Vous êtes sur la page 1sur 57

Analisa Vertical Total Electron

Content di Ionosfer Daerah Jawa


dan Sekitarnya yang Berasosiasi
dengan Gempabumi Yogyakarta
26 Mei 2006

APRILIA NUR VITA


13 11 2532
PANDE KOMANG GEDE ARTA NEGARA
13 11 2547
RIW SULSALADIN
13 11 2552
YOPI RUBEN SERHALAWAN
13 11 2557

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

Pendahuluan
Kenyataan bahwa dampak gempabumi
Yogyakarta 27 Mei 2006 (local time)
memberikan
dampak
negatif
bagi
kehidupan menjadikannya salah satu
bencana yang tidak memberikan waktu
yang
cukup
lama
untuk
sebuah
peringatan.
Sebelumnya, telah banyak dilakukan
penelitian untuk membangun sebuah
system yang diharapkan memberikan
petunjuk
untuk
mem-pre-deteksi
gempabumi.

Pendahuluan
Banyak metode yang digunakan untuk
hal tersebut, diantaranya :
metode matematis-statistik dan
metode fisis.

Pendahuluan
a) Metode Matematik-Statistik

Metode matematis-statistik dianggap cukup


mampu
untuk
menjelaskan
fenomena
pengulangan
siklus
gempabumi
yang
dinamakan periode ulang.
Namun karena kompleksitas gaya yang
bekerja
pada
bidang
sumber
gempabumi, metode statistik periode
ulang dianggap belum cukup untuk
memprediksi gempabumi dalam waktu
yang
spesifik
pada
saat
akan
terjadinya gempabumi.

PENDAHULUAN
b) Metode Fisis
metode dengan memperhatikan kondisi
fisis di sekitar titik pusat epicenter

gempa :

pengukuran terhadap anomali emisi gas


radon,
pengukuran air tanah,
Gejala geomagnet dan,
Gangguan pada konsentrasi electron di
ionosfer sebelum terjadinya gempabumi.

Pendahuluan
Dengan

menggunakan

Total
atau sering juga
parameter

Electron Content (TEC)


disebut dengan densitas elektron, maka akan
diketahui jumlah elektron dalam kolom
vertikal (silinder) berpenampang seluas 1 m2
sepanjang lintasan sinyal Ionosonde ataupun
perangkat GPS dalam lapisan ionosfer.
Saat sebelum terjadinya gempabumi,
konsentrasi elektron-elektron tersebut akan
terganggu. Gangguan ini dijelaskan dalam
model fisis mekanisme Seismo-Ionosperic

Coupling.

Pendahuluan
Model fisis ini terdiri dari beberapa
tahapan sebelum nantinya
menyebabkan ketidakteraturan
konsentrasi elektron di ionosfer dalam
skala yang besar. Mulai dari tahap
persiapan,
pembentukan plasma,

clustering ion,
dan pembangkitan medan anomali elektrik

Landasan Teori

Teori Gempa
Bumi

Teori Gempa Bumi


A. Elastic Rebound Theory
Gempabumi merupakan pelepasan
energi secara tiba-tiba dari energi
strain yangterakumulasi dalam
periode waktu tertentu. Kemudian
termanifestasi kesegala arah dalam
rangkaian gelombang dan kejutan.

Teori Gempa Bumi


B. Efek Piezo Electric dan formasi Antena
Dipole
T.K. Das membuat sebuah hipotesa
tentang efek piezo elektrik pada patahan.
Menurut pandangan pemikiran ini, retakan
yang terjadi pada sebuah lempengan
mengacu kepada stress termal.
Lempengan menekan dan energi stess
termalnya dikeluarkan oleh geospot pada
batas bidang patahan.

Keadaan Normal
Terdapat lima buah garis lurus dan parallel yang mewakili serat elastis yang mengarah ke garis
patahan yang ditekan oleh mekanisme energy dari geospot.

Strain tumbuh

Ketika dorongan pada crustal rock di C lebih besar dari kekuatan batuan

yang menahannya, maka terjadilah gempabumi. Hasilnyapada daerah tersebut terjadi pergeseran pada bidang
patahan, yang berakibat terjadinya kompresi pada segmen BC dan C1D serta dilatasi pada CD dan BC1

Strain dilepaskan.

Getaran mekanis terjadi di daerah BD dan menghasilkn

gelombang elastic (gelomban P danS) yang menjalar diantara B dan D. Pada saat yang sama, batuan yang
bersebelahan dengan patahan akan kembali ke kesetimbangan awal (rebound) karena sifat dari material
elastic batuan tersebut.

Kontraksi sebelum rebound.

Setelah kembali ke posisi awal, kedudukan dari B

dan D ditunjukan pada gambar 3, dan menghasilkan kontraksi pada daerahdiantara B-C dan C1D.
kontraksi pendek pada batuan crystalline ini memunculkan arus pada kedua sisi batuan

Dilatasi setelah rebound

. Begitu

pula setelah pelepasan akumulasi stress. Terjadidilatasi pada batuan crystalline yang arus dengan polaritas yang berlawanan. Jenis
formasi arus yang berasal dari kontraksi dan dilatasi dari batuan crystalline dikenal dengan efek Piezo Electric.

batuan crystalline yang menunjukkan efek Piezo Electric bertindak sebagai kapasitor. Daerah
diantara B-C dan C1-D terisi oleh material dielektrik silico. PQ dan RS adalah medium penghantar
tempat arus elektik mengalir. Medium penghantar dimana arus elektrik berosilasi ini bertindak
sebagai sebuah antenna dipole. Konsekuensinya adalah memunculkan emisi elektromagnetik (T.K.
Das)

Landasan Teori

Total Electron Content


(TEC)

TEC
Total Electron Content adalah jumlah
elektron dalam kolom vertikal
(silinder) berpenampang seluas 1 m2
sepanjang lintasan sinyal perangkat
GPS yang dilalui di lapisan ionosfer
pada ketinggian sekitar 350 km
Propagasi gelombang radio melalui
ionosfer akan mengalami delay time
sebagai akibat dari keterkaitannya
dengan elektron bebas di ionosfer.

TEC
Delay time ini dikarakteristikan oleh

total electron content (TEC) ionosfer


yang merupakan fungsi dari variablevariabel seperti :

lokasi
geografis,
waktu lokal,
musim,
(Ultra Violet) dan aktivitas medan magnet.

TEC
Nilai TEC dinyatakan dalam TEC Unit
(TECU) dimana 1 TEC Unit sama dengan
10^16 elektron/m2.

Penentuan Parameter Predeteksi


Gempabumi di Ionosfer dengan GPS

Penentuan Parameter Predeteksi Gempabumi diIonosfer dengan


GPS
Penentuannya menggunakan perangkat GPS yang
terdiri dari tiga segmen:
segmen angkasa, yaitu satelit GPS,
segmen control yaitu stasiun-stasiun pemonitor
dan segmen pemakai.

GPS Receiver dibumi memancarkan sinyal setiap 30


detik dan diterima oleh satelit GPS, sinyalsinyal
tersebut kemudian diolah menjadi berbagai produk,

salah satunya adalah kerapatan electron di ionosfer


atau TEC

Landasan Teori

Seismo-Ionospheric
Coupling

Seismo-Ionospheric Coupling
Seismo-Ionospheric Coupling adalah

pemikiran yang dibangun untuk menjelaskan


fenome nafenomena anomali di Ionosfer
akibat dari terjadinya gempabumi.

Fenomena ini terjadi di berbagai lapisan


Ionosfer yang meliputi :

Lapisan D, adalah lapisan yang paling dekat


dengan bumi dengan ketinggian 50 hingga 90
km.
Lapisan E, yang berada diatas lapisan D.
lapisan F yang berada diatas lapisan E hingga
ketinggian 400 km dari permukaan bumi

Model Fisis Seismo-Ionospheric Coupling


1. Tahap permulaan dari precursor Ionosfer :

pembentukan plasma di sekitar permukaan bumi yang


berasal dari reaksi ion-molekul (setelah terionisasi oleh
Radon)
dengan
pengikatan
molekul
air
sehingga
terbentuklah ion pada lapisan atmosfer didekat permukaan
bumi.
Hanya molekul air dengan momen dipole tinggi yang dapat
lolos dari terbentuknya cluster ion dari rekombinasi tersebut
Apabila terjadi tarikan Coulomb pada cluster ion positif dan
cluster ion negatif maka cluster ion netral terbentuk. Dalam
teori Dusty Plasma, proses ini disebut koagulasi.
Pembentukan cluster ion netral adalah proses akhir dari
tahapan permulaan.

Model Fisis Seismo-Ionospheric Coupling


Diagram Fenomena Fisis Yang Terjadi
Saat Gempabumi

Model Fisis Seismo-Ionospheric Coupling

2. Tahap kedua adalah pembangkitan


medan elektrik.

Pengeluaran gas yang hebat dari kerak bumi


(terutama CO2) di daerah persiapan
gempabumi.
Dengan membangkitkan gerakan udara, gas
tersebut menciptakan ketidak-seimbangan
yang dapat memicu terbentuknya gelombang
gravitasi akustik.
Pergerakan udara yang hebat ini berakibat
menghancurkan cluster ion netral karena
lemahnya interaksi Coulomb. Hasilnya, dalam
waktu singkat lapisan atmosfer yang berada
didekat permukaan bumi menjadi kaya akan
ion.

Model Fisis Seismo-Ionospheric Coupling


3. Pemisahan Muatan.
Pemisahan ini menimbukan medan
anomali elektrik yang kuat. Salah satu
faktor utama dari pemisahan muatan
adalah perbedaan pergerakan dari ion
positif dan negatif komponen plasma
atmosfer

Model Fisis Seismo-Ionospheric Coupling


4. Anomali medan elektromagnetik
Tahap akhir dari proses dari rantai proses
pertama Seismo-Ionospheric coupling di
troposfer atmosfer bagian atas dan ionosfer.
Medan anomali elektrik pada lapisan E
ionosfer menciptakan ketidakteraturan yang
telah dicatat dengan berbagai eksperimen.
Pada lapisan F due efek yang penting harus
dicatat.
Hal ini telah tercatat oleh satelit maupun dari
pengamatan yang berbasis di bumi yang
menggunakan Ionosonde dan jaringan GPS
receiver(Pulinets.2004).

Anomali Ionosfer Karena Gempabumi

Berbagai eksperimen tentang pengaruh


gempabumi terhadap Ionosfer telah
dilakukan dan dicatat dalam tabel
berikut :

Precursor Gempabumi Pada Ionosfer (Eksperimen)(Liperovsky. Et.al.2007)

Kondisi TEC di Wilayah Pulau Sumatera


(Stasiun ABGS) pada bulan Desember
2004 (Hendri Subakti 2008)
Kondisi TEC di wilayah Pulau Sumatera pada bulan Desember 2004. Gempabumi terjadi pada
tanggal 26 Desember, anomali terjadi padatanggal 21 Desember 2004. Gangguan natural akibat badai magnetik
terjadi pada 5, 7, 8, 9
Desember 2004

DATA DAN METODOLOGI

Data

Data
Data Gempabumi
Gempabumi Yogyakarata terjadi pada
tanggal 26 Mei 2006 jam 22:53:57.0 waktu
UTC pada 27 Mei 2006 jam 05:53:57.0
WIB.
Dengan magnitudo 5.9 SR berpusat di 8.26
LS, 110.31 BT dengan kedalaman 33 km.
berada di laut, 37.2 km arah selatan
Yogyakarta

Data
Data Total Electron Content (TEC)
Data Total Electron Content didapatkan dari
Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa
(Pusfatsainsa), Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional di Bandung. Berada pada
6.894 LS dan 107.586 BT.
Alat yang digunakan adalah GPS TECMETER
Ashtech Z/Y-12 Dual Frequency. Alat ini
menerima informasi setiap 30 detik secara
kontinyu dari satelit GPS yang mengorbit di
atas Indonesia. Nilai TEC dinyatakan dalam
TEC Unit (TECU) dimana 1 TEC Unit sama
dengan 1016 elektron/m2.

Data dan Metodologi

METODOLOGI

Metodologi
Pengolahan Data TEC

Dengan adanya medium dispersif pada ionosfer, nilai TEC dapa diturunkan dari
data sinyal GPS yang terekam setiap 30 detik. Slant Total Electron Content
(STEC) sepanjang rambatan sinyal l antara satelit GPS, Tx, dan receiver di
bumi, Rx, dapat ditulis sebagai :

Pengolahan data TEC

N adalah densitas electron (el/m3)


n menunjukkan tetapan indeks refraktif,
F dan fN menunjukan gelombang radio dan
frekuensi plasma dalam Hz.

Dari rekaman rekaman ephemeris (parameter


satelit GPS) dan ketinggian sub-ionosfer lokal,
STEC dapat dikonversikan kedalam Vertical

Total Electron Content (VTEC). Baik STEC dan


VTEC dinyatakan dalam TECU (Liu Et.All,
2004).

Geometri Total Electron Content

Pengolahan data TEC

Untuk model ionosfer ini digunakan h = 325 km;


(Hendri Subakti, 2008)

Metodologi
Pemilihan Parameter TEC

menampilkan informasi sebagai berikut:


Time (UT), menunjukkan waktu penerimaan sinyal,
PRN, menunjukkan satelit yang memancarkan sinyal,
Elevation, elevasi dari receiver di bumi,
Azimuth, azimuth dari receiver di bumi,
STEC (Code), Slant Total Electron Content,
VTEC (Code), Vertical Total Electron Content,
STEC (Code & Phase),
VTEC (Code & Phase),
Latitude, Lintang dari perlintasan satelit GPS,
Longitude. Bujur dari perlintasan satelit GPS.Selanjutnya
dipilih parameter VTEC (Code & Phase) untuk semua hari.
Parameter ini dipilih dengan alasan fluktuasi yang lebih smooth
daripada VTEC code (Sri Ekawati, 2008).

Metodologi
Identifikasi Sinyal Abnormal

Untuk menganalisa sinyal yang abnormal, digunakan perhitungan Running median X


untuk setiap epoch data. Running median tersebut kemudian dihubungkan dengan

Interquartile Range IQR(jangkauan interkuartil).

Kuartil adalah metoda statistik yang membagi data menjadi empat bagian, yaitu

Kuartil Pertama(Q1),
Kuartil Kedua (Q2)
dan Kuartil Ketiga (Q3).
Jangkauan iterkuartil (IQR) adalah selisih dari kuartil ketiga dengan kuartil pertama.

IQR=Q3-Q1 (3.4)

Untuk membentuk batasan atas (upperbound) digunakan rumus :


Upper Bound = X + IQR ..(3.5)
Untuk membentuk batasan bawah (lowerbound) digunakan rumus :
Lower Bound = X IQR . (3.6)
pada setiap epoch data (Liu, Et.all,2004)

Metodologi
Plotting Data
Setelah pemilihan parameter, selanjutnya
data diplot untuk semua hari. Data diplot
dengan Software Matlab 7.
Untuk pemetaan digunakan software
Surfer 7.

Metodologi
Koreksi Penunjang
Disturbance Storm Time Index (Dst Index)
Dst adalah indeks geomagnet yang digunakan
untuk menunjukkan level badai magnet di
seluruh dunia. Dst indeks didapatkan dari nilai
rata-rata komponen horizontal medan
geomagnet pada lintang-lintang tengah dan
lintang ekuatorial di seluruh dunia yang
mengukur intensitas dari equatorial electrojet
global.
Dst Index yang bernilai negatif mengindikasikan
sebuah proses badai magnetik, semakin negatif
nilai Dst index tersebut menunjukkan intensitas
sebuah badai magnetik yang semakin kuat.

ANALISA DAN
PEMBAHASAN

Diagram Alir
Pengolahan dan Analisa Data

ANALISA DAN PEMBAHASAN


Dari pengolahan data telah didapatkan
variasi VTEC selama sepuluh hari. Nilai
TEC akan mengikuti suatu siklus
normal, saat pagi hari menuju siang
hari local time nilai VTEC akan naik.
Nilai VTEC tertinggi berada pada
tengah hari. Selanjutnya turun kembali
dan berlanjut ke hari berikutnya

Analisa dan Pembahasan


Pada hari H-8 dari gempabumi yaitu 18
Mei 2006 UTC terjadi penurunan
jumlah kandungan electron VTEC yang
cukup signifikan.
Namun setelah dilakukan koreksi
dengan
Dst
Index
didapatkan
gangguan
magnetik
pada
waktu
tersebut. Yang mengindikasikan terjadi
gangguan natural di ionosfer oleh
aktifitasmatahari.

Analisa dan Pembahasan


Pada hari H-6 dari gempabumi yaitu 20
Mei 2006 UTC terjadi penurunan jumlah
kandungan electron VTEC. Penurunan
tersebut dapat dilihat setelah tengah hari
waktu local.
Penurunan ini diindikasikan karena telah
melewati fase-fase fisis dalam mekanisme

Seismo-Ionospheric coupling.
Hal tersebut diperkuat dari koreksi Dst
Index. Dimana pada tanggal 20 Mei 2006
tidak terdapat gangguanmagnetic global.

Analisa dan Pembahasan


Selanjutnya pada H-4 dari gempabumi yaitu 22
Mei 2006 UTC kembali terjadi penurunan
jumlah kandungan electron VTEC.
Penurunan yang cukup tajam tersebut terlihat
setelah melewati tengah hari waktu lokal.
Kembali dilakukan koreksi menggunakan Dst
Index, dan didapatkan tidak terjadi gangguan
natural berupa gangguan magnetic di ionosfer.
Dengan
kata
lain
dapat
diindikasikan
penurunan
kandungan
electron
VTEC
disebabkan oleh gempabumi di lapisan Litosfer
bumi.

Analisa dan Pembahasan

Analisa dan Pembahasan

KESIMPULAN
1. Terjadi penurunan jumlah kandungan
electron di ionosfer VTEC pada tanggal
18 Mei 2006 UTC, yaitu delapan hari
sebelum
gempabumi
Yogyakarta.
Penurunan
ini
berasosiasi
dengan
gangguan magnetic yang dapat dilihat
dari Dst Index.
2. Terjadi penurunan jumlah
kandungan
electron di ionosfer VTEC pada tanggal 20
Mei 2006 UTC, yaitu enam hari sebelum
gempabumi Yogyakarta.

Kesimpulan
3.

Terjadi penurunan jumlah kandungan


electron di ionosfer VTEC pada tanggal 22 Mei
2006 UTC, yaitu empat hari sebelum
gempabumi Yogyakarta.
4.
Penurunan jumlah kandungan electron di
ionosfer VTEC pada tanggal 20 Mei 2006 UTC
dan 22 Mei 2006 UTC tidak berasosiasi dengan
gangguan natural magnetic. Penurunan ini
diindikasikan sebagai akibat dari proses fisis
5.

SeismoIonospheric
terjadinya gempabumi.

Coupling

sebelum

Variasi nilai VTEC sebelum gempabumi


Yogyakarta ini semestinya dapat digunakan
sebagai pre-deteksi sebelum gempabumi
terjadi.

sumber
I Made Kris Adi Astra dan I Putu
Pudja ,
ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON
CONTENT DI IONOSFER DAERAH
JAWA DAN SEKITARNYA YANG
BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI
YOGYAKARTA 26 MEI 2006.
JURNAL METEOROLOGI DAN
GEOFISIKA VOLUME 10 NOMOR 2
TAHUN 2009 : 121 131

Vous aimerez peut-être aussi