Vous êtes sur la page 1sur 3

RUMUSAN MASALAH 3

Implementasi Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan, yang baru


disahkan Oktober 2012 sebagai revisi UU Pangan 7/1996, dikhawatirkan tidak
bisa berjalan dengan baik. UU tersebut membutuhkan setidaknya satu peraturan
presiden (Perpres), 32 peraturan pemerintah (PP), dan setiap daerah harus
mempunyai empat peraturan daerah (Perda) yang harus diselesaikan hingga tahun
2015. UU tersebut juga mensyaratkan adanya koordinasi antarinstansi pemerintah
pusat yang saat ini cukup sulit, serta komitmen pimpinan pemerintah daerah yang
belum banyak berpihak pada masalah pangan.
Berdasarkan penjelasan paragraph sebelumnya dapat dipastikan bahwa
penerapan UU pangan hingga saat ini masih kurang dan harus diawasi dengan
baik. Pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan,

Dewan

Ketahanan

Pangan

melalui

Badan

Ketahanan

Pangan

Kementerian Pertanian melakukan sosialisasi di beberapa daerah. Sebagai


narasumber dalam sosialisasi kali ini Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku
Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan, Prof. Achmad Suryana; Ketua Kelompok
Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Prof. Bustanul Arifin; Anggota Kelompok
Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan, Gunawan; Sekretaris Badan Ketahanan
Pangan, Dr. Mei Rochjat; dan Anggota Komisi IV DPR-RI, H.M. Ali Yacob.
Hadir pula sebagai moderator Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan
Provinsi Aceh serta Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan BKP.
Ali Yacob mengatakan bahwa UU tersebut sudah tidak lagi relevan
dengan situasi dan kondisi terkini, oleh sebab itu maka DPR-RI berinisiatif
mengajukan usulan revisi UU Pangan yang telah disempurnakan dari sisi
perencanaan, penyelenggaraan, hingga pengawasan pangan. Dukungan lainnya
dari DPR-RI mengenai ketahanan pangan antara lain dengan meminta
Kementerian Pertanian melakukan inventarisasi cadangan pangan nasional guna
mengantisipasi terjadinya impor pangan pokok pada saat cadangan pangan pokok
dalam negeri masih tercukupi; dan menerima usulan Kementerian Pertanian
dalam rangka pemenuhan kekurangan anggaran penanganan akibat bencana banjir
di sektor pertanian sebesar Rp 510,07 miliar untuk pemulihan areal tanaman
pangan dan perkebunan serta bantuan peternakan.

Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan,


Prof. Bustanul Arifin menyampaikan bahwa implementasi UU Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan merupakan sebuah tantangan serius bagi pemerintahan baru
2014-2019 khususnya mengenai swasembada pangan, kelembagaan ketahanan
pangan, dan pengembangan bioteknologi pangan. Pemerintah bisa memanfaatkan
momentum tahun pemerintahan baru untuk mendorong peningkatan swasembada
pangan, bahkan dipaparkannya bahwa trend kinerja ekonomi beras cenderung
meningkat pada tahun-tahun Pemilu. Begitu pula dengan pengelolaan sistem
ketahanan pangan nasional yang begitu kompleks, untuk itu perlu dibentuk
kelembagaan pangan yang berada langsung di bawah Presiden sehingga dapat
melakukan lintas sektor. Badan Otoritas Pangan Nasional (BOPN) tersebut dapat
berupa Kementerian Pangan atau Lembaga Pemerintah Non-Kementerian.
Penerapan UU pangan dalam pengawasan mutu pangan seperti yang
dijelaskan dalam undang-undang dilaksanakan pula oleh Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluhan yang ada di setiap daerah. Badan ini bertugas untuk
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang ketahanan
pangan serta koordinasi penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan dan
perkebunan. Permasalahan yang ada anatara lain pencapaian mutu konsumsi
pangan masyarakat yang belum mencapai target, adanya ketergantungan makanan
terhadap jenis bahan pangan tertentu (beras dan terigu), perkembangan usaha
pangan yang berbasis sumberdaya lokal masih lamban dan peredaran pangan
segar dan olahan yang beredar masih kurang aman untuk dikonsumsi manusia
baik dari aspek cemaran kimia, cemaran biologi dan cemaran fisik. Kebijakan
yang diambil terkait dengan permasalahan di bidang konsumsi, keamanan dan
kewaspadaan pangan adalah :
1.

Meningkatkan kemampuan rumah tangga dalam akses pangan;

2. Mengembangkan program perbaikan gizi melalui program P2KP


(Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan) berbasis sumberdaya
lokal;
3.

Penanganan keamanan pangan yang beredar;

4.

Penjaminan mutu dan keamanan pangan segar asal tumbuhan.

Pelaksanaan pengawasan mutu pangan yang dilakukan oleh BPOM saat


ini pun sedang diusahakan sebaik mungkin. BPOM merupakan sebuah badan
yang bertugas untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku. Dalam mempermudah tugasnya, BPOM membentuk 3 subsistem yaitu
subsistem pengawasan produsen, subsistem pengawasan konsumen, dan
subsistem pengawasan pemerintah (Badan POM). Sistem pengawasan oleh
pemerintah dilakukan melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan,
khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi,
pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta
peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan
keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi.
Walaupun sistem pengawasan mutu telah diatur sedemikian rupa dalam
undang-undang, pelanggaran dalam berbagai hal tetap saja terjadi. Beberapa
pelanggaran yang sering terjadi adalah pelabelan yang tidak sesuai, adanya
pemalsuan bahan pangan, beredarnya produk illegal dan lain sebagainya.
Pelanggaran-pelanggaran ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya:
1. Ketidakpedulian

para

pelaku

pangan

terhadap

akibat

yang

ditimbulkannya.
2. Pelaku usaha tidak mengetahui kewajiban berdasarkan undang-undang
perlindungan konsumen.
3. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait (dinas kesehatan,
lembaga perlindungan konsumen).
4. Konsumen tidak memperhatikan kemasan produk pangan.

Vous aimerez peut-être aussi