Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Batasan
Suatu keradangan yang terjadi pada jaringan uvea
Etiologi
Penyebab dapat bersifat spesifik (infeksi) maupun non spesifik (non infeksi)
Berdasarkan cara masuknya infeksi:
Exogen dapat disebabkan operasi atau trauma dan dapat dikarenakan bakteri, virus
dan jamur.
Endogen dapat disebabkan karena fokal infeksi di tempat lain organ tubuh atau bisa
juga karena reaksi auto imun.
Klasifikasi
1. Berdasarkan Anatomis
Uveitis Anterior : keradangan pada iris atau badan siliar atau kedua duanya.
Uveitis Posterior: keradangan yang terjadi pada koroid.
Panuveitis: bila keradangan mengenai ketiga bagian uvea.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
Akut: bila serangan timbul hanya 1-2 kali, kemudian sembuh dengan sempurna.
Kronis: bila serangan timbul terjadi lebih dari 2 kali, disertai dengan penyembuhan.
Residif: bila tidak disertai dengan penyembuhan yang sempurna.
3. Dengan dasar klinis dan patologis
Uveitis non granulomatosa : terutama terjadi di bagian anterior (iris dan corpus
ciliare). Terdapat reaksi radang dengan adanya infiltrasi sel sel limfosit dan sel
plasma dalam jumlah cukup banyak.
Uveitis granulomatosa : dapat mengenai semua bagian uvea namun lebih sering
pada uvea posterior. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama
terdiri dari makrofag dan sel epitheloid.
4. Ada tidaknya abses :
Purulent : Endoftalmitis, Panoftalmitis
Non Purulent : Granulomatosa, non granuloma
Patofisiologi
Keradangan akut pada jaringan uvea diawali dengan terjadinya dilatasi pembuluh
darah kecil pada jaringan uvea, disertai dengan eksudasi sel-sel radang dan fibrin
kedalam bilik mata depan. Adanya eksudasi sel-sel radang ke dalam bilik mata depan
akan
mengakibatkan
kekeruhan
pada
bilik
mata
depan.
Kekeruhan BMD Adanya eksudasi sel sel radang dan fibrin ke dalam bilik mata
depan akan mengakibatkan :
Flare: Bila kekeruhan masih dalam batas ringan, dimana pada pemeriksaan dengan
slit lamp didapatkan adanya partikel partikel kecil pada bilik mata depan.
Apabila partikel partikel tersebut lebih besar maka disebut dengan sel.
Hipopoin : Apabila sel sel radang mengendap pada bilik mata depan atau terlihat
seperti adanya pus didalam bilik mata depan.
Dan apabila sel sel radang melekat pada endotel kornea disebut KP (keratitik
prespitate).
Terdapat 2 macam KP yaitu muton fat KP dan Pungtate KP. Mutton fat KP terlihat
besar kelabu di permukaan posterior kornea, terdiri atas makrofag dan pigmen
pigmen yang difagosit. Pungtate KP berwarna putih kecil kecil yang terdiri dari sel
limfosit dan sel plasma.
Pada uveitis kadang di temukan :
Pupil miosis: otot spingter berkonstraksi
Sinekia posterior: bentuk pupil ireguler
Terjadinya pupil yang miosis disebabkan keradangan uvea yang merangsang otot
spingter pupil berkonstraksi.
Sinekia posterior : Eksudasi sel sel radang, fibrin dan protein akan menyebabkan iris
melekat pada permukaan lensa yang mengakibatkan bentuk pupil menjadi ireguler.
Dikarenakan adanya sinekia maka dapat menyebabkan pupil tidak dapat bereaksi
terhadap cahaya. Apabila sinekia postrior sudah meliputi seluruh pupil disebut
seklusi pupil. Hal ini akan menyebabkan hambatan aliran cairan bola mata dari bilik
mata belakang ke bilik mata depan sehingga aquos humor akan bertumpuk di bilik
mata belakang dan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans.
Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder. Apabila membran
atau fibrin menutupi pupil disebut oklusi pupil. Iris menjadi lebih pucat, bengkak dan
reflek pupil terhadap cahaya cenderung menurun, bahkan bisa menjadi negatif.
Gambaran Klinis
1. Keluhan subyektif :
Mata merah disertai air mata, mata nyeri (kemeng), silau (fotofobia), pengelihatan
kabur, terasa ngeres (seperti ada pasir), palpebra hiperemi, sekret tidak ada.
2. Pemeriksaan mata
Hiperemi perikornea
Kornea :Keratitik precipitate, Keruh.
BMD keruh dapat berupa flare dan sel (patognomotis)
o Flare dan sel dalam jumlah besar akan mengendap di bilik mata depan disebut
hipopion.
Iris edema
Pupil : miosis, reflek cahaya lambat kadang negatif
Sinekia posterior.
Komplikasi
Sinekia, Glaukoma Sekunder, Katarak komplikata, Endoftalmitis, Panoftalmitis,
Ablasio Retina
Penatalaksanaan
Sikloplegik
Atropin tetes mata 1% 3 X 1 tetes/hari
Hematropin tetes mata 2% 3 X 1 tetes/hari
Scopolamin tetes mata 0,2% 3 X 1 tetes/hari
Steroid
Topikal : tetes mata atau salep mata
Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang
berbeda => untuk pasien yang bisa membaca.
E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya
berbeda-beda.
Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan
arah cincin yang berbeda-beda.
2. Cara memeriksa
o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih
tinggi atau sejajar dengan mata pasien.
Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata
normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada
jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain
meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
o Pastikan cahaya harus cukup
o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan
pasien diminta membaca kartu.
o Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
o
o
Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6,
maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal
Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus
normal, cek pada 1 baris tersebut
o
Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5
atau 6 m
o
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :
o
Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi baik
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
o Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.
6. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0