Vous êtes sur la page 1sur 7

AMEBIASIS

A. DEFINISI
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) adalah penyakit
infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica. 90%
asimptomatik, sedangkan 10% simptomatik, mulai dari disentri sampai abses hati dan
organ lain.
B. EPIDEMIOLOGI
Amebiasis ditularkan secara fekal oral baik secara langsung (melalui tangan)
maupun tidak langsung (melalui makanan dan minuman yang tercemar). Sumber
penularan adalah tinja yang mengandung kista ameba. Laju infeksi yang tinggi
terdapat di negara-negara berkembang dengan sanitasi hidup yang buruk. Di negara
tropis lebih banyak didapatkan strain yang patogen, dibandingkan dengan negara
maju yang beriklim sedang.
C. ETIOLOGI
E. Histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal di usus besar manusia. Apabila kondisi memungkinkan dapat berubah
menjadi patogen, dengan membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding
usus.
Siklus hidup ada 2 macam bentuk, yaitu trofozoit yang bergerak, dan kista.
Trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodia, dibatasi oleh ektoplasma seperti kaca.
Didalamnya ada endoplasma yang berbentuk butir-butir halus. Trofozoit ada 2 jenis,
yaitu trofozoit komensal (>10mm) dan trofozoit patogen (>10mm) yang bisa menelan
eritrosit (haematophagus trophozite). Trofozoit patogen inilah yang menyebabkan
timbulnya gejala penyakit, namun cepat mati apabila ada di luar tubuh manusia. Kista
bertanggungjawab terhadap penularan penyakit, dapat bertahan di luar tubuh manusia,
tahan asam lambung, dan kadar klor standard di dalam sistem pengolahan air minum.
Diduga faktor kekeringan akibat penyerapan air sepanjang usus besar, menyebabkan
trofozoit berubah menjadi bentuk kista. Secara singkat siklus hidup E. Histolytica
dijelaskan pada gambar di bawah ini.

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Trofozoit yang awalnya komensal, dapat berubah menjadi patogen, menembus
mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh:

faktor kerentanan tubuh pasien: kehamilan, kurang gizi, penyakit keganasan,


obat immunosupresif, dan kortikosteroid;

faktor virulensi ameba: di negara tropis banyak strain yang lebih patogen;

faktor lingkungan: suasana asam, diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat, dan
rendah protein.

E. histolytica mempunyai adhesin untuk melekat,sistein proteinase, enzim


fosfoglukomutase, dan lisozim yang bisa menyebabkan kerusakan dan nekrosis
jaringan dinding usus. Pada awalnya E.histolytica melekat pada epitel mukosa usus

besar, perlekatan ini diperantarai oleh surface lectin molecule. Setelah melekat,
semacam amphhipathic peptides yang disebut amoebapores dari E.histolytica akan
membentuk lubang pada membran sel target, yang akan menginduksi nekrosis
maupun apoptosis. Selain itu, sistein proteinase mampu merusak matriks ekstraseluler
diantara sel sel host, sehingga membuat integritas antar sel rusak, mempermudah
proses invasi. Pada akhirnya terbentuk ulkus yang khas, lesi kecil-kecil, dengan tepi
meninggi, dan melebar pada lapisan submucosa karena proses invasi terhalang oleh
lapisan musculare sehingga invasi berjalan ke arah lateral. Mukosa antara ulkus
tampak normal dengan respons inflamasi yang minimal. Hal ini berbeda dengan
disentri basiler dimana mukosa antar ulkus tampak meradang. Pada pemeriksaan
mikroskopik eksudat ulkus, tampak sel leukosit dalam jumlah banyak, namun tak
sebanyak disentri basiler.
Ulkus dapat menembus lapisan muskulare dan mengakibatkan perforasi,
peritonitis maupun perdarahan. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar,
namun berdasar frekuensi tertinggi: sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid,
apendiks, dan illeum terminalis. Infeksi kronik dapat menimbulkan ameboma, sebuah
masa jaringan granulasi, sering di daerah sekum dan sigmoid. Selain itu, E.histolytica
dapat menyebar ke hati (paling sering daripada organ lain) melalui sirkulasi portal dan
menyebabkan Ameobic liver abscess, paling sering di lobus kanan. Penyebaran ke
organ lain seperti otak dan limpa juga dapat terjadi, baik secara hematogen maupun
secara limfogen, namun hal ini sangat jarang terjadi.

E. MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan, maka amebiasis dapat dibagi
menjadi:
1. Carrier (cyst passer)
Pasien tidak menimbulkan gejala klinis karena ameba hanya berada di lumen usus,
tidak melakukan invasi ke dinding usus.
2. Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri amoeba ringan)
Onset penyakit perlahan-lahan, penderita mengeluh perut kembung, nyeri perut
ringan bersifat kejang, dapat timbul diare ringan 4-5 kali sehari, dengan tinja
berbau busuk. Kadang-kadang tinja bercampur darah dan lendir. Sedikit nyeri
tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri tekan di daerah epigastrium mirip ulkus
peptik, keadaan ini tergantung lokasi ulkus. Keadaan umum pasien baik, tanpa
atau disertai demam atau demam ringan (subfebris). Kadang terdapat
hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
3. Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri amoeba sedang)
Keluhan dan gejala klinis lebih berat dibandingkan disentri ringan, tetapi pasien
masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah dan lendir. Ada
keluhan perut kram, demam dan malaise, disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
4. Amebiasis Intestinal Berat (Disentri amoebba berat)
Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi, diare disertai darah yang banyak, lebh
dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40-40,5oC), disertai mual dan anemia. Tidak
dianjurkan melakukan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan perforasi.
5. Disentri Amoeba Kronik
Gejala menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diselingi dengan
periode normal atau tanpa gejala. Berlangsung berbulan-bulan sampai bertahuntahun.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang sangat penting adalah pemeriksaan tinja. Tinja biasanya
bercampur darah, lendir, dan berbau busuk. Untuk pemeriksaan mikroskopik, perlu
sediaan tinja yang masih segar, dilakukan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu,
sebaiknya dilakukan sebelum pasien menerima terapi. Apabila direncanakan akan
dibuat foto kolon dengan barium enema, pemeriksaan tinja harus dilakukan sebelum
atau minimal 3 hari sesudahnya. Diagnosis pasti ditemukannya amoeba (trofozoit atau
kista). kadang ditemukan trofozoit yang mengandung darah. Kista terlihat berbentuk
bulat mengkilat seperti mutiara, sedang trofozoit terlihat seperti keong bergerak aktif

dengan pesudopodia berwarna seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak trofozoit
dengan eritrosit didalamnya.
Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi juga berguna untuk
penderita dengan gejala disentri, terutama dengan hasil pemeriksaan tinja tidak
ditemukan amoeba. Pemeriksaan ini tidak berguna pada carrier. Gambaran yang
tampak adalah ulkus dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus
antar ulkus tampak normal atau sedikit kemerahan. Dapat dilakukan pengambilan
eksudat ulkus maupun biopsi ulkus untuk pemeriksaan mikroskopik dan patologi
anatomi, dapat ditemukan adanya trofozoit.
Foto rontgen tidak banyak membantu, sering ulkus tidak tampak kecuali pada
kondisi yang kronik. Ameboma memberikan gambaran filling defek mirip karsinoma.
Kultur juga tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan serologi banyak digunakan sebagai
penunjang.
Pemeriksaan serologi akan positif apabila ameba menembus jaringan (invasif).
Oleh karena itu, uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri ameba, dan
negatif pada earner. Hasil serologi positif belum tentu menderita amebiasis aktif,
tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. IFA (indirect fluoresccent antibody), ELISA
(enzyme linked imunosorbant assay), PCR (polymerase chain reaction) adalah
pemeriksaan yang umum dilakukan. PCR lebih pasti dan lebih diferentiatif karena
mendeteksi DNA agen infeksius tersebut, namun kelemahannya lebih susah dan lebih
mahal, sedang ELISA dan pem immunokromatografik lebih murah dan mudah,
namun kurang sensitif dan spesifik dibandingkan PCR. Pada pemeriksaan serologi,
nilai diagnostik di daerah endemis rendah, karena antibodi yang terbentuk lama sekali
menghilang. Juga pada fase awal penyakit, kadang ditemukan false negatif karena
antibodi masih belum terbentuk, maka dari itu pemeriksaaan harus diulang.
G. DIAGNOSIS BANDING

Amebiasis intestinal= disentri basiller, schistosomiasis, balantidiasis,


pseudomembranous cilotis, IBS (iritable bowel syndrome), Inflammatory
bowel disease, divertikulitis, enteritis regional, hemoroid interna.

Ameobic liver abscess= piogenic liver abscess, echinococcal cysts, tumor


hepar primer atau metastatik.

Ameboma= karsinoma kolon, ameboma+ameobic liver abses kadang-kadang


dianggap tumor kolon dengan metastasi ke hepar.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi Intestinal
-

Perdarahan usus

Perforasi usus

Ameboma

Intususepsi

Komplikasi Ekstraintestinal
-

Amebiasis Hati
Komplikasi ekstraintestinal yang paling sering, dapat timbul setelah
berminggu-minggu sampai bertahun-tahun setelah infeksi, bahkan tanpa diketahui
bahwa pasien menderita disentri ameba sebelumnya. Abses terjadi karena ameba
mencapai hati melalui sirkulasi porta (vena porta), paling sering terjadi di lobus
kanan. Mula mula terjadi hepatitis ameba, kemudian timbul mikroabses, yang
akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Abses berisi
nanah steril, kental, dan tidak berbau, berwarna kecoklatan yang terdiri atas
jaringan sel hati yang rusak bercampur darah, kadang kadang bercampur dengan
cairan empedu sehingga berwarna kuning-kehijauan.
Pasien sering mengeluh nyeri spontan di perut kanan atas, kalau berjalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Hati teraba di
bawah lengkung iga, nyeri tekan, disertai demam tinggi yang bersifat intermiten
atau remiten. Nyeri tekan lokal pada ICS 8, 9, atau 10, jaundice atau ikterus jarang
terjadi. Pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis moderat (15.00025.000/mm3), faal hati jarang terganggu, jarang ditemukan ameba di dalam tinja.

Amebiasis Pleuropulmonal
Dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Dapat terjadi efusi pleura,
atelektasis, pneumonia, atau abses paru. Pada beberapa kasus dapat terjadi fistula
hepatobronkial dengan manifestasi penderita batuk mengeluarkan abses di hati,
sputum berwarna kecoklatan.

Abses otak, limpa, dan organ lain


Abses otak, limpa, dan organ lain sangat jarang terjadi. Hal ini dapat terjadi
karena embolisasi langsung ameba dari dinding usus besar, maupun dari abses
hati.

Amebiasis Kulit

Terbentuknya fistula akibat invasi langsung ameba. Paling sering terjadi di


daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal
akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
I. PENGOBATAN
Drug

Dosage

Duration, Days

Amebic Colitis or Amebic Liver Abcess


Tinidazole

2 g/d PO with food

Metronidazole

750 mg/d tid PO or IV

5-10

Entamoeba Histolytica Luminal Infection


Paromomycin

30 mg/kg qd PO in 3 divided doses

5-10

Iodoquinol

650 mg PO tid

20

J. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama yang tanpa
komlplikasi. Abses hati kadang-kadang diperlukan aspirasi sesuai besarnya, demikian
pula dengan penyulit efusi pleura. Namun prognosis akan berubah menjadi kurang
baik sampai buruk apabila terjadi abses otak.
K. PENCEGAHAN
Pencegahan lebih bersifat ke arah menjaga sanitasi yang baik, seperti mencegah
kontaminasi makanan, minuman, dan lingkungan hidup lainnya. Air minum sebaiknya
dimasak dahulu, karena kista akan mati apabila dipanaskan pada suhu 50oC selama 5
menit. Pemberian klor dengan kadar standar pada sistem pengolahan air minum dan
pendinginan tidak mematikan kista. Edukasi penting sekali, tentang adanya jamban
keluarga, isoloasi, dan pengobatan carrier. Sampai saat ini belum tersedia vaksin
khusus, terapi profilaksis secara berkala dengan metronidazole dan dilosanid furoat
hanya dikerjakan dalam keadaan tertentu.

Vous aimerez peut-être aussi