Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SKENARIO KASUS
Oh Kisut ada apa denganmu.
Info 1
Tn. Kisut laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh
keluarganya dengan keluhan utama tangan dan kaki sebelah kanan lemah secara
mendadak ketika sedang menonton TV kira-kira 2 jam yang lalu. Jika dipaksakan
pasien hanya mampu mengangkat tangan namun sebentar. Pada anamnesis
selanjutnya didapatkan pasien pelo dan mulutnya menceng kekiri. Pasien tidak
mengeluh nyeri kepala, mual maupun muntah dan tetap dalam keadaan sadar
Sebelum, saat, maupun sesudah kejadian. Pasien tidak mengeluh ada riwayat
demam maupun kejang sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma
kepala sebelumnya. Tn Kisut baru pertama mengalami sakit seperti ini. Tn Kisut
seorang perokok sejak 35 tahun yang lalu, biasanya menghabiskan sekitar 1
bungkus / hari. Tn Kisut suka makanan bersantan seperti gulai, tongseng dan
makanan padang.
Info II
RPD
-
Riwayat hiperkolesterolemia
RPK
-
Info III
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Kuantitatif
: GCS E4 M6 V5
Vital sign TD
: 160/90 mmHg
: 88x/menit, reguler
RR
: 20x/menit
: 36,3C
Kepala
Mata
Leher
Jantung
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Tympani
Info IV
Pemeriksaan neurologis
Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal : kaku kuduk (-), brudzinkis sign
(-)
Parese N VII kanan tipe sentral
Parese N XII kanan tipe sentral
Fungsi Motorik
Superior (D/S)
Inferior (D/S)
Gerak
T/B
T/B
Kekuatan
3/5
3/5
Reflek fisiologis
+>>/+N
+>>/+N
Reflek Patologis
+/-
+/-
Tonus
N/N
N/N
Trofi
E/E
E/E
Info V
Hasil Laboratorium
Hb
: 13 gr/dl
Leukosit
: 12000/mm3
Hematokrit
: 40%
LED
: 12mm
Trombosit
: 410.000/mm3
GDS
: 150 mg/dl
Kolesterol total
: 300 mg/dl
HDL
: 45 mg/dl
LDL
: 175 mg/dl
Trigliserida
: 155 mg/dl
Asam urat
: 5,2 mg/dl
BUN
: 25 mg/dl
Kreatinin serum
: 1,1 mg/dl
Ro Thorax
: Kardiomegali ringan
CT Scan kepala
Info VI
Assesment
Diagnosis Klinis I
: Hemiparese dextra
Parese N VII dextra sentral
Parese N XII dextra sentral
Diagnosis Klinis II
: Hipertensi
Hiperkolesterolemia
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
Diagnosis banding
: Stroke hemoragik
Info VII
Penatalaksanaan
Farmakologi
-
Tirah baring
Piracetam 2 x 3 gram iv
Simvastatin 1 x 10 mg
Monitoring
-
Rehabilitasi
-
Komunikasi
Mobilisasi
Aktivitas sehari-hari
Edukasi
-
Menghentikan rokok
Info VIII
Prognosis
Fungsional
: dubia ad bonam
Vitam
: bonam
Sanam
: bonam
Batasan Masalah
Identitas
Nama
Usia
: 50 tahun
Lokasi
Onset
Progresifitas
:-
Kualitas
:-
Kuantitas
:-
Riwayat Sosial
Kebiasaan
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Pelo adalah cara bicara dengan lidah yang lumpuh. Pelo merupakan salah satu
disaatria, yaitu gangguan pada artikulasi dan pengucapan kata (Lumbantobing,
2012).
2. Kelemahan / Hemiparesis adalah kelemahan otot lengah dan kaki pada satu
sisi tubuh, sering disertai dengan kelemahan wajah pada daerah yang terkena.
Sementara itu, paralisis diartikan sebagai hilangnya sebagian atau seluruh
gerakan volunteer (Liporace, 2006).
Macam-macam terminologi kelemahan ekstremitas :
a.
b.
Hemiparesis: kelemahan otot tangan dan kaki pada satu sisi tubuh,yang
seringkali disertai kelemahan otot wajah pada sisi yang terkena
c.
d.
3. Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan (Betz, 2009).
4. Mual adalah sensasi ingin muntah, secara samar dialihkan ke epigastrium dan
abdomen, serta sering memuncak dengan muntah (Dorland, 2010).
5. Muntah yaitu semburan dengan paksa isi lambung melalui mulut (Dorland,
2010).
6. Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal
>38C (100,4F), diukur pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui aksila
>37,2C (99F).
7. Kejang adalah kontraksi yang involunter dan kuat atau serangkaian kontraksi
otot-otot volunter (Dorland, 2010).
8. Disatria
Gangguan artikulasi. Pada disartria, hanya cara mengucapkannya saja yang
terganggu tetapi tata bahasanya baik. Berat ringanya disartria berdasarkan lesi
(Mardjono, 2009) :
sentral.
sangat lemah.
Hipotonia/
kekuatan
kasar/
atonia
otot
disertai
berulang-ulang
klonus
(bangkit
slm perangsangan
berlangsung)
Hipoaktivitas/tidak
eksteroseptif
adanya
(abdomen,
kremaster)
Adanya reflex patologis: Babinski,
Oppenheim, Gordon, dll
Massa otot tetap baik
Jika dikaitkan dengan kasus maka penderita mengalami paresis tipe sentral
pada n. VII dan XII. Paresis sistem motorik tipe sentral memiliki lokalisasi
lesi sebagai berikut (Baehr, 2012):
1. Korteks serebri
2. Kapsula interna
3. Setinggi pedunkulus serebri
4. Pons, dan
5. Pyramid medulla
Gambar 1. X.Y Lokasi-lokasi lesi potensial pada traktus piramidalis (Baehr, 2012)
Deskripsi
1. Lebih sering terjadi kelemahan pada wajah
dan lengan (karena area representasi
kortikal luas)
2. Bila terjadi: paresis ekstrimitas atas bagian
distal (lebih dominan) dengan konsekuensi
fungsional
terberatadalah
gangguan
n.
XII
karena
traktus
kortikonuklearis terkena.
3. Tidak terlihat deficit n. cranialis karena n.
cranialis motorik yang lain mendapat
persarafan bilateral.
4. Paresis sisi kontralateral pada awalnya
berbentuk flassid (fase syok), tetapi akan
menjadi spastic dalam beberapa jam atau
hari akibat terjadi kerusakan pada serabutserabut non pyramidal yang bersamaan.
Setinggi
Pedunkulus Hemiparesis
spastic
kontralateral
Serebri
Pons
Melibatkan
traktus
piramidalis:
disertai
hemisfer
impuls
motorik
secara
langsung
ke
LMN
atau
d. Reflek patologik
Pada kerusakan UMN dapat disaksikan adanya reflek- reflek yang
tidak dibangkitkan pada orang- orang sehat maka dari itu reflekreflek tersebut dengan reflek patologik. Pada tangan gerak reflek
patologik berupa fleksi jari-jari atas peregangan terhadap kuku jari
tengah yang disebut reflek Tromner Hoffman. Pad kaki gerak otot
reflektorik patologis berupa gerakan dorsoekstensi ibu jari serta
pengembangan sebagai efek terhadap goresan pada bagian lateral
telapak kai ( reflek Babinski) (Mardjono,2012).
e. Tidak adanya atrofi
Pada kerusakan UMN motorneuron tidak dilibatkan sehingga otototot yang lumpuh pada lesi UMN tidak mengalami atrofi. Atrofi
dapat terjadi bukan karena serabut otot musnah melainkan karena
otot tidak digunakan ( disuse atrophy) (Mardjono,2012).
2) LMN (Mardjono,2012).
a. Arefleksia
Lesi pad LMN berarti merusak motorneuron , aksonnya , motor
end plate atau otot skeletal sehingga tidak terdapat gerakan apapun
walaupun impuls motorik dapat tiba pada motorneuron.
b. Tidak adanya reflek patologik
c. Tonus otot hilang
Tonus hialng dapat disebabkan karena kerusakan di LMN maka
bagian eferen lengkung reflek berikut gamma loop tidak berfungsi
lagi.
Gamma
loop
merupakan
persarafan
di
otot
yang
dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus
dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian badan
(Lumbantobing, 2013).
c. Pemeriksaan gerakan pasif
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas
ini kita gerakan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mulamula
cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil
menggerakan kita nilai tahananya. Dalam keadaan normal kita tidak
menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan
ekstremitasnya dengan baik. Perlu diketahui bahwa ada orang yang normal
tidak mampu mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak
anak, sehingga kita mengalami kesulitan menilai tahanan (Lumbantobing,
2013).
d. Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa
adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
1) Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya dan kita
menahan gerakan ini .
2) Kita (pemeriksa) menggerakan bagian ekstremitas atau badan pasien dan
ia disuruh menahan.
Keluhan
pasien
(mungkin
ia
menggemukakan
tenaganya
brekurang).
ii.
iii.
iv.
Pemeriksaan sensibilitas
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah
ada keluhan mengenai sensibilitas. Bila ada suruh ia menunjukan tempatnya
(lokalisasinya). Dari bentuk daerah yang terganggu dapat diduga apakah
gangguan bersifat sentral, periper, atau berbentuk dermatom . Daerah kulit
yang disarafi oleh akar posterior dan ganglionnya disebut dermatom
(Lumbantobing, 2013).
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya
timbul pada waktu- waktu tertentu misalnya nyeri kalau dingin: dan juga
faktor-faktor yang dapat mencetuskan kelainan ini.Waktu melakukan
pemeriksaan perhatikan daerah-daerah kulit yang kurang merasa .sama
sekali tidak
simetris. Thigmestesia berarti rasa raba halus. Bila rasa raba ini hilang
disebut thigmanestesia (Lumbantobing, 2013).
1) Pemeriksaan rasa nyeri.
Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa- nyeritumpul: atau rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban.Bila kulit ditusuk
dengan jarum kita rasakan nyeri yang mempunyai sifat tajam, cepat
timbulnya dan cepat hilangnya. Nyeri serupa ini disebut nyeri tusuk.
Rasa nyeri yang timbul bila testis dipijit. Ini disebut nyeri-lamban
(Lumbantobing, 2013).
Reseptor rasa- nyeri tidak mempunyai bentuk tertentu dan terdiri
dari serabut serabut saraf yang tidak berselubung, ia terdapat pada
epidermis kulit dan pada selaput lendir . Pada beberapa tempat jumlah
serabut-serabut ini lebih berdekatan daripada di tempat lain. Di lidah,
bibir, kemaluan dan ujung jari serabut-serabut ini lebih berdekatan
daripada di lengan atas, pantat dan badan. Hal ini mengakibatkan daerah
lidah, bibir dan ujung jari menjadi lebih perasa (Lumbantobing, 2013).
Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya
dengan menusuk dengan jarum
merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan
berbagai larutan kimia (Lumbantobing, 2013).
Dalam
praktek
sehari-hari
pemeriksaan
dilakukan
dengan
Tujuannya
ialah
agar
pasien
tidak
dapat
menggunakan
rasa
rasa-getar
biasanya
dilakukan
dengan
jalan
menepatkan garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki, maleolus
lateral dan medial kaki , tibia, spina iliaka anterior superior, sakrum,
prosesus spinosus vertebra, sternum, klavikula, prosesus stiloideus radius
dan ulna dan jari-jari (Lumbantobing, 2013).
Sebelumnya perlu dijelaskan kepada pasien bahwa kita akan
memeriksa rasa-getar, dan bukan rasa-raba yang ditimbulkan oleh
ditempatkannya garputala atau bunyi garputala tersebut (Lumbantobing,
2013).
Biasanya garpu tala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz. Garpu
tala kita ketok dan tempatkan pada ibu jari kaki atau tulang maleolus.
Pasien ditanya apakah ia merasa getarannya : dan ia disuruh
memberitahukan bila ia mulai tidak merasakan getarannya lagi. Bila
getaran mulai tidak dirasakan, garpu tala kita pindahkan ke pergelangan
atau stenum atau klavikula atau kita bandingkan dengan jari kaki kita
sendiri.Dengan demikian , kita dapat memeriksa adanya rasa-getar, dan
sampai
berapa
lemah
masih
dapat
dirasakan,dengan
jalan
Dari jantung darah akan mengalir ke luar melalui aorta. Dari aorta,
darah akan masuk ke cabang a. brachiocephalica lalu masuk ke dalam
a.carotis communis. Arteri carotis communis memiliki dua cabang yaitu a.
carotis communis interna dan carotis communis eksterna. A. carotis
communis interna yang memvaskularisasi otak. A. carotis communis
interna, yang masuk melalui struktur canalis caroticum os. temporalis,
akan membentang secara horizontal ke bagian depan melalui sinus
cavernosus, lalu muncul pada medial processus clinoideus anterior dengan
menembus dura mater dan arachnoidea mater, dan masuk ke dalam
visual.
Cabang
sentral
menembus
substansi
otak
dan
Interpretasi :
Penderita yang sadar = Compos mentis 15, sedangkan penderita koma dalam,
GCS nya 3
Strok hemoragik
Stroke non
hemoragik
Waktu serangan
Sedang istirahat
(misalnya tidur)
Tidak
Ada
Nyeri kepala
Sangat berat
Kejang
Ada
Tidak
Muntah
Ada
Tidak
Penurunan kesadaran
(karena peningkatan
koma
tekanan intracranial)
Bradikardi
Sangat nyata
Tidak nyata
Udem papil
Ada
Tidak
Kaku kuduk
Ada
Tidak
Ada
Tidak
brudzinski I dan II
7. Definisi Stroke
Menurut World Health Association (WHO), stroke merupakan suatu
gangguan fungsi otak akibat gangguan peredaran darah otak, yang terjadi
secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam, dengan tanda dan gejala
klinik fokal maupun global dan dapat menyebabkan kematian (Aggarwal et al.,
2010). Adapula definisi lain yang menyebutkan bahwa stroke merupakan suatu
defisit neurologis mendadak yang disebabkan oleh iskemia atau hemoragik
sirkulasi saraf (Martono dan Kuswandari, 2009). Secara garis besar, dari
banyak definisi yang ada lebih menekankan bahwa stroke merupakan
gangguan fungsi otak yang disebabkan terganggu/terhambatnya sirkulasi darah
yang memperdarahi otak dan terjadi secara mendadak.
Gangguan sirkulasi darah otak banyak disebabkan oleh iskemia atau
terhambatnya sirkulasi darah ke otak. Selain itu bisa juga disebabkan oleh
perdarahan atau hemoragik. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan sel-sel otak
menjadi nekrosis karena tidak mendapat nutrisi dan oksgien. Nekrosis pada selsel otak dapat menyebabkan otak kehilangan fungsinya, sesuai bagian mana
yang terkena (Aggarwal et al., 2010). Disamping itu jika sudah terjadi
kematian otak, maka sel-sel yang telah mati tidak dapat diobati lagi (Martono
dan Kuswandari, 2009).
8. Epidemiologi
Stroke merupakan salah satu penyakit major yang dapat menyebabkan
kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Pada awal tahun
1970 hingga awal tahun 1990, telah tercatat jumlah penderita stroke mencapai
1,5 sampai 2,4 juta orang. Di negara barat seperti Amerika, stroke merupakan
penyebab kematian terbesar ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker. Di
9. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi stroke hemoragik
(perdarahan) dan stroke non hemoragik (iskemik).
a.
b.
Stroke hemoragik
Stroke ini lebih jarang terjadi dibanding akibat iskemia. Stroke
akibat perdarahan merupakan 20% peyebab dari stroke. Perdarahan yang
terjadi dapat dikarenakan oleh pecahnya pembuluh darah, yang biasanya
terdapat mikro aneurisma dari Charcot atau etat crible di otak. Perdarahan
tersebut dapat terjadi
di ruang subdural,
subarachnoid maupun
CSF
dibagi
berdasarkan
penyebabnya,
stroke
juga
dapat
10.
Etiologi
Beberapa penyebab stroke diantaranya :
1. Trombosis.
a. Aterosklerosis
b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
11.
Patogenesis
Aterosklerosis adalah radang pada pembuluh darah yang
disebabkan penumpukan plak ateromatous. Proses peradangan yang terjadi
pada dinding pembuluh darah yang terjadi dengan beberapa fase. Pada
fase awal terjadi disfungsi endotel dengan degradasi ikatan dan struktur
mosaik, sehingga memungkinkan senyawa yang terdapat di dalam plasma
darah seperti LDL untuk menerobos dan mengendap pada ruang sub
endotel akibat peningkatan permeabilitas. Endapan tersebut dengan
perlahan akan mengecilkan penampang pembuluh darah dalam rentang
waktu decade (Jan, 2005).
Keberadaan makrofag pada arteri intima memiliki peran yang
sangat vital bagi perkembangan aterosklerosis, dengan sekresi beragam
sitokin yang mempercepat pathogenesis ini. Hasil studi menunjukkan
bahwa guratan aterosklerosis adalah senyawa fatty streak yang terdiri dari
foam cell, sejenis makrofag yang kaya akan lipid, yang disebut ateroma.
Guratan ateroma akan berkembang menjadi plak fibrous yang terdiri dari
lipid yang tertutup oleh sel otot halus dan kolagen (Janice et al, 2007).
Proses penutupan mula-mula berjalan lambat, namun dengan penumpukan
keping darah dan fibrin, proses ini akan berkembang lebih cepat seiring
dengan mekanisme fibrotik yang bergantung thrombosis (Jan, 2005).
dengan
cara
menyempitkan
lumen
pembuluh
darah
dan
12.
Penegakan diagnosis
Penegakkan Diagnosis (Martono, 2009) :
a. Anamnesis
nyeri kepala, tidak ada kejang, tidak ada muntah, kesadaran masih
baik, tidak ada bradikardi, dan nilai Sirirajs score adalah < -1.
b. Pemeriksaan fisik
menggunakan
CT-Scan
untuk
Gold
13.
nucleus
motorik
nervus
fasialis
sehingga
menyebabkan
kelumpuhan pada otot wajah bawah pada sisi kanan sehingga wajah
tertarik ke sisi kiri yang sehat
Paresis yang mengenai nervus hipoglosus pada UMN akan
menyebabkan lidah berdeviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi
sedangkan lesi yang mengenai LMN lidah akan berdeviasi kearah lesi.
Nervus hipoglosus mempersarafi otot intrinsik lidah, m styloglossus,m
hyoglossus, m genioglossus, hampir semua otot lidah dipersarafi bilateral
dari dua hemisfer kecuali m genioglosus yang menarik lidah ke depan
hanya dipersarafi oleh saraf kontralateral (Snell, 2007). Pada kasus
kapsula interna kiri yang terkena iskemik sehingga menyebabkan paresis
tipe sentral pada lidah yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan pada m
genioglosus kanan sehingga pada saat lidah dijiulurkan maka akan
berdeviasi ke kanan yang akhirnya mengganggu artikulasi sehingga
meyebabkan pelo / disatria.
14.
Tata laksana
Penatalaksanaan stroke non-hemoragik (Tugasworo, 2000):
Prinsip penatalaksanaan stroke memiliki 3 tujuan, yaitu:
a. Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik
non infark.
b. Memperbaiki cedera otak.
c. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel didaerah
penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.
Penatalaksanaan umum pasien stroke:
a. Aktifitas
Bed rest dibutuhkan untuk penghematan energi dan menurunkan
metabolisme, sehingga tidak meningkatkan metabolisme otak yang
akan memperburuk kerusakan otak. Kepala dan tubuh atas dalam
posisi 300 dengan bahu sisi yang lemah diganjal bantal.
b. Perawatan
Prinsip 5 B, yaitu:
1. Breathing (pernapasan)
a. Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing ataupun
sebagai akibat strokenya sendiri.
b. Melakukan oksigenasi.
2. Blood (tekanan darah)
a. Mengusahakan otak tetap mendapat aliran darah yang cukup.
b. Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada
masa akut karena akan menurunkan perfusi ke otak.
3. Brain (fungsi otak)
a. Mengatasi kejang yang timbul.
b. Mengurangi edema otak dan tekanan intrakranial yang tinggi.
4. Bladder (kandung kemih)
Memasang kateter bila terjadi retensi urin.
5. Bowel (pencernaan)
a. Mengupayakan kelancaran defekasi.
f. Terapi
1. Fisioterapi
a. Mobilisasi untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT)
maupun kompikasi pulmonal.
b. Pasien imobil latihan ruang lingkup sendi untuk mencegah
kontraktur.
c. Fisioterapi dada, fungsi menelan, dan berkemih.
2. Terapi wicara
Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia
dengan stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi
visual, terapi intonasi melodik, dan sebagainya.
3. Depresi
Depresi diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak
mengganggu fungsi kognitif.
g. Edukasi
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai stroke,
sehingga dapat mengendalikan factor- factor resiko yang dapat
mencetuskan timbulnya stroke berulang.
dapat menjadi normal dalam 2-3 hari. Oleh karena itu peningkatan
tekanan darah pada hari-hari pertama tidak perlu dikoreksi, kecuali
pada tekanan darah yang sangat tinggi/emergency ( contohnya pada
tekanan darah >220 mmHg/ >130 mmHg). Pada tekanan darah yang
tinggi ini, penurunan tekanan darah juga tidak boleh terlalu cepat
karena dapat menyebabkan beberapa organ menjadi iskemik. Hal ini
dikarenakan pada saat terjadi tekanan darah yang sangat tinggi ini,
beberapa organ terutama otak dapat melakukan autoregulasi, yang
artinya organ seperti telah membiasakan diri dengan tekanan darah
tersebut. Sehingga jika dilakukan penurunan tekanan darah secara
cepat, dapat menyebabkan gangguan metabolik, yang justru dapat
memperparah keadaan. Penurunan tekanan darah tidak boleh lebih dari
25%, berarti tekanan darah dapat diturunkan menjadi kira-kira 160/90
mmHg. Jika ingin memberikan obat dengan cara titrasi, maka
pemberian obat dianjurkan menggunakan labetalol/urapidil/nitropusid
atau nitrogliserin intravena atau dapat juga captopril oral (Martono dan
Kuswandari, 2009).
2) Gula darah
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pada hari-hari awal
stroke dapat terjadi peningkatan kadar gula darah. Kadar gula darah
yang terlalu tinggi dapat membahayakan otak, oleh karena itu perlu
dilakukan penurunan kadar gula darah senormal mungkin. Bila perlu
dapat dilakukan pemberian insulin dengan pompa syringe (Thibaut et
al., 2013).
3) Keadaan kardiorespirasi
Keadaan kardiorespirasi perlu dipantau dengan baik, dikarenakan
komplikasi pada sistem-sistem ini dapat menyebabkan kematian. Oleh
karena itu bila ditemukan komplikasi pada sistim ini, perlu dilakukan
tindakan pengobatan (Thibaut et al., 2013).
Hiperintensita
s ;Signal
patchy
Gambar 11. Gambaran hasil foto ct-Scan normal yang memperlihatkan perbedaan
densitas (udara, lemak, soft tissue dan tulang)
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, A., Parveen Aggarwal, Mamta Khatak dan Sunil Khatak. 2010.
Cerebral Ischemic Stroke: Sequels of Cascade. International Journal of
Pharma and Bio Sciences. Vol. 1, Issue 3.
American Heart Association (AHA) dan American Stroke Association (ASA).
2012. Stroke, TIA and Warning Sign. Dapat diunduh di :
http://www.heart.org/idc/groups/stroke
public/@wcm/@hcm/@sta/documents/downloadable/ucm_309532.pdf
, (terakhir diakses pada tanggal 7 Maret 2014).
Baehr, Mathias., Frotscher, Michael., alih bahasaL Alifa Dimanti. 2012.
Diagnosis Topik Neurologi Duus: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala
Edisi 4. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L., dan Linda A.S. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC.
Hinkle, JL. Guanci, MM. 2007. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs ;
39
Jan, S. 2005. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med ; 352:1791-8
Janice L, Hinkle, Mary MK. 2007. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci
Nurs ;
Jauch, Edward C. 2014. Ischemic Stroke. Update: Mar 3, 14. Available at:
www.medscape.com#ischemic+stroke
Liporace, Joyce., Bahra, Anish., Cikurel, Katia. 2006. Crash Course: Neurology.
Philadelphia: Elsevier Inc
Lucas, Enrique Marco de., Sanchez, Elena., Gutierrez, Agustin., Mandly, Andres
Gonzalez. 2008. CT Protocol fro Acute Stroke: Tips and Tricks for
General Radiologists. Radiological Society of North America. October
2008; Volume 28, Issue 6.
Lumbantobing, Prof.DR.dr.S.M. 2013. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta: FKUI
Maas, MB. Safdieh, JE. 2009. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles
of Localization. Neurology Board Review Manual. Journal of
Neurology; 13(1): 2-16
Mardjono, Mahar., Priguna S. 2012. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat