Vous êtes sur la page 1sur 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CKD


( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

I.
A.

LAPORAN PENDAHULUAN
Pengertian
Menurut WHO (2006), stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan
subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan infark serebral.
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada
bagian otak (Bowman dalam Black & Hawks, 2009).
Definisi Stroke non hemoragik (stroke iskemik)
Stroke iskemik atau brain attack adalah kehilangan fungsi yang tibatiba sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat
sumbatan baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir
80% dari kejadian stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011).

B.

Etiologi
Stroke Non Hemoragik dapat terjadi disebabkan oleh beberapa etiologi
antara lain
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan
yang terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah
sehingga mengganggu aliran darah. Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu
penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium

yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh


darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi
darah. Biasanya benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas
dari perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri atau vena.
3. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh
darah, terutama yang menuju otak.
4. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah otak.
5. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun. Selain faktor-faktor diatas, penyebab lain bisa karena
viskositas darah, system pompa darah dan penyakit jantung
(penyakit jantung katup, miocard infark, penyakit jantung ischemic.

Faktor resiko pada stroke


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan


kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

C.

Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteriarteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu
arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai
di daerah tersebut. Proses patologik yang paling mendasari mungkin salah
satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa: keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri
seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah
dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran
darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat
bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam
jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)

D.

Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2.

Angiografi serebral
membantu

menentukan

penyebab

stroke

secara

spesifik

seperti

perdarahan atau obstruksi arteri.


3. Pungsi Lumbal
-

menunjukan adanya tekanan normal

tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan


adanya perdarahan

4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.


5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
.(Doenges.E, Marilynn,2000 hal 292)

E.

Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus
IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang

diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah


mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner
atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis
dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi:
lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan
3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi,
terutama ren dan gastrointestinal.
b. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paro
plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis
biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus
250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan
dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level
terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
3. Hemoreologi

Pada

stroke

iskemik

terjadi

perubahan

hemoreologi

yaitu

peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas


trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan

ini

menimbulkan

gangguan

pada

aliran

darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi


yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Dosis lain yang diakui
efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus, kecuali
bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam
sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia
dan diduga: sindrom Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang
lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik
dan anemia aplastik.
2. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika
kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi

tidak

dapat

digunakan

untuk stroke di

daerah

vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat


prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey.
Stroke Surgery)
b. Angioplasti dan Sten Intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral


serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih
besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai
alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS
berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit
jantung.

Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri


di lipatan paha

Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di


arteri karotis

Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan


balon kecil didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)

Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya


meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh
darah untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka

(Simon, Harvey. Stroke Surgery)

II.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
-

Airway
Adanya

sumbatan/obstruksi

jalan

napas

oleh

adanya

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk


-

Breathing
Kelemahan

menelan/

batuk/

melindungi

jalan

napas,

timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara


nafas terdengar ronchi /aspirasi
-

Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut

b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
-

kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi


atau paralysis.

mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )


Data obyektif:

Perubahan tingkat kesadaran

Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (


hemiplegia ) , kelemahan umum.

gangguan penglihatan

2. Sirkulasi
Data Subyektif:

Riwayat penyakit jantung (

penyakit katup jantung,

disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.


Data obyektif:
-

Hipertensi arterial

Disritmia, perubahan EKG

Pulsasi : kemungkinan bervariasi

Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3. Integritas ego
Data Subyektif:
-

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan


Data obyektif:

Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,


kegembiraan

kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
Data Subyektif:
-

Inkontinensia, anuria

distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak


adanya suara usus( ileus paralitik )

5. Makan/ minum
Data Subyektif:
-

Nafsu makan hilang

Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah


Data obyektif:

Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan


faring )

Obesitas ( factor resiko )

6. Sensori neural
Data Subyektif:
-

Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan


sub arachnoid.

Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat


seperti lumpuh/mati

Penglihatan berkurang

Sentuhan

: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada

ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )


-

Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:
-

Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan


, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang)
dan gangguan fungsi kognitif

Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada


semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )

Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

Afasia

( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,

kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /


kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
-

Kehilangan

kemampuan

mengenal

atau

melihat,

pendengaran, stimuli taktil


-

Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral

7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
-

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya


Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /

fasial

8. Respirasi
Data Subyektif:
-

Perokok ( factor resiko )

9. Keamanan
Data obyektif:
-

Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat


objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang


pernah dikenali

Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan


regulasi suhu tubuh

Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap


keamanan, berkurang kesadaran diri

10. Interaksi social


Data obyektif:
-

Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi


(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda
asing di jalan napas ditandai dengan klien tampak kesulitan
bernapas, terdengar suara napas tambahan dan keluarga klien
mengatakan klien kesulitan bernapas
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan aliran
arteri otak terhambat ditandai dengan klien tampak lemah, klien
mengalami

perubahan

respon

motorik,

keluarga

klien

mengatakan klien lemah dan keluarga klien mengatakan klien


lambat dalam merespon

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan tidak mampu memasukan makanan
karena gangguan persepsi sensori ditandai dengan klien tak
mampu untuk menelan makanan, klien tak mampu untuk
mengunyah dan keluarga klien melaporkan klien tidak mampu
menghabiskan porsi makanan
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular

ditandai

dengan

klien

tidak

mampu

menggerakan ekstremitas kanan, gerakan klien tampak lambat


dan keluarga klien mengatakan klien lambat dalam bereaksi
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
sistem saraf pusat ditandai dengan klien tak mampu untuk
berbicara, klien tak mampu mengekspresikan pikiran secara
verbal

dan

keluarga

klien

mengatakan

tidak

mampu

berkomunikasi dengan klien

3. Intervensi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing di
jalan nafas ditandai dengan klien tampak kesulitan bernafas dengan
suara nafas tambahan dan keluarga klien mengatakan klien kesulitan
bernafas
Tujuan

: Setelah diberikan askep selama x 24 jam, klien

diharapkan tidak mengalami kesulitan bernafas dengan kriteria hasil:


Kriteria hasil

Klien tidak mengeluh sesak nafas.

Tidak terdengar suara tambahan

Mandiri
1. Berikan cairan (khususnya yang hangat) sedikitnya 2500ml/ hari.
R : Cairan (khususnya yang hangat) dapat memobilisasi dan mencairkan
sekret.
2. Penghisapan sesuai indikasi.

R : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik


pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau
karena mengalami penurunana kesadaran.
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian obat (misalnya ekspektoran,mukolitik,
atau bronkodilator)
R : Ekspektoran dan mukolitik berfungsi untuk membantu
pengeluaran sekret yang kental. Bronkodilator berfungsi untuk
mmenurunkan spasme bronkus
1. Kolaborasi dengan memberikan cairan tambahan seperti IV, oksigen
humidifikasi, dan ruangan humidifikasi.
R : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan
mengencerkan sekret.
2) Perfusi jaringan Cerebral tidak efektif b.d. aliran arteri ke cerebral
terhambat ditandai dengan Klien tampak lemah, klien mengalami
perubahan respon motorik, keluarga klien mengatakan lemah, dan
keluarga klien mengatakan klien lambat dalam merespon.
Tujuan :

Setelah diberikan askep selama x24 jam diharapkan

Perfusi jaringan Cerebral kembali efektif


Kriteria hasil : Kesadaran kembali membaik, tidak ada perubahan
dalam respon motorik/sensorik; gelisah, tanda-tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi :
Mandiri
1. Tentukan

faktor-faktor

yang

berhubungan

dengan

keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi serebral


dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasional:

mempengaruhi

penetapan

intervensi.

Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan


memperbaikinya

setelah

fase

awal

memerlukan

tindakan

pembedahan dan/atau pasien harus dipindahkan ke ruang

perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemamtauan terhadap


peningkatan TIK.
2. Pantau/catat status neurologis seseing mungkin dan bandingkan
keadaan normalnya/standar.
3. Pantau tanda-tanda vital:
a. Adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang
terbaca pada kedua lengan
Rasional: hipertensi/hipotensi postural dapat menjadi faktor
pencetus.
b. Frekuensi dan irama jantung; auskultasi adanya murmur
Rasional: Adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat
adanya kerusakan otak
c. Catat pola dan irama dari pernapasan.
Rasional: ketidakteraturan pernapasan dapat menggambarkan
lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan
untuk intervensi lainnya.
4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya
terhadap cahaya
Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan
berguna dalam menentukan apakab batang otak masih baik.
5. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi.
Kolaborasi:
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional:

menurunka

hipoksia

yang

dapat

menyebabkan

vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya edema.


2. Berikan obat sesuai indikasi:
a. Antikoagulasi seperti Natrium warfarin (Coumadin); heparin,
antitrombosit (ASA); dipiridamol (Persantine)

Rasional: dapat digunakan untuk meningkatkan / memperbaiki


aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan

saat

embolus/trombus

merupakan

faktor

masalahnya.
b. Antifibrolitik, seperti asam aminokaproid (amicar)
Rasional: penggunaan dengan hati-hati dalam pendarahan
untuk mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan pendarahan
yang berulang yang serupa.
c. Antihipertensi
Rasional: menurunkan tekanan darah
d. Fenitoin, fenobarbital
Rasional: dapat digunakan untuk mengontrol kejang dan/atau
untuk aktifitas sedatif

3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan tidak mampu memasukkan makanan karena gangguan persepsi
sensori ditandai dengan klien tidak mampu menelan makanan, klien
tidak mampu untuk mengunyah dan keluarga klien melaporkan klien
tidak mampu menghabiskan porsi makanan
Tujuan: setelah diberikan askep selama x24 jam diharapkan
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Krieria hasil: Dapat memasukkan makanan ke klien sesuai dengan
porsi yang diberikan
Intervensi
Mandiri:
1. catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan dan derajat
kekurangan berat badan, kemampuan / ketidakmampuan menelan,
riwayat mual muntah.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalh
dan pilihan intervensi yang tepat
2. Awasi masukan / pengeluaran nutrisi dan berat badan secara
periodik.

Rasional: Berguna dalam mendukung keaktifan nutrisi dan


dukungan cairan.
3. Selidiki anoreksia, mual, muntah, dan catat kemungkinan
hubungan dengan obat.
Rasional: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi
area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan /
pengeluaran nutrien.
4. Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional: Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan
metabolik meningkat saat demam.
5. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan masukan nutrisi dan menurunkan iritasi
gaster
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan
nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

4) Kerusakan

mobilitas

fisik

berhubungan

dengan

kerusakan

neuromuscular ditandai dengan klien tidak mampu menggerakkan


ekstremitas kanan, gerakan klien tampak lambat dan keluarga klien
mengatakan klien lambat dalam bereaksi.
Tujuan: setelah diberikan askep selama x 24 jam diharapkan
gangguan mobilitas fisik berkurang.
Krieria hasil: penurunan kemampuan bergerak berkurang dan
keterbatasan rentang gerak berkurang
Mandiri
1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur

Rasional : Mengidentifikas kekuatan/kelemahan dan dapat


membrikan

informasi

mengenai

pemulihan.

Bantu

dalam

pemilihan terhadap intervensi


2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring) dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering diletakkan
dalam posisi bagian yang terganggu
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
Daerah yang terkena mengalami perburukan atau sirkulasi yang
lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar dan
menimbulkan kerusakan pada kulit atau dekubitus.
3. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional
4. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan

ekstremitas

menyokong/menggerakkan

yang
daerah

tidak
tubuh

sakit
yang

untuk

mengalami

kelemahan
Rasional : Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan
aktif untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari tubuhnya
sendiri
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan ahli fisiotherapi secara aktif dan ambulasi
pasien
R/: Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan koordinasi dan kekuatan.

5) Kerusakan Komunikasi verbal b.d perubahan system saraf pusat


ditandai dengan klien tidak mampu untuk berbicara, klien tidak
mampu mengekspresikan pikiran secara verbal dan keluarga klien
mengatakan tidak mampu berkomunikasi dengan klien.

Tujuan : Setelah diberikan askep selama x24 jam diharapkan klien


akan menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil : Mampu untuk mengungkapkan kata-kata dengan baik
dan jelas, Dapat berbicara, Tidak gagap

Intervensi
Mandiri
1. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan bali.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata
2. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka
mata, tunjuk ke pintu,) ulangi dengan kata/kalimat yang
sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik)
3. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya
4. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek.
Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat
yang pendek.
Rasional : Menilai kemampuan menulis dan kekurangan dalam
membaca yang benar yang juga merupakan bagian dari afasia
motorik dan afasia sensorik.
5. Berikan metode komunikasi alternatif, seperti menulis di papan
tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambargambar, daftar kebutuhan, demonstrasi)
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/dficit yang mendasarinya.

6. Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien, seperti


pekerjaan, keluarga, dan hobi (kesenangan)
Rasional : Meningkatkan percakapan yang bermakna dan
memberikan kesempatan untuk keterampilan praktis.
7. Bedakan antara afasia dengan disartria
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakan.
8. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
cerebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa/seluruh
proses komunikasi.
Kolaborasi
9. konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan
sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan terapi.

4. Evaluasi
No. Dx

Evaluasi

Implementasi dinyatakan berhasil jika

dalam waktux 24 jam

diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif dengan kriteria hasil:


Klien tidak mengeluh sesak nafas.
Tidak terdengar suara tambahan

II

Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu x24 jam


diharapkan perfusi jaringan serebral pasien teratasi dengan criteria hasil
:

Kesadaran kembali membaik.

Tidak ada perubahan dalam respon motorik/sensorik;

Tidak gelisah

tanda-tanda vital dalam rentang normal.

III

Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu x24 jam


diharapkan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi

Dapat memasukkan makanan ke klien sesuai dengan porsi yang


diberikan

IV

Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu

x 24 jam

diharapkan gangguan mobilitas fisik berkurang dengan memenuhi


criteria hasil :

penurunan kemampuan bergerak berkurang

keterbatasan rentang gerak berkurang

Implementasi dinyatakan berhasil jika

dalam waktux 24 jam

diharapkan kerusakan komunikasi verbal dapat diatasi dengan


memenuhi kriteria hasil.

Mampu untuk mengungkapkan kata-kata dengan baik dan jelas

Dapat berbicara

Tidak gagap

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer,C. Suzanne. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta
: Prima
Medika

Vous aimerez peut-être aussi