemisahan
kekuasaan dari Montesquieu yang membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang kekuasaan 3
yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Kehakiman. Pembagian kekuasaan tersebut diatas pada pokoknya
ditujukan untuk menjamin hak asasi rakyat, agar jangan sampai timbul tindakan sewenangwenang dari Raja.4 Hak asasi yang terjelma dalam asas kedaulatan rakyat di bidang keuangan
negara pada waktu itu muncul dalam bentuk hak untuk menentukan anggaran negara. Hal ini
kemudian lebih dikenal dengan istilah hak budget dari badan legislatif. Dalam hal ini
penyusunan anggaran negara bersifat demokratis, didasarkan atas persetujuan wakil-wakil rakyat
yang duduk dalam badan legislatif itu.
Di sini DPR diikutsertakan, dan keikutsertaan itu terjelma dari bentuk persetujuan
mengenai anggaran negara antara rakyat (melalui perwakilannya) dan Pemerintah sebagai badan
eksekutif yang kemudian bersama-sama dituangkan dalam bentuk undang-undang mengenai
anggaran negara.5 Adapun hakikat atau falsafah APBN menurut Rene Stourm adalah sebagai
berikut: The constitutional right which a nation possesses to authorize public revenue and
expenditures does not originated from the act that the members of the nation contribute the
payments. This right is based on a loftier idea. The idea of sovereignity. Jadi, sumber hakikat
APBN adalah kedaulatan. Kedaulatan negara ada di tangan rakyat, DPR berdasarkan hak budget
mempunyai kedaulatan di bidang APBN.6
Secara yuridis, unsur periodik APBN dikenal dalam konstitusi yaitu untuk jangka waktu
satu tahun.7 Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah wajib mengajukan rancangan anggaran
1

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/18/1932570/APBNP.2014.Disetujui.Subsidi.Energi.Capai.Rp.453.Triliun, diakses 7 November 2014.


2
http://www.jurnas.com/news/138381/APBN-P-2014-Disahkan-Defisit-Fiskal-Berkurang2014/1/Ekonomi/Ekonomi, diakses 7 November 2014.
3
Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara: Suatu Tinjauan Yuridis,
(Jakarta: Penerbit PT Gramedia), 1986, hlm. 12.
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H., Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia) 2005, hlm.54-55.
7
Lihat Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

setiap tahun.8 Menurut Goedhart, anggaran negara dilihat dari sudut hukum tata negara adalah
sebagai keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik,yang memberi kuasa
kepada kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan
menunjukkan alat pembiayaan yang dibutuhkan unuk menutup pengeluaran tersebut.9 Tidak
terhenti sampai pada proses penganggaran semata, keuangan negara setelah dianggarkan,
eksekusinya yang dilakukan oleh Pemerintah (kekuasaan eksekutif) harus dijalankan berdasarkan
aturan permainan10 yang memuat norma-norma pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara.
Norma ini pun memiliki kedudukan yuridis yang setara dengan APBN itu sendiri, yaitu
diatur pada UUD 1945. Berdasarkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 11 dapat disarikan bahwa
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dilaksanakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dengan prinsip:

1) kebersamaan, 2) efisiensi berkeadilan, 3) berkelanjutan, 4)

berwawasan lingkungan, 5) kemandirian, serta 6) menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan


ekonomi nasional. Melalui 6 (enam) prinsip tesebut, kita mampu menguji ketepatan pengelolaan
keuangan negara mulai dari proses budgeting yang menurut Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 disusun
dan ditetapkan atas konsen DPR dan Pemerintah yang diwakili oleh Presiden. Pemerintah
mengalokasikan anggaran untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di 2014, berdasarkan
UU No. 23 Tahun 2013 tentang APBN TA 2014 sebesar Rp 194,9 triliun 12 yang kemudian
melalui UU No. 12 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2013, dipotong sebesar
Rp 43,0 triliun.13 Pengurangan subsidi tersebut pun harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
tersebut diatas. Sebelum subsidi BBM dikurangi, perlu diperjelas kemana anggaran tersebut
dialihkan dan pengalihan tersebut haruslah kepada sektor-sektor yang menunjang peningkatan
taraf kesejahteraan rakyat.

Atmadja, Op.Cit, hlm. 17.


Ibid.
10
Ibid.
11
Pasal 33 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945: Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
12
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25/1857475/Anggaran.Subsidi.BBM.2014.Masih.Besar, diakses
7 November 2014.
13
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Keterangan Pers: Pokok-pokok Nota Keuangan dan APBN
Perubahan Tahun 2014, hlm. 2.
9

Seputar Bantuan Langsung Sementara Masyarakat


Beberapa dekade ini, bantuan langsung kepada masyarakat (social cash transfer) atau
bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), menjadi kebijakan yang populer guna
mengurangi kemiskinan di banyak negara di dunia. Bahkan lebih dari 15 tahun terakhir
pemerintah di negara-negara berkembang telah melakukan program tersebut kepada hampir 0,75
hingga 1 miliar orang. Perkembangan tersebut terjadi karena:
1. adanya integrasi ekonomi global yang membawa kesempatan dan ancaman bagi

rumah tangga miskin serta kelompok lainnya. Dalam hal ini bantuan langsung
berperan penting untuk mengurangi transitory poverty, khususnya saat terjadi
guncangan ekonomi;
2. banyaknya bukti empiris yang menjelaskan bahwa bantuan tersebut dapat membantu

masyarakat keluar dari kemiskinan yang kronis, kemiskinan antargenerasi,


meningkatkan manfaat non-income, meningkatkan modal manusia, dan akselerasi
kemajuan target Millennium Development Goals (MDGs);
3. adanya kerawanan pangan sehingga program tersebut menjadi lebih efisien dan

efektif dibandingkan bantuan pangan darurat yang diberikan tiap tahun. 14


Tujuan pemberian BLSM pada dasarnya adalah untuk menjaga tingkat konsumsi
kelompok miskin yang notabene jarang memiliki saving atau akses terhadap pinjaman saat
guncangan ekonomi terjadi. Kondisi tersebut akan semakin diperparah dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan ketidakterampilan tenaga kerja dari kelompok miskin. Oleh
sebab itu, dengan tingkat konsumsi yang terjaga diharapkan mereka dapat meningkatkan
kapasitasnya dalam mengelola risiko.15
Di Indonesia,

BLSM

merupakan

salah satu program

kompensasi

selain

dari

penyaluran beras miskin (raskin), program keluarga harapan (PKH), dan bantuan siswa miskin
14

Arief, Andi. Negara Lain pun Mengadopsi Bantuan Langsung Tunai, http://www.aktual.co, diakses pada 11
November 2014.
15
Departement for International Development and UKAid. Cash Transfers Literature Review. Policy
Division , London, 2011.

(BSM). BLSM diberikan karena terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM
khususnya premium dan solar) bersubsidi. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menstimulasi
inflasi dan lebih lanjut, menurut Kurtubi, dapat menurunkan daya beli (purchasing power)
masyarakat terhadap tingkat konsumsinya. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi akan
menambah jumlah rakyat miskin hingga empat juta orang jika tanpa diberikan BLSM.
Masyarakat miskin memiliki porsi pengeluaran terbesar adalah untuk pangan, sedangkan
masyarakat menengah ke atas porsi pengeluaran untuk pangan relatif lebih kecil dibandingkan
pengeluaran yang lain, salah satunya konsumsi BBM bagi kendaraannya. Meskipun demikian,
kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada harga bahan pangan yang mana diangkut
dengan sarana transportasi.
BLSM diluncurkan oleh pemerintah mulai 22 Juni 2013 dan diberikan kepada 15,5 juta
Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan besaran Rp150.000,- per bulan selama empat bulan.
Tahap awal BLSM diberikan dua bulan sekaligus, yaitu Rp300.000,- di mana akan dibagikan
bertahap sampai Juli. Pembagiannya fokus pada dua tempat, yaitu PT. Pos Indonesia yang telah
ditunjuk dan komunitas masyarakat melalui perangkat pemerintahan. BLSM akan diberikan
dalam tiga tahap. Tahap pertama di 14 kota besar, tahap kedua pada 25 Juni mencakup
33 propinsi, dan tahap ketiga per 1 Juli mencakup semua kabupaten kota. Penyaluran ini
didahului dengan mencetak Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai bukti pengambilan dana
BLSM dan didistribusikan oleh PT. Pos Indonesia. 16 Untuk mendanai BLSM tersebut,
alokasi anggarannya mencapai Rp9,3 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan (APBN-P) tahun 2013. Alokasi anggaran BLSM tersebut lebih rendah Rp2,3
triliun dari anggaran sebelumnya yang mencapai Rp11,625 triliun. Penghematan ini
dimungkinkan karena penyaluran BLSM sebesar Rp150.000,- per bulan yang semula lima
bulan dipotong menjadi empat bulan. Selisih penghematan tersebut akan dialokasikan untuk
biaya penyaluran dan pengamanan BLSM sebesar Rp360 miliar, infrastruktur modal Rp500
miliar, dan tambahan kebutuhan mendesak sebesar Rp196,4 miliar.17 Sementara itu, alokasi
terbesar dari selisih penghematan akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar
yang bersifat bantuan sosial senilai Rp1,25 triliun.18
16

Iwan Hermawan, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, Info Singkat Vol. V, No. 13/1/P3Di/Juli/2013
Sandi, Ayu Prima. Selisih Anggaran BLSM untuk Infrastruktur, http://www.tempo.co, diakses pada 10
November 2014.
18
Nota Keuangan dn Rancangan APBN-P Tahun Anggaran 2013
17

Di kalangan para ahli sendiri, terdapat pro kontra mengenai BLSM itu sendiri. Bagi
mereka yang pro, menyatakan bahwa dengan BLSM akan memberikan dampak positif berupa
menciptakan lingkungan investasi yang kondusif, mendorong pengembangan modal manusia,
meningkatkan kesehatan, pendidikan, dan produktivitas pekerja, memungkinkan kelompok
miskin melindungi dirinya dan asetnya, bahkan mempertahankan pendapatan jangka
panjangnya, mengurangi risiko sosial, memerangi diskriminasi dan membuka potensi ekonomi
(bias gender dalam pendidikan), mendukung partisipasi kelompok miskin dalam pasar
tenaga kerja karena pencarian kerja seringkali mahal dan berisiko menstimulasi permintaan
terhadap barang dan jasa lokal, menciptakan manfaat bagi kelompok-kelompok yang tidak
diuntungkan karena reformasi ekonomi, seperti kompensasi bagi kelompok miskin dari
pengurangan harga BBM.19
Namun bagi para ahli yang kontra, penolakan terjadi karena secara filosofis, BLSM
menempatkan masyarakat sebagai pengemis dan tidak menempatkan masyarakat secara
bermartabat atau berdaya. Bahkan masyarakat harus menanggung kenaikan harga-harga di
sektor lainnya, misalnya biaya transportasi. Asumsi pemerintah melakukan kenaikan harga
BBM bersubsidi untuk menyehatkan anggaran adalah tidak tepat. Sebenarnya cara
penghematan lain dapat dilakukan pemerintah, misalnya pengembangan energi terbarukan dan
infrastruktur, yang dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. 20 Selain itu BLSM juga
diprediksikan sulit untuk mencapai tujuan awalnya. Mengacu pada bantuan tunai langsung
pada tahun 2006, ternyata 60 persen bantuannya digunakan untuk membayar hutang dan
membeli rokok. BLSM dapat menjadi benteng inflasi bagi masyarakat miskin jika BLSM
tersebut dibelanjakan secara produktif.21
Secara umum kemampuan BLSM dalam mengurangi kemiskinan tersebut sangat
tergantung pada akurasi target yang dikenai bantuan tersebut. Penyaluran BLSM diakui
pemerintah memiliki kendala di berbagai daerah karena data yang tidak akurat, jumlah
bantuan yang belum mencukupi kebutuhan masyarakat, dan adanya rent seeker. Data yang
digunakan tersebut ternyata didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011
19

Easterly, W., S. Fischer. 2001. Inflation and the Poor. Journal of Money, Credit and Banking, 33 (2), pp.
160-178.
20
Ghosh, Jayati. 2011. Cash Transfers as the Silver Bullet for Poverty Reduction: A Sceptical Note.
Economic and Political Weekly, XLVI (21).
21
Penerima BLSM Bermasalah, Republika , 24 Juni 2013.

untuk data raskin. Akibatnya di lapangan terjadi perubahan data, misalnya, warga yang
telah pindah tempat tinggal dan meninggal dunia. Selain itu sejumlah penyelewengan
BLSM juga terjadi secara sporadis di beberapa daerah di Indonesia.22
Lebih dari 30 negara, termasuk negara-negara di Amerika Latin telah melakukan
program BLSM, seperti Brasil, Kolombia, Nikaragua, dan Meksiko. Demikian juga dengan
China dan Etiopia juga telah melaksanakan program yang sama. Program tersebut memiliki
potensi dan kontribusi terhadap peningkatan kehidupan dari masyarakat miskin. Di negaranegara Asia, Saudi Arabia, Oman, Mesir, Afrika Selatan, dan bahkan di negara-negara
Eropa, baik insidental (tekanan minyak dunia, krisis pangan) maupun permanen, juga
memberlakukan

bantuan langsung

tunai. Pemerintah

Hong

Kong pada

tahun

2011

memberikan subsidi listrik, meningkatkan tunjangan kesejahteraan, dan membagikan bantuan


langsung

tunai

bagi setiap penduduk. Selain Filipina dan Kamboja, kini Malaysia juga

memberlakukan BLSM yang bernama Bantuan Rakyat 1 Malaysia (BR1M). 23 India memiliki
jumlah penduduk miskin lebih

banyak

dibandingkan

negara-negara lainnya.

BLSM

diberlakukan 1 Januari 2013 untuk 420 juta penduduk miskin di India, di mana 200 juta
penduduknya akan menerima BLSM pengganti subsidi bahan bakar dan pangan. 24 Program
tersebut berdasarkan model dari Meksiko dan Brasil. BLSM dipandang dapat memutus
rantai korupsi birokrasi, biaya transaksi, mudah diawasi, dan membawa masyarakat pada
sistem yang lebih teratur.25 Berbagai permasalahan muncul ketika penerima uang tunainya
adalah

laki-laki yang

cenderung

menghambur-hamburkan dibandingkan

perempuan.

Penelitian Bank Dunia menunjukkan hubungan langsung antara program BLSM dengan
pola

pemilihan suara,

di

mana

penerima

BLSM

cenderung memilih

partai

yang

memberikannya uang. Selain itu Bank Dunia juga meyakini bahwa BLSM ini bukan obat
mujarab.26 Bantuan ini justru akan berjalan baik jika pemerintah mampu membangun dan
menyediakan layanan publiknya dengan layak, seperti pendidikan dan kesehatan. Berbagai
pengalaman negara-negara lain dalam mengimplementasikan BLSM tersebut dapat menjadi
22

Data Sebabkan Penyaluran BLSM Bermasalah, http://www.hukumonline.com, diakses 11 November 2014.


BR1M will be Given Annually: PM, http://www.malaysia-chronicle.com, diakses 11 November 2014.
24
Will Cash Transfers Work in India?, http://www.bbc.com, diakses pada 11 November 2014.
25
Slesnick, D. T. 1996. Consumption and Poverty: How Effective are In-Kind Transfers?. The Economic
Journal, 106 (439), pp. 1527-1545.
26
Samson, Michael Samson. 2009. Social Cash Transfers and Pro-Poor Growth in Promoting Pro-Poor
Growth, Social Protection . Paris: Organisation for Economic Cooperation and Development.
23

masukan penting bagi Pemerintah Indonesia. Penerima BLSM diberikan dengan syarat
tertentu, contohnya penerima BLSM harus perempuan, harus bekerja di sektor pertanian,
harus bersekolah, dan hadir dalam pemeriksaan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan oleh
pemerintah mengingat tingkat kemiskinan terbesar ada di daerah perdesaan dan bekerja di
sektor pertanian.27
Hasil nyata program ini dapat terlihat dari pengurangan jumlah penduduk miskin
dan peningkatan kualitas hidup kelompok miskin. Di sisi lain, BLSM juga bukan obat
mujarab

yang dapat

menyelesaikan

semua

permasalahan kemiskinan.

Sifatnya

yang

temporer harus didukung dengan upaya-upaya lain yang sifatnya jangka panjang, seperti
pengembangan energi terbarukan dan infrastruktur. Oleh sebab itu keberhasilan BLSM
ditentukan oleh pembangunan sektor layanan publik yang layak bagi masyarakat dan
penentuan target yang dikenai bantuan tersebut, baik melalui pemutakhiran data maupun
pengawasan, bukan hanya dengan sekedar memberikannya kepada masyarakat namun tanpa
perbaikan di sektor layanan publik lainnya.

Jaring Pengaman Sosial


Indonesia sebagai suatu negara welfare state atau negara sejahtera seyogyanya memiliki
pemerintahan yang aktif dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hal tersebut dapat kita lihat
dalam konstitusi kita yakni Undang-undang Dasar Tahun 1945. Pada pasal 27 ayat (2) disebutkan
bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Kemudian juga dalam pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, negara harus
menjamin kesejahteraan rakyatnya, dan hal tersebut diimplementasikan dengan suatu program
yang bernama Jaring Pengaman Sosial.
Secara umum, program Jaring Pengaman Sosial (JPS) adalah program yang dirancang
untuk membantu rakyat miskin yang terkena dampak akibat krisis ekonomi dan dilaksanakan

27

Scott, James Scott. 2009. Social Transfers and Growth in Poor Countries. Manchester: Brooks World Poverty
Institute, OECD.

melalui tahapan penyelematan dan pemulihan menuju pada kondisi yang normal. 28 Jaring
pengaman sosial di negara-negara berkembang bertujuan untuk menangani kerentanan kelompok
tidak mampu dan kelompok kurang mampu terhadap gangguan dalam pendapatan, namun
program semacam itu tidak bisa beroperasi sendiri.29 Prinsip-prinsip dasar JPS antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Transparansi
Cepat penyampaiannya
Langsung dan tepat kepada sasaran penerimaan manfaat
Dapat dipertanggungjawabkan
Partisipatif serta potensial untuk berkelanjutan

Sedangkan arah kebijakan jaring pengaman sosial terbagi menjadi lima bagian, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.

Ketahanan pangan
Pendidikan
Kesehatan
Penciptaan lapangan kerja produktif
Pemberdayaan masyarakat

Di Indonesia program jaring pengaman sosial ini diatur dalam Undang-undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
merupakan program perlindungan sosial (social protection) untuk menjamin seluruh rakyat
dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak berdasarkan asas kemanusiaan, asas
manfaat, dan asas keadilan sosial.30 Berkaitan dengan SJSN ini, Pemerintah telah diamanatkan
memberikan lima jaminan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, yaitu jaminan kesehatan,
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Implementasi dari
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini kemudian dikelola oleh sebuah lembaga yang telah
diundangkan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari BPJS Kesehatan (untuk jaminan kesehatan) dan BPJS
ketenagakerjaan (jaminan tenaga kerja). Jaminan sosial untuk kesehatan dan ketenagakerjaan ini
adalah merupakan bentuk komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mendorong
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jaminan sosial ini adalah merupakan bentuk
kehadirannya negara di tengah masyarakat pada khususnya ketika ketidakpastian ekonomi masih
28

Universitas Negeri Yogyakarta, Jaring Pengaman Sosial, diakses dari


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Endang%20Mulyani,%20M.Si./EKORA%20-%20JPS.pdf
pada 6 November 2014.
29
The World Bank, Jaring Pengaman Sosial dan Situs Transfer, diakses dari http://web.worldbank.org/ pada 6
November 2014.
30
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004

menyisakan beberapa masalah yang dapat sewaktu-waktu membebani kehidupan ekonomi


masyarakat sekarang ini.
Dalam proses transisi ekonomi indonesia di tengah-tengah perlambatan ekonomi dunia
maka pemerintah mendorong perlunya untuk terus melakukan upaya perlindungan sosial bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Perlambatan ekonomi itu diakibatkan oleh tekanan eksternal yang
disertai dengan volatilitas komoditas pangan dunia yang telah meningkatkan potensi tergerusnya
daya beli masyarakat khususnya kelompok miskin dan rentan. Dalam kondisi yang seperti ini
maka program perlindungan sosial sangat diperlukan dalam bentuk jaring pengaman sosial
menjadi salah satu upaya pemerintah terhadap perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah.
Jaring pengaman sosial bentuk dalam jaminan kesehatan ini dapat diharapkan memberikan rasa
keadilan bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan untuk dapat mengakses sarana prasaran
kesehatan yang layak.
BPJS merupakan salah satu perluasan jaring pengaman sosial yang tidak terpisahkan dari
program pro rakyat dalam percepatan penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan selama
ini. Program pro rakyat dengan 4 (empat) klaster ini terdiri dari program Beras Miskin (Raskin),
Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Beasiswa Siswa
miskin (BSM), PNPM, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program Rumah Murah, Angkutan Murah,
Listrik Murah, dan peningkatan kehidupan nelayan dan masih banyak lagi program lainnya.
Program ini kemudian dihadirkan sebagai upaya memberikan rasa keadilan bagi seluruh
masyarakat Indonesia untuk mewujudkan sumber daya manusia yang unggul khususnya di sektor
kesehatan. Pemerintah juga terus mendorong program lainnya yang secara langsung atau tidak
langsung dapat memperkuat program jaring pengaman sosial khususnya di tengah ketidakpastian
global seperti menarik investasi masuk yang diharapkan dapat memperlebar pasar tenaga kerja,
industrialisasi dan hilirisasi, dan lain sebagainya.
Dalam implementasinya, SJSN mengalami berbagai permasalahan. Penerapan SJSN antar
wilayah DTPK di Indonesia memiliki fokus permasalahan yang berbeda-beda, seperti wilayah
timur memiliki masalah hambatan geografis sehingga aksesibilitas dan afordabilitas terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat primer seringkali absen keberadaannya. Minimnya
aksesibilitas di tingkat layanan kesehatan dasar ini tidak diimbangi dengan responsivitas
pelaksana kebijakan di daerah regional timur serta DTPK dimana seringkali koordinasi tidak

terjadi secara intensif dan kebijakan seringkali disharmonis antara pusat dan daerah. Tidak
sinkronnya pemahaman pusat dan daerah akan mempersulit pelaksanaan di lapangan.
Pada regional tengah, isu kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan yang mendasar, yaitu
fisik dan aksesibilitas telah terpenuhi dibandingkan wilayah timur, namun penekanan
permasalahan justru lebih meningkat yang lebih kompleks. Pemangku kebijakan di wilayah
regional tengah pada umumnya mengharapkan kehadiran SJSN dapat menyeragamkan cakupan
layanan, melengkapi sarana prasarana yang dibutuhkan sehingga sistem berjalan. Selain itu
regional tengah memerlukan jalan keluar dalam hal kapasitas SDM yang beragam. Dengan
berjalannya SJSN diharapkan terjadi peningkatan kelengkapan infrastruktur maupun kapasitas
sekaligus kesejahteraan SDM dalam kelembagaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar atau
primer.
Untuk regional barat, pada umumnya jauh lebih maju dibandingkan regional timur dan
tengah dalam hal aksesibilitas dan afordabilitas. Isu permasalahan lebih kepada masalah
keragaman khususnya mengenai kelembagaan, sistem, dan kualitas pelayanan. Pada umumnya,
di wilayah regional barat terjadi penumpukan pasien pada penggunaan fasilitas peralatan medis
maupun penunjang medis. Isu lainnya yang menjadi perhatian adalah permasalahan SDM yang
seringkali tidak terdistribusi secara merata didalam provinsi itu sendiri. Hal ini menghambat
pelayanan yang diberikan di fasilitas kesehatan dasar maupun rujukan. Selain itu tingginya beban
kerja fasilitas kesehatan rujukan akibat okupansi yang tinggi berdampak pada kualitas layanan
pelaksana tugas dan seringkali pelaksana menjadi tidak optimal dalam pelaporannya dan
menyebabkan tumpang tindih data.31 Oleh karena itu, melihat kenyataan yang menunjukkan
masih banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan SJSN di lapangan, dengan adanya rencana
dari pemerintah untuk menaikkan harga BBM dikhawatirkan akan membebankan rakyat.
Sebagaimana kenaikan-kenaikan BBM yang lalu-lalu, selalu disertai juga dengan kenaikan
berbagai macam kebutuhan pokok. Seperti yang kita ketahui, kenaikan BBM berimbas kepada
harga makanan, transportasi, biaya kesehatan, dan lain sebagainya. Dengan adanya rencana
pemerintah untuk menaikan BBM dengan melihat masalah-masalah yang dihadapi SJSN,
dikhawatirkan akan berpengaruh pada kesejahteraan rakyat.

31

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Koordinasi Masalah Penerapan SJSN
Bidang Upaya Kesehatan Dasar, diakses dari http://www.buk.kemkes.go.id/ pada 6 November 2014.

Penyikapan
Dengan melihat analisis kenaikan harga BBM berdasarkan perspektif hukum administrasi
negara, efektivitas BLSM dan jaring pengaman sosial, Departemen Kajian dan Aksi Strategis
secara tegas menolak wacana kenaikan harga BBM oleh Pemerintah. Kami berpandangan bahwa
kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM adalah kebijakan yang tidak peka
memerhatikan keadaan masyarakat Indonesia. Kebijakan untuk menaikkan harga BBM
seluruhnya diciptakan dalam pandangan makro saja; Pemerintah menggeneralisasi individuindividu dalam masyarakat Indonesia hanyalah sebagai angka dan statistik semata.
Kebijakan tersebut tidak pernah melihat benar-benar keadaan sosial masyarakat secara
mikro. Kenaikan harga BBM pada akhirnya akan semakin menyulitkan dan menambah
penderitaan rakyat yang kurang mampu; mereka dipaksa untuk mengalokasikan pendapatan
mereka yang minim untuk membeli BBM. Mereka terpaksa menambahkan alokasi uang untuk
pembelian BBM, sehingga berdampak pada berkurangnya alokasi uang untuk kebutuhankebutuhan hidup yang lain. Solusi jangka pendek berupa Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) kami pandang bukanlah jawaban yang solutif untuk menanggulangi
kesulitan masyarakat yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM ini.
Selanjutnya, kami juga melihat bahwa terdapat permasalahan besar mengenai mekanisme
jaring pengaman sosial yang dibuat oleh Pemerintah. Adalah begitu signifikan bagi Pemerintah
untuk menyiapkan mekanisme jaring pengaman sosial yang efisisen dan efektif apabila harga
BBM akan benar-benar dinaikkan. Kami melihat bahwa mekanisme jaring pengaman sosial
tersebut belumlah siap dan menjangkau seluruh masyarakat. Hal yang demikian mengarah pada
kesimpulan bahwa jika harga BBM benar-benar dinaikkan, maka masyarakat dihadapkan untuk
meloncat dari tebing terjal tanpa adanya pelampung atau perahu penyelamat; masyarakat
dibiarkan menderita sendiri tanpa adanya mekanisme jaring pengaman sosial yang baik. Oleh
karena itu, Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FHUI 2014 secara tegas menolak
wacana kenaikan harga BBM.

Vous aimerez peut-être aussi