Vous êtes sur la page 1sur 36

BAB I

PENDAHULUAN
Elektrolit merupakan unsur penting dalam tubuh selain cairan. Elektrolit di dalam
tubuh merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis yang sangat
diperlukan

dalam

rangka

menjaga

kondisi

tubuh

tetap

sehat.

Tubuh

mempertahankan keseimbangan dengan kemampuan menyesuaikan diri, biasanya


dengan proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya
lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Keseimbangan elektrolit berarti
adanya distribusi normal antara komponen elektrolit baik dalam intrasel maupun
ekstrasel di seluruh bagian tubuh. Keseimbangan elektrolit saling bergantung satu
dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang
lainnya.1
Gangguan elektrolit adalah kondisi yang sering terjadi baik pada anak maupun
orang dewasa. Ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh mampu memberikan
perubahan pada fisiologis tubuh yang disertai dengan gejala klinis. 2 Perubahan
elektrolit dalam tubuh dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti asupan yang tidak adekuat, gangguan pada organ serta akibat suatu
tindakan pembedahan maupun kesalahan terapi cairan yang dilakukan.1
Menurut penelitian studi retrospektif yang dilakukan pada pasien anak yang rawat
inap dengan diare akut dehidrasi berat yang dirawat di bangsal Ilmu Kesehatan
Anak RS DR. M. Djamil hasil pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah
didapatkan 29 pasien diare akut dengan dehidrasi berat mengalami gangguan
elektrolit berupa hiponatremi 44,8%, hipernatremi 10,3%, hipokalemi 62%,
hiperkalemi 10,3%.1
Gangguan elektrolit pada anak dapat menimbulkan gejala pada berbagai organ
yang bervariasi mulai dari gejala ringan sampai yang mengancam nyawa
tergantung dari penyebab ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh. Keadaan ini
membuat tim medis harus lebih peka terhadap gejala yang terjadi, agar pemberian
terapi dapat diberikan secara adekuat untuk mengatasi gangguan elektrolit
berdasarkan atas gejala klinis serta didukung dengan hasil kadar elektrolit yang
menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada tubuh.2
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Elektrolit

2.1.1

Definisi
Elektrolit

merupakan

cairan

tubuh

yang

sangat

penting

untuk

kelangsungan kehidupan ataupun untuk keseimbangan dalam tubuh.


Elektrolit berasal dari pecahan molekul-molekul yang menjadi partikelpartikel bermuatan listrik terdiri atas kation dan anion. Kation adalah ion
yang bermuatan positif sedangkan anion adalah ion yang bermuatan
negatif. Pada cairan tubuh jumlah antara kation dan anion harus sama
untuk mempertahankanelectrical neutrality. Pencapaian keseimbangan
elektrolit harus selalu dipertahankan dengan menjaga jumlah total kation
dengan total anion agar tetep sama.3
2.1.2

Komposisi Elektrolit Dalam Cairan Tubuh


Elektrolit ini terdapat dalam dua bagian cairan tubuh, yaitu di bagian
cairan ekstrasel dan intrasel. Bagian elektrolit yang berperan utama dalam
keseimbangan tubuh adalah dua kation, yaitu natrium dan kalium. Kedua
kation ini akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan ekstrasel dan
intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi dari sel. Keseimbangan
elektrolit dalam tubuh jika komposisi antara kation dengan anion sama,
namun terdapat perbedaan komposisi antara ekstrasel dengan intrasel.3
Tabel 1. Komposisi elektrolit ekstrasel. 3
Kation
Na+
K+
Ca2+
Mg2+

mEq/L
142
5
5
1

Total

Anion
HCO3ClHPO4
SO4
Asam Arg
Protein
Total

mEq/L
24
105
2
1
6
16
154

Anion
HCO3-

mEq/L
10

Tabel 2. Komposisi elektrolit intrasel.3


Kation
Na+

mEq/L
15

K+
Ca2+
Mg2+

150
2
27

ClHPO4
SO4
Protei

1
100
20
63

Total

194

Total

194

2.2

Gangguan Keseimbangan Natrium

2.2.1

Natrium
Natrium adalah ion yang dominan berada di bagian ekstrasel, dengan
kadar normal dalam plasma berkisar antara 135-145 mEq/L atau 60mEq/L
per kilogram berat badan dan sebagian kecil sekitar 10-14 mEq/L yang
berada dalam intrasel.3 Garam yang mengandung natrium menentukan
lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel, khususnya dalam
pembentukan natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO 3)
sehingga perubahan tekanan osmotik pda cairan ekstrasel akan
menggambarkan perubahan konsentrasi natrium dalam tubuh.4
Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh.
Keseimbangan natrium yang terjadi dalam tubuh dipengaruhi oleh dua
mekanisme yaitu, pengatur kadar natrium yang sudah tetap pada batas
tertentu (Set-Point) dan keseimbangan antara natrium yang masuk dan
yang keluar (Steady-State). Perubahan kadar natrium dalam cairan
ekstrasel akan mempengaruhi kadar hormon yang berperan dalam
pengaturan ekskresi natrium dalam urin, yaitu : antidiuretik hormon
(ADH), sistem Renin Angiotensi-Aldosteron (RAA), Atrial Natriuretic
Peptide (ANP), Brain Natriuretic Peptide (BNP).
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan ekskresi ini
dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan volume cairan dalam
tubuh. Naik turunnya ekskresi natrium dalam urin diatur oleh filtrasi
glomerulus dan reabsorbsi oleh tubulus ginjal. Peningkatan volume cairan
dan peningkatan asupan natrium melalui asupan makanan dapat
meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Perubahan yang terjadi pada laju
glomerulus akan mempengaruhi reabsorbsi natrium di tubulus. Sebanyak

60 % - 65 % natrium difiltrasi dan direabsobsi di tubulus proksimal, 25%


- 30% di Loop of henle, 5% di tubulus distal dan 4% di duktus koligentes.5
2.2.2

Hiponatremia
a. Definisi
Hiponatremia merupakan suatu keadaan yang terjadi apabila kadar
natrium dalam plasma dibawah 130 mEq/L dan baru memberikan
gejala apabila kadar natrium plasma kurang dari 118 mEq/L.6
b. Epidemiologi
Pada bayi dan anak-anak, hiponatremia terjadi jauh lebih sering
daripada hipernatremia. Hiponatremia sering ditemukan terjadi
pada anak dan bayi umur 6 minggu, sering terjadi keadaan
hiponatremia yang mencapai 10 50 % kasus, yang disebabkan
oleh berbagai kondisi, diantaranya faktor kelahiran, gangguan pada
ginjal dan pemakaian obat diuretik serta tindakan pembedahan.
Anak di Amerika Serikat dengan hiponatremia memiliki angka
morbiditas dan mortalitas sebanyak 42%.7
c. Patofisiologi
Berkembangnya pertahanan tubuh terhadap hiponatremia adalah
kemampuan ginjal untuk menghasilkan urin yang encer dan
mengeluarkan air dalam menanggapi perubahan osmolaritas serum
dan status volume intravaskular. Hiponatremia terjadi akibat
terjadinya penekanan pengeluaran anti diuretik hormone (ADH)
dari hipotalamus sehingga ekskresi urin meningkat oleh karena
pada saluran air di bagian apikal duktus kolegentes berkurang
sehingga terjadi osmolaritas urin yang rendah.8

d. Etiologi 8
Kehilangan natrium pada cairan ekstrasel disebabkan karena
berbagai faktor, yaitu :
1. Faktor renal

penyakit ginjal (gangguan di glomerulus, renal tubular


asidosis, obstruksi uropati, gagal ginjal akut/kronik)

penggunaan obat antidiuretik yang lama

gangguan anti diuretik hormon

sindrom nefrotik

alkalosis metabolik

2. Faktor ekstra renal


-

penggunaan terapi cairan yang berlebihan

penurunan volume cairan ekstrasel akibat muntah atau diare

sirosis hati

gagal jantung

keringat berlebihan saat aktivitas berkepanjangan

luka bakar

nyeri kronik

e. Klasifikasi8
Berdasarkan waktunya hiponatremia dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu :
1. Hiponatremia Akut

Hiponatremia yang berlangsung cepat yaitu kurang dari 48


jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti
penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi karena
adanya keadaan edema sel otak karena terjadi perpindahan
air dari ekstrasel masuk ke dalam intrasel yang mempunyai
osmolalitas lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga
hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat. Pada
anak hiponatremia sering disebabkan oleh edema otak yang
dikombinasi dengan penyakit non cardiac, edema paru, dan
hipoksia dengan hiponatremia kronik.
2. Hiponatremia Kronik

Hiponatremia berlangsung lambat yaitu lebih dari 48 jam.


Pada keadaan ini yang terjadi hanya gejala ringan seperti

lemas atau mengantuk. Kelompok ini disebut juga


hiponatremia asimptomatik.
f. Gejala klinis7
Kekurangan natrium pada anak ditandai dengan gejala, yaitu : lesu,
mual, muntah, sakit kepala, kejang, edema dan dehidrasi.
Hiponatremia juga dapat menyebabkan terjadinya henti nafas dan
manifestasi yang dapat timbul secara lambat pada hiponatremia
derajat berat.
g. Penatalaksanaan 8
1. Penanganan hiponatremia dimulai dari tahap evaluasi kadar
natrium dan mengatasi penyakit yang mendasari terjadinya
hiponatremia.
2. Jika keadaan hiponatremia disebabkan oleh penggunaan
anti diuretik maka obat tersebut harus dihentikan.
3. Pembatasan pemberian elektrolit, karena jika terjadi
kelebihan terapi dapat memperparah keadaan seperti
kerusakan pada otak (myelinolysis ekstrapontin) dan dapat
mengancam nyawa. Pemberian terapi yang tepat pada anak
dengan hiponatremia dapat menggunakan formula sebagai
berikut :
Kekurangan natrium (mmol) = TBW x (kebutuhan natrium
- konsentrasi natrium dalam plasma saat pemeriksaan)
Contoh : jumlah larutan natrium 3% yang dibutuhkan untuk
menaikkan natrium dalam plasma sampai 125 mmol/L pada
bayi 10-kg dengan konsentrasi Na dalam plasma saat
pemeriksaan sebanyak 115 mmol/L (dengan asumsi TBW
anak yaitu 65% dari berat badan) dapat dihitung sebagai
berikut:
TBW = 65% x BB (kg)
TBW = 0,65 x 10 = 6,5 L
Kekurangan natrium (mmol) = TBW x (kebutuhan natrium
- konsentrasi natrium dalam plasma saat pemeriksaan)
6

Kekurangan natrium (mmol) = 6,5 L x (125 mmol/L -115


mmol/L) = 65 mmol
Jika kekurangan natrium sebanyak 65 mmol pada anak
tanpa gejala maka diberikan larutan normal saline 422 mL
(154 mmol/L) diberikan selama 24 jam, namun anak
dengan gejala diberikan larutan saline 3% 127 mL (513
mmol/L) sebanyak 5 ml/kgBB/jam sama dengan 2,5
mmol/kgBB/jam.
4. Hiponatremia kronik diberikan serum natrium sekitar 0,3
mEq / L per jam secara lambat.
2.2.3

Hipernatremia
a. Definisi7
Peningkatan kadar natrium dalam plasma yang mencapai lebih dari
>145 mmol baik karena berkurangnya total cairan tubuh sehingga
terjadi peningkatan kadar natrium atau pemberian terapi natrium
yang berlebihan.
b. Epidemiologi8
Kondisi hipernatremia sering terjadi pada anak dan orang dewasa
yang mendapat perawatan di rumah sakit. Kasus ini terjadi pada
pemberian terapi cairan pada pasien dengan penyakit kronik,
gangguan pada saraf, penyakit kritis serta prematuritas anak.
Insiden hipernatremia pada pasien yang mendapat perawatan
rumah sakit diperkirakan melebihi 1%, namun pada anak kasus ini
mencapai 60 % kasus. Gastroenteritis berkontribusi sebagai
penyebab

hipernatremia

mencapai

20%.

Anak

dengan

hipernatremia akut memiliki angka mortalitas sebanyak 20%.

c. Etiologi8
Hipernatremia disebabkan dengan tiga cara, yaitu :
1. Hipernatremia murni karena kehilangan air, yaitu :
7

Kehilangan cairan pada mukokutaneus dengan


pemberian terapi yang tidak adekuat pada bayi yang
lahir dengan berat badan rendah, anak demam
dengan terapi cairan yang kurang, bayi dengan
fototerapi dan perawatan pada radiant warmer.

Diabetes insipidus sentral (konsentrasi ADH dalam


plasma rendah). Penyakit pituitary congenital,
trauma/tumor pada thalamus atau pituitari.

Diabetes insipus nefrogenik dengan kegagalan


respon haus (konsentrasi ADH dalam plasma
tinggi), tubular distal kongenital, tidak meresponnya
duktus kolegentes pada ADH.

Hiperkalemi biokimia

Malnutrisi protein berat, pembatasan asupan NaCL

Penggunaan obat lithium carbonat, amphotericin B,


methoxyfluran

Hiperventilasi

2. Hipernatremia karena kehilangan air dalam peningkatan


kehilangan natrium, yaitu :
-

Gagal menyusu ASI

Neonatus

dengan

fototerapi

atau

perawatan

inkubator tanpa kontrol suhu normal


-

Diare atau colitis

Muntah

Berkeringat banyak

Dialisis hipertonis

Penyakit ginjal

Penggunaan obat diuretik : mannitol dan furosemid

3. Hipernatremia karena konsumsi natrium yang berlebih,


yaitu :
-

Asupan sekunder NaCl yang berlebih sebagai


formula oral maupun tambahan elektrolit.
8

Pemberian terapi N2HCO3 yang berlebih

Makan tablet NaCl, air laut, tenggelam dalam air


laut

Gangguan mekanisme haus atau keadaan tidak sadar

Cushing syndrome atau pemberian glukokortikoid


yang berlebih

Hiperaldosteron atau pemberian mineralkortikoid


yang berlebih

d. Patofisiologi8
Hipernatremia merupakan keadaan kekurangan air dalam tubuh
yang berkaitan dengan peningkatan kadar natrium dalam tubuh.
Kehilangan air dalam tubuh menjadi penyebab sebagian besar
kasus hipernatremia. Natrium hipertonik biasanya sebagai hasil
dari intervensi klinis atau pemberian terapi natrium yang tidak
adekuat. Sebagai akibat dari peningkatan konsentrasi natrium
ekstraseluler, meningkatkan tonisitas plasma. Peningkatan tonisitas
menginduksi gerakan air melintasi membran sel, menyebabkan
dehidrasi seluler.
Berikut

ini

tiga

mekanisme

yang

dapat

menyebabkan

hipernatremia, yaitu :
1. Kekurangan air secara murni (misalnya, diabetes insipidus)
2. Kekurangan air yang melebihi kekurangan natrium
(misalnya, diare)
3. Asupan natrium berlebih (misalnya, keracunan garam)
Hipernatremia yang berkelanjutan dapat terjadi hanya bila haus
atau akses ke air terganggu. Oleh karena itu, kelompok berisiko
tertinggi mengalami hiperntremia adalah bayi dan pasien yang
diintubasi.
Hipernatremia menyebabkan volume selular menurun sebagai
akibat dari penghabisan air dari sel untuk mempertahankan
osmolalitas yang sama di dalam dan di luar sel. Sel-sel otak sangat
rentan terhadap komplikasi akibat kontraksi sel. Hipernatremia
9

pada dehidrasi berat dapat menginduksi penyusutan otak, yang


dapat kerusakan pembuluh darah otak, menyebabkan pendarahan
otak, dan dapat menimbulkan

kejang, kelumpuhan, dan

ensefalopati.
e. Gejala Klinis
Hipernatremia

menyebabkan

terjadinya

kelemahan

otot,

hiperapnea, apnea, bradikardi, suara tangisan yang keras, letargi,


insomnia atau koma dan peningkatan tonus otot. Hipernatremia
mampu menyebabkan anak mengalami gangguan rasa haus, lemah
dan kebingungan, otot lebih peka rangsangan, rhabdomyolisis,
henti nafas, kejang atau koma.
f. Penatalaksaan
1. Pengobatan hipernatremia tergantung pada gangguan yang
mendasarinya.
2. Pada

anak-anak

dengan

hipernatremia

akut

karena

kehilangan air murni seperti anak dengan diabetes insipidus


nefrogenik, cairan hipotonik dapat diberikan pada tingkat
yang akan menurunkan osmolalitas plasma dengan tidak
lebih dari 2 mOsmol/kgBB.
3. Hipernatremia kronik, koreksi tingkat osmolalitas plasma
dapat terjadi kurang dari 1 mOsmol / kg per jam, atau
penurunan natrium serum kurang dari 0,5 mEq / L.
Diberikan cairan hipotonik yang rendah. Pada individu
yang mengalami hipernatremia akibat
diberikan

furosemid

yang

loading natrium,

dikombinasikan

dengan

penggantian dextrose 5% dalam air, biasanya efektif tetapi


tidak pada kasus gagal ginjal karena diperlukan dialysis.8
2.3

GANGGUAN KESEIMBANGAN KALIUM

2.3.1

Kalium
Total kalium dalam tubuh berkorelasi dengan berat badan, tinggi badan
dan massa otot tubuh. Pada orang dewasa umur 20 tahun yang sehat, total
10

kalium dalam tubuh mendekati 58 mmol/kg, jumlah ini akan menurun


secara progresif yang dipengaruhi dengan pertambahan usia, penurunan
massa otot dan peningkatan lemak tubuh. Pada anak-anak, total kalium
dalam tubuh sebanyak 38 mmol/kg atau kurang. Lebih dari 90% kalium
tubuh sebagian besar berada dalam intraseluler, dan ada juga yang di
jaringan otot. Kalium di ekstraseluler hanya 1,4%, sedangkan sisanya
8,6% terkandung dalam matriks tulang. Kebutuhan kalium perhari adalah
sekitar 2 kkal mmol/100 dari energi yang dikeluarkan. Asupan harian dari
diet

standar diperkirakan 0,75-1,5 mmol / kg berat badan. Biasanya,

sekitar 90% kalium yang dikonsumsi, setiap hari dieliminasi dalam urin.
Kurang dari 15% dikeluarkan melalui tinja sementara sisanya melalui
kulit. Mekanisme tubulus ginjal terlibat dalam homeostasis kalium, hampir
85% dari kalium disaring dan diserap kembali dalam tubulus proksimal
dan lengkung Henle. Jumlah kalium akhir dalam urin tergantung pada
jumlah asupan dan sekresi kalium dari tubular.8
2.3.2

Hipokalemia
a. Definisi8
Kadar kalium dalam darah <3,5 mmol / L atau <3,5 mEq / L.
b. Epidemiologi9
Suatu kajian prospektif di India terhadap 1350 anak yang dirawat
inap, diagnosis hipokalemia terjadi pada setiap anak dengan diare
akut dan kronik dengan gambaran klinik leher terkulai, kelemahan
anggota gerak, dan distensi abdomen. Sebanyak 38 anak
didiagnosis sebagai hipokalemia, dengan gejala bervariasi.
Sebanyak 85% dari anak yang hipokalemia tersebut mengidap
malnutrisi dan 50% di antaranya dikategorikan malnutrisi berat.
Berbagai etiologi hipokalemia mencakup gastroenteritis akut dan
kronik, renal tubular asidosis, bronkopneumonia, serta penggunaan
diuretik.
c. Etiologi8
Penyebab penurunan kadar kalium dalam darah dapat disebabkan
oleh beberapa cara, yaitu :
11

1. Transeluler kalium
-

Alkalosis metabolik

Pemberian insulin yang berlebih

Penggunaan adrenergic beta agonist

Keracunan barium

Paralisis karena periodik hipokalemia

Keracunan toluene

Delirium tremens

2. Deplesi kalium karena asupan gizi

Asupan nutrisi yang tidak adekuat

Kekurangan formula klorida pada bayi

3. Deplesi kalium melalui jalur ekstra renal

Cystic fibrosis

Diare kronis

Muntah

Fistula pada gastrointestinal

Luka bakar menyeluruh

Adenoma rectal

Ureterosigmoidostomy

4. Deplesi kalium melalui jalur renal

Asidosis tubular renal

Sindrom fanconi

Carbonic anhydrase inhibitors

Fase alkalosis metabolic terkoreksi

d. Patofisiologi8
1. Transeluler kalium
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium
dalam

sel,

tetapi

disebabkan

oleh

faktor-faktor

yang

merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke


12

intraselular antara lain, beban glukosa, insulin, obat adrenergik,


bikarbonat.
2. Deplesi kalium karena asupan gizi
Kekurangan kalium akibat tidak konsumsi satu jenis makanan
jarang menyebabkan hipokalemia, tetapi karena tidak konsumsi
berbagai bahan makanan dapat menyebabkan hipokalemia.
Pada orang dewasa, penurunan asupan kalium kurang dari 10
mmol/hari selama 7 sampai 10 hari akan menyebabkan defisit
total kalium dalam tubuh mencapai 250 sampai 300 mmol, atau
terjadi penurunan sebesar 7% sampai 8%. Ketika terjadi deplesi
kalium pada anak dengan diare yang dirawat inap, pemberian
cairan intravena dilakukan untuk mempertahankan kadar
kalium dalam tubuh. Dalam hal ini, ginjal

akan merespon

dengan tepat penurunan ekskresi kalium, meskipun tidak dapat


menghasilkan kalium bebas dalam urin.
3. Deplesi kalium melalui jalur ekstra renal
Diare,

muntah,

dan

penyalahgunaan

obat

pencahar

menghasilkan hipokalemia melalui proses yang kompleks.


Selain kehilangan kalium akibat muntah dan tinja, kondisi ini
menyebabkan

kontraksi

volume

intravaskular,

hiperaldosteronisme sekunder, dan ekskresi urin. Pada anakanak,

diare

sering disertai

dengan

asidosis

metabolik

hiperkloremik, sedangkan penyalahgunaan obat pencahar


dikaitkan dengan status normal asam-basa atau alkalosis
metabolik ringan. Keringat berlebihan dari latihan fisik yang
rutin mengeluarkan panas menyebabkan deplesi kalium.
Kondisi ini normal ditandai dengan deplesi konsentrasi kalium
dalam plasma dan kadar kalium dalam urin tinggi.
4. Deplesi kalium melalui jalur renal
Kehilangan kalium melalui ginjal terjadi melalui mekanisme
yang berbeda namun saling berhubungan.

13

a.Peningkatan pertukaran natrium kalium yang terjadi di


tubulus distal dalam kondisi yang dikaitkan dengan
peningkatan

konsentrasi

mineralokortikoid

atau

glukokortikoid mengakibatkan ekspansi sirkulasi volume


dan penekanan kadar renin dan aldosteron dalam plasma.
Hipokalemia sering terjadi pada sindrom Conn. Hal ini juga
terjadi pada 30% pasien dengan hiperplasia adrenal
(sindrom Cushing). Penggunaan glukokortikoid atau obat
lain yang memiliki aktivitas mineralokortikoid juga dapat
menyebabkan

hipokalemia.

Licorice,

misalnya,

mengandung sejumlah besar asam glycyrrhizic, yang


merusak

adrenal

11-hidroksisteroid

tindakan

dehidrogenase. Ini merusak degradasi glukokortikoid


endogen, menghasilkan respon mineralokortikoid.
b.

Peningkatan natrium pada tubulus distal, yang


terjadi di berbagai tubulopati proksimal, termasuk asidosis
tubulus proksimal ginjal dan sindrom Fanconi, dapat
meningkatkan sekresi kalium. Demikian pula, tiazid dan
diuretik loop meningkatkan pengiriman natrium ke nefron
distal, sehingga mempromosikan ekskresi kalium.

c.Konsentrasi besar anion yang tidak mudah diserap


tubulus

distal,

elektronegativitas

seperti
cairan

penisilin,
tubular

di

meningkatkan

dan

menginduksi

kaliuresis dan sekresi ion hidrogen. Karbenisilin sangat


terkenal karena menyebabkan hipokalemia karena disekresi
secara aktif dalam tubulus proksimal, dan konsentrasi tinggi
anion dikirim ke nefron distal.
d.

Kaliuresis dapat terjadi secara sekunder terhadap


kerusakan langsung pada epitel ginjal. Kondisi seperti
pielonefritis dan nephritides interstisial lainnya dapat
berhubungan

dengan

hipokalemia.

Demikian

pula,

antibiotik seperti amfoterisin B, polimiksin, dan tetrasiklin


14

yang lama dapat menyebabkan deplesi kalium melalui efek


langsung toksik obat tersebut pada tubulus ginjal.
Aminoglikosida hasil pembuangan kalium dan magnesium,
karena perubahan dalam permeabilitas epitel ginjal
terhadap kation.
e.Beberapa kelainan genetik diketahui menyebabkan deplesi
kalium, seperti sindrom barter dan gitelman sindrom. Selain
itu hipokalemia juga dapat disebabkan karena ada atau
tidak cirri gangguan hipertensi. Gangguan hipertensi dapat
dikaitkan dengan aktivitas renin yang tinggi di perifer
(gangguan renovascular penyebab mayoritas pada anakanak) atau renin rendah yang terkait dengan meningkatnya
mineralokortikoid

dalam

plasma

atau

tingkat

glukokortikoid atau dengan aktivasi langsung dari sel


utama amiloride-sensitif natrium channel (ENaC) di saluran
kortikal yang mengakibatkan retensi garam, ekspansi
volume kronis, penekanan renin dan aldosteron (maka
"pseudoaldosteronism"),

dan

hipertensi

sebagaimana

dicontohkan dalam sindrom Liddle. Pada gangguan yang


terakhir, pengobatan yang terdiri dari blokade dari reseptor
mineralokortikoid dengan spironolakton, atau dari reseptor
aldosteron

oleh

amiloride,

kurang

efektif

daripada

kombinasi triamterene dan diet rendah garam.


e. Gejala klinis8
Hipokalemia

menghasilkan

gangguan

biokimia

dan

neurofisiologis. Hipokalemia akut dan kronis dengan derajat


sedang, kehilangan kalium 5% sampai 10% dari total kalium dalam
tubuh umumnya ditoleransi dengan baik. Defisit yang lebih
mendalam mengakibatkan manifestasi klinis tergantung dari
penyebab

hipokalemia.

Konsekuensi

biokimia

hipokalemia

termasuk penurunan pelepasan insulin dan sensitivitas insulin endorgan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya hiperglikemia atau
15

pengendapan dari diabetes mellitus. Metabolik alkalosis hasil dari


stimulasi langsung reabsorpsi bikarbonat di tubular proksimal dan
genesis amonia oleh sekresi proton meningkat melalui hydrogen
dan kalium ATPase yang terletak di saluran duktus kolegentes dan
dengan mengurangi ekskresi sitrat. Respon ADH yang memadai
dapat menyebabkan peningkatan sintesis angiotensin II dalam
sistem saraf pusat yang menyebabkan poliuria. Hipokalemia dapat
meningkatkan kadar amonia dalam plasma pada pasien dengan
gangguan fungsi hati. Gagalnya pembuangan kalium oleh ginjal
secara kronis bisa menyebabkan pembentukan kista ginjal dan
fibrosis interstisial. Banyak gejala hipokalemia akut berhubungan
dengan gangguan fungsi neuromuskuler. Kelemahan otot skeletal
karena hiperpolarization sel adalah manifestasi awal dari deplesi
kalium. Konsentrasi kalium dalam plasma yang di bawah 3,0 mEq
/L menurunkan potensi istirahat sel membran dan dengan demikian
meningkatkan tegangan yang diperlukan untuk mencapai ambang
batas untuk memulai potensial aksi.

Gambar 1. Tipe Potensial Aksi8


Gejala klinis akibat hipokalemia termasuk sindrom kaki gelisah,
kelelahan, kram otot, kelumpuhan, dan rhabdomyolysis. Nekrosis
otot mungkin terjadi dengan konsentrasi serum kalium dibawah 2,0
mEq/L. Manifestasi jantung dari hipokalemia termasuk kelainan
pada

ritme

akibat

repolarisasi

melambat.

Perubahan

elektrokardiografi akibat hipokalemia dapat digunakan untuk


menyingkirkan adanya hipokalemia palsu dan mendiagnosis
16

penyebab hipokalemia. Kelainan termasuk depresi segmen ST,


tegangan gelombang T yang rendah, dan penampilan dari
gelombang U.

Gambar 2. Perubahan elektrokardiografi pada pasien hipokalemia.8


Deplesi kalium dapat menyebabkan beberapa kelainan fungsional
dan struktural pada ginjal, termasuk berkurangnya aliran darah
ginjal dan GFR, hipertrofi ginjal, dilatasi tubuloepithelial, vacuola,
dan

sklerosis.

Secara

fungsional,

gangguang

pengasaman

konsentrasi urin dan poliuria.


f. Penatalaksanaan8
Terapi hipokalemia dilakukan sangat hati-hati, karena besarnya
kesalahan terapi yang sulit diukur secara klinis. Terapi disesuaikan
dengan penyebab dasar terjadinya hipokalemia, yaitu :
1. Hipokalemia

tanpa

adanya

pergeseran

selular,

dengan

kehilangan total kalium dalam tubuh dapat diperkirakan


presentase dari kadar kalium dalam plasma dan kadar kalium
dalam intraseluler meliputi (0,40 berat badan 145 mEq / L)
sebagai berikut:

17

2. Pengelolaan anak-anak dengan hipokalemia akibat gangguan


spesifik, diatmbahkan kalium dengan dosis 3 sampai 5 mEq / kg
per hari (ditambah jumlah maintenance) dapat diberikan secara
oral seperti garam klorida, karena gangguan hipokalemia
berhubungan dengan penurunan klorida.
3. Hipokalemia akut diberikan terapi kalium secara inntravena,
terutama pada pasien dengan perubahan neuromuskuler dan
adanya kelainan elektrokardiografi yang terbukti secara klinis.
Konsentrasi kalium diberikan sebanyak 40 mEq / L dapat
diberikan perifer. Konsentrasi yang lebih tinggi harus diberikan
dalam pembuluh darah besar untuk mencegah flebitis.
Konsentrasi yang melebihi 60 mEq / L pada umumnya tidak
dianjurkan. Dalam situasi klinis khusus, konsentrasi kalium
tinggi dapat diberikan dalam volume cairan yang terbatas
dengan mengencerkan 20 mEq KCl dalam 100 mL dalam
Soluset dengan microdip dan diberikan pada laju yang tidak
melebihi 0,5 mEq / kg per jam (maksimum, 30 sampai 40 mEq /
jam).
2.2.3

Hiperkalemia
a. Definisi8
Peningkatan kadar kalium dalam plasma > 5,5 mEq/L pada Bayi
dan Anak, atau> 6 mmol / L di Neonatus.

b. Etiologi8
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu :
1. Pseudohiperkalemia ( iskemia aliran darah, hemolisis,

leukositosis >1.000.000/mm3, infeksi mononucleosis).


2. Transcellular shifts (metabolic asidosis, hiperglikemia
akibat defisiensi insulin, hipertonis ekstraseluler, kerusakan
jaringan, penggunaan obat, paralisis periodik).
18

3. Pemberian kalium yang berlebih (asupan kalium, terapi


kalium intravena yang tidak adekuat, penggunaan obat
dengan kadar kalium yang tinggi).
4. Penurunan sekresi kalium melalui ginjal ( gagal ginjal akut,
gagal ginjal kronik, bayi berat lahir rendah, Addison
disease, penggunaan obat dan obstruksi uropathy.
c. Patofisiologi8
1. Transcellular shift
- Kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan
distribusi kalium di seluruh membran dipengaruhi oleh
kadar insulin yang tidak terkontrol. Mekanismenya ada
dua,

yaitu

pertama,

hiperglikemia

menyebabkan

hipertonisitas dengan ekstrusi kalium yang dihasilkan


dari sel, sedangkan kedua defisiensi insulin tidak
mempromosikan kalium masuk ke dalam sel. Efek ini
tidak tergantung pada respon aldosteron dan tingkat
fungsi ginjal.
- Kerusakan sel dari rhabdomyolysis, luka bakar, nekrosis
jaringan, atau penolakan fulminan dari organ yang
dicangkokkan dapat melepaskan sejumlah besar kalium
ke dalam ruang ekstraselular. Pada pasien dengan fungsi
ginjal normal, sebagian besar kelebihan kalium mudah
diekskresikan. Namun, pasien dengan lisis tumor besar
setelah induksi kemoterapi atau orang-orang dengan
gangguan ginjal,

hiperkalemia akan lebih mudah

terjadi.
- Selama asidosis metabolik, ketidakseimbangan kalium
merupakan bagian dari beban ion hidrogen dalam sel
penyangga. Telah dicatat bahwa setiap penurunan 0,1 U
dalam pH darah terjadi perubahan serum kalium
sebanyak 0,6 mEq/L. Perubahan konsentrasi HCO3
dalam plasma mempengaruhi konsentrasi kalium yang
19

tidak tergantung pada pH. Secara klinis, serum kalium


dapat berkurang dengan pemberian bikarbonat tanpa
adanya asidosis metabolik.
2. Pseudohiperkalemia
Iskemia pada aliran pembuluh darah merupakan penyebab
yang sangat umum dari pseudohyperkalemia, terutama pada
bayi dan anak-anak yang menjalani pengambilan darah oleh
dengan meremas jari atau tumit atau karena hemolisis dari
penggunaan tourniket yang lama. Beberapa kondisi
menyebabkan peningkatan palsu konsentrasi kalium dalam
plasma dan termasuk terjadinya trombositosis leukositosis ,
hemolisis, dan iskemia saat pengambilan darah. Secara
umum, penentuan langsung dari kalium dalam plasma
bukan dari pelepasan kalium yang minimal melainkan dari
komponen

seluler

dan

menghindari

perkembangan

pseudohyperkalemia.
3. Asupan kalium yang tinggi
Asupan kalium secara oral minimal 50 mmol (<2% dari
normal kalium dalam tubuh). Pada orang dewasa dapat
menyebabkan peningkatan kalium sementara dalam plasma
dari 0,5 sampai 1,0 mmol / L. Dari 70% sampai 90% dari
beban ini dibawa ke intraseluler dalam waktu 15 sampai 30
menit dan akhirnya diekskresikan dalam urin. Dengan
demikian, ketika fungsi ginjal normal, sejumlah besar
kalium dapat dicerna tanpa gejala sisa yang merugikan.
Namun, pemberian kalium intravena pada tingkat yang
lebih tinggi dari 0,5 mmol/ kg per jam dapat mengakibatkan
hiperkalemia mengancam jiwa. Pasien dengan insufisiensi
ginjal, hiperkalemia dapat terjadi karena beban ekskretoris
yang meningkat terkait dengan dosis besar penisilin kalium
(106 U mengandung kalium sebanyak 1,7 mEq), jus dengan
kandungan kalium tinggi, terlalu sering menggunakan
20

pengganti garam (1 g mengandung 10 sampai 13 mEq


kalium), dan pemberian darah yang disimpan (1L
mengandung 15 sampai 20 mEq kalium).
4. Penurunan eksresi kalium melalu ginjal
-Terlepas dari penyebab, gangguan fungsi ginjal sebagai
predisposisi untuk retensi kalium dan hiperkalemia.
Namun, hiperkalemia jarang bahkan pada gagal ginjal
kecuali beban endogen atau eksogen yang berlebihan.
Individu dengan gangguan GFR dapat mengeluarkan
kalium dari asupan makanan sampai GFR menurun
hingga serendah 5 mL / menit per 1,73 m2. Peningkatan
sekresi kalium per nefron, serta sekresi kolon meningkat
yang membantu mencegah hiperkalemia pada gagal
ginjal yang kronis. Jika hiperkalemia terjadi dengan GFR
di atas 10% dari normal, penyebab lainnya harus dicari,
seperti asidosis metabolik yang memburuk, katabolisme
meningkat, cedera sel, perdarahan, atau penggunaan
diuretik hemat kalium.
-Paling umum penyebab terjadi hiperkalemia adalah
gagal ginjal akut dengan oliguri. Selain kapasitas
ekskretoris menurun, suatu peningkatan beban kalium
yang diakibatkan oleh tingkat katabolik yang meningkat.
Peningkatan sehari-hari, konsentrasi kalium rata-rata 0,3
hingga 0,5 mmol/L pada gagal ginjal oliguri akut dalam
kondisi

dengan

nutrisi

yang

optimal,

sedangkan

kenaikan melebihi 0,7 mmol / L pada pasien dengan


trauma, katabolisme tingkat tinggi, atau keduanya.
-Hypoaldosteronism Hyporeninemic lebih dari 50% dari
orang dewasa atau anak-anak dengan hiperkalemia yang
tidak diketahui penyebabnya, meskipun GFR menurun.
Kebanyakan pasien memiliki komponen penyakit ginjal

21

kronis interstitial, dan lebih dari setengahnya memiliki


diabetes mellitus.
-Uropati

obstruktif

dapat

dikaitkan

dengan

gangguanekskresi kalium yang terkait dengan asidosis


hiperkloremik ringan, penurunan eksresi kalium dan
hiperkalemia

ringan,

terhadap

aksi

karena

resistensi

end-organ

atau

karena

aldosteron

hypoaldosteronisme. .
-Kombinasi obat dapat menyebabkan hiperkalemia,
terutama ketika penggunan suplemen KCl yang dipakai
bersamaan,

misalnya

penghambat

enzim

mengakibatkan

diuretik

hemat

kalium

angiotensin-converting

hiperkalemia-induced

dan
dapat

aritmia

yang

mengancam jiwa, terutama pada penderita diabetes


dengan insufisiensi ginjal atau kelompok berisiko tinggi.
Mekanisme ini mungkin melibatkan penekanan langsung
pelepasan

renin oleh -blockers atau inhibitor

prostaglandin

sintetase

hypoaldosteronism

yang

sekunder,

mengarah

penurunan

ke

sintesis

aldosteron oleh angiotensin-converting enzyme inhibitor,


atau penghambatan pompa natrium-kalium ATPase dan
transporter kalium dalam sel utama oleh digitalis,
trimethoprim,

cyclosporine,

succinylcholine

yang

tacrolimus

meningkatkan

atau

konsentrasi

konsentrasi kalium dalam plasma dengan meningkatkan


permeabilitas membran otot selama depolarisasi
-Kerusakan adrenal akibat perdarahan, tumor, infeksi,
sindrom

polyglandular

autoimun,

atau

adrenoleukodystrophy dapat menyebabkan gejala mirip


Addison Disease dengan kelelahan, kelemahan otot,
hipotensi, dan hiponatremia. Kelainan bawaan yang
berhubungan

dengan

penurunan

steroidogenesis
22

mungkin memiliki presentasi klinis yang serupa.


Penyakit keturunan sama dengan membuang natrium
dan hiperkalemia, tetapi dengan peningkatan yang lebih
rendah kadar rennin dan aldosteron, termasuk resesif
dominan

(self-limited)

dan

autosomal

autosomal

(permanen) bentuk pseudohypoaldosteronism I. Dalam


gangguan ini, sebuah reseptor mineralokortikoid rusak
yang

bertanggung

jawab

terjadinya

hiponatremia,

hiperkalemia, dan asidosis metabolik. Sebaliknya,


pseudohypoaldosteronism Tipe II (Gordon sindrom)
adalah kondisi dominan autosomal sporadis atau
berhubungan dengan hipertensi, penekanan aktivitas
plasma renin, konsentrasi plasma aldosteron normal, dan
asidosis hiperkloremik ringan yang merespon dengan
baik terhadap thiazide diuretik.
d. Gejala klinis8
Manifestasi klinis hiperkalemia berhubungan dengan gangguan
pada

kegiatan

elektropsikologi

otot.

Di

bawah

pengaruh

hiperkalemia, rasio kalium intraseluler ke ekstraseluler berkurang,


sehingga depolarisasi tertunda, repolarisasi dipercepat, dan
kecepatan konduksi lambat. Efek yang paling penting melibatkan
hati. Perubahan elektrokardiografi penting untuk penunjang
diagnosis

yang

meliputi

tenting

atau

simetrisnya

puncak

gelombang T pada prekordial dan depresi gelombang ST.

23

Gambar 3. Perubahan Elektrokardografi pada Hiperkalemia


Dalam hiperkalemia berat, terjadi pelebaran kompleks QRS,
perpanjangan interval PR, blok jantung tingkat pertama atau
tingkat dua, hilangnya gelombang P, dan akhiri berhentinya
atrium. Fibrilasi ventrikel atau terjadi detak jantung yang
mengikuti perkembangan gelombang sinusoid. Meskipun besaran
hiperkalemia dan cardiotoxicity berkorelasi dengan baik, aritmia
dapat berkembang bahkan dengan hiperkalemia ringan ketika
kelainan metabolik lain seperti hiponatremia, asidosis, atau
gangguan

kalsium

terjadi

bersamaan.

Hiperkalemia

juga

mempengaruhi aktivitas listrik dalam otot noncardiac. Manifestasi


seperti parestesia, kelemahan, dan sering terjadi flaccid paralysis
dari kepala sampai ke badan.
e. Penatalaksanaan8
Strategi terapi hiperkalemia tergantung pada konsentrasi kalium
dalam plasma, fungsi ginjal, dan manifestasi jantung. Hiperkalemia
ringan sampai sedang tanpa perubahan elektrokardiografi diterapi
secara

simultan

dengan

menurunkan

kadar

kalium

dan

meningkatkan pemberian natrium. Dalam kasus tertentu, diuretik


loop dapat digunakan untuk meningkatkan ekskresi kalium.
Terapi hiperkalemia berdasarkan derajatnya, yaitu :
1. Hiperkalemia derajat ringan
-

Penurunan pemberian asupan kalium

Menghentikan pemberian obat yang mengandung


kalium atau pemberian diuretic sparing kalium

Hilangkan kondisi yang menyebabkan hiperkalemia


(asidosis, pembatasan natrium)
24

2. Hiperkalemia derajat sedang


-

Revearse membrane effect


( kalsium glukonas 100 200 mg/kg per dosis) .

Untuk terjadinya pergeseran transeluler


(sodium bikarbonat 1-2 mmol/kg per dosis, glukosa
0,3 0,5 g/kg sebagai larutan glukosa dengan
insulin 1U per 4-5 g glukosa intravena, albuterol
dengan nebulizer, hiperventilasi). Hiperventilasi
tiba-tiba

(dengan

hipokapnia

dan

alkalosis

pernapasan) dapat meningkatkan ekskresi kalium


dengan efek yang tidak melebihi dari 24 jam.
-

Untuk menghilangkan kalium


Kayexalate 1g/kg per dosis per oral atau enema.
Sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate), resin
pertukaran kation, dapat diberikan dengan dosis 1
g /kg, untuk penggunaan oral di sorbitol, atau
minyak mineral untuk dimasukkan dalam dubur.
Dosis ini dapat diulang setiap 2 sampai 4 jam.
Biasanya, konsentrasi kalium plasma berkurang 1
mEq / L per dosis. Timbulnya tindakan untuk
penggunaan oral 1 sampai 4 jam, sedangkan enema
menghilangkan kalium dalam waktu 30 sampai 60
menit. Pada pasien dengan gagal ginjal, pemberian
Kayexalate berulang dengan menggunakan natrium
dosis tinggi tetapi dapat menyebabkan hipertensi
dan edema.
Furosemid (lasix) 1mg/kg per dosis IV
Dialisis (hemodialisis atau dialysis peritoneal),
hemofiltrasi (arterivena hemofiltrasi terus menerus
atau venovena hemofiltrasi terus menerus dengan
atau tanpa dialysis). Dialisis mungkin berguna
dalam pengobatan hiperkalemia, terutama pada
25

pasien dengan gagal ginjal. Hemodialisis dapat


menghapus 1 mEq K + / kg per jam. Lamanya efek
ini tergantung pada tingkat pelepasan endogen yang
melepaskan kalium. Dialisis peritoneal kurang
efisien daripada hemodialisis, tetapi dapat dilakukan
karena lebih aman pada bayi dan anak-anak kecil.
2.4

GANGGUAN KESEIMBANGAN KALSIUM

2.4.1

Kalsium8
Kalsium berperan penting dalam fisiologi tubuh, salah satu diantaranya
adalah untuk menjaga kesehatan tulang. Hal ini penting untuk stabilitas
membran sel dan eksitasi-kontraksi kopling neuromuskular yang teratur,
pembekuan darah, dan transportasi serta sekresi dari sel. Selanjutnya,
kalsium bertugas sebagai second messenger dalam tranduksi signal
hormon ekstraseluler dan zat-zat lain yang mempengaruhi banyak fungsi
sel.
Pada makanan orang dewasa umumnya mengandung sekitar 800 mg unsur
kalsium, yang hanya 20%, atau sekitar 4 mmol (160 mg), yang diserap
terutama di duodenum dan jejunum. Semua hasil dari penyerapan kalsium
kemudian di ekskresi oleh ginjal, tetapi 4 mmol dari 270 mmol kalsium
disaring oleh ginjal dan diekskresikan dalam urin. Hal ini berbeda dengan
penyerapan total kalsium mencapai 40% sampai 45% pada bayi dan
sebanyak

80%

pada bayi berat lahir rendah dan bayi yang masih

menyusu.
Kalsium dalam plasma dipertahankan pada konsentrasi 9-10,5 mg / dL
(2,2-2,4 mmol / L) sebagai kalsium total, dengan sekitar 40% dari nilai ini
terdiri dari fraksi protein yang terikat tetapi tidak disaring, dan 10%
adalah chelated. Kalsium yang terionisasi sebesar 47% dari total kalsium
yang beredar dan berkisar antara 4 sampai 5 mg / dL (1,0-1,25 mmol / L).
Tingkat protein yang mengikat per desiliter kalsium plasma adalah sekitar
0,8 mg untuk setiap 1 g albumin dan 0,16 mg untuk setiap 1 g globulin.
Selain itu, pengikatan kalsium pada albumin adalah tergantung pada pH
26

antara 7 dan 9. Homeostasis kalsium kompleks dan terjadi pada tiga


tingkat utama, dan sering melibatkan reseptor dan transporter hormon
calcitropic yang sama.
Dalam usus kecil, kalsium diserap melalui dua mekanisme: (1) jalur
paracellular nonsaturable pasif seperti bahwa asupan kalsium yang tinggi,
menghasilkan penyerapan kalsium yang tinggi, dan (2) aktif energi
tergantung jalur intraseluler yang mendominasi saat asupan kalsium
rendah. Mekanisme yang terakhir ini sangat dipengaruhi oleh 1,25dihydroxyvitamin D3 [1,25 (OH) 2D3 atau kalsitriol], yang merangsang
sintesis dan atau kegiatan dari transporter apikal enterocyte kalsium yang
dikenal sebagai CAT1 dan ECAC. Kalsium melintasi sitoplasma terikat
dengan calbindin-D9K dan kemudian diekstrusi melawan gradien
elektrokimia pada sisi basolateral oleh plasma membran kalsium-ATPase
(PMCA). Gangguan yang menyebabkan hipersensitivitas atau sintesis
peningkatan 1,25 (OH) 2D3 dapat mengakibatkan penyerapan usus
meningkat dan hiperkalsiuria. Laktosa merangsang penyerapan kalsium
bahkan tanpa adanya vitamin D melalui efek yang mungkin melibatkan
25-hidroksilase. Hal ini mungkin menjelaskan tingkat kalsium plasma
yang tinggi pada bayi. Efisiensi penyerapan kalsium pada usus tergantung
pada kebutuhan, usia, jenis kelamin, asupan makanan, kehamilan, dan
status vitamin D.
Ginjal memainkan peran utama dalam homeostasis kalsium. Hanya
sebagian kecil dari kalsium yang tidak terikat dengan protein yang dpat
disaring, dengan jumlah 60% dari konsentrasi plasma. Sekitar 70% dari
kalsium disaring dan diserap kembali dalam tubulus proksimal yang
melalui jalur paracellular dengan melibatkan proses konveksi. Hal ini
kemudian kembali lagi ke sirkulasi dari interstitium. Sekitar 20% dari
kalsium disaring dan diserap dalam ascending limb tebal loop Henle
melalui proses baik paracellular dan transelular. Paracellin merupakan
komponen protein utama dari paracellular tight junction. calsium +sensing receptor (CASR) mendeteksi perubahan kecil dalam konsentrasi
kalsium dalam interstisial dan mengatur saluran ROMK apikal, sehingga
27

menghasilkan tegangan lumen-positif yang mendorong kalsium melalui


tight junction. Dalam mutasi segmen tubular di paracellin, NKCC2
transporter, ROMK, atau CASR, atau penghambatan transporter NKCC2
oleh diuretik loop, dapat menyebabkan hiperkalsiuria, nefrokalsinosis, dan
osteopenia. Tubulus distal akan menyerap kembali 8% dari kalsium yang
disaring melalui transportasi transelular aktif. Mekanisme ini mirip dengan
yang ditemukan pada enterosit kecuali untuk transportasi kalsium
intraseluler terjadi melalui pengikatan calbindin-D28K dan ekstrusi
terutama oleh pertukaran natrium kalsium dan PMCA. Mekanisme ini
dipengaruhi oleh hormon paratiroid (PTH) dan mungkin oleh hormon
calcitropic lainnya.
Pembentukan

dan

reabsorpsi

tulang

juga

berkontribusi

terhadap

homeostasis kalsium. Mekanisme yang mempengaruhi osteoklas dan


osteoblas pada proses ini kurang dipahami dengan baik, namun beberapa
regulator hormonal pada proses transportasi diperkirakan mirip yang
ditemukan di usus dan ginjal.
PTH adalah pengatur utama dari homeostasis serum kalsium. PTH
bertugas melalui cAMP untuk meningkatkan ekskresi kalsium pada tubular
proksimal serta meningkatkan reabsorpsi dalam saluran distal dan duktus
kolegentes, sehingga efeknya adalah konservasi kalsium. PTH juga
menyerap kalsium dari cadangan kalsium di tulang rangka dan
meningkatkan penyerapan kalsium pada usus dengan merangsang 1hidroksilase dan sintesis calcitriol oleh epitel tubular proksimal, sehingga
menjaga tidak terjadinya hipokalsemia. Konsentrasi fosfor yang tinggi
dalam plasma secara langsung merangsang pelepasan PTH. Hal ini
menyebabkan terjadinya phosphaturia dan meningkatkan konsentrasi
kalsium oleh kecenderungan tubuh untuk mempertahankan kadar kalsium
yang konstan. Sebaliknya, bayi prematur yang diberi diet rendah fosfor
dapat mengembangkan terjadinya hypophosphatemia dan rentan terhadap
hypercalcemia melalui stimulasi langsung sintesis calcitriol.
Calcitriol merupakan faktor utama homeostatik independen. Hal ini
meningkatkan penyerapan kalsium pada usus dan mempengaruhi PTH,
28

yang merangsang osteoklas dengan dimediasi resorpsi tulang. Tinggi


konsentrasi kalsium serum, di sisi lain akan berinteraksi dengan sel
paratiroid CaSR untuk menghambat sekresi PTH. Tingkat calcitriol yang
tinggi juga berperan dalam umpan balik negatif pada sekresi PTH.
Zat endogen atau eksogen lainnya memainkan peran kecil dalam
homeostasis kalsium. Sebuah substansi hyperalcemic diproduksi pada
keganasan atau paraneoplastic yang dikenal sebagai PTH-related peptide
(PTHrP). The N-terminal PTHrP berfungsi seperti PTH dan sering
memberikan kontribusi untuk terjadinya hiperkalsemia humoral atau
tumoral. Peningkatan sintesis sitokin hyperalcemic lain seperti interleukin1, -6, dan -11, serta tumor necrosis factor- dan prostaglandin, juga dapat
dilepaskan dalam berbagai keganasan. Makrofag dapat menjadi sumber
penting dari faktor-faktor tersebut yang bertindak secara sinergis untuk
menghasilkan osteolisis. Hormon tiroid yang berlebihan mempercepat
pergantian tulang, dan kalsitonin menurunkan serum kalsium dengan
meningkatkan ekskresi tersebut pada bagian meduler dari ascending limb
tebal loop Henle sementara menghambat pergantian tulang. Imobilisasi
dapat meningkatkan kadar kalsium serum dengan menurunkan masuknya
kalsium ke dalam tulang hidroksiapatit. Hypervitaminosis D, atau
kombinasi administrasi vitamin A dan penurunan katabolisme vitamin A
pada individu dengan fungsi ginjal berkurang, dapat menyebabkan
hiperkalsemia dengan merangsang penyerapan usus.

2.4.2

Hipokalsemia
a. Definisi8
Kadar plasma kalsium yang terionisasi <1,0 mmol/L, atau kalsium
total <7,0, 8,0, dan 8,8 mg / dL, atau <1,7, 2,0, dan 2,2 mmol / L
(pada bayi prematur, bayi lahir cukup bulan, dan anak).
b. Epidemiologi8
Hipokalsemia berkembang dalam 48 jam pertama setelah lahir.
Sekitar 33% bayi kurang dari 37 minggu kehamilan, pada 50%
29

bayi dari ibu yang menderita diabetes tergantung insulin dan 30%
bayi yang lahir dengan asfiksia.
c. Etiologi8
Hipokalsemia seing terjadi pada anak karena berhubungan dengan
defisiensi

vitamin

D,

hipoparatiroidism,

hiperfosfatemia,

pankreatitis akut, defisiensi magnesium dan penggunaan obat.


d. Patofisiologi8
Mekanisme hipokalsemia dapat melibatkan penurunan asupan
kalsium yang dikaitkan dengan peningkatan resistensi aksi dari
PTH. Tingkat kalsitonin tinggi diusulkan sebagai penyebab
hipokalsemia awal, terutama pada asfiksia neonatal.
Pada bayi, hipokalsemia dapat terjadi 5 sampai 7 hari setelah lahir,
sering dikaitkan dengan pemberian konsumsi susu sapi. Ibu dengan
status vitamin D yang rendah juga dapat berperan penting dalam
hipokalsemia neonatal tahap akhir. Kekurangan gizi vitamin D,
photoconversion vitamin D yang tidak memadai, dan penurunan
asupan kalsium saat ini sebagai penyebab umum dari hipokalsemia
dan rakhitis pada bayi.
Pada anak-anak dengan gangguan hepar dapat mengganggu
vitamin D dan penyerapan vitamin lainnya yang larut dalam lemak
dan konversi ke 25-vitamin D3, atau calcidiol. Hal ini dapat
menyebabkan hipokalsemia terutama pada individu lemah atau
terbatas bergerak. Pada anak dengan gagal ginjal karena berbagai
gangguan ginjal kronis, gangguan konversi calcitriol oleh
proksimal tubular -hidroksilase ke bentuk calcitriol aktif, bersama
dengan retensi fosfat, gangguan penyerapan kalsium di usus, dan
tingginya konsentrasi PTH yang beredar menyebabkan gangguan
aktivitas

osteoklastik,

semua

ini

menyebabkan

terjadinya

hipokalsemia. Mutasi di 1-hidroksilase menyebabkan vitamin Dresisten rakhitis, gangguan dominan autosomal pada usia 4 sampai
12 bulan dengan serum kalsium yang rendah tapi tingkat 25vitamin D3 normal. Jika kadar kalsitriol normal, hipokalsemia
30

dapat merupakan hasil dari mutasi pada reseptor (calcitriol)


vitamin D (VDR), yang juga merupakan dominan autosomal,
gangguan vitamin D yang tampak pada usia 3 sampai 12 bulan
dengan rakhitis dan alopecia.
e. Gejala klinis8
Banyak gejala yang terkait dengan hipokalsemia yang dikaitkan
dengan peningkatan rangsangan neuromuskuler. Gejala mati rasa
dan kesemutan pada tangan, jari kaki, dan bibir, mudah marah,
kecemasan, dan depresi, interval QT memanjang, aritmia jantung,
dan gagal jantung kongestif. Pada periode neonatal, berkedut, dan
kejang yang lebih umum. Kejang mungkin umum atau fokal dan
biasanya terjadi singkat tapi berulang-ulang, dengan depresi
postictal sangat sedikit. Tanda-tanda S Chvostek dan Trousseau dan
teriakan bernada tinggi indikasi yang berguna, terutama pada bayi
dan anak yang lebih tua. Bayi mungkin mengalami sianosis,
muntah, atau intoleransi makan, sedangkan pada anak yang lebih
tua dapat timbul gejala dengan spasme laring. hipokalsemia
berkepanjangan, dapat berkembang terjadinya katarak karena
peningkatan asupan natrium dan air oleh lensa.
f. Penatalaksanaan 8
1. Hipokalsemia yang tidak mengancam nyawa diberikan
terapi yang mengandung kalsium sebesar 15 mg elemen
kalsium/kgBB melalui infus selama 4 sampai 6 jam.
2. Untuk keadaan klinis darurat yang disertai kejang dan tetani
diberikan kalsium glukonat 10% dengan infus, terutama di
pembuluh darah besar atau dengan kateter vena sentral,
untuk memberikan unsur kalsium dari dosis 2 sampai 4
mg /kgBB pada bayi baru lahir dan 2 sampai 3 mg/kg berat
badan pada anak-anak, diberikan selama 5 sampai 10 menit
di bawah pengawasan elektrokardiografi yang konstan.
Selanjutnya

25

sampai

50

mg

intravena

unsur

31

kalsium/kgBB

per

hari

dapat

digunakan

sampai

hipokalsemia teratasi dengan baik.


3. Jika hipomagnesemia juga hadir, 50% magnesium sulfat
(48 mg elemen Magnesium/mL) pada dosis 6 mg unsur
Magnesium/kgBB melalui infus selama 1 jam.
4. Hipoparatiroidisme memerlukan penggunaan calcitriol pada
dosis

awal

0,01

mcg/kgBB

setiap

hari

untuk

mempertahankan konsentrasi kalsium plasma antara 8,5


dan 9,0 mg / dL. Pemantauan kadar kalsium plasma dan
ekskresi

klasium

urin

dapat

membatasi

risiko

hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan nefrokalsinosis (jelas


pada USG ginjal).
5. Jenis rakhitis I dependen- vitamin D, dosis calcitriol adalah
10 sampai 15 ng/kg per hari dikombinasikan dengan
elemen kalsium dari 500 sampai 1000 mg sehari. Anakanak dengan kekurangan vitamin D-rakitis dapat menerima
vitamin D (ergocalciferol atau Drisdol, 8000 unit/mL = 0,2
mg/mL) pada 2000 hingga 10.000 IU/hari secara oral
selama 4 sampai 8 minggu, atau dosis tinggi oral tunggal
dari 200.000 sampai 600.000 IU (Strosstherapy), yang
aman dan lebih efektif.

6. Calcitriol oral atau intravena dapat digunakan dalam


Pseudohipoparatiroidisme atau pada anak dengan gagal
ginjal kronis untuk meningkatkan penyerapan usus Ca2 +
dan menekan sekresi PTH
2.4.3

Hiperkalsemia
a. Definisi8
Kadar kalsium plasma yang terionisasi > 1,35 mmol/L atau > 5,4
kalsium mg / dL, atau Total > 10,5 mg / dL, atau 2,6 mmo /L.
b. Etiologi8
32

Hiperkalsemia jarang pada bayi baru lahir, penyebab paling umum


adalah iatrogenik akibat pemberian berlebihan garam kalsium.
Penyebab lain dalam kelompok usia ini termasuk hiperkalsemia
infantil idiopatik, yang biasanya ringan, lebih parah hiperkalsemia
terjadi pada sindrom Williams.
c. Mekanisme8
Hiperparatiroidisme primer neonatal merupakan kelainan yang
sangat jarang disebabkan oleh mutasi homozigot di Calsium
sensing yang reseptor (CaSR) yang mengakibatkan familial
hypocalciuric hiperkalsemia (FHH). Meskipun pasien dengan
orang tua heterozigot sering tanpa gejala, namun kondisi ini
mungkin mengancam jiwa pada keturunan karena kadar kalsium
plasma mencapai 15 sampai 30 mg/dL, tampak anemia,
hepatosplenomegali,

dan

nefrokalsinosis.

Hiperparatiroidisme

primer sangat jarang terjadi pada masa kanak-kanak tetapi dapat


terjadi pada sindrom adenoma endokrin multipel, di mana
hiperkalsemia,

hiperkalsiuria,

dan

nefrolitiasis

berhubungan

dengan peningkatan kadar 1,25 (OH) 2D3.


d. Gejala klinis8
Bayi yang baru lahir dengan hiperkalsemia ditandai dengan gejala
yang nonspesifik seperti gagal tumbuh karena anoreksia dan
muntah.

Iritabilitas, letargi,

hipotonia,

dan kejang umum

merupakan gejala hiperkalsemia yang lebih parah. Gejala lainnya


dapat ditemukan seperti bradikardia, memendeknya interval QT,
dan hipertensi. Pada anak yang lebih tua ditemukan gejala mual,
muntah, sembelit, dan gejala sistem saraf pusat seperti sakit kepala
dan kelelahan tampak jelas. Fungsi ginjal dapat menurun tajam
karena aliran darah ke ginjal berkurang akibat vasokonstriksi yang
disebabkan oleh hiperkalsemia dan penurunan volume sirkulasi
jika disertai dengan diabetes insipidus nefrogenik. Nefrokalsinosis,
nefrolitiasis, hematuria, dan piuria steril dapat terjadi pada
hiperkalsiuria sekunder. Ketidakmampuan untuk pengaturan
33

pengeluaran konsentrasi urin karena terjadi resistensi aksi ADH


yang

menyebabkan

poliuria,

polidipsia,

dan

dehidrasi.

Hipokalemia dapat terjadi secara sekunder karena diuresis.


Perkembangan hiperkalsemia cepat dan parah (> 17 mg / dL) bisa
menyebabkan dehidrasi, azotemia, koma, dan kematian.
e. Penatalaksanaan8
1. Langkah pertama dalam pengelolaan hiperkalsemia akut
adalah untuk menghentikan semua sumber kalsium dan
vitamin D. Pada neonatus, pemberian formula rendah
kalsium dan kadar vitamin D dapat digunakan (Calci-loXD,
Ross Laboratories) bersama dengan penyediaan segera
hidrasi yang terdiri dari garam normal 20 mL/ kgBB per
jam selama 4 jam.
2. Ekskresi kalsium selanjutnya dapat diberikan furosemid
intravena dengan dosis 0,5 sampai 1,0 mg/kgBB diberikan
setiap 6 jam dengan pemantauan yang sering terhadap
konsentrasi plasma kalsium, natrium, kalium, klorida dan
magnesium yang terionisasi.
3. Kalsitonin diberikan 4 sampai 8 IU/kgBB secara subkutan
setiap 6 jam sangat berguna jika ada insufisiensi ginjal.
4. Methylprednisolone 1 mg/kgBB per 24 jam mungkin
berguna dalam pengaturan hiperkalsemia.
5. Biphosphonates menghambat makrofag dan aktivitas
osteoklas dan semakin baik digunakan untuk mengobati
hiperkalsemia tetapi juga untuk mencegah osteoporosis,
osteopati, atau calcinosis.
6. Pamidronate dengan dosis tunggal 0,5 mg/kg intravena
(dapat diulang setiap hari sesuai kebutuhan selama 3 hari)
adalah

agen

pilihan

dalam

hiperkalsemia

tumoral,

intoksikasi vitamin D, bayi baru lahir dengan nekrosis


lemak subkutan dan meningkatnya konsentrasi 1, 25 (OH)
2D3 dalam plasma.
34

7. Etidronat dosis oral 5 mg/kg per dosis yang diberikan dua


kali sehari bersama dengan suplementasi natrium pada 3
mmol/kg per hari juga efektif untuk mengelola gangguan
kronis. Pada hiperkalsemia yang parah atau ketika terjadi
oliguria atau insufisiensi ginjal, dialisis dengan konsentrasi
dialisat kalsium yang rendah (1,25 mmol / L) dianjurkan
sebagai terapi.
8. Hiperparatiroidisme neonatal parah akibat FHH homozigot
atau

bentuk

lain

parathyroidectomy

dari
yang

hiperparatiroidisme
cepat

mungkin

primer,
dapat

menyelamatkan nyawa.

35

BAB III
PENUTUP
Gangguan elektrolit merupakan ketidakseimbangan kadar elektrolit dalam tubuh
yang mampu membuat perubahan pada fisiologis tubuh yang disertai beberapa
gejala klinis. Gangguan elektrolit dapat terjadi akibat peningkatan atau penurunan
salah satu kadar elektrolit maupun lebih dari satu kandungan elektrolit dalam
tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor secara bersamaan.
Faktor yang berperan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh
dipengaruhi berbagai faktor, yaitu asupan makanan, kelainan genetik, penyakit
organ, gangguan hormonal, tindakan pembedahan dan pemberian terapi yang
tidak adekuat. Gejala yang timbul akibat gangguan elektrolit pada anak tergantung
pada jenis elektrolit yang mengalami perubahan dari kadar normal.
Pemberian terapi pada anak yang mengalami gangguan elektrolit harus
berdasarkan penyebab utama yang melandasi terjadinya gangguan elektrolit
tersebut dan pemberian dosis disesuaikan dengan jumlah elektrolit yang
mengalami gangguan. Terapi yang tepat dan sesuai dapat mencegah perburukan
kondisi dan menyelamatkan nyawa anak pada kondisi darurat.

36

Vous aimerez peut-être aussi