Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Anies (2006) adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema
dan bronchitis kronis. Sedangkan menurut Sylvia dan Laurence (2006) Penyakit
Paru Obstruksi Kronik merupakan sekelompok penyakit paru yaitu emfisema
paru, bronkitisakut dan asma bronchial yang berlangsung lama ditandai oleh
peningkatan resitensi terhadap aliran udara.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Jan Tambayong (1999) adalah
menghambatnya aliran udara di dalam paru yang menimbulkan sedikit tahanan
pada inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Susan MartinTucker dkk,(1993)
adalah kondisi kroni yang berhubunan denan riwayat emfisema paru, bronchitis
kronik dan asma bronchial disebabkan oleh perokok aktif atau terpajan pada
polusi udara,terdapat sumbatan jalan naas yang secara rogrsif meningkat.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) adalah
sekresi
mukoid
bronchial
bertmbah
ecara
menetap
di
sertai
dengan
Kebiasaan merokok
Polusi Udara
Paparan Debu, asap
Gas-gas kimiawi akibat kerja
Riwayat infeki saluran nafas
Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari
bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling utama menurut Neil F Gordan
(2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan
penderita penyakit PPOK, yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
dirasakan.
Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
Polusi udara
Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walau pun tidak merokok.
C. EPIDEMOLOGI
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus di dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
m e n j e l a n g t a h u n 2 0 2 0 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai
penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan
sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi
ke-3. Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara
Eropa Barat seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara
Eropa Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China
memiliki kejadian terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah
dan tertinggi mencapai empat kali lipat
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti
mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan RumahTangga Depkes RI
1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia
D. PATHOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
sehingga sulit bernapas.
PATHWAY
E. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.(5)
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.(5)
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.(5)
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang sama
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak
nafas
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
napas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
factor
yang
dapat
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional :
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia
3. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat
sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
Tujuan :
a. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Pasien tidak sesak nafas
b. Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
c. Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
d. Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 5-8 jam per hari.
Intervensi :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi
semi
fowler
atau
posisi
yang
menyenangkan
akan
b.
c.
Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d.
makan
kebiasaannya,
seseorang
agama,
dipengaruhi
ekonomi
dan
oleh
kesukaannya,
pengetahuannya
tentang
baik
untuk
kebutuhan
metabolisme
dan
dengan
dokter
atau
konsultasi
untuk
melakukan
g. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
Dx 1 : Gangguan bersihan jalan nafas dapat teratasi
Dx 2 : Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi
Dx 3 : Kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi
Dx 4 : Pasien dan keluarga mengetahui mengenai kondisi dan aturan
pengobatan
Dx 5 : Asupan nutrisi dapat terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 1. EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
Immanueldwinugroho.2012.Laporan
Pendahuluan
Paru
Obstruksi