Vous êtes sur la page 1sur 6

ASMA BRONKIAL

BATASAN
Asma bronkial adalah keradangan kronis saluran pernapasan dengan
banyak sel dan elemen sel yang berperan. Hal ini menyebabkan hambatan aliran
udara dan peningkatan airway hyperresponsiveness, sehingga menimbulkan
episode berulang dari whezzing, sesak napas, dada terasa sesak dan batuk.
Terutama pada malam hari atau pada padi dini hari. Episode gejala respirasi
tersebut biasanya terkait dengan obstruksi jalan napas yang menyeluruh yang
seringkali reversibel baik secara sepontan maupun dengan pengobatan.
FAKTOR RESIKO
1. Faktor genetik.

8. Polusi udara.

2. Faktor atopi.

9. Infeksi pernapasan.

3. Airway hyperresponsiveness.

10. Infeksi parasit.

4. Alergen indoor.

11. Status sosioekonomi

5. Alergen outdoor.

12. Besar keluarga.

6. Occupational sensitizer.

13. Diet dan obat-obatan.

7. Asap rokok.

14. Obesitas

FAKOR PRESIPITASI EKSASERBASI ATAU PERSISTENSI ASMA


1. Alergen.
2. Polusi udara.
3. Infeksi saluran napas.
4. Latihan fisk dan hiperventilasi.
5. Perubahan cuaca.
6. Sulfur dioxide.
7. Makanan, zat aditif dan obat-obatan.
8. Ekspresi emosi yang ekstrem.
9. Faktor lain : rhinitis, sinusitis, polip, refluks gastroesofageal, menstruasi
dan kehamilan.
PATOGENESIS
Konsep yang dianut saat ini adalah proses inflamasi kronis yang kompleks,
melibatkan dinding saluran napas dengan mengakibatkan hambatan aliran udara
dan

peningkatan

airway

hyperresponsivenes

dan

selanjutnya

merupakan

predisposisi penyempitan saluran napas sebagai respon terhadap berbagai


stimuli. Karakteristik inflamasi saluran napas ditandai

adanya peningkatan

jumlah eusinofil teraktivitas, sel mast, makrofag dan sel limfosit T (terutama
subtipe Th2) pada mukosa saluran napas yang disebut conductor of inflammation

26

orchestra.

Proses

ini

terus

berlangsung

bahkan

saat

asma

asimtomaik.

Bersamaan dengan proses inflamasi kronis, jejas pada epitel bronkus merangsang
proses perbaikan yang berakibatkan pada perubahan struktur dan fungsi yang
dikenal dengan remodeling. Inflamasi, remodeling dan perubahan kontrol saraf
saluran napas berperan dalam eksaserbasi asma dan obstruksi aliran udara lebih
permanen.
PATOLOGI
Makroskopis dijumpai paru overinflation dengan saluran napas besar dan
kecil terisi plug yang terdiri

dari campuran mukus, protein serum, sel-sel

inflamasi dan sel debris. Mikroskopi didapatkan infiltrasi ekstensif lumen dan
dinding saluran napas dengan eosinofil dan limfosit disertai vasodilatasi,
kebocoran mikrovaskuler dan kerusakan epitel. Ditemukan pula hpertrofi otot
polos, pembentukan pembuluh darah baru, peningkatan jumlah sel goblet dan
deposisi kolagen interstisial di bawah epitel (penebalan membran basal) sebagai
akibat dari jejas dan mengarah remodeling.
GEJALA KLINIS
Bersifat episodik dengan napas whezzing, kesulitan bernapas, dada sesak
dan batuk. Gejala dapat terjadi secara spontan atau dipresipitasi atau eksaserbasi
dengan berbagai pencetus yang berbeda seperti yang tersebut di atas. Gejala
sering memberat saat malam hari yang merupakan akibat dari variasi sirkadian
tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai titik nadir antara pukul 3
dan 4 pagi, meningkatkan gejala bronkokonstriksi.
PEMERIKSAAN
1.

Pemeriksaan fisik
Kelainan nasal berupa endema mukosa, hipersekresi, polip dan kelainan kulit
eksema, dermatitis atopik, sering dijumpai pada asma alergi. Peningkatan
kerja napas ditandai dengan penggunaan otot bantu napas. Pada auskultasi
berupa whezzing atau adanya fase ekspirasi yang memanjang. Bila tidak ada
eksaserbasi bisa tidak dijumpai kelainan.

2.

Pemeriksaan penunjang
a.

Laboratorium
i.

Darah

: eosinofil, IgE spesifik.

ii.

Sputum

eosinofil,

spiral

Curschmann

dan

kristal Chrcoat-Leyden.
iii.

Analisis gas darah

iv.

Tinja

: bila curiga gagal napas.

: telur cacing.

27

b.

Radiologis
i.

Normal atau hiperifilasi.

ii.

Untuk

mencari

penyulit

pneumotoraks,

pneumomediastinum, atelektasis, pneumonie.


iii.
c.

Menyingkirkan penyakit lain.


Faal paru

Untuk diagnosis dan monitor : FEV1 (Forced Expiratory Volume 1 Second)


dan PEF(R) (Peak Expiratory Flow(Rate)) dan varibilitas PEF
d.

Uji provokasi bronkus.


Untuk menilai airway hyperresponsivness dengan bahan alergen, histamin,
metacholine, salin hipertonis atau latihan fisik dan dengan menggunakan
parameter PC20.

e.

Uji kulit (pick test)


Untuk asma yang disebabkan oleh alergi.

DIAGNOSIS
1.

Anamnesis
Keluhan sesak napas, whezzing, kesulitan bernapas, dada sesak episodik. Ada
variabilitas gejala sesuai cuaca, riwayat atopi serta riwayat keluarga dengan
asma.

2.

Pemeriksaan fisik
Whezzing menyeluruh atau ekspirasi memanjang, peningkatan kerja napas
dengan otot bantu napas aktif (retraksi).

3.

Faal paru
Obstruksi saluran napas (PEF atau FEV1) : reversible.

4.

Uji provokasi bronkus


PC20 < 8 mg/ml.

5.

Laboratorium
a. Sputum : spiral Curschmann dan kristal Chrcoat-Leyden
b. darah

6.

: peningkatan eosinofil, IgE spesifik


Uji kulit

28

DIAGNOSIS BANDING
1.

Kelainan saluran napas atas


Paralisis corda vocalis, sindrom disfungsi corda vocalis, aspirasi benda asing,
massa laringotrakela, penyempitan trakea, tracheomalacia, edema saluran
napas akibat dari jejas inhalasi atau angiodema.

2.

Kelainan saluran napas bawah


PPOK

(Penyakit

Paru

Obstruksi

Kronik),

bronkiektasis,

allergic

bronchopulmonary mycosis, cystic fibrosis, pneumoni eosinofilik, bronkiolitis


obliterans.
3.

Gangal jantung kongestif (asma kardial), emboli paru dan batuk akibat
obat (ACE inhibitor).

4.

Gangguan psikiatri (konversi).

PENYULIT
Kelelahan, dehidrasi, infeksi saluran naps, kor pulmonale, tussive syncope,
pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema kutis, atelektasis, gagal napas,
aritmia (terutama bila sebelumnya ada kelainan jantung).
PENATALAKSANAAN
1.

Edukasi penderita dan keluarga agar timbul kerja sama yang baik dalam
penanganan asma.

2.

Penilaian dan pemantauan derajat keparahan asma dengan menilai gejala


dan faal paru.

3.

Menghindari paparan faktor resiko.

4.

Menyusun rencana pengobatan untuk penatalaksanaan asma jangka


panjang.

5.

Menyusun rencana pengobatan untuk penatalaksanaan eksaserbasi.

6.

Mengupayakan kontrol teratur.


Klasifikasi derajat keparahan asma

No
.
1

Tahap

Gejala

Tahap I
Intermitten
t

1. Gejala <1 kali/minggu


2. Jarang eksaserbasi.
3. Gejala nokturnal <2 kali/bulan

Tahap 2
Mild
presistent

Tahap 3
Moderate

1. Gejala > 1 kali/minggu tetapi < 1


kali/hari.
2. Eksaserbasi dapat mengganggu
aktivitas dan tidur.
3. Gejala nokturnal > 2 kali/bulan
1. Gejala setiap hari.
2. Eksaserbasi dapat mengganggu

Faal Paru
1.

FEV1 > 80 %
predicted atau PEF 80
% personal best.
2.
Variabilitas
PEF < 20 %.
1.
FEV1 > 80 %
predicted atau PEF 80
% personal best.
2.
Variabilitas
PEF < 20 30 %.
1.
FEV1 60 - 80
% predicted atau PEF

29

persistent

aktivitas dan tidur.


3. Gejala nokturnal > 1 kali/minggu.
4. Setiap hari menggunakan agonis beta
2 kerja pendek inhalasi.
4
Tahap 4
1. Gejala setiap hari.
Severe
2. Eksaserbasi sering.
persistent
3. Gejala nokturnal sering.
4. Keterbatasan aktivitas fisik
Modalitas terapi farmakologis

2.

60 - 80 % personal best.
Variabilitas
PEF > 30 %.

1.

FEV1 60 %
predicted atau PEF 60
% personal best.
Variabilitas PEF > 30 %.

1. Antiinflamasi
Glucocorticosteroid : inhalasi (MDI & nebulasi), oral, parenteral
Inhalasi :
Beclomethasone dipropionate

: 2 x 2-3 puff (40 ug) atau 1-2 puff (80

ug) sehari 2x.


Budesonide

: 1 puff (200 ug), nebulasi sehari 2x.

Fluticasone

: 2puff (250 ug), nebulasi sehari 2x.

Flunisolide

: 2-4 puff (250 ug) sehari 2x.

Oral :
Methylprednisolon

: 40 60 mg/hari.

Prednisolon

: 40 60 mg/hari.

Prednison

: 40 60 mg/hari.

Injeksi :
Methylprednisolon

: 1-2 mg/kgBB/6 jam.

2. Bronkodilator
a.

Agonis beta 2 : inhalasi (MDI, DPI dan nebulasi), oral, parenteral.


i.

Salbutamol MDI, dry powder, nebulasi, tablet 2- 4


mg/6-8 jam.

ii.

Terbutaline tablet 2,5 5 mg/hari 3x, injeksi 0,25 mg s.c


sehari 4x dan drip infus.

iii.

Fenoterol MDI.

iv.

Formoterol DPI ditambahkan budesonide DPI.

v.

Salmeterol MDI ditambahkan fluticasone MDI.

b.

Methylxanthine : oral & parenteral.


i.

Aminophyllin tablet, injeksi (bolus 5 mg/kgBB, drip infus 0,9


mg/kgBB/jam).

ii. Theophyllin tablet, tablet lepas lambat.


c.

Antikolinergik : inhalasi (MDI & nebulasi)


i.

Ipratropium bromide MDI & nebulasi.

3. Lain-lain

30

Leukotrein modifer (montelukast, zafirlukast 20 mg sehari 2x, zileuton),


antihistamin generasi 2, obat anti alergi oral lain dan immunoterapi
alergen spesifik.
ASMA DAN KEHAMILAN
Pengobatan asma yang tidak terkontrol dapat membahayakan kesehatan
ibu dan janin. Penyulit akan menjadi lebih berat.
1.

Fokus penatalaksanaan asma adalah kontrol gejala dan mempertahankan


faal paru normal.

2.

Inhalasi steroid dapat mencegah eksaserbasi asma pada kehamilan.

3.

Terapi eksaserbasi akut sebaiknya agresif untuk menghindari hipoksia


fetus, meliputi : nebulasi agonis beta 2 kerja cepat dan ksigen, bila perlu
corticosteroid sistemik.

PROGNOSIS
Pada umumnya baik, bila diagnosis, penanganan dan pencegahan dibuat
sedini mungkin disertai pengobatan adekuat.

31

Vous aimerez peut-être aussi