Vous êtes sur la page 1sur 5

1.

2.
3.
4.

ASPEK HUKUM DI BIDANG KESEHATAN


NORMA HUKUM
TIBDAK SENGKETA MEDIS
STANDAR PROFESI MEDIK DAN STANDAR PELAYANAN RUMAH
SAKIT
5. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED COSENT)
6. REKAM MEDIS
1. Standar profesi medic dan standar pelayanan rumah sakit
Menurut Leenen bahwa apa yang dikenal salam dunia kedokteran sebagai lege artis
pada hakikatnya adalah suatu tindakan medis yang dilakukan seusuai dengan Standar
Profesi Medis (SPM) yang pada hakikatnya terdiri atas beberapa unsure utama:
1. Bekerja dengan teliti, hati hati dan seksama
2. Seusai dengan ukuran medis
3. Sesuai dengan kemampuan rata rata/sebanding dengan dokter dengan kategori
keahlian medis yang sama;
4. Dalam keadaan yang sebanding
5. Dengan saranan dan upaya yang sebanding wajar dengan tujuan konkrit tindak
medis tersebut.
Seorang dokter yang menyimpang dari SPM dikatakan telah

Persetujuan tindakan medis (informed consent)


Ada kelompok profesi dokter yang berpendapat bahwa untuk menghidari tanggung jawab
terhadap risiko yang mungkin timbul dalam suatu pelayanan medis, sebaiknya dibuat
exconeratic clausule (syarat syarat pengecualian tanggung jawab baik berupa pembatasan
atu pun pembebasan dari suatu tanggung jawab).
Apakah hal tersebut dapat dibenarkan dalam pelaksanaan profesi dokter? Tindakan dokter
dalam pelayanan medis merupakan suatu upaya yang hasilnya belum pasti, akan tetapi
akibat yang timbul dari tindakan itu dapat diketahui berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman dokter yang bersangkutan. Karenanya kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam tindakan merpuakan tanggung jawab dokter, sedangkan suatu pembebasan
terhadap kesalahan (kelalaian) kurang berhati hati dianggap bertentangan dengan
kesusilaan (Komalawati, 1989)
Bersama dengan standar profesi medis (SPM), persetujuan tindakan medis (PTM)
merupakan unsure pokok dari tanggung jawab profesional kedokteran. Persetujuan
tindakan medis yaitu suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secra
bebas, sadar dan rasional setelah ia memperoleh informasi yang lengkap, valid dan akurat
dipahami dari dokter tentang keadaan penyakitnya serta tindakan medis yang akan
diperolehnya. Persetujuan tindakan medis ini diatur dalam peraturan menteri kesehatan
RI No. 585/Menkes/Per/IX/1988 yang berisikan :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Ketentuan umum;
Persetujuan;
Informasi;
yang berhak memberikan persetujuan;
tanggung jawab;
sanksi;
ketentuan lain;
ketentuan penutup.

Persetujuan tindakan medis ini diperinci lebih lanjut dalam SK Dirjen Yan Dik No. HK.
00. 06. 6..5. 186/tahun 1999 tentang pedoman persetujuan tindakan medis (informed
consent) yang berisikan hal hal berikut.
1.
a.
b.
c.
d.

pendahuluan
Ketentuan Umur
Dasar
Tujuan
Pengertian

2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Pesertujuan Tindakan Medis


Pengaturan Persetujuan atau penolakan tindakan medis
Informasi
Pelaksanaan
Isi informasi
Kewajiban
Cara menyampaikan informasi
Cara menyatakan persetujuan
Jenis tindakan medis yang mengandung risiko
Perluasan tindakan medis
Pelaksanaan informed consent untuk tindakan medis tertentu
Perkecualian persetujuan tindakan medis
Isian formal persetujuan tindakan medis.

3. penutup
Meskipun PTM lebih sering dikaitkan dengan pengertian huku, pada dadasarnya
PTM ini mempunyai landasan etik. Dasar etik yang terkait adalah keharusan bagi
setiap dokter untuk menghormati kemandirian (otonomi) pasien. Suatu tindakan
pembedahan yang dilakukan tanpa persetujuan penderita dapat dikenai ketentuan
pasal 351 KUHP sebagai suatu penganiayaan.
Namun hal ini tidak berarti bahwa dokter telah bebas dari tuntutan malapraktik medis
jika terjadi suatu kelalaian walaupun telah didapatkan PTM dari penderita.
Dalam keyakinan sehari hari, persetujuan tindakan medis dapat terdiri atas:
1. Yang dinyatakan (expressed), yani secara lisan (oral) atau tertulis (written)
2. Dianggap diberikan (Implied or tacit consent) yakni dalam keadaan biasa
(normal) atau dalam keadaan darurat (emergency)

Expressed Consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila
yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan biasa. Dalam keadaan
demikian sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu informasi mengenai
tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak terjadi salah pengertian. Misalnya
pemeriksaan colok rectal atau colok vagina, mencabut kuku dan lain lain tindakan yang
melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Disini belum diperlukan pernyataan
tertulis. Persetujuan secara lisan sudah mencukupi. Namun bila tindakan yang akan
dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan
dan pengobatan yang invasive, sebaiknya diminta persetujuan tindakan medis (PTM)
secara tertulis.
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa
pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.
Umumnya tindakan dokter di sini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah
diketahui umum, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan lab, melakukan
suntikan pada pasien, melakukan penjahitan luka dan sebagainya.
Sebetulnya persetujuan jenis ini tidak termasuk informed consent dalam arti murni karena
tidak ada penjelasan sebelumnya dan dalam keadaan normal.
Implied consent dalam bentuk lain adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat
(emergency) sedangkan dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam
keadaan tidak dapat memberikan persetujuannya dan keluarganya pun tidak di tempat,
maka dokter dapat melakukan tindakan medis tertentu yang terbaik menurut dokter
(Permenkes No. 585 Tahun 1989, pasal 1). Jenis persetujuan ini disebut pula sebagai
presumed consent, dalam arti bila pasien sudah dalam keadaan sadar, maka pasien
dianggap akan menyetujui tindakan yang dilakukan doter.
Dengan demikian dalam keadaan darurat di mana pasien dalam keadaan tidak sadar, tidak
ada pihak yang diminta persetujuannya dan penundaan tindakan medis akan berakibat
fatal, maka PTM tidak lagi diperlukan.
Hal hal yang perlu disampaikan dalam PTM adalah
1. Maksud dan tujuan tindakan medis tertentu tersebut;
2. risiko yang melekat pada tindakan medis itu;
3. kemungkinan timbulnya efek samping;
4. alternative lain tindakan medis itu;
5. kemungkinan kemungkinan (seagai konsekuensi) yang terjadi bila
tidankan medis itu tidak dilakukan;
6. dalam menjelaskan mengenai risiko perlu dikatakan mengenai;
a. sifat dan risiko tindakan
b. berat ringannya risiko yang terjadi
c. kemungkinan risiko tersebut terjadi;
d. kapan risiko tersebut akan timbul seandainya terjadi.

Persetujuan tertulis dari penderita harus ditanda tangani oleh penderita dan disaksikan
oleh minimum seorang saksi.
Paling aman bagi pihak tenaga kesehatan dan pihak sarana kesehatan, apabila saksi ini
dari pihak penderita, sehingga tidak ada tuduhan bahwa telah dilakukan suatu rekayasa.
Namun saying sekali bahwa peranan saksi yang sangat penting bagi perlindungan baik
tenaga kesehatan, pihak sarana kesehatan maupun pihak pasien, tidak diatur dalam
PERMENKES tentang PERTINDIK ini.
Apabila pasien tidak dapat membaca maupun menulis, setelah diberi informasi dan
pasien telah mengerti tentang isi informasi tersebut, maka persetujuan dapat dilakukan
dengna cara membubuhkan cap ibu jari dengan disaksikan oleh minimal satu orang saksi.
Perlu diingat bahwa pihak tenaga kesehatan sama sekali tidak boleh memegan ibu jari
pasien untuk mebimbing kea rah tempat yang sudah disediakan, agar tidak dituduh
memaksa penderita untuk menyetujui tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya.
Namnu demikian, apabila pasien tersebut tunanetra, ibu jarinya boleh dibimbing tetapi
harus disertai dengan berita acara.
Informasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai informasi ini adalah sebagai berikut.
1. Informasi harus diberikan, baik diminta maupun tidak
2. Informasi tidak boleh memakai istilah kedokteran karena dimengerti oleh
orang awam.
3. informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan
situasi pasien
4. informasi harus diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan atau
kesehatan pasien atau pasien menolak diberi informasi.
5. Dalam hal demikian, maka informasi tersebut dapat diberikan kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang perawat/paramedic
lainnya sebagai saksi dan dengan seizing pasien
6. Untuk tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive yang lain,
informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi.
Apabila dokter yang bersangkutan tidak ada, maka informasi harus
diberikan oleh dokter yang lain dengan sepengetahuan atau petunjuk
dokter yang bertanggung jawab.
7. Untuk tindakan yang bukan bedah dan tindakan yang tidak invasive
lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan
sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
Yang berhak memberikan persetujuan setelah mendapat informasi
1. Yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien dewasa yang dalam keadaan
sadar dan sehat mental
2. Yang dimaksud dengan pasien dewasa adalah yang telah berumur 21 tahun atau
telah menikah
3. bagi pasien dewasa yang berada di bawa pengampuan, psersetujuan diberikan
kepada wali/curator

4. Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh
orang tua/wali/kuraotr
5. bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua/wali atau
orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat atau
induk semang (guardian)

Vous aimerez peut-être aussi