Vous êtes sur la page 1sur 37

DISTROFI MUSKULORUM

PROGRESIVA Riodian Saputra

REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF


DISTROFI MUSKULORUM PROGESIVA
DISUSUN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD KOTA SEMARANG

Disusun oleh :

Riodian Saputra
406118008

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 03 November 2013 07 Desember 2013
JAKARTA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

: Riodian Saputra

NIM

: 406118008

Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Universitas Tarumanagara

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan

: Ilmu Saraf

Periode Kepaniteraan Klinik


Desember 2013

: Periode 03 November 2013 07

Judul Makalah

: DISTROFI MUSKULORUM PROGRESIVA

Diajukan

: Desember 2013

Pembimbing

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: .

Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Saraf
RSUD Kota Semarang,
Pembimbing,

(dr. Dyah Nuraini W, Sp.S)


Sp.S)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

(dr. Mintarti,

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa, karena atas kasih, berkat dan tuntunan-Nya sehingga penulis
bisa menyelesaikan referat dengan judul DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA , dengan baik dan tepat waktu.
Refereat ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu
saraf fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang periode 03 November 2013 07
Desember 2013
menambah

. Disamping itu, penulis

pengetahuan

tentang

juga bertujuan untuk

DISTROFI

MUSKULORUM

PROGRESIVA kepada para pembaca referat.


Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr.Dyah

Nuraini

pembimbing

W,

Sp.S

kepaniteraan

selaku
Klnik

KSMF
Ilmu

Ilmu

Saraf

Saraf
RSUD

dan
kota

Semarang
2. dr. Mintarti, Sp.S selaku pembimbing kepaniteraan Klnik Ilmu
Saraf RSUD kota Semarang
Penulis telah berusaha agar referat ini dibuat sesempurna mungkin,
tetapi penulis sangat menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik
Tuhan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar referat ini dapat menjadi lebih
sempurna.
Permohonan maaf penulis sampaikan apabila dalam penulisan
referat ini terdapat kesalahan dan kekurangan dalam referat ini.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
Semarang, Desember 2013

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................1
KATA
PENGANTAR...............................................................................................
...............................................................................................................2
DAFTAR
ISI..............................................................................................................
...............................................................................................................3
BAB I.

PENDAHULUAN....................................................................4

BAB II.

PEMBAHASAN......................................................................5

A. ANATOMI SERAT OTO RANGKA.................................................5


B. MEKANISME KONTRAKSI OTOT RANGKA...................................6
C. DISTROFI MUSKULORUM PROGRESIVA.....................................9
C.1

Definisi................................................................................9

C.2.

Klasifikasi............................................................................9

C.3.

Etiologi

10
C.4.

Epidemiologi

14
C.5.

Patologi

14
C.6.
Patofisiologi........................................................................................
15
C.7.

Manifestasi

18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

Klinis

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
C.8.

Pemeriksaan

Penunjang

23
C.9.

Diagnosa

Banding

24
C.10. Penatalaksanaan
25
C.11. Komplikasi
28
C.12. Pencegahan
29
C.13. Prognosis
29
BAB III.

KESIMPULAN

30
BAB IV.

DAFTAR

PUSTAKA

32

BAB I
PENDAHULUAN
Otot otot skeletal dan neuron-neuron menyusun susunan
neurovoluntar yang dapat mengurus dan melaksanakan gerakan
yang dikendalikan oleh kemauan atau atas kesadaran sendiri.
Secara anatomik, sistem tersebut terdiri dari upper motoneuron
(UMN), lower motoneuron (LMN) dan alat penghubung antara saraf
dan otot dan otot skeletal. Neuron melalui lintasan lintasan
neuronalnya menghasilkan suatu impuls yang akan disampaikan
kepada serabut otot sehingga menimbulkan suatu gerakan otot.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
Unit

kesatuan

gerakan

motorik

tersusun

atas

sebuah

motoneuron dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafinya dan


sistem itu dikenal dengan sebutan LMN. Suatu kelumpuhan tipe LMN
dapat disebabkan adanya kerusakan pada struktur penyusun
gerakan motorik, yang salah satunya adalah kerusakan pada
serabut otot itu sendiri. Degenerasi herediter merupakan salah satu
penyebab lesi pada serabut otot skelet yang bisa menimbulkan
kelumpuhan. Kelainan yang demikian didapatkan pada penyakit
distrofi muskulorum progresif. 1
Penyakit distrofi muskulorum

progresif

adalah

suatu

kelumpuhan miogenik yang ditemukan pada usia bayi, anak-anak,


dan usia pertengahan. Penyakit ini tergolong miopati primer yang
disebabkan karena kelainan genetik dan perjalanan penyakitnya
progresif serta ditandai adanya degenerasi dan kematian serabut
otot. Penyakit yang diturunkan sebagai ciri resesif terkait krmososmX ini telah menyerang setidaknya 1 dalam 3500 anak laki-laki di
Amerika Serikat. Seorang anak dengan distrofi muskulorum akan
menunjukkan gejala berupa bergoyang saat berjalan, lebih sering
menggunakan jari kaki dibandingkan keseluruhan kakinya untuk
berjalan dan ditemukan betis yang membesar (pseudohipertrofi).
Stadium akhir pada penyakit ini dapat dijumpai adanya kegagalan
kardiorespirasi dan kematian.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Serat Otot Rangka
Semua otot rangka dibentuk oleh sejumlah serat yang
berdiameter sekitar 10 sampai 80 mikrometer. Sebagian besar otot
serat- seratnya membentuk diseluruh panjang otot. Serat otot itu
sendiri tersusun atas suatu membran sel yang membungkus
protoplasma yang dinamakan sarkolema, sedangkan protoplasma
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
dari serat otot tersebut dinamakan sarkoplasma. Sarkoplasma
tersusun atas unsur unsur intraseluler. Cairan yang terdapat pada
sarkoplasma mengandung kalium, magnesium, fosfat dan enzim
protein. Selain itu, terdapat pula mitokondria yang terletak diantara
dan sejajar dengan miofibril. Mitokondria ini sebagai pusat produksi
ATP

guna

miofibril-miofibril

berkontraksi.

Dalam

sarkoplasma

terdapat pula retikulum sarkoplasmik yang berperan pengaturan


kontraksi otot. Terdapat suatu bangunan dimana terdapat sarkolema
yang

longgar

dan

mengandung

banyak

sarkoplasma

yang

dinamakan dengan motor end plate tempat akson motoneuron


bersinaps dengan serabut otot.

Gambar 1. Organisasi dari otot rangka


Setiap serat otot mengandung sejumlah besar protein yang
bertugas dalam kontraksi otot rangka. Protein tersebut adalah
miofibril aktin dan miosin. Antara kedua miofibril tersebut memiliki
ketebalan filamen yang berbeda, miofibril aktin berfilamen tipis dan
miofibril miosin berfilamen tebal. Antara filamen aktin dan miosin
sebagian saling bertautan sehingga miofibril memiliki pita terang
dan gelap yang berselang seling. Jika dilihat dari samping filamen
miosin,

tampak

jembatan

penonjolan-penonjolan

penyeberangan.

kecil

Interaksi

yang

merupakan

antara

jembatan

penyeberangan dan filamen aktin akan menimbulkan kontraksi otot.


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
Pada ujung-ujung filamen aktin melekat pada lempeng Z yang terdiri
dari protein filamentosa. Lempeng ini berjalan menyilang melewati
miofibril dan menyilang drai satu miofibril ke miofibril lainnya dan
melekatkan antar miofibril disepanjang serat otot. Bagian miofibril
yang terletak antara dua kempeng Z dinamakan sarkomer.

B.Mekanisme Kontraksi Otot Rangka


Otot rangka dapat melakukan gerakan otot dicetuskan oleh
adanya impuls yang berasal dari saraf motorik ke serat-serat otot.
Celah yang dilalui impuls listrik dari sistem saraf pusat (SSP) ke seratserat otot dinamakan dengan taut neuromuskular. Suatu impuls listrik
yang dihantarkan dari SSP akan berjalan ke terminal button (suatu
terminal akson yang membesar menjadi suatu berbentuk tombol)
neuron motorik mencetuskan pembukaan saluran Ca 2+ gerbangvoltase dan masuknya Ca2+ ke terminal button. Selanjutnya, Ca

2+

mencetuskan eksositosis vesikel asetilkolin. Asetilkolin akan berdifusi


melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan otot dan berikatan
dengan reseptor spesifiknya di motor end plate membran sel otot.
Pengikatan ini menyebabkan pembukaan saluran-saluran kation,
sehingga terjadi pemasukan Na+ dalam jumlah besar ke dalam sel
otot dibandingkan dengan pengeluaran K+ yang lebih sedikit.
Peristiwa ini menghasilkan potensial end plate. Aliran arus lokal
antara end plate yang mengalami depolarisasi dan membran
didekatnya menimbulkan potensial aksi, yang merambat ke seluruh
serat otot. Asetilkolin kemudian diuraikan oleh asetilkolinesterase
dan mengakhiri sel otot.

3.4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

Gambar 2. Anatomi neuromuskular juntion


Kontraksi otot ditimbulkan karena adanya energi ATP yang
dihasilkan

pada

mitokondria

sel

otot.

Sumber

energi

untuk

penyusunan kembali ATP yang akan digunakan berasal dari kreatin


fosfat. Molekul ini membawa ikatan fosfat berenergi tinggi yang
serupa dengan ATP . Kreatin fosfat memiliki jumlah energi bebas
yang sedikit lebih tinggi dibanding dengan dengan ikatan ATP,
sehingga kreatin fosfat segera dipecahkan dan pelepasan energi
menyebabkan terikatnya sebuah ion fosfat baru pada ADP untuk
menyusun ATP. Selain kretain fosfat, sumber energi untuk produksi
ATP adalah glikogen. Pemecahan glikogen secara enzimatik akan
menghasilkan asam piruvat dan asam laktat yang akan berlangsung
dengan cepat akan membebaskan energi untuk mengubah ADP
menjadi ATP. 3.4
Segera setelah dijalarkannya impuls ke serat otot, ATP yang
telah

dibentuk

akan

memulai

tugasnya

untuk

menimbulkan

pergerakan miofibril aktin dan miosin sel otot. ATP pada proses
kontraksi otot akan dipecah menjadi ADP, semakin hebat kerja otot,
maka akan semakin besar jumlah ATP yang dipecah. Berikut
mekanisme yang dilakukan pada saat otot berkontraksi :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
1. Sebelum kontraksi dimulai, kepala jembatan penyeberangan
berikatan dengan ATP. Aktivitas ATPase dari kepala miosin segera
memecah

ATP,

ADP

dan

Pi,

tetapi

meninggalkan

hasil

pemecahannya biar terikat pada kepala. Keadaan ini menimbulkan


bentuk kepala memanjang secara tegak lurus ke arah filamen
aktin tetapi masih belum melekat pada aktin.
2. Kompleks troponin tropomiosin akan berikatan dengan kalsium,
bagian aktif pada filamen aktin menjadi tidak tertutup.
3. Ikatan antara kepala jembatan penyeberangan dan bagian aktif
filamen aktin menyebabkan perubahan kedudukan kepala, seperti
kepala

mirirng

ke

arah

lengan

jembatan

penyeberangan.

Kedudukan ini memberikan power stroke untuk menarik filamen


aktin. Energi yang mengaktifkan power stroke merupakan energi
yang disimpan oleh oerubahan bentuk kepala bila molekul ATP
telah dipecahkan sebelumnya.
4. Kedudukan kepala jempatan
menyebabkan

ADP

dan

Pi

penyeberangan
mengadakan

yang

mrirng,

pelepasan

yang

sebelumnya telah melekat pada kepala. Pada tempat pelepasan


ADP, akan terjadi pengikatan ATP yang baru dan menyebabkan
terlepasnya kepala dari akton.
5. Kepala yang terpisah dari filamen aktin, sebuah molekul ATP yang
baru dipecah umtuk memulai siklus yang baru dan menimbulkan
power stroke kembali.
6. Kepala yang telah terkokang

disertai

dengan

energi

yang

disimpannya yang berasal dari pemecahan ATP berikatan dengan


bagian aktif pada filamen aktin, kepala menjadi tidak terkokang
dan menyediakan power stroke.
Proses ini akan berlangsung secara terus menerus hingga filamen
aktin menarik membran Z menyentuh ujung akhir filamen miosin
sehingga timbul tarikan otot.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

3.4

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

C. Distrofi Muskulorum Progresiva


C.1. Definisi
Distrofia muskulorum progresiva merupakan penyakit
miopati primer yang didasarkan adanya kelainan genetik,
bersifat progresif, terjadi degenerasi serabut otot non-inflamasi
dan ditempat itu digantikan dengan jaringan ikat dan lemak.
Penyakit ini ditemukan oleh Guilaumme-Benjamin Duchenne de
Boulogne pada tahun 1868. Penderita menunjukkan kelainan
berupa kelumpuhan otot secara simetris dan terdapat otot yang
membesar pada daerah betis (pseudohipertrofi). Kelainan ini
tidak melibatkan sistem saraf pusat maupun tepi. Pada stadium
yang lebih lanjut dapat menyebabkan kegagalan kardiorespirasi
dan berakhir dengan kematian.

Gambar 3. Guilaumme-Benjamin Duchenne de Boulogne

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

C.2.

Klasifikasi
Penyakit distrofi muskulorum progresiva terbagi menjadi
beberapa jenis, yakni :
1. X-linked resesif :
1.
Duchenne Muscular Dystrophy
2.
Becker Muscular Dystrophy
3.
Scapuloperoneal Dystrophy
4.
Microdeletion Syndromes
2. Distrofi muskuler autosomal resesif :
1.
Limb- girdle muscular dystrophy
2.
Congenital muscular dystrophy
3. Distrofi muskular autosomal dominan :
1.
Fascioscapularhumelar muscular dystrophy
2.
Ocular muscular dystrophy
3.
Oculopharingeal muscular dystrophy
4.
Distal muscular dystrophy
4.
Distrofi miotonik. 6

C.3. Etiologi
Kelainan dari jenis miopati distrofi muskulorum
progresiva tipe Duchenne disebabkan karena adanya mutasi
genetik pada kromsom X-terkait. Kelainan gen yang terkena
terletak pada lokus Xp21. Sedangkan distrofi muskular tipe lain
yakni FSH distofi muskular kelainan genetik terjadi karena
penghapusan gen yang terletak pada kromosom 4q35. Adanya
perubahan pada struktur protein distrofin yang merupakan
protein yang terikat pada membran sarkolema otot, sehingga
pada kelainan ini didapatkan defisiensi distrofin yang
dapat merusak serabut otot oleh kalsium di dalam sel yang
tidak dapat dikontrol. Tidak hanya dengan adanya defisiensi
distrofin kelainan ini juga menyebabkan penurunan sekunder
pada beberapa glikoprotein terkait distrofin pada sarkolema
yang

mengakibatkan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

hilangnya

ikatan

dengan

matriks

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
ekstraseluler dan sarkolema itu sendiri lebih mudah terjadinya
nekrosis.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyakit DMP


didasarkan

atas

adanya

suatu

kelainan

genetik.

DMP

merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara resesif


kepada seorang anak dari orang tua nya yang gennya terdapat
kelainan. Kebanyakan penyakit ini diturunkan kepada anak lakilaki. Anak perempuan bisa saja memiliki defek kromosom X
yang menunjukkan kelainan DMP yang diturunkan dari orang
tuanya, tetapi pada anak perempuan keadaan klinis yang
ditampakkan jauh lebih ringan dari anak laki-laki. Akan tetapi,
meskipun pada DMP pewarisannya resesif terkaitX, sebanyak
30%-nya penderita merupakan mutasi baru dan ibu bukanlah
pengidap.

Pola penurunan DMP akan terlihat pada gambar

berikut :

Gambar 4. Pola penurunan DMP dari kelainan kromosom pada


ibu pada keturunan anak laki-laki.
Pada gambar di atas menunjukan bagaimana penyakit DMP
diturunkan secara genetik dari orang tua ke anaknya. Seorang
ayah memililki satu buah kromosom X yang ia peroleh dari
ibunya dan satu kromosom Y yang ia peroleh dari ayahnya.
Sedangkan seorang ibu memiliki kromosom 2 kromosom X
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
yang ia peroleh dari ayah dan ibunya. Gambar diatas terlihat
bahwa salah satu kromosom X mengalami defek yang ia
wariskan dari ibunya. Sehingga anak laki-laki yang ia turunkan
akan mendapatkan satu defek

kromosom X dari ibunya dan

dapat menimbulkan gangguan penyakit DMP.

Gambar 5. Pola penurunan DMP dari kelainan kromosom (1)


dari ayah, (2) dari ibu, yang diturunkan kepada anak
perempuan.
Gambar diatas mengilustrasikan pola penurunan kelainan
gen DMP pada turunan anak perempuan. Pada gambar (1)
terlihat seorang laki-laki dengan defek kromosom X menikah
dengan seorang wanita dengan 2 kromosom X yang normal dan
gambar (2) memperlihatkan seorang laki-laki dengan gen
normal menikah dengan wanita dengan defek pada salah satu
kromosom

X. Kedua

gambar

tersebut

akan

menurunkan

kecacatan kromosom X yang ia peroleh dari salah satu orang


tuanya yang cacat gennya ke anak perempuannya. Akan tetapi,
pada anak perempuan dengan defek gen kromosom X tidak
memperlihatkan kelainan yang berat dibanding anak laki-laki,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
karena kromosom X lainnya akan mengkompensasi terhadap
resesif kromosom X terkait.

Gambar 6.
Pola penurunan DMP pada setiap kesempatan keturunan
anak-anaknya.
Gambar diatas menunjukan bagaimana keturunan
keturunan yang dihasilkan dari wanita yang memiliki defek
pada

salah

satu

kromosom

X-nya.

Seorang

laki-laki

memperoleh satu kromosom X dari ibunya dan satu kromosom


Y drai ayahnya, sedangkan seorang ibu memiliki satu defek
kromosom X yang ia wariskan dari ibunya. Pada gambar diatas
menunjukkan, seorang wanita sebagai carrier DMP menikah
dengan laki-laki dengan kromosom normal, maka akan ada
kesempatan 25% tiap kehamilannya : mewariskan kelainan
kromosom X kepada anak laki-lakinya sehingga menimbulkan
gangguan

atau

penyakit

satu

anak

laki-laki

dengan

kromosom normal ; satu anak perempuan sebagai carier; dan


satu anak perempuan normal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

C.4.

Epidemiologi
Penyakit DMP lebih sering mengenai anak laki-laki
dibanding

perempuan.

mendapatkan

defek

Jika

seorang

genetik,

anak

kelemahan

perempuan
otot

yang

dtampakkan jauh lebih ringan dibanding dengan anak laki-laki.


Frekuensi penyakit DMP tipe Duchenne di Amerika Serikat
menunjukkan angka

1 per 3500 anak laki-laki lahir hidup.

Sepertiga kasusnya dihasilkan dari mutasi baru yang terjadi


secara spontan.

(9)

DM tipe Becker merupakan bentuk DMP

kedua yang juga sering ditemukan, insidensinya mencapai 1


kasus per 30.000 anak laki-laki lahir hidup. Distrofi muskular
tipe lain yaitu tipe Facioscapulohumeral angka kejadiannya 1
banding 20.000 kasus. Kasus DMP yang jarang ditemui yaitu
DMP tipe Limb-girdle dystrophy insidensinya hanya mencapai
1.3 % .

(10)

C.5. Patologi
Keadaan patologi distrofi muskulorum progresiva
menunjukkan

adanya

atropi

serabut-serabut

otot,

dan

tempatnya digantikan dengan sel lemak dan jaringan fibrosa.


Serabut serabut yang nekrotik akan tampak eosinofil yang
terang dengan fragmentasi sarkoplasma dan ditemui infiltrasi
histiosit. Serabut yang regenerasi sitoplasmanya basofil,
nukleus sentralnya membesar dengan nuklei menonjol. Pada
tahap lanjut penyakit ini, atrofi serabut-serabut otot akan
digantikan dengan jaringan ikat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

(11)

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

Gambar 7. Tampak infiltrat sel makrofag pada seratserat otot.

C.6. Patofisiologi Distrofi Muskulorum Progresiva


Genetika menunjukkan variasi pada individu karena
adanya perbedaan pada DNA. Variasi yang ada ternyata dapat
memberikan dampak terhadap fungsi gen dan ini dikenal dengan
mutasi. Gen yang mengalami mutasi pada sel benih atau sle
induk biasanya yang diturunkan kepada turunannya. Kejadian
mutasi suatu gen dapat berupa kehilangan atau penambahan
DNA (inersi, duplikasi, perluasan) dan akibat dari penyusunan
kembali (inversi atau translokasi). Pengaruh mutasi bergantung
pada perubahan protein yang terbentuk. Akibat mutasi akan
terjadi perubahan struktur protein selama perwujudan, saat
modifikasi pasca perwujudan yang luas (glikosilasi) sehingga
banyak protein yang berhenti proses perekaman menampakkan
ekspresi gen yang tidak tepat. (12)
Mutasi gen yang menyebabkan perubahan basa dalam
akson, yang mengakibatkan perubahan asam amino yang
berkaitan dengan protein tersebut dinamakan mutasi missense.
Mutasi seperti ini dapat mengakibatkan kehilangan fungsi dari
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
protein dan dalam beberapa kasus perubahan terhadap dalam
satu basa

telah memberi perubahan berupa

penghentian

molekul baru mRNA. Hal ini mengakibatkan mutasi kecil pada


(12)

ribosom dan dapat menghasilkan protein yang diperpendek.

Gambar 8. Proses perubahan struktur protein pada gen


Kelainan muskuloskeletal yakni DMP salah satunya
merupakan contoh kelainan karena adanya defek genetik pada
kromosom X pada lokus Xp21. Letak kerusakan atau mutasi gen
ini terjadi pada molekul protein distrofin. Distrofin adalah protein
sitoskeleton 427 kD yang dikode oleh gena besar pada lokus
Xp21.2.

Distrofin

terikat

kuat

dengan

membran

protein

sarkolemma sehingga disebut dengan protein terkait-distrofin


(DAPs)

dan

glikoprotein

(DAGs).

Struktur

terpenting pada komplek ini adalah


glikoprotein

156-kDa

yang

dikenal

biologik

yang

protein adhalin dan


dengan

-dystroglycan.

Komplek distrofin-glikoprotein berfungsi sebagai struktur yang


transarcolema yang menghubungkan antara subsarcolemal
citoskeleton dengan matriks ekstraseluler. Protein distrofin dapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
ditemukan pada otot polos, jantung, otot
dengan jumlah yang sedikit.

rangka dan otak

(13)

Gambar 9. Komplek struktur distrofin pada sel otot


Mekanisme dari distrofinopati diterangkan sebagai berikut :
terjadi penghapusan intragena, duplikasi atau mutasi titik
nukleotida. Sebanyak 65% penderita mengalami penghapusan
dan 7% nya menunjukkan duplikasi. Terjadinya, baik duplikasi
atau

penghapusan

gen,

mengakibatkan

molekul

distrofin

terpotong, dan tidak stabil. Kehilangan distrofin mengakibatkan


kehilangan

DAPs

dan

kerusakan

pada

komplek

protein

distroglican. Kerusakan ini ikut berdampak pada timbulnya


kecacatan pada sarkolemma selama berkontraksi. Kecacatan
pada sarcolemma dalam sebagian besar serat hialin nonnekrotik,
mengakibatkan masuknya cairan ekstraseluler dan kalsium.
Masuknya kalsium dapat menyebabkan aktivasi protease dan
meningkatkan degradasi protein. Peristiwa ini menimbulkan
kebocoran serum kreatin fosfatase dan enzim-enzim lainnya
yang berada di sel otot.

(14)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

Gambar 10. Organisasi integral dan perifer dari komplek


distrofin-glikoprotein pada distrofi muskular.
C.7. Manifestasi klinis
Berbagai tipe dari distrofi muskularis progresiva umumnya
menunjukkan manifestasi klinis berupa kelemahan pada otot
rangka. Awitannya terlihat pada anak usia dekade 1 atau sekitar
usia 2 tahun. Umumnya penderita distrofi muskular ini terlihat
kesulitan berjalan pada usia dini. Berbagai tipe distrofi muskular
yang ada, distrofi muskular

tipe Duchenne atau distrofi

muskular progresiva yang menampakkan kelainan klinis yang


lebih

berat.

kelemahan

Distrofi
otot

muskulorum

yang

lebih

tipe

banyak

Duchenne

terkena

pada

memiliki
baigan

proksimal, bersifat simetris, mengenai kedua tangan dan kaki,


lebih terlibat pada otot adduktor manus kaki dan jarang pada
otot gracillis dan Sartorius. (5)
Gambaran anak penderita distrofi muskularom Duchenne terlihat
sebagai berikut :
Gejala dimulai terlihat pada anak usia sekitar 2 tahun saat
anak sering jatuh saat berjalan. Pada saat usia 5 tahun anak
tidak pandai dalam berlari seperti anak seusianya dan sering
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
terjatuh. Setelah jatuh anak merasa sulit untuk bangun kembali.
Ketika anak berusaha untuk bangun kembali, anak seolah olah
memanjat dirinya sendiri agar dapat berdiri dnegan tegak.
Awalnya

anak

akan

jongkok,

kemudian

kedua

tangan

berpegangan kepada kedua tungkai bawah, kemudian pegangan


merambat ke arah atas, mencapai lutut, paha dan akhirnya anak
tersebut mampu berdiri. Gambaran ini menunjukkan gambaran
Gowers sign. Selain itu, gaya anak penderita DMP berjalan
menyerupai seekor bebek yang sedang berjalan atau disebut
dengan wadding gait.

(5)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

Gambar 11.

Gowers sign pada anak penderita distrofi

muskulorum tipe Duchenne


Makin lama tampak adanya pembesaran pada daerah betis
karena infiltrasi sel lemak dan jaringan ikat dalam serat-serat
otot (pseudohipertrofi). Pada palpasi dirasakan kenyal seperti
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
karet, meskipun nampak besar tetapi otot tersebut lemah.
Proses penyakit akan terus berlangsung, dan pada saat usia 10
15 tahun anak sudah memerlukan kursi roda. Akan tampak pula
adanya kontraktur dan kifoskoliosis. Pada fase lanjutan, akan
terjadi kelemahan pada otot-otot respirasi (interkosta dan
diagfragma)

dan

berpotensi

mengalami

infeksi

saluran

pernafasan yakni pneumonia. Saat memasuki usia 20 tahun


akan mengalami gagal jantung dan 80% kasus akan mengalami
kemantian mendadak. Kematian akan melanda penderita DMP
pada awal usia dasawarsa ke-3.

(5)

Gambar 12. Keadaan klinis pada DMP tipe Duchenne

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

Gambar 13. Pseudohipertrofi pada distrofi muskulorum


Duchenne.
Sebanyak 30 % anak anak penderita distrofinopati
memiliki ketrampilan intelektual yang rendah, seperti masalah
kognitif yang meliputi kecepatan dalam proses belajar, attention
deficit

hiperactuve

disorders,

retardasi

mental,

obsesif-

kompulsif, dan gangguan perkembangan pervasif. Selain itu


juga, seorang anak penderita DMP meninjukkan kemampuan
verbal yang buruk. (15)
Gambaran lain dari distrofi muskularom tipe lain akan dijelaskan
di bawah ini :
1. Distrofi muskulorum tipe Becker
Wanita jarang terkena mengenai penyakit ini. Kelainan berupa
kelemahan otot melanda bagian tubuh bawah dan perlahanlahan memburuk karena :
1. Kesulitan berjalan, memburuk dari waktu ke waktu dan
pada usia 20 30 tahun orang tidak bisa berjalan.
2. Seringkali terjatuh.
3. Kesulitan dalam berlari dan melompat.
4. Kehilangan massa otot.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
5. Kelemahan pada bagian tubuh atas, seperti tangan, leher
dalan area lainnya tdiak seberat bagian tubuh bawah.
6. Dapat pula ditemui masalah gangguan pernafasan.
7. Masalah koqnitif.
8. Kehilangan fungsi keseimbangan dan koordinasi.
2. Distrofi muskulorum tipe Fascioscapulohumeral
Distrofi muskulorum Fascioscapulohumeral berbeda dengan
DMD dan BMD karena kelainan ini lebih mengenai bagian atas
tubuh, meskipun bagian bawah tubuh juga bisa terkena.
Penyakit ini juga diturunkan secara genetik dapat melanda
pria dan wanita dan dapat berkembang mulai dari anak-anak
yang salah satu orang tuanya adalah carier. FMD terutama
menyerang daerah wajah, bahu, dan otot lengan atas. Gejala
seringkali tidak muncul sampai usia 10-26 tahun, tetapi gejala
tak jarang muncul lama kemudian. Dalam beberapa kasus,
juga terdapat gekala tidak berkembang. Gejala-gejala yang
dapat terlihat adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kelopak mata terkulai.


Ketidakmampuan untuk bersiul.
Penurunan ekspresi wajah.
Ekspresi wajah marah atau depresi.
Kesulitan dalam melafazkan kata-kata.
Kelemahan otot bahu yang menyerupai pisau bahu
(winging scapulae). Penderita juga mengalami kesulitan
mengangakat

kedua

bahunya

karena

kelemahannya

tersebut.
7. Bila kondisi ini memburuk, kelemahan juga akan melanda
pada kedua kaki hingga suatu saat penderita tidak bisa
berjalan.
3. Distrofi muskulorum tipe Limb-girdle
Kelainan tipe ini meliputi 18 kelainan herediter yang berbeda
dan pertama kali mengenai otot gelang bahu dan pinggul.
Penyakit ini lama kelamaan dapat semakin parah dan
melibatkan

banyak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

otot

lainnya.

Gejala

klinis

yang

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
ditampakkan pertama kali adalah kelemahan pada daerah
pinggul yang ditunjukkan dnegan penderita tidak bisa duduk
tanpa bantuan alat atau naik tangga. Kelemahan ini dimulai
pada masa anak- anak sampai dewasa muda. Gejala lain
yang ditampakan sebagai berikut :
1.
Berjalan secara abnormal.
2.
Kehilangan massa otot, pada bagian otot tertentu tampak
3.
4.
5.

tipis.
Nyeri punggung dan pinggang.
Kelemahan otot otot wajah.
Kelemahan pada kedua kaki, tumit, lengan bawah dan
tangan.

C.8.

(8)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan biokimiawi juga ikut mengambil peran dalam
usaha penegakkan diagnosis penyakit DMP. Pada penyakit otot
ini sejumlah kadar enzim dapat meningkat, seperti aldolase,
glutamik-aseto-asetat

transaminase,

glutamik

piruvat

transaminase, laktat dehidrogenase dan kreatinin fosfakinase.


Bilamana

suatu

peningkatan

hasil

pada

laktatdehidrogenase

laboratorium
enzim

maka

menunjukkan

kreatin

keadaan

miopati dan bukanlah suatu neuropati.

ini

fosfakinase
menandai

adanya
dan
adanya

(5)

Sebuah tes genetik juga perlu dilakukan untuk mengetahui


adanya DMP. Penghapusan gen distrofin juga ditemukan dalam
beberapa kasus. Sekitar 7% kasus dapat dijumpai delesi gen,
duplikasi gen sebnayak 6% , dan sisanya mengalami mutasi
spontan. Hasil negatif pada awal tes tidak mengecualikan tidak
adanya penyakit ini.

(16)

Biopsi otot juga dapat dipertimbangkan dalam


penegakkan diagnosis DMP, akan tetapi tindakan ini masih dapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
menjadi suatu masalah. Otot-otot yang dapat dilakukan untuk
tindakan biopsi adalah otot vastus lateralis (quadriseps femoris)
dan otot gastroknemeus.

(7)

Gambar 14. (A). Pewarnaan pada distrofin normal, (B) kadar


distrofin pada BMD, (C) tidak adanya distrofin pada
DMD.
C.9.

Differential Diagnosis
Kelainan jenis miopati primer ini dapat juga ditemui pada
kondisi kondisi sebagai berikut :
1.
2.

3.

4.

Anak yang terlambat berjalan.


Penderita dewasa dengan kelemahan

proksimal

karena

polimiositis.
Penderita dewasa

proksimal

karena

dengan

kelemahan

polimiositis kongenital.
Penderita dewasa dengan kelemahan otot proksimal kronik
atau subakut simetris, kemungkinan karena atrofi muskularis

5.

spinal (jenis Kugelberg-Welander) dan polimiositis.


Kelemahan bahu atau satu tungkai disertai

atrofi,

kemungkinana pada kasus mononeuritis, poliomielitis, dan


6.

atrofi muskular spinal.


Miopati kongenita pada anak-anak atau deawas muda.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

(5)

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

C.10. Penatalaksanaan
Strategi terapi penyakit miopati distrofi muskulorum
progersiva terdiri dari tiga kategor, yakni terapi farmakologi
suportif, penelitian terapi gen, dan penelitian terapi seluler.
Adapun terapi gen meliputi virus, plasmid, dan pendekatan
berbasis

oligonukleotida.

Sedangkan

terapi

seluler

menggunakan tekni stem cell dan myoblast. Dua terakhir dari


ketiga kategori tersebut nampaknya belum bisa dilakukan di
Indonesia sendiri. Ketiga strategi terapi ini pertama diaplikasikan
pada miopati distrofi muskular tipe Duchenne dengan perkiraan
strategi tersebut dapat memberikan manfaat pula pada distrofi
muskular tipe Becker. Pendekatan terapi sel dan gen cendrung
mengarah kepada tindakan kuratif.

(16)

1. Terapi suportif
Sementara belum ada pengobatan yang ada untuk
miopati baik tipe Duchenne atau Becker, terapi medis dan
suportif dapat memberikan dampak yang positif dalam
menurunkan

morbiditas,

meningkatkan

kualitas

hidup,

memperpanjang kualitas hidup. Berdasarkan Standart of care


for Duchenne muscular dystrophy penyakit ini bukanlah
penyakit otot saja. Menurut pedoman perawatan penderita
DMP pemakaian kortikosteroid dapat memberikan dampak
yang positif terhadap perjalanan penyakit ini.

Pengobatan

kortikosteroid dapat bermanfaat terhadap fungsi dan massa


otot.

Pemakaian

kortikosteroid

setidaknya

salah

satu

tindakan kuratif guna memperingan perjalanan penyakit DMP


yang pada awal pengobatan satu bulan pertama akan terjadi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
perbaikan klinis dan berlangsung hingga tiga tahun. Hal ini
disebabkan kortikosteroid mampu mengurangi peradangan
jaringan, menekan sel sitotoksik, meningkatkan homeostasis
kalsium dan merangsang myoblast. Seorang anak penderita
DMP

yang

secara

tiba-tiba

menghentikan

pengobatan

dengan kortikosteroid akan kembali ke perkembangan alami


penyakit ini. Pemakaian kortikostreoid yang
dianjurkan adalah prednison dengan dosis 0.75 mg/kg/hari
1.5

mg/kg/hari

kortikosteroid

mengingat
yakni

efek

katarak,

jangka

panjang

hipertensi,

dari

diabetes,

keterlambatan pubertas dan gangguan tingkah laku dan


tidur. Untuk pengobatan pada penderita FSH dapat diberikan
albuterol yang akan meningkatkan massa otot.
2. Latihan fisioterapi

(17)

Perawatan suportif penderita DMP memerlukan pendekatan


tim multidisiplin dan terkoordinasi dari tim dokter dan dokter
perawatan primer, ahli jantung, ahli endokrinologi, ahli terapi
fisik, ahli mobilitas, ahli bedah ortopedi, ahli gizi, konselor
genetik, psikolog dan staf sekolah. Beberapa pendekatan
yang dilakukan untuk penderita miopati primer ini adalah
guna meminimalkan penggunaan kursi roda, yakni dengan
cara latihan fisik secara rutin guna mengatur gerakan dari
otot yang terkena dan mencegah terjadinya kontraktur.
Latihan ini dilakukan terutama pada pergelangan kaki guna
pasien dapat berjalan dengan baik. Penggunaan orthose
pergelangan kaki hingga lutut atau orthose pergelangan kaki
saja dapat memperpanjang periode mobilitas dan menunda
ketergantungan kursi roda. Mempertahankan kemampuan
berdiri

dapat

memperlambat

timbulnya

kontraktur

dan

scoliosis. Bagi penderita yang hidupnya sudah tergantung


dengan kursi roda, maka pilihlah kursi roda yang nyaman bagi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
penderita dan disesuaikan dengan kemampuan penderita
sendiri. Selain itu, untuk memberi support pada penderita,
pendekatan keluarga perlu dilakukan agar penderita tidak
patah semangat dalam melakukan proses rehabilitasi medik.
(14)

3. Perbaikan Gizi
Penderita perlu memperhatikan keadaan gizi agar dapat
memperbaiki keadaan otot-otot yang mengalami atrofi. Tidak
ada anjuran diet yang dilakukan, tetapi penderita dengan gizi
yang masih kurang dapat diberikan asupan kalsium sebanyak
800 mg/hari untuk anak usia 4-8 tahun, dan
1300 mg.hari untuk anak usia 9-18 tahun.
4. Pembedahan

(16)

Kelainan otot distrofi muskular dapat menimbulkan masalah


ortophedy pada penderitanya karena kecacatan ini dapat
menghilangkan status ambulasi, kontraktur jaringan lunak
dan deformitas spinal. Peran dari bidang ortophedy adalah
membantu perbaiki deformitas atau kontraktur otot pada
penderita dan meningkatkan status ambulasi pasien sebisa
mungkin dan biasanya dilakukan pada usia 1-3.5tahun.
Penderita DMP mengalami suatu kelainan tulang berupa
kontraktur pada daerah panggul dan lutut. Apalagi bila suatu
ketika pasien telah bergantung pada kursi roda, maka
progresitas kontraktur panggul dan kaki juga semakin cepat.
Tindakan tenektomi dapat memungkinkan untuk memperbaiki
kontraktur ini. Tindakan ini meliputu teknik Youth yakni
reseksi pada bantal distal iliotibial pada lutut dan dimodifikasi
dengan teknik

Souter Strathclyde dengan reseksi pada

bagian proksimal bantalan iliotibial dan reseksi komplit dari


bantalan iliotibial pada panggul hingga lutut. Tindakan ini
biasanya dilakukan pada kontaktur panggul dan lutut kelainan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
distrofi muskular tipe Duchenne. Pada kelainan FSH tindakan
fiksasi dapat memberikan perbaikan skapula.

(16)

5. Perawatan jantung
Salah satu dampak yang tidak baik yang ditemukan pada
penderita DMP adalah adanya kardiomiopati. Umumnya pada
saat

mendiagnosis

penyakit

ini

perlu

dipikirkan

untuk

melakukan investigasi adanya gangguan jantung. Investugasi


ini dilakukan pada saat memasuki usia 10 tahun diperiksa
setiap 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun. Biasanya dapat
ditemui kelainan aritmia jantung. Pemberian ACE inhibitor
pada awal penemuan penurunan fungsi jantung bermanfaat
dalam

mencegah

kelianan

yang

lebih

berat

nantinya.

Pemberian obat ini dapat diberikan anak usian 5-10 tahun.


Bila

telah

mengalami

kardiomiopati

dapat

diberikan

kombinasi ACE inhibitor dan beta blocker dan bila telah


menunjukkan gagal jantung terapi diuretik
perlu

dipertimbangkan.

Terapi

dipertimbangkan pada
pasien
dengan
disfungsi

antikoagulan

jantung

tromboemboli sistemik. (18)


6. Penelitian baru mengenai terapi seluler
Beberapa penelitian telah dilakukan

guna

pada

juga

bisa

mencegah

hewan

coba

mengenai terapi pada kasus distrofi muskular yakni salah


satu nya dengan cara transfer myoblas. Jutaan sel yang
belum matang disuntikkan pada otot yang mengalami distrofi,
dan diharapkan sel sel tersebut dapat menggantikan sel
sel yang rusak. Namun, sayangnya uji ini hanya menunjukkan
perbaikan sle yang minimal. Kemudian dilakukan cara lain
berupa terapi gen. Tujuan terapi ini adalah mengenalkan gen
distrofin yang baik pada sel otot agar sel otot yang rusak
tersebut dapat menggunakan gen yang baru untuk mengkode
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
protein dengan baik. Akan tetapi terapi ini masih memiliki
kelemahan karena adanya reaksi imun berupa penolakan
yang dapat menyebabkan penurunan fungsi gen.

(14)

C.11. Komplikasi
1. Kardiomiopati.
2. Gagal jantung kongestif.
3. Deformitas.
4. Aritmia jantung.
5. Gangguan mental.
6. Penurunan kualitas hidup progresif yang permanen :
1. Penurunan kemampuan dalam merawat diri sendiri.
2. Penurunan dalam hal mobilisasi.
7. Pneumonia atau penyakit infeksi saluran nafas lainnya.
8. Kegagalan respirasi. (8)

C. 12. Pencegahan
Tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk kasus
kelainan distrofi muskular dapat dilakukan dengan konselin
genetik bila terdapat salah satu anggota keluarga nya telah
menderita kelainan ini. Konseling genetik pada kasus DMP telah
memberikan nilai akurasi 95% selama proses kehamilan.

(8)

C.13. Prognosis
Prognosis untuk distrofi muskulorum progresiva umumnya tidak
baik, terutama pada tipe Duchenne. Tipe Duchenne

memiliki

progresitas kecacatan yang cepat dan membruk dari tahun ke


tahun. Kematian bisa trejadi pada usia 25 tahun akibat
kegagalan kardiorespirasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

(8)

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra

BAB III
KESIMPULAN
1. Distorfi

muskular

progresiva

merupakan

suatu

miopati

primer

noninflamasi yang didasarkan atas adanya masalah genetik, dapat


berupa mutasi genetik atau kecacatan bawaan yang diwariskan
secara resesif, yang sifatnya progresif dan terjadi degenerasi dari sel
otot serta di tempat itu digantikan oleh sel lemak dan jaringan ikat.
2. Penyakit ini tidak melibatkan sistem saraf pusat dan perifer.
3. Terdapat tiga klasifikasi dari distrofi muskulorum progresiva, yakni :
1. X-linked resesif :
1. Duchenne Muscular Dystrophy
2. Becker Muscular Dystrophy
3. Scapuloperoneal Dystrophy
4. Microdeletion Syndromes
2. Distrofi muskuler autosomal resesif :
1. Limb- girdle muscular dystrophy
2. Congenital muscular dystrophy
3. Distrofi muskular autosomal dominan :
1. Fascioscapularhumelar muscular dystrophy
2. Ocular muscular dystrophy
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
3. Oculopharingeal muscular dystrophy
4. Distal muscular dystrophy
4. Distrofi miotonik.
5. Terapi yang dapat diberikan adalah :
1. Terapi farmakologi : berupa prednison
2. Latihan fisik guna menunjang kehidupan dan menurunkan
3.
4.
5.
6.

penggunaan kursi roda.


Perbaikan gizi.
Terapi pembedahan bila terjadi kontraktur.
Pemberian dukungan mental pada penderita oleh keluarga.
Perawatan jantung

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
1. Mardjono, Mahar. 2008. Susunan Neuromuskular. Dalam : Neurologi
Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat. Hal. 1.
2. Paula, Johansen. 2008. Muscular Dystrophy. Rosen Publishing Group.
3. Guyton, Hall. 1997. Mekanisme Kontraksi Otot Rangka. Dalam :
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. Hal. 91-106.
4. Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Otot. Dalam : Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal. 224-232.
5. Perdossi. 2002. Distrofi Muskular. Dalam : Buku Ajar Neurologi Klinis.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal. 317-321.
6. Anonim. 2002. Muscular Dystrophy. [ serial online]. Diakses pada
tanggal

Oktober

2011.

Available

from

URL

www.healthatoz.com/muscular_dystrophy.jsp.
7. Behrman, Kliegman, Arvin. 2002. Kelainan Genetik. Dalam : Nelson
Ilmu Keseshatan Anak Volume 1. Jakarta :EGC. hal. 2123-2125.
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Muscular
dystrophies. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa:Saunders
Elsevier; 2007:chap 608
9. Emery AE. 2001. Duchenne's muscular dystrophy. In: Oxford
Monographs on Medical Genetics Series #24. 2nd ed. Oxford, United
Kingdom: Oxford University Press.
10. Dubowitz V. 2000. Muscle Disorders

in

Childhood. 2nd

ed.

Philadelphia, Pa: WB Saunders; Page 34-132.


11. Underwood. 1994. Patologi Distrofi Muskular. Dalam : Patologi
Umum dan Sitemik Volume 2. Jakarta : EGC. hal 904.

12. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Muscular
dystrophies. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa:Saunders
Elsevier; 2007:chap 608
13. Victor, Maurice et Ropper, Hallan. 2001. Duchenne Muscular
Dystrophy. Principal of Neurology 7thedition.
1498-1499
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

McGrawh Hill. pp :

DISTROFI MUSKULORUM
PROGRESIVA Riodian Saputra
14. Michelle, Million. 2010. Dystrophinopaty. Medscape Reference.
Diakses

tanggal

Oktober

2011.

Available

from

URL

http://emedicine.medscape.com/article.
15. Darke J, Bushby K, Le Couteur A, McConachie H. Survey of behaviour
problems in children with neuromuscular diseases. Eur J Paediatr
Neurol. May 2006;10(3):129-34
16. Bushby K, Bourke J, Bullock R, Eagle M, Gibson M, and Quinby J. The
multidisciplinary management of Duchenne muscular dystrophy.
Current Paediatrics 2005; 15: 292-300.
17. Bushby K, Muntoni F, Urtizberea A, Hughes R, Griggs R. Report on
the 124th ENMC International Workshop. Treatment of Duchenne
muscular dystrophy; defining the gold standards of management in
the use of corticosteroids. 2-4 April 2004, Naarden, The Netherlands.
Neuromuscular Disorders 2004; 4:526-34.
18. Cardiovascular Health Supervision for Individuals Affected by
Duchenne or Becker muscular dystrophy. Section on Cardiology and
Cardiac Surgery. Pediatrics 2005;116;1569-1573.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD Kota Semarang
Periode 03 November 2013 07 Desember 2013

Vous aimerez peut-être aussi