Vous êtes sur la page 1sur 104

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd)

DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET


DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA
PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

ALFIAN DWI PRASETYO

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd)


DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA
PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALFIAN DWI PRASETYO


104095003046

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd)


DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA
PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALFIAN DWI PRASETYO


104095003046
Menyetujui:
Pembimbing I,

Pembimbing II,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud.


NIP. 150 375 182

Zainal Arifin, Ph.D


NIP. 320 005 012

Mengetahui:
Ketua Program Studi Biologi

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud.


NIP. 150 375 182

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN


PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN
YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALFIAN DWI PRASETYO


104095003046
Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud.


NIP. 150 375 182

Zainal Arifin, Ph.D


NIP. 320 005 012

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud.


NIP. 150 375 182

PENGESAHAN UJIAN
Skripsi Berjudul Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd) dengan
Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada Kerang
Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta yang ditulis
oleh Alfian Dwi Prasetyo, NIM 104095003046 telah diuji dan dinyatakan LULUS
dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Biologi.

Menyetujui
Penguji I,

Penguji II,

Dra. Nani Radiastuti, M.Si


NIP. 150 318 610

Fahma Wijayanti, M.Si


NIP. 150 326 910

Pembimbing I,

Pembimbing II,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud.


NIP. 150 375 182

Zainal Arifin, Ph.D


NIP. 320 005 012

Mengetahui:
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi

Ketua Program Studi Biologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis.


NIP. 150 317 956

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud.


NIP. 150 375 182

PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURURAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2009

Alfian Dwi Prasetyo


104095003046

Dengan nama Alla


ah yang maha
m
penga
asih, lagi
i Maha penyayang.
Bacalah
h dengan menyebut
m
nama tuha
anmu yang menciptakan, dan
tuhan
nmulah yan
ng Maha pemurah.

Tel
lah nampak
k kerusakan di dar
rat dan di
i laut disebabkan
kare
ena perbua
atan manusia, supa
aya Allah merasakan kepada
mer
reka sebah
hagian dari (akiba
at) perbua
atan mereka, agar
mereka
a kembali (ke jalan yang be
enar). (Q
Q.S.ArRuum : 41)

Tia
ada suatu bencanapun yang menimpa
m
di
i bumi dan (tidak
pula) pada dir
rimu sendiri melai
inkan tela
ah tertulis dalam
kitab (la
auhul Mahfuzh) seb
belum Kami
i menciptakannya.
Sesun
ngguhnya yang
y
demikian itu adalah mu
udah bagi Allah.
(Q.S
S. Al-Hadid : 22)

Kupersem
mbahkan Un
ntuk Ayah dan Ummi
i Tercinta
a serta Kakak dan
A
Adikku
yan
ng selalu menyayan
ngi dan me
encintai penulis.

ABSTRAK
ALFIAN DWI PRASETYO. Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd)
dengan Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada
Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta.
Dibimbing oleh LILY SURAYYA EKA PUTRI dan ZAINAL ARIFIN.

Penelitian untuk mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman formalin,


rhodamin B dan metanil yellow yang dapat mempengaruhi kenaikan kandungan
logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) dan mengetahui
konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA yang dapat menurunkan
kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) telah
dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dari bulan Februari sampai
dengan April 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama
adalah konsentrasi beda pengawet yang terdiri atas tiga taraf yaitu: tanpa bahan
pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 % (p2). Faktor kedua
adalah waktu perendaman terdiri atas tiga taraf yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2)
dan 60 menit (t3). Pengamatan meliputi kandungan awal logam Hg, Pb dan Cd
pada tubuh kerang hijau maupun di perairan dan penurunan kandungan Hg, Pb
dan Cd setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis AAS
(Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan
awal logam Hg pada tubuh kerang hijau sebesar 0,005 ppm, rata-rata kandungan
awal logam Cd sebesar 0,6292 ppm dan rata-rata kandungan logam Pb sebesar
1,258 ppm. Kandungan logam Hg, Pb dan Cd tersebut masih di bawah baku mutu
menurut WHO dan Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 yaitu 0,5 ppm untuk
Hg, 1 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman pada konsentrasi Na2CaEDTA 0,5 % selama 60 menit
dapat menurunkan kadar Hg sebanyak 99,98 % dan konsentrasi Na2CaEDTA 1,0
% selama 60 menit menurunkan kadar Pb sebanyak 99,92 %. Berdasarkan analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara konsentrasi
Na2CaEDTA dengan waktu perendaman yang dapat menurunkan kadar Hg, Cd
dan Pb secara bersamaan pada tubuh kerang hijau.
Kata kunci : Logam Berat Hg, Cd dan Pb Formalin, Rhodamin B, Metanil
Yellow, Na2CaEDTA Konsentrasi dan Waktu Perendaman

ABSTRACT

ALFIAN DWI PRASETYO. Determination of Heavy Metals Contents (Hg, Pb and


Cd) with Preservative Addition and Different Soaking Time at Green Mussel
(Perna viridis L.) in Estuary Kamal Waters, Jakarta Bay. Advisor : LILY
SURAYYA EKA PUTRI and ZAINAL ARIFIN.

The research was conducted to find out the concentration of Formalin,


Rhodamin B and Metanil Yellow and soaking time to increase the content of Hg,
Pb and Cd in green mussel (Perna viridis L.) and to find out the concentration of
Na2CaEDTA and soaking time to decrease the content of Hg, Pb and Cd in green
mussel (Perna viridis L.). These research was carried out in Ecology and
Environment Laboratory Center Inwrought Laboratory State Islamic University
Syarif Hidayatullah of Jakarta, from February to April 2009. The experimental
design was 3 x 3 factorial Randomized Complete Block Design with three
replications. The first factor was different preservative concentration with three
levels i.e. without preservative (p0), concentration 0.5 % (p1) and concentration
1.0 % (p2). The second factor was soaking time with three levels i.e. 30 minutes
(t1), 45 minutes (t2) and 60 minutes (t3). The observation included the initial
content of Hg, Pb and Cd in green mussel and also in territorial water and
decreasing of Hg, Pb and Cd after treatments. Atomic Absorption
Spectophotometry (AAS) analysis indicated that the content of Hg in green
mussel was 0.005 ppm, the content of Cd was 0.6292 ppm and the content of Pb
was 1.258 ppm, lower than standard 0.5 ppm of Hg, 1 ppm of Cd and 2 ppm of Pb
recommended by WHO and Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989. The
result showed that concentration of Na2CaEDTA 0.5 % during 60 minutes
decreased 99.98 % of Hg and Na2CaEDTA 1.0 % during 60 minutes decreased
99.92 % of Pb. Based on analysis of variance showed that there is no interaction
between Na2CaEDTA concentration with soaking time in decreasing the content
of Hg, Cd and Pb together in green mussel.
Key words : Heavy Metal Hg, Pb and Pb Formalin, Rhodamin B, Metanil
Yellow, Na2CaEDTA Concentration and Soaking Time

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam.
Sembah sujud tiada terkatakan atas segala limpahan rahmat, karunia dan inayah-Nya
yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi ini. Lantunan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada idola umat Islam dan pembela kebenaran sejati, yaitu Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW. Adapun Skripsi ini berjudul : PENENTUAN KANDUNGAN
LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU
(Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu
(S-1) pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan penuh rasa kesadaran, penulis mengakui bahwa penulisan Skripsi ini
tidak akan terselesaikan tanpa uluran tangan ikhlas dari berbagai pihak yang tidak
dapat penulis membalas pengorbanan semuanya. Pada kesempatan inilah penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

ii

1. Kepada keluargaku tercinta yang selalu memberikan bantuan moril maupun


materiil dengan penuh keikhlasan hati, kedua orang tuaku (Alm. Ayahanda H.
Agus Salim & Ibunda Rusmini) serta saudara/i saya (Kakak Evadiah & Adik
Andi Subchan Jaya) atas dukungan dan doa dari kalian semua.
2. Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. sebagai Ketua Program Studi
Biologi selaku pembimbing I dan Bapak Zainal Arifin, Ph.D sebagai Kepala Bidang

Dinamika Laut Puslit Oseanografi LIPI selaku pembimbing II yang telah


memberikan bimbingan, meluangkan waktu, pikiran, kesabaran, saran dan kritik
untuk berdiskusi dengan penulis sehingga membantu dalam proses penyusunan
skripsi ini.

3. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
beserta jajarannya yang telah membantu penulis selama melaksanakan studi di
Fakultas Sains dan Teknologi.

4. Ketua Program Studi Biologi Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. yang
turut serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Nani Radiastuti, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan
saran dan solusi atas perkuliahan.

6. Untuk para pengajar terutama para dosen-dosen Program Studi Biologi MIPA
Fakultas Sains dan Teknologi yaitu Ibu Nani Radiastuti, M.Si; Ibu Megga
Ratnasari Pikoli, M.Si; Ibu Fahma Wijayanti, M.Si; Ibu Dasumiati, M.Si; Ibu
Priyanti, M.Si; Ibu Deni Zulfiana, M.Si, Ibu Narti Fitriana, M.Si; Ibu Reno Fitri,
M.Si; dan seluruh staf administrasi Fakultas Sains dan Teknologi.

iii

7. Ibu Nurhasni, M.Si dan Bapak Drs. Paskal Sukandar, M.Si selaku penguji seminar
proposal dan seminar hasil.

8. Ibu Nani Radiastuti, M.Si dan Ibu Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji sidang
munaqosah (skripsi).

9. Laboran Laboratorium Biologi (Mba Siti Nurdiana, Ka Syaiful Bahri, Mba Puji
Astuti dan Mba Farida Ahmad) yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

10. Untuk Ridho S.Si, Fachruroji, Achmad Junaidi S.Si, Rasyidawati S.Si, Teguh
Hadi Wibowo S.Si, Mutiara Ramasenjawati Dwi Gustini S.Si, Din Fitri
Rochmawati S.Si dan Choirul Basyar dari FST-UIN Program Studi Biologi
selaku teman yang selama ini telah bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
sampling air laut dan kerang hijau di Teluk Jakarta.
11. Untuk Akhmad Taufiq Maulana, Aminullah, Eko Prasetyo S.Si, Fahmi Rizaldi,
Nasrulloh, Susfa Atmarwa Yahya, Arkanza Dewi Ranni S.Si, Cut Dhien Keumala
Meutia S.Si, Fitri Maimunah S.Si, Fitriyah S.Si, Khayu Wahyunita S.Si, Khoirul
Bariyah, Mawarsih, Miniarti, Neni Nuraeni S.Si, Novi Prasetyowati S.Si, Ofi
Ihsan Karya Arofi S.Si, Sarah Marselia S.Si, Sofiah Rohmat, Suci Kartika Wati
S.Si, Suryani Eva S.Si dan Zulfana S.Si dari FST-UIN Program Studi Biologi
selaku teman-teman Biologi Angkatan 2004 yang telah begitu banyak
memberikan inspirasi baik secara langsung ataupun tidak langsung, terima kasih
banyak atas persahabatan abadi dan suka dukanya yang tak ternilai selama kita
menjalani perkuliahan.

iv

12. Kepada sponsorship foto copy Ridho & Office Boy (Mas Purwanto
Darsono) terima kasih atas perbanyakan copyright skripsi saya menjadi
beberapa eksemplar.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk ke arah perbaikan. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca semua. Semoga Allah SWT selalu
membimbing kita bersama dalam mendalami ilmu-ilmunya.

Jakarta, Juni 2009

Alfian Dwi Prasetyo

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI .....................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

ix

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1.2. Perumusan Masalah .....................................................................
1.3. Hipotesis .......................................................................................
1.4. Tujuan Penelitian .........................................................................
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................
1.6. Kerangka Berpikir ........................................................................

1
4
4
4
5
6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pencemaran Laut ..........................................................................
2.2. Logam Berat .................................................................................
2.2.1. Pencemaran Logam Berat ..................................................
2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat .....................................
2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat ...................
2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.) ..................................................
2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow ................................
2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid) ...............................
2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat ............................
2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta ........................................

7
8
9
10
12
14
18
21
23
25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................
3.2. Peta Lokasi Sampling ...................................................................
3.3. Bahan dan Alat .............................................................................
3.4. Cara Kerja ....................................................................................

27
27
28
29

vi

3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut ...........................................


3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.) ......
3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut ...............
3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau .......
3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Biota Laut ..........
3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat .......................................
3.4. Analisis Data .................................................................................

29
30
31
32
34
35
35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia) ..................................
4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut ...........
4.3. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pra Perlakuan ........
4.4. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pasca Perlakuan ....
4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat dengan Na2CaEDTA .........
4.6. Faktor Konsentrasi .......................................................................
4.7. Hubungan Parameter dengan Kandungan Logam Kerang ...........

37
42
44
47
55
58
62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ..................................................................................
5.2. Saran ............................................................................................

66
66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

67

LAMPIRAN ......................................................................................................

75

vii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses Transport Logam Berat di Perairan ......................................

11

Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.) ......................................................

16

Gambar 3. Struktur EDTA dalam Mengikat Ion Logam .................................

23

Gambar 4. Peta Lokasi Sampling ......................................................................

27

Gambar 5. Suhu Perairan Muara Kamal ..........................................................

38

Gambar 6. Kekeruhan Perairan Muara Kamal .................................................

39

Gambar 7. pH Perairan Muara Kamal ..............................................................

40

Gambar 8. Salinitas Perairan Muara Kamal .....................................................

41

Gambar 9. Kandungan Logam Berat Air Laut .................................................

43

Gambar 10. Kandungan Awal Logam Berat Kerang Hijau .............................

45

Gambar 11. Kandungan Logam Hg Pasca Perlakuan ......................................

48

Gambar 12. Kandungan Logam Pb Pasca Perlakuan .......................................

50

Gambar 13. Kandungan Logam Cd Pasca Perlakuan ......................................

52

Gambar 14. Persentase Penurunan Kadar Logam Kerang Hijau .....................

56

Gambar 15. Faktor Konsentrasi Logam Hg pada Kerang Hijau ......................

59

Gambar 16. Faktor Konsentrasi Logam Pb pada Kerang Hijau.........................

60

Gambar 17. Faktor Konsentrasi Logam Cd pada Kerang Hijau ........................

61

viii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer ..................................................................

Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati ..........................

31

Tabel 3. Hasil Analisis PCA untuk Logam Hg .................................................

62

Tabel 4. Hasil Analisis PCA untuk Logam Pb ..................................................

62

Tabel 5. Hasil Analisis PCA untuk Logam Cd .................................................

63

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari April 2009 .......

75

Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Feb Apr 2009 ....

76

Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd Kerang Hijau................

76

Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda .....

77

Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ......

77

Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ......

77

Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau ...............

78

Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO3 Pekat.......................

79

Lampiran 9. Perlakuan Basah & Kering Sampel Kerang Hijau .......................

80

Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau .......................................

81

Lampiran 11. Peralatan Kegiatan Sampling & Analisis Logam .......................

82

Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik Untuk Perikanan ......................

83

Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah ........................................

84

Lampiran 14. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut .......................................

85

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kerang hijau (Perna viridis L.) merupakan salah satu komoditi perikanan
yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat
pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang
besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 7 bulan. Hasil panen kerang hijau per
hektar per tahun dapat mencapai 200 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 100
ton daging kerang (Porsepwandi, 1998). Oleh karena kerang hijau bersifat filter
feeder non selective dan sessile (menetap) maka kandungan logam berat relatif
cukup tinggi ditemukan dalam tubuhnya karena adanya akumulasi logam berat
tersebut. Kerang genus Perna ini sering disebut highly specialized filter feeder dan
digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena biota ini bersifat
menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dapat
mengakumulasi logam berat dengan faktor konsentrasi sebesar 105 (Hartanti,
1998). Akumulasi logam berat seperti merkuri (Hg) dan timbal (Pb) sering terjadi
pada kerang mentah dan menyebabkan keracunan bagi masyarakat yang
mengkonsumsinya karena toksisitasnya tinggi (Hutagalung, 1991; Connell dan
Miller, 1995).
Besarnya kandungan logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh
hewan air yang masih layak dikonsumsi manusia ditentukan oleh suatu standar.
Berdasarkan Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 dan FAO/WHO (1976)

kadar Hg maksimum pada biota laut yang boleh dikonsumsi sebesar 0,5 ppm dan
kadar Pb sebesar 2 ppm. Menurut Inswiasri dkk. (1997), rata-rata kadar Hg dan Pb
di perairan Teluk Jakarta masing-masing adalah 0,004 ppm dan berkisar antara
0,00 1,57 ppm. Kadar logam berat tersebut akan terakumulasi apabila limbah
buangan industri di sekitar perairan Teluk Jakarta meningkat terutama oleh pabrik
penghasil peralatan listrik, pabrik baterai dan industri penghasil tinta (Darmono,
1995).
Pengawetan ikan dan bahan laut sejenis lainnya dilakukan dengan
menggunakan garam yang dicampur dengan es batu. Tanpa pengawet, kerang
sudah tercemar logam berat karena cemaran industri sudah masuk ke biota laut di
pelabuhan. BPOM baru-baru ini menemukan beragam jenis makanan yang biasa
dikonsumsi masyarakat sehari-hari mengandung zat kimia (formalin) untuk
membuat awet makanan. Produk makanan itu antara lain kerang, tahu, ikan asin,
daging, dan makanan olahan. Bahkan, BPOM menemukan kandungan cat tembok
yang mengandung tras, pewarna kimiawi, semen, dan perekat semen pada
makanan tersebut. Saat es lebih mahal, formalin menjadi pengawet ikan.
kerang hijau dan ikan laut dilumuri cat merah agar harga jual lebih tinggi. Hasil
tangkapan laut yang umumnya telah mati (ikan, cumi, kerang, udang) dimasukkan
ke dalam air tawar yang telah dicampur dengan formalin, yang dapat bertahan 2
hari dibandingkan dengan menggunakan es yang hanya sampai 3 jam. Setelah di
darat, seafood tersebut diolah lebih lanjut yaitu dicuci dengan H2O2 (asam
peroksida) yang merupakan bahan dasar pembersih lantai. Setelah itu masuk ke
pencucian kedua yaitu dengan sabun colek (B29) dan disikat. Hasilnya, seafood

tersebut akan terlihat lebih fresh, mengkilap, bersih sekali. Barulah seafood
tersebut seperti yang terlihat di pasar ikan muara karang di dalam peti es
(Kompas, 2004).
Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut dalam pendugaan kandungan
logam berat pada kerang hijau dengan tiga jenis logam berat yang berbeda yaitu
Hg, Pb dan Cd sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dan
melengkapi hasil penelitian-penelitian terdahulu. Namun penelitian baru relatif
belum didapatkan padahal logam berat diakumulasi dalam tubuh makhluk hidup
sehingga diperlukan informasi terbaru mengenai logam berat dalam tubuh kerang
hijau dengan perlakuan bahan pengawet yaitu menambahkan formalin dan zat
pewarna tembok oleh para penjual kerang hijau di pasar ikan Muara Angke.
Pada penelitian ini, untuk mendukung data akumulasi logam berat pada
kerang hijau dibutuhkan beberapa data penunjang. Data tersebut adalah data
konsentrasi logam berat pada contoh air laut, salinitas, pH, suhu, kecerahan dan
Total Suspended Solid (TSS) dari perairan sekitar lokasi pengambilan contoh
kerang hijau tersebut. Sedangkan untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada
tubuh kerang hijau tersebut dapat digunakan peralatan Spektrofotometri Serapan
Atom (AAS).
Pada penelitian yang dilakukan ini, lokasi yang dipilih adalah Perairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dari lokasi ini diharapkan dapat menggambarkan
konsentrasi logam berat yang terdapat pada contoh kerang hijau yang hidup di
perairan Teluk Jakarta. Lokasi ini juga merupakan badan air yang menerima

buangan limbah dari Jakarta dan sekitarnya yang pada umumnya mengandung
logam berat.

1.2. Perumusan Masalah


Bagaimana pengaruh penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B,
metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman
yang berbeda terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam tubuh
kerang hijau ?

1.3. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penambahan bahan
pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan
konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau.

1.4. Tujuan Penelitian


Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan
konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda terhadap kandungan logam berat
(Hg, Pb dan Cd) pada kerang hijau di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta.

1.5. Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Dijadikan sebagai bahan standarisasi metode atau tren positif dalam
sistem pengendalian dan pemantauan kadar logam berat pada hasil laut
yang dikonsumsi khususnya kerang hijau.
2. Dijadikan sebagai baku mutu pengendalian keamanan pangan (food
safety) terhadap konsumen makanan laut (seafood).

1.6. Kerangka Berpikir

Aktivitas Manusia

Rumah Tangga

Industri

Pertanian / Pertambakan

Limbah / Zat Pencemar

Perairan

Udara

Tanah

Kontaminasi Logam Berat


Kualitas Air (Peningkatan Kadar Logam Hg, Pb dan Cd)
Penambahan Zat Pengawet
Biota Air (Kerang Hijau)
Terakumulasi
Solusi ???

Pengendalian & Pemantauan Kadar


Logam Berat pada Hasil Laut yang
Dikonsumsi

Penggunaan Na2CaEDTA pada


Konsentrasi & Waktu Perendaman
Tertentu

Keamanan Pangan (Food Safety) dan Konsumen

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Laut


Pencemaran laut didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang
membahayakan) bagi kehidupan biota, sumber daya, kenyamanan ekosistem laut,
serta kesehatan manusia, dan nilai guna ekosistem laut, baik disebabkan secara
langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke
dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Menurut definisi
lain, Pencemaran laut adalah perubahan kondisi laut yang tidak menguntungkan
yang disebabkan oleh adanya benda-benda asing sebagai akibat perbuatan
manusia (Soegiarto, 1976).
Sebagian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari
kegiatan manusia di daratan. Pada umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari
berbagai kegiatan industri, pertanian dan rumah tangga. Sumber pencemaran
dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu : (1) industri, (2) limbah cair
permukaan (sewage), (3) limbah cair perkotaan (stormwater), (4) pertambangan,
(5) pelayaran (shipping), (6) pertanian, dan (7) perikanan budidaya. Sedangkan
jenis-jenis bahan pencemar utamanya terdiri dari sedimen, unsur hara, logam
beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, dan
oxygen depleting substance (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut
dalam air berkurang) (Dahuri, 2003).

2.2. Logam Berat


Definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu
atau lebih elektron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik
penting, yaitu: reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik
tinggi, konduktivitas termal tinggi, mempunyai kekuatan dan kelenturan. Logam
dikelompokkan menjadi:
1. Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat
jenis >5 dan yang ringan < 5.
2. Logam esensial bagi kehidupan dan yang tidak esensial.
3. Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan yang bukan trace
mineral. Bila konsentrasi logam di kerak bumi 1000 ppm, maka logam
tersebut bukan trace mineral. Atas definisi ini semua logam akan
tergolong trace mineral, kecuali oksigen, hidrogen, silikon, aluminium,
titanium, magnesium, natrium, kalium, kalsium, besi, fosfor dan mangan.
Dari 80 elemen yang tergolong logam hanya atau baru 50 saja yang berarti secara
ekonomis dan industrial (Duffus, 1980).
Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer
Logam
Air Tawar (g/l)
Air Laut (g/l)
Hg
0,001 3,5
0,03 2,7
Pb
0,02 27
0,13 13
Cr
0,1 6
0,2 50
As
0,001 3,5
0,03 2,7
Cd
0,01 3
0,01 4
Ni
0,03 10
4 10
Sumber : Bowen, 1979 dalam Alloway dan Ayres, 1993

2.2.1. Pencemaran Logam Berat


Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
air dan udara adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air atau udara dan atau berubahnya tatanan
(komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau
udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang ke
lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupun
biotik (Quano, 1993). Berdasarkan sumber, pencemaran dapat dibagi menjadi dua
kelompok (Soegiharto, 1976), yakni:
a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung
maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air
ballast dari kapal tanker.
b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya
bermuara ke laut.
Berdasarkan sifatnya, pollutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai
(biodegradable) dan zat yang sukar terurai (non biodegradable). Contoh zat yang
mudah terurai adalah sampah organik sedangkan contoh zat yang sukar terurai
adalah minyak dan logam berat (Odum, 1971).
Menurut UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996, istilah keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

10

kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan

dan

membahayakan

kesehatan

manusia.

Pencemaran

dapat

digolongkan berdasarkan bentuk bahan pencemarannya pada makanan, yaitu :


1. Cemaran biologis (bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa).
2. Cemaran kimia (logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan
racun).
3. Cemaran fisik (pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat dan
sebagainya).

2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat


Logam berat masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, angin,
proses hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik. Jalur-jalur
tersebut akan berinteraksi membentuk suatu pola yang disebut dengan siklus
biogeokimia logam berat (Romimohtarto, 1991).
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks
dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam berat yang tidak terlarut
merupakan partikel yang berbentuk koloid dan kelompok senyawa logam yang
terabsorpsi pada partikel-partikel tersuspensi (Razak, 1980).

11

Zat Pencemar

Diencerkan & Disebarkan

Masuk Ke Ekosistem Laut

Arus Laut

Adukan Turbulensi

Dibawa Oleh

Arus Laut

Biota Yang Bergerak

Dipekatkan Oleh
Proses Biologis

Absorpsi Oleh Ikan

Absorpsi Oleh

Proses Fisika & Kimia

Absorpsi Oleh Rumput Laut


& Tumbuhan Laut Lainnya

Plankton Nabati
Absorpsi

Avertebrata

Plankton Hewani

Pengendapan

Mengendap di Dasar

Kerang-Kerangan,
Ikan & Manusia
Gambar 1. Perjalanan Logam Berat dari Kolom Air Menuju Dasar Perairan
(Sumber: Romimohtarto, 1991)

Pertukaran Ion

12

2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat


Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari
5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4
sampai 7 (Miettinen, 1977). Afinitas yang tinggi terhadap unsur S mendorong
terjadinya ikatan logam berat dengan S pada setiap kesempatan. Sebagian logam
berat merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam-logam ini bereaksi dengan
unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim menjadi tidak mobile. Gugus
karboksilat (-COOH) dan amino (-NH2) dalam asam amino juga bereaksi dengan
logam berat. Kadmium, tembaga, dan merkuri diikat dalam membran yang
menghambat proses transport melalui dinding sel. Logam berat juga
mengendapkan senyawa fosfat

biologis atau

dapat

juga

mengkatalisis

penguraiannya (Manahan, 1994).


Beberapa ini dijelaskan rincian sifat-sifat beberapa logam berat :
a) Merkuri atau Air Raksa (Hg)
Logam merkuri bernomor atom 80, berat atom 200,59, titik didih 356,9 C,
dan massa jenis 13,6 gr/ml (Reilly, 1991). Merkuri dalam perairan dapat berasal
dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan
peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan
pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan
pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil. Merkuri
yang paling toksik adalah bentuk alkil merkuri yaitu metil dan etil merkuri yang
paling banyak digunakan untuk mencegah timbulnya jamur alkil merkuri

13

terakumulasi dalam hati dan ginjal yang dikeluarkan melalui cairan empedu
(Suryadiputra, 1995).
b) Timbal (Pb)
Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna cokelat
dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 C, titik didih 1725 C
dan berat jenis 11,4 gr/ml. Logam ini mudah dimurnikan sehingga banyak
digunakan oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri
dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS)
(Reilly, 1991).
Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan
keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa
terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai
dengan diare. Sedangkan gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia,
sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).
Fardiaz (1992) menambahkan bahwa daya racun dari logam ini disebabkan terjadi
penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion Pb2+. Penghambatan tersebut
menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin darah. Hal ini disebabkan
adanya bentuk ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara ion-ion Pb2+ dengan
gugus sulfur di dalam asam-asam amino. Untuk menjaga keamanan dari
keracunan logam ini, batas maksimum timbal dalam makanan laut yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 ppm. Pada
organisme air kadar maksimum Pb yang aman dalam air adalah sebesar 50 ppb
(EPA, 1973).

14

c) Kadmium (Cd)
Kadmium adalah salah satu unsur logam berat yang bersama-sama dengan
unsur Zn dan Hg termasuk pada golongan II B daftar berkala. Kadmium jarang
sekali ditemukan di alam dalam bentuk bebas. Keberadaannya di alam dalam
berbagai jenis batuan, tanah, dalam batubara dan minyak. Kadmium dapat terikat
pada protein dan molekul organik lainnya dan membentuk garam dengan asamasam organik. Dalam bentuk mineral, Cd berada dalam batuan greenochite (CdS)
yang berasosiasi dengan batuan ZnS. Pada ekstraksi pertambangan, Cd sebagai
hasil samping dari tambang seng (kandungan Cd sebesar lebih kurang 3 kg dalam
1 ton Zn). Pelapisan Cd pada suatu logam mengakibatkan logam menjadi
antikorosi bila digunakan dalam air laut, air alkalis dan di lingkungan tropis
(Fergusson, 1991).
Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd, maka ada suatu ketentuan yang disarankan
oleh Food Agricultural Organization World Health Organization, yaitu 0,3 mg
per orang/minggu untuk Hg total dan tidak lebih dari 0,2 mg Hg jika dalam
bentuk metil merkuri, 0,4 0,5 mg per orang/minggu untuk Cd, serta 3 mg Pb
total per orang/minggu (Saeni, 1989).

2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.)


Kerang hijau (Perna viridis L.) di Indonesia mempunyai nama yang
berbeda-beda di setiap daerah, seperti Kijing atau Srindit (Jakarta), Kedaung
(Banten) Kapal-kapalan (Riau), Kemudi Kapal (Sumatera) dan di restoran-

15

restoran Cina dikenal dengan nama Kaung-kaung. Di Malaysia dikenal dengan


sebutan Siput Kudu, Chay Luan atau Tham Chay (Singapura), Ta Hong (Filipina)
dan Hoi Mong Pong (Thailand) (Kastoro, 1988).
Kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) atau Green Mussels
merupakan spesies spesifik Benua Asia. Spesies ini tersebar luas di sepanjang
wilayah Indo-Pasifik, meluas ke bagian utara hingga Hongkong mulai dari
perairan di Propinsi Guang Dong dan Fujian, China, Selatan Jepang, Thailand,
Filipina, Indonesia hingga perairan Papua Nugini (Vakily, 1989).
Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral
(wilayah pasang surut) dan sublitoral yang dangkal. Kerang hijau dapat hidup
dengan subur pada perairan teluk, estuaria, perairan sekitar area mangrove dan
muara, dengan kondisi lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur
pasir, dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak
terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Kerang hijau merupakan kerang yang
memiliki ukuran tubuh cukup panjang. Ukuran tubuhnya bisa mencapai 80 100
mm, bahkan terkadang dapat berukuran panjang hingga 165 mm (Linnaeus,
1758).
Persyaratan yang baik menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1985) untuk
kehidupan kerang hijau adalah perairan bersubstrat lumpur dengan metode bagan
rakit tancap, kedalaman 3 10 m, kecepatan arus 25 cm/detik, salinitas 27 35
dan suhu 26 32 C. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska
bivalvia ini digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan
diperoleh dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati, maka

16

disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik diambil
dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder
(Setyobudiandi, 2000). Kelas bivalvia ini telah digunakan oleh ahli ekologi dalam
menganalisis pencemaran air, karena sifatnya yang menetap dan cara makannya
yang pada umumnya bersifat filter feeder sehingga mempunyai kemampuan
mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti bakteri dan logam berat (Roberts,
1976).
Menurut

Linnaeus

(1758),

taksonomi

dari

kerang

diklasifikasikan secara sistematika menjadi :


Filum

: Mollusca

Infra Kelas

: Pelecypoda

Kelas

: Bivalvae (Bivalvia)

Sub Kelas

: Lamellibranchia (Pteriomorphia)

Ordo

: Mytiloida (Anisomyria)

Sub Ordo

: Filibranchia

Super Famili : Mytiloidea (Mytilacea)


Famili

: Mytilidae (Pernadae)

Genus

: Perna

Spesies

: Perna viridis Linnaeus, 1758

Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.)

hijau

dapat

17

Menurut Roberts (1976) kelas bivalvia telah digunakan oleh ahli ekologi
dalam menganalisis pencemaran air. Hal ini karena sifatnya yang menetap dan
cara makan pada umumnya filter feeder, sehingga mempunyai kemampuan
mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti logam berat. Dilihat dari sumber
energi, kandungan protein kerang hijau 21,9 %, lemak 14,5 %, dan karbohidrat
18,5 %, itu setara dengan kandungan gizi daging sapi dan telur ayam.
Secara morfologi anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang
tipis. Kedua cangkang tersebut simetris dan umbonya melengkung ke depan.
Persendiannya halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil (Abbott, 1974).
Genus Perna L. berbentuk pipih, cangkang padat dan mempunyai umbo pada tepi
vertikal. Tipe alur cangkang konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan terkadang di
bagian tepi berwarna kebiruan. Kedua cangkang berukuran sama meskipun satu
cangkang sedikit lebih cembung daripada yang lainnya (Dance, 1977).
Kerang hijau umumnya hidup di laut tropis seperti Indonesia terutama di
perairan pantai, perairan teluk, estuaria, mangrove dan muara-muara sungai
dengan kondisi perairannya lumpur berpasir dengan cahaya pergerakan yang
cukup serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Mereka
umumnya hidup menempel secara bergerombol pada dasar atau substrat keras
seperti kayu, bambu, batu, tanggul-tanggul pelabuhan, karang dan lumpur keras
dengan bantuan byssus atau serabut penempel (Kastoro, 1988).
Kerang hijau adalah organisme sessil yang hidup bergantung pada
ketersediaan zooplankton kecil, fitoplankton serta material yang kaya akan
kandungan organik (Nimpis, 2002). Kerang hijau merupakan salah satu jenis

18

kerang, termasuk golongan binatang lunak (Mollusca), bercangkang dua


(Bivalvae), mempunyai insang berlapis-lapis (Lamellibranchia), berkaki kapak
(Pelecypoda) dan hidup di laut. Di Indonesia, daerah penyebaran kerang hijau
belum ditemukan secara pasti, namun karakteristik perairan yang sesuai untuk
pembudidayaannya adalah pada suhu 27 37C, salinitas 27 34 , pH 6 8,
kecerahan 3.5 4.0 m, arus dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya hidup di
kedalaman 3 10 m di daerah estuaria serta kandungan oksigen terlarut 6 mg/L
(Ismail, 1999).

2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow


Formalin adalah larutan 37 % formaldehida dalam air yang biasanya
mengandung 10 15 % metanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin
berfungsi sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri kapang, terutama untuk
pensterilan peralatan dokter atau proses pengawetan mayat atau spesimen biologi
lainnya. Formalin merupakan zat pengawet berbentuk cair yang paling sering
digunakan oleh produsen makanan yang tak bertanggung jawab. Formalin banyak
digunakan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian; sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran, serta sebagai
pembasmi lalat dan serangga lainnya. Formaldehida biasa digunakan oleh industri
plastik, busa, dan resin untuk kertas, karpet, tekstil, cat, dan furnitur (WHO,
1984).
Larutan formaldehid sebenarnya berfungsi sebagai desinfektan. Zat ini
sangat iritatif, bisa menimbulkan luka bakar bahkan mematikan. Formalin sangat

19

mudah diserap melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin


dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti potensi
menimbulkan kanker, kerusakan hati, gangguan ginjal dan sistem reproduksi. Zat
ini juga banyak ditemukan pada ikan, ikan asin, daging, daging ayam, boraks.
Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda gambar tengkorak
pada dasar kotak berwarna jingga (WHO, 1984).
Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri
tekstil dan zat kimia berbahaya ini tidak boleh dicampurkan ke dalam makanan.
Ciri fisik rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal, berwarna
hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau; sangat mudah larut dalam air, alkohol,
HCl, NaOH dan dalam larutan berwarna merah terang berfluoresens. Rhodamin B
memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000.
Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di
berbagai Negara. Makanan yang ditemukan mengandung rhodamin B diantaranya
kerupuk (58%), terasi (51%) dan makanan ringan (42%). Zat ini juga banyak
ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan
cendol. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri
makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga
konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya sudah sejak lama pula
terjadi penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk
digunakan sebagai zat aditif. Contoh yang sering ditemui di lapangan dan
diberitakan di beberapa media massa adalah penggunaan bahan pewarna

20

Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri kertas dan
tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan (WHO, 1984).
Di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb,
Bi, Co, Au, Mg dan Th. Bahan ini bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan
pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengkonsumsi makanan yang
mengandung rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga
makin lama jumlahnya terus bertambah. Dampaknya baru akan kelihatan setelah
puluhan tahun kemudian. Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamine B,
yaitu : (1) Acid Bruliant Pink B, (2) ADC Rhodamine B, (3) Aizen Rhodamine
BH, (4) Aizen Rhodamine BHC, (5) Akiriku Rhodamine B, (6) Briliant Pink B,
(7) Calcozine Rhodamine BL, (8) Calcozine Rhodamine BX, (9) Calcozine
Rhodamine BXP, (10) Cerise Toner, (11) 9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)3H-xantin-3-ylidene dietil ammonium klorida, (12) Cerise Toner X127, (13)
Certiqual Rhodamine, (14) Cogilor Red 321.10, (15) Cosmetic Briliant Pink
Bluish D conc, (16) Edicol Supra Rose B, (17) Elcozine rhodamine B, (18)
Geranium Lake N, (19) Hexacol Rhodamine B Extra, (20) Rheonine B, (21)
Symulex Magenta, (22) Takaoka Rhodmine B dan (23) Tetraetilrhodamine
(WHO, 1984).
Metanil yellow adalah zat pewarna kimia sintesis yang mengandung logam
berat berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, mudah larut dalam air, agak
larut dalam aseton. Metanil yellow umumnya digunakan sebagai indikator reaksi
netralisasi asam-basa, pewarna untuk produk kertas, cat kayu, cat lukis dan tekstil
(pakaian). Metanil yellow adalah senyawa kimia azo aromatik amina yang dapat

21

menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran


pencernaan atau jaringan kulit. Berdasarkan kriteria WHO, metanil yellow
memiliki tingkat keracunan tingkat III. Zat ini juga banyak ditemukan pada
gorengan, manisan mangga, tahu kuning, sirup limun, saus, kue basah, es cendol,
es kelapa, es mambo, pewarna Ponceau 3R, Ponceau SX dan Amarath (WHO,
1984).

2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid)


Sifat toksik logam Hg dan Pb dikarenakan logam tersebut sangat efektif
berikatan dengan gugus sulfuhidril (SH) yang terdapat dalam sistem enzim sel
membentuk ikatan metaloenzim dan metaloprotein sehingga aktivitas enzim untuk
proses kehidupan sel tidak dapat berlangsung (Connel dan Miller, 1995).
Toksisitas dan sifat letal logam berat Hg, Pb dan Cd pada tubuh biota air dapat
dihilangkan dengan penambahan Etilene Diamine Tetra-acetate Acid (EDTA)
(Hutagalung, 1991; Palar, 1994). Hal ini dikarenakan senyawa EDTA mampu
mengikat dan menarik ion logam berat tersebut keluar dari jaringan tubuh (Linder,
1992). Terjadinya reaksi antara zat pengikat logam (EDTA) dengan ion logam
menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan mengakibatkan logam berat
tersebut kehilangan sebagian besar toksisitasnya (Irwansyah, 1995). Sifat dan
pengaruh negatif logam berat akan hilang dengan adanya zat pengikat logam
karena zat pengikat tersebut akan membentuk ikatan kompleks dengan logam.
EDTA dapat membentuk ikatan kompleks dan menghalangi kerja enzim untuk

22

berikatan dengan ion logam (Lehninger, 1982). Umumnya EDTA digunakan


untuk mengobati keracunan oleh logam berat Hg dan Pb (Palar, 1994).
Garam-garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA
sebagai pengental pada mentega dan saus, bumbu masak pada kuah untuk sayuran
atau sebagai pengawet untuk mencegah pembusukan yang disebabkan logam
berat pada produk ikan dan kerang-kerangan sehingga dapat bertahan dalam
beberapa hari (Furia, 1972). Penggunaan Na2CaEDTA sebagai zat pengikat logam
pada filet ikan yang mengandung 0,5 5 ppm logam berat dapat menghilangkan
sifat toksisitasnya dengan cara melakukan perendaman pada konsentrasi 0,8 1,5
% selama 30 60 menit. Waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap
penurunan logam berat, semakin lama waktu yang digunakan maka logam berat
yang tereduksi semakin banyak (Hartanti, 1998). Dengan demikian diperlukan
penelitian mengenai konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA pada kerang
hijau (Perna viridis L.) dalam upaya menurunkan kadar Hg dan Pb yang
terkandung dalam tubuhnya.
Kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat logam berat disebabkan
Na2CaEDTA tersebut mampu membentuk ikatan kompleks dengan ion logam
yang terdapat dalam tubuh kerang. Molekul EDTA mampu mengikat ion logam
dengan pembentukan 6 ikatan yaitu 2 untuk atom nitrogen pada gugus amino dan
4 untuk atom oksigen pada gugus karboksil (Winarno, 1995 ; Furia, 1972).
Struktur EDTA dalam mengikat ion logam Hg dan Pb disajikan pada Gambar 3.

23

Gambar 3. Struktur EDTA dalam mengikat ion logam (Furia, 1972)


Furia (1972) menyatakan bahwa penggunaan Na2CaEDTA pada
konsentrasi 0,8 1,5 % dapat memperpanjang daya simpan filet ikan selama 12
14 hari, namun demikian dosis garam EDTA sebagai bahan pengawet makanan
tidak boleh berlebihan karena akan membahayakan kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya. FAO (1976) menentukan standar penggunaan Na2CaEDTA
untuk pengalengan kerang maksimum 340 ppm. Menurut WHO (1972),
penggunaan Na2CaEDTA untuk perendaman filet ikan dengan konsentrasi 0,8
1,5 % selama 30 60 menit, diperoleh residu pada filet sebanyak 0,02 0,03 %
atau 200 300 ppm.

2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat


Logam berat (Hg, Cd dan Pb) dalam air kebanyakan berbentuk ion dan
logam tersebut diserap oleh kerang secara langsung melalui air yang melewati
membran insang atau melalui makanan. Selain melalui insang, logam berat juga

24

masuk melalui kulit (kutikula) dan lapisan mukosa yang selanjutnya diangkut
darah dan dapat tertimbun dalam jantung dan ginjal kerang (Noviana, 1994; Laws,
1981). Menurut Hutagalung (1991), kemampuan biota laut (ikan, udang dan
moluska) dalam mengakumulasi logam berat di perairan tergantung pada jenis
logam berat, jenis biota, lama pemaparan serta kondisi lingkungan seperti pH,
suhu dan salinitas. Semakin besar ukuran biota air, maka akumulasi logam berat
semakin meningkat. Toksisitas logam berat dalam kerang yang ditimbulkan akibat
akumulasi dalam jaringan tubuh mengakibatkan keracunan dan kematian bagi
biota air yang mengkonsumsinya (Sukiyanti, 1987). Sifat toksik logam Hg dalam
bentuk senyawa HgCl2 dengan konsentrasi 0,027 ppm menyebabkan kematian
pada larva bivalvia (moluska) dan konsentrasi Pb sekitar 2,75 ppm mulai bersifat
letal bagi biota perairan seperti krustasea (Mulyaningsih, 1998).
Urutan toksisitas logam berat dari yang tertinggi sampai terendah adalah
Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Zn2+. Metil merkuri merupakan
senyawa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, seperti
terjadinya kasus Minamata di Jepang akibat keracunan memakan kerang dan ikan
yang dagingnya mengandung metil merkuri sehingga mengakibatkan kelainan
susunan saraf pusat, yang dikenal dengan Minamata Disease. Keracunan yang
diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen yang
menyebabkan toksisitas akut dan kronis (Sukiyanti, 1987; Palar, 1994). Batas
maksimum kandungan logam Hg dalam tubuh biota air yang masih cukup aman
untuk dikonsumsi menurut FAO/WHO (1976) sebesar 0,5 ppm dan tidak boleh
melebihi 0,2 mg per 70 kg berat badan per minggu sebagai metil merkuri.

25

Sebaliknya batas maksimum untuk kadar logam Pb dalam tubuh biota air yang
aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 g per 70 kg berat badan per
minggu (WHO, 1989).

2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta


Secara geografis Teluk Jakarta terletak pada koordinat 055440LS
060040LS dan 1064045BT 1070119BT (Kantor Kependudukan dan
Lingkungan Hidup, 1989). Teluk ini berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah
Barat dan Tanjung Karawang di sebelah Timur, serta mempunyai rentangan
pantai sepanjang kurang lebih 40 km dan luas kira-kira 490 km2 (Sutjahjo, Riani
dan Mulyawan, 2004). Bagian yang jauh menjorok ke dalam, berjarak kurang
lebih 18 km dari garis yang menghubungkan kedua ujung teluk. Teluk ini juga
merupakan muara dari beberapa sungai yaitu Sungai Angke, Sungai Ciliwung,
Sungai Sunter, Sungai Bekasi dan cabang Sungai Citarum. Umumnya daerah
tangkapan hujan dari sungai ini sudah banyak dipengaruhi oleh aktivitas
penduduk dan industri (Parjaman, 1977).
Teluk Jakarta tergolong perairan semi tertutup (semi enclosed bay),
dicirikan oleh sirkulasi massa air yang berhubungan bebas terbatas dengan laut
lepas (Laut Jawa), karena adanya penyebaran pulau-pulau di Kepulauan Seribu.
Perairan semi tertutup merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut, yang
ditandai oleh adanya perubahan sifat ekologi. Tingkat perubahan parameter
ekologi pada perairan semi tertutup sangat dipengaruhi oleh tingkat keterbukaan
perairan dengan laut (Parjaman, 1977).

26

Secara umum, limbah yang masuk ke Teluk Jakarta sebagian besar berasal
dari kegiatan industri pengolahan, industri pertanian (agroindustri), dan sumber
domestik. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan KPPL tahun 1997, sumber
limbah terbesar berasal dari aktivitas pengolahan (97,82% atau 1.632.896,47 ribu
m3/tahun), limbah domestik (2,17% atau 36.229,90 ribu m3/tahun) dan limbah
kegiatan agroindustri sebesar 0,01% atau 232,25m3/tahun (Sutjahjo et al., 2004).

27

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan April
2009. Kegiatan penelitian meliputi pengamatan di lapangan yaitu pengambilan
sampel air dan kerang hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal Teluk
Jakarta, sedangkan kegiatan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ekologi &
Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

3.2. Peta Lokasi Sampling


Lokasi sampling penelitian ini terdiri dari tiga titik sampling yang masingmasing titik berjarak 1 km dengan titik lainnya dari muara menuju ke tengah laut.
Pada tiap titik sampling diambil tiga kali ulangan pada sampel air laut dan kerang
hijau yang akan dianalisis kandungan logam beratnya.

Gambar 4. Peta Lokasi Sampling


Keterangan :
St 1 = Titik I (berada paling dekat dengan Muara Kamal, berjarak 1 km)
St 2 = Titik II (berada diantara titik I dan III, berjarak 2 km dari muara)
St 3 = Titik III (berada paling dekat dengan Pulau Bidadari, jarak 3 km)

28

3.3. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biota air berupa
kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) yang diambil dari setiap stasiun
pengamatan dan sampel air laut (air permukaan). Bahan yang dibutuhkan pada
penelitian ini keseluruhannya menggunakan spesifikasi pro analisis yang
diproduksi oleh Merck. Bahan kimia untuk keperluan analisis logam berat,
kualitas air maupun untuk keperluan pengawetan yaitu formalin, rhodamin B,
metanil yellow, larutan asam nitrat pekat (HNO3 pekat), larutan Bouin, ammonium
pirolidin ditiokarbamat (APDC), metil isobutil keton (MIBK), asam peroksida
(H2O2), aquadest, buffer asetat, air suling ganda bebas ion atau air destilasi
(DDDW), es batu, label, sarung tangan plastik, plastik berbagai ukuran, kertas
saring Whatman 0,45 m (Millipore), aluminium foil, larutan aqua regia, larutan
standar Hg 1000 ppm, larutan standar Pb 1000 ppm dan larutan standar Cd 1000
ppm.
Bahan lain yang digunakan adalah EDTA (Na2CaEDTA), air suling bebas
ion (akuabides), asam nitrat pekat (HNO3), asam perklorat pekat (HClO4), dan
asam sulfat (H2SO4). Pembuatan larutan Na2CaEDTA sesuai dengan konsentrasi
perlakuan dengan cara menimbang Na2CaEDTA sebanyak 0,5 g dan 1,0 g yang
kemudian dilarutkan dengan akuabides sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer untuk
mendapatkan konsentrasi 0,5% dan 1,0%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol Van Dorn atau
water sampler, ice box, botol sampel polyetilen, Petersen Grab, secchi disk,
termometer raksa, stop watch, jangka sorong, refraktometer, penyaring vakum,

29

freezer atau refrigerator, timbangan digital, pH meter, oven, kamera digital, alat
bedah atau pisau bedah steril, pinset polietilen, cawan penguap polietilen,
desikator, mortar, beaker glass, beaker teflon, pipet berbagai ukuran, sentrifuse
polyetilen, labu takar, labu ekstraksi polietilen, saringan plastik, spatula polietilen,
AAS (Atomic absorption spectrophotometry) Model Spectra 20 Plus Varian, botol
semprot dan peralatan analisis kimia lainnya.

3.4. Cara Kerja


3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut
Sampel air laut diambil dengan menggunakan botol Van Dorn atau water
sampler di perairan Muara Kamal pada 9 titik sampling yang berjarak 1 km dari
garis pantai ke kiri dan ke kanan sehingga dapat mewakili kondisi perairan dalam
penentuan kadar logam. Sampel air laut dimasukkan ke dalam botol polyetilen.
Sampel air yang telah diambil dibagi dua botol yaitu botol pertama untuk analisis
kekeruhan dan salinitas. Sedangkan botol kedua untuk analisis logam berat yang
ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga pH sampel air laut berada di
bawah 2.
Sampel air laut yang diambil untuk kebutuhan analisis logam berat adalah
sekitar 1 liter. Sampel air laut yang telah diperoleh kemudian disimpan di dalam
ice box yang telah terisi es batu dan baru dibuka setelah sampai di laboratorium.
Setiap botol yang akan digunakan diberi label tanggal, waktu dan kode sampel.
Frekuensi pengambilan sampel air laut dilakukan secara bersamaan dengan
pengambilan sampel kerang hijau. Pengukuran in situ dilakukan langsung saat

30

pengambilan sampel air, yaitu saat berada di atas perahu. Pengukuran parameter
in situ yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengukur kecerahan perairan
sekitar dengan menggunakan secchi disk, suhu air dengan menggunakan
termometer serta salinitas air laut dengan menggunakan refraktometer.

3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.)


Selain dilakukan pengambilan sampel air, pada penelitian ini juga
dilakukan pengambilan sampel biota air berupa kerang hijau. Pengambilan sampel
kerang hijau dilakukan empat kali dalam selang waktu dua minggu di perairan
Muara Kamal. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mencegah
kontaminasi logam selama pengangkutan ke laboratorium dan dimasukkan ke
dalam ice box.
Kerang hijau dibagi atas tiga kelompok ukuran panjang, yaitu: ukuran
kecil (< 4 cm), sedang (4 6 cm) dan besar (> 6 cm). Penetapan ini berdasarkan
pada ukuran kerang yang dikelompokkan di pasar ikan Muara Angke.
Pengambilan sampel biota air ini dilakukan untuk melihat kandungan logam berat.
Untuk keperluan ini dibutuhkan kerang hijau sebanyak 25 g daging kerang yang
telah dibedah dan dibungkus dengan alumunium foil, kemudian dimasukkan ke
dalam freezer pada suhu -29 C sampai siap untuk dianalisis. Pengeringan pada
suhu rendah bertujuan untuk menghindari penguapan logam berat dan menjaga
daging kerang hijau dari kerusakan. Analisis kandungan logam Hg, Pb dan Cd
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1989).

31

Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati.


Parameter
Satuan
Metode Analisis
Tempat Analisis
Kualitas Air
Fisika Air
1. Suhu Air
C
Pemuaian
Lapangan
2. Kekeruhan Air
NTU
Nephelometrik
Lapangan
3. Salinitas

Ion-ion terlarut
Lapangan
Kimia Air
1. pH
Komparasi warna
Lapangan
2. Hg
mg/l
Serapan atom
Laboratorium
3. Pb
mg/l
Serapan atom
Laboratorium
4. Cd
mg/l
Serapan atom
Laboratorium
Biota
Kimia Biota
1. Hg
mg/l
Serapan atom
Laboratorium
2. Pb
mg/l
Serapan atom
Laboratorium
3. Cd
mg/l
Serapan atom
Laboratorium

3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut


Sebanyak 1 liter air laut yang disiapkan disaring dengan menggunakan
kertas saring berukuran pori 0,45 m dengan bantuan pompa vakum. Hasil
saringan air laut ini kemudian diberi 5 ml HNO3 pekat untuk pengawetan. Sampel
air laut ini kemudian diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan ke dalam corong
pemisah polyetilen. pH larutan sampel air laut ini diatur dengan menggunakan
HNO3 5 M atau NaOH 5 M sehingga pHnya menjadi 3,5 4,0. pH ini merupakan
pH optimum untuk melakukan pemisahan logam berat pada sampel air laut,
sehingga logam berat yang diinginkan terpisah dengan baik.
Setelah pH sesuai, sampel air laut ditambahkan 4 ml ammonium pirolidin
ditiokarbamat (APDC), lalu diekstraksi selama 5 menit, kemudian ditambahkan
10 ml metil isobutil keton (MIBK) dan diekstraksi kembali selama 5 menit, lalu
didiamkan hingga kedua fase terpisah. Setelah fase terpisah menjadi 2 bagian,
fase supernatan dibuang sedangkan fase pellet digunakan untuk pembuatan

32

larutan standar. Pada fase organik, ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan


diekstraksi kembali selama 5 menit dan didiamkan selama 15 menit. Setelah 15
menit, pada sampel air laut ini ditambahkan 9 ml air suling bebas ion dan
diekstraksi kembali selama 2 menit, lalu didiamkan hingga kedua fase terpisah
kembali. Fase organik dibuang, sedangkan fase air ditampung dan siap diukur
dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1997).

3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau


Sampel kerang hijau yang telah dipisahkan berdasarkan ukurannya,
dagingnya diambil lalu dimasukkan ke dalam cawan penguap. Daging kerang
hijau ini kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105C
selama 12 jam sampai kering. Sampel daging kerang hijau ini lalu digerus agar
menjadi homogen. Penggerusan ini dilakukan hingga daging kerang hijau tersebut
menjadi seperti serpihan-serpihan kecil. Sampel daging kerang hijau yang telah
homogen ini kemudian ditimbang beratnya sekitar 4 gram di dalam beaker glass.
Pada sampel kerang hijau ini lalu ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan
dipanaskan di atas hot plate pada suhu 85C selama 8 jam (proses destruksi
basah). Satu jam sebelum proses destruksi berakhir, ke dalam sampel kerang hijau
ditambahkan 3 ml H2O2. Setelah dingin, maka sampel kerang hijau ini ditepatkan
volumenya menjadi 20 ml dengan menggunakan air suling bebas ion di dalam
botol sampel. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan
perhitungan kadar logam berat. Kemudian, sampel kerang hijau ini didiamkan
selama semalam, lalu didekantasi. Tujuannya adalah untuk memisahkan lemak

33

yang tidak hancur selama proses destruksi berlangsung, selain itu hal ini juga
membuat larutan sampel menjadi lebih bersih agar ketika diukur dengan
menggunakan AAS tidak terjadi penyumbatan. Hasil dekantasi ini lalu diukur
dengan menggunakan AAS.
Perendaman daging kerang dengan berbagai perlakuan konsentrasi dengan
cara memasukkan daging tersebut kedalam masing-masing erlenmeyer yang telah
diisi larutan Na2CaEDTA 0,5% dan 1,0% selama 30 menit, 45 menit dan 60
menit. Sampel kerang ditiriskan pada saringan plastik kemudian dicuci untuk
dianalisis.
Analisis logam Hg pada tubuh kerang hijau menggunakan alat Atomic
Absorption Spectrophotometry (AAS) merk GBC tipe 906 AA yang dilengkapi
grafit furnace dan hybrid vapour generator dengan panjang gelombang 253,7 nm.
Sementara untuk logam Pb menggunakan AAS merk Shimidzu tipe 680 AA
dengan panjang gelombang 217 nm. Sebelum dianalisis dengan AAS, daging
kerang terlebih dahulu diperlakukan dengan destruksi asam yang mengacu pada
prosedur Hutagalung (1997).
Logam Hg yang diukur kadarnya dengan metode AAS yaitu kerang
diambil dagingnya dan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam
botol BOD. Tahap selanjutnya menambahkan 10 ml HNO3 pekat dan 30 ml asam
sulfat pekat, lalu botol ditutup untuk dibiarkan selama 24 jam. Botol dipanaskan
pada suhu 60C selama 2 jam di atas penangas air. Seluruh isi botol dipindahkan
ke dalam tabung reduksi air raksa dan dilanjutkan dengan memasang aerator

34

kecepatan 2 L udara/menit di dalam tabung reduksi air raksa serta menambahkan


SnCl2 sebanyak 5 ml. Sampel kerang siap dianalisis dengan AAS tanpa nyala.
Tahapan analisis kadar Pb dan Cd pada tubuh kerang hijau yaitu kerang
diambil dagingnya dan dikeringkan di dalam oven (105C) selama 24 jam.
Sampel kerang kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebanyak 2
g. Sampel tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam teflon bomb yang kemudian
dibiarkan selama 24 jam. Contoh kerang tersebut kemudian dipanaskan di atas
penangas air pada suhu 60 70C selama 2 3 jam. Selanjutnya ditambahkan 3
ml air suling bebas ion (akuabides) dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir
kering (Hutagalung dkk., 1997).
Proses berikutnya adalah mendinginkan sampel tersebut pada suhu ruang
yang diikuti dengan penambahan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan serta
ditambahkan kembali 9 ml akuabides. Sampel siap diukur kadarnya dengan AAS
menggunakan nyala udara asetilen.

3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Dalam Biota Laut


Deret standar yang digunakan untuk menentukan kadar logam berat dalam
sampel biota laut yaitu sebesar 0,000 ppm; 0,050 ppm; 0,100 ppm; 1 ppm dan 3
ppm. Deret standar ini dibuat dari larutan induk 1000 ppm dengan menggunakan
rumus pengenceran untuk masing-masing jenis logam (Hg, Pb, dan Cd). Deret
standar ini dibuat secara komposit di dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan
dengan menggunakan air suling bebas ion. Deret standar ini telah siap untuk

35

digunakan untuk membuat kurva kalibrasi pada alat AAS dan mengukur kadar
logam berat pada sampel biota laut (Hutagalung, 1989).

3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat


Parameter uji yang digunakan meliputi kandungan logam Hg, Pb dan Cd
pada awal dan akhir penelitian serta tingkat penurunan kadar logam berat tersebut.
1. Kandungan logam Hg pada tubuh kerang hijau dihitung menurut rumus :
Kadar Hg = a / b ppm (Hutagalung dkk., 1997)
Ket : a = jumlah g Hg dari hasil pengukuran dengan AAS
b = berat contoh (5 g)
2. Kandungan logam Pb atau Cd pada tubuh kerang hijau dihitung dengan
rumus:
Kadar Pb atau Cd = a x b / c ppm (Hutagalung dkk., 1997)
Ket : a = jumlah g Pb atau Cd dari hasil pengukuran dengan AAS
b = volume akhir larutan contoh (faktor pengenceran)
c = berat contoh kerang (2 g)
3. Tingkat penurunan kandungan logam berat dihitung menggunakan rumus :
I = (Io It) / Io x 100 % (Porsepwandi, 1998)
Ket : I = tingkat penurunan kandungan logam berat (%)
Io = kandungan logam berat pada awal penelitian (ppm)
It = kandungan logam berat pada akhir penelitian (ppm)

3.5. Analisis Data


Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kali
ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi bahan pengawet yang terdiri atas tiga

36

taraf yaitu : tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 %
(p2) masing-masing perlakuan pengawet diberikan sebanyak 15 ml per sampel
kerang hijau. Faktor kedua adalah waktu perendaman yang terdiri atas tiga taraf
yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2) dan 60 menit (t3). Data yang diperoleh diolah
dengan uji F (Anova) dan uji lanjut Duncan ( = 0,05) untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan dengan software SPSS.v15.0 (Gasperz, 1995).
Pendugaan kandungan logam berat dalam daging kerang hijau dengan
kandungan logam berat di air, dilakukan dengan mencari Indeks Faktor
Konsentrasi (FK) (Prartono, 1985):

Kadar logam berat daging kerang hijau (mg/l)


FK =
Kadar logam berat dalam air laut (mg/l)

Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah
logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organism air, semakin besar indeks
faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun. Besar
kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :
jenis-jenis logam berat, jenis organisme, lama pernapasan dan kondisi lingkungan
perairan seperti pH, temperatur dan salinitas.

37

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia)


Parameter penunjang yang dibutuhkan untuk penentuan konsentrasi logam
berat pada sampel kerang hijau adalah salinitas, pH, suhu, dan kekeruhan pada air
laut di perairan sekitar lokasi pengambilan sampel. Pengukuran parameter
penunjang ini pada umumnya dilakukan secara in situ. Pada pengamatan
parameter fisika dan kimia yaitu, suhu, kekeruhan, pH dan salinitas secara
keseluruhan masih menunjukkan kondisi yang memungkinkan untuk kerang hijau
melakukan proses-proses biologis dalam hidupnya, baik untuk pertumbuhan
maupun untuk kebutuhan reproduksi.
Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan, baik di sungai ataupun
di laut akan dipindahkan dari badan air melalui tiga proses, yaitu pengendapan,
adsorbsi dan absorpsi oleh organisme perairan (Bryan, 1976). Logam-logam
dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion-ion seperti ion-ion
bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya
(Palar, 1994).
a. Suhu Perairan Muara Kamal
Gambar 5 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai suhu perairan di tiap titik
menunjukkan kisaran antara 26 31C, dengan suhu tertinggi 31C dan terendah
26C. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Perikanan (1985) yang mengatakan bahwa untuk keperluan budidaya

38

kerang
k
hijauu disarankann agar suhuu perairan berada
b
dalam
m kisaran 26
2 32C.
ini dalam
Pengukuran
P
suhu dilaakukan meengingat peentingnya parameter
p
mempelajari
m
i proses-proses fisika, kkimia dan biologi. Padaa biota atau organisme
yang
y
hidup di suatu perairan, suhhu mempenggaruhi prosees-proses metabolisme
m
yang
y
terjadii dalam tubbuh kerang hhijau. Penin
ngkatan suhuu dapat meenyebabkan
penurunan
p
d
daya
larut okksigen terlaruut dan juga akan
a
menaikkkan daya racun bahanbahan
b
terteentu. Suhu air terutam
ma di lapisan permukkaan ditentuukan oleh
matahari yaang intensitaasnya berubaah terhadap waktu, sehiingga suhu
pemanasan
p
air
a akan berbbanding luruus dengan peerubahan inteensitas penyyinaran mataahari.

Suhu (C)
Suhu(
C)

Suhu
31
30
29
28
27
26
25
24
23

TitikI
TitikII

TitikI

Februari
26

Maret
31

April
30

TitikII

27.2

29

29

TitikIII

27.2

28

28

TitikIII

Bulan

Gam
mbar 5. Suhu Perairan Muara Kam
mal

b.
b Kekeruh
han Perairaan Muara Kamal
K
Gam
mbar 6 mem
mperlihatkan bahwa rata-rata nilai kekeruhan (turbidity)
pada
p
perairaan Muara Kamal,
K
Telukk Jakarta seelama pengaamatan berkkisar antara
0,77
0
4,57 NTU. Nilaii kekeruhan tertinggi terrdapat pada titik I yaitu 4,57 NTU
dan
d terendahh pada titik III yaitu sebbesar 0,77 NTU.
N
Kekerruhan yang tinggi
t
pada

39

titik
t
I disebbabkan olehh faktor jaraak lokasi saampling yaittu lebih dek
kat dengan
muara
m
yangg merupakan
n pertemuann 13 sungai yang mem
mbawa beruupa limbah
rumah
r
tanggga dan indusstri sehinggaa mengakibaatkan warnaa air hitam pekat.
p
Pada
umumnya
u
perairan
p
lautt mempunyaai nilai kekeeruhan yangg rendah dibbandingkan
dengan
d
peraairan tawar. Kekeruhann menggambbarkan sifatt optis peraiiran dalam
menyerap
m
sinar matahaari yang maasuk ke dalaam perairann. Kekeruhann biasanya
disebabkan
d
oleh partikeel tersuspennsi, partikel koloid dan fitoplankton
n (Effendi,
2003).
2

Kekeruhan (NTU)
Kekeruhan(NTU)

Kekeruhaan
5
4
3
2
1
0

TitikI

TitikI

Februari
3.83

Maret
4.57

April
4.47

TitikII

1.37

3.13

TitikIII

0.77

1.69

2.61

TitikII
TitikIII

Bulan

Gambaar 6. Kekeru
uhan Perairran Muara Kamal
K

c.
c pH Peraairan Muara Kamal
Secaara umum nilai derajat keasaman (ppH) pada perairan Muaara Kamal,
Teluk
T
Jakartta di tiap staasiun selamaa pengamataan tidak berbbeda secara signifikan.
Hal
H ini diseebabkan oleh
h sifat dari air laut yan
ng mempunnyai sistem buffer
b
atau
penyangga,
p
sehingga maampu mengeendalikan siifat asam ataau basa yang
g masuk ke
dalam
d
perairran. Gambarr 7 memperllihatkan bah
hwa kisaran nilai derajatt keasaman

40

yang
y
diperooleh antara 6,4
6 7,61. N
Nilai derajatt keasaman (pH) ini maasih berada
pada
p
kadar alamiah
a
untuuk perairan laut yaitu 6,0
0 8,0.

pH

pH
7.8
7.6
7.4
7.2
7
6.8
6.6
6.4
6.2
6
5.8
5.6

TitikI
TitikII

TitikI

Februari
F
7.29

Maret
7.02

April
6.4

TitikII

7.4

7.15

6.48

TitikIII

7.61

7.09

6.4

TitikIII

Bulan

Gam
mbar 7. pH
H Perairan Muara
M
Kam
mal
Padaa bulan Febrruari diperoleeh pH yang tinggi yaituu berkisar an
ntara 7,29
7,61
7
yang menandakan
m
bahwa konddisi perairann bersifat norrmal, dikaren
nakan oleh
curah
c
hujann yang tingggi sehinggaa mengakibaatkan kerangg hijau dappat tumbuh
dengan
d
baikk. Pada bulan
n April diperroleh pH yanng rendah yaaitu berkisarr antara 6,4
6,5 menaandakan bah
hwa kondisi perairan mendekati
m
assam, dikarennakan oleh
buangan
b
atauu limbah yan
ng berwarnaa hitam pekaat semakin tinnggi di perairan Muara
Kamal
K
sehin
ngga hal ini dapat
d
mengaakibatkan peertumbuhan kkerang hijauu terhambat
dan
d juga meengakibatkan
n semakin tinnggi akumullasi logam berat pada tubbuh kerang
hijau.
h
Kond
disi pH pad
da perairan dapat dijaadikan sebagai indikatoor kualitas
perairan.
p
Baatasan nilai pH telah ditentukan oleh kantorr Kementeriian Negara
Kependuduk
K
kan dan Linggkungan Hiddup No.51 Tahun
T
2004 yakni
y
6,5 8.
8

41

d.
d Salinitas Perairan Muara
M
Kam
mal
mbar 8 mem
mperlihatkan bahwa kisaaran nilai salinitas
s
padda perairan
Gam
Muara
M
Kam
mal, Teluk Jakarta selam
ma pengamaatan adalah 30,8 33,77 . Nilai
salinitas terttinggi terdap
pat pada titikk III yang letaknya 30000 m dari muara
m
yakni
33,7
3
. Seddangkan nilaai salinitas teerendah selaama pengamaatan adalah pada titik I
yang
y
letaknyya paling dekat dengann muara (10
000 m) yaituu 30,8 . Dilihat
D
dari
nilai
n
salinitaasnya selamaa pengamataan, perairan Muara
M
Kam
mal Teluk Jak
karta masih
berada
b
pada kisaran norm
mal salinitass untuk air laaut yaitu 30 35 . Nillai salinitas
di
d perairan tersebut
t
massih baik untuuk perkembaangan biologgi kerang hijaau yaitu 27
35 .

Salinitas()
Salinitas ()

Salinitaas
34
33.5
33
32.5
32
31.5
31
30.5
30
29.5
29

TitikI

TitikI

Februari
31

Maret
30.8

April
31.3

TitikII

32.4

32.2

32.5

TitikIII

33.5

33.4

33.7

TitikII
TitikIII

Bulan

Gamb
bar 8. Saliniitas Perairan Muara Kamal
Peng
gukuran ini dilakukan mengingat
m
bahwa
b
salinitas merupaakan faktor
yang
y
pentinng bagi kerrang hijau untuk melaakukan adapptasi terhadaap kondisi
perairan,
p
karrena salinitas berhubunggan langsung
g dengan prooses osmoreggulasi yang
dilakukan
d
biota
b
yang ada
a didalam
mnya, termassuk kerang hijau. Peng
garuh jarak

42

terhadap salinitas bahwa pada titik I yang letaknya dekat dengan muara memiliki
salinitas yang rendah. Jadi, semakin jauh jarak dari muara menuju ke laut maka
semakin tinggi nilai salinitas (kadar garam) di perairan Muara Kamal.

4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut


Selama pengamatan kandungan logam berat Hg di perairan Muara Kamal,
Teluk Jakarta berkisar antara 0,0001 0,0002 mg/L. Rata-rata kandungan logam
berat Hg pada titik I sebesar 0,0002 mg/L, titik II sebesar 0,0001 mg/L dan titik
III sebesar 0,0001 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan
oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004, nilai ambang
batas untuk logam berat Hg di perairan khususnya untuk biota laut adalah 0,001
mg/L maka kandungan logam berat Hg di perairan Muara Kamal masih di bawah
ambang batas (Gambar 9).
Pada gambar 9 terlihat bahwa kandungan nilai logam berat Pb di perairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,0013 0,004 mg/L. Rata-rata
kandungan logam berat Pb pada titik I sebesar 0,004 mg/L, titik II sebesar 0,002
mg/L dan titik III sebesar 0,0013 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu
yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun
2004, nilai ambang batas untuk logam berat Pb di perairan khususnya untuk biota
laut adalah 0,008 mg/L maka kandungan logam berat Pb di perairan Muara Kamal
masih di bawah ambang batas.
Pada gambar 9 terlihat bahwa kandungan nilai logam berat Cd di perairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,00001 0,00002 mg/L. Rata-rata

43

kandungan
k
logam beratt Cd pada ttitik I sebessar 0,00002 mg/L, titik II sebesar
0,00001
0
mg//L dan titik III sebesar 00,00001 mg//L. Jika dibaandingkan deengan baku
mutu
m
yang dikeluarkann oleh Kem
menterian Negara
N
Linggkungan Hiddup No.51
Tahun
T
2004
4, nilai ambbang batas uuntuk logam
m berat Cd di perairan khususnya
untuk
u
biota laut adalah 0,001 mg/L
L maka kand
dungan logam
m berat Cd di perairan
Muara
M
Kamal masih di bawah
b
ambaang batas. Loogam Pb lebbih tinggi dibbandingkan
dengan
d
logaam Hg dan Cd
C karena berdasarkan
b
s
sumber
penccemar di sekkitar lokasi
budidaya
b
keerang hijau lebih banyaak menganddung logam Pb yang berasal
b
dari
buangan
b
sisaa BBM nelay
yan berupa ssolar dan lim
mbah pabrik cat dan bateerai.

KandunganLogamBerat(ppm)

Kanndungan L
Logam Beerat Air Laut
L
0.0
004
0.00
035
0.0
003
0.00
025
0.0
002
0.00
015
0.0
001
0.00
005
0

Hg
Pb
Cd

Hg

TTitikI
0.0002

TitikII
0.0001

TitikkIII
0.00
001

Pb

0.004

0.002

0.00
013

Cd

0.0
00002

0.00001

0.000
001

StaasiunPengamaatan

Gambaar 9. Kandu
ungan Logam
m Berat Airr Laut
Konddisi kandung
gan logam berat (Hg, Pbb dan Cd) di kolom peraiiran selama
pengamatan
p
n dari bulaan Februarii hingga bulan
b
Aprill nilainya cenderung
meningkat.
m
Hal ini didu
uga karena adanya
a
penggaruh masukkan (input) dari
d sungai

44

yang bermuara di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta yang membawa limbahlimbah logam berat dan bergantung pada besar kecilnya konsentrasi logam-logam
tersebut yang terbuang ke dalam sungai hingga mencapai perairan Muara Kamal,
Teluk Jakarta. Limbah logam berat ini diduga berasal dari limbah industri dan
limbah rumah tangga. Jika dibandingkan dengan baku mutu untuk biota air yang
dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004
bahwa kandungan logam berat di perairan Muara Kamal,Teluk Jakarta untuk
logam berat Pb belum melampaui ambang batas. Untuk logam berat Pb nilai
ambang batasnya adalah 0.008 mg/L. Berbeda dengan kandungan logam berat Pb,
kandungan logam berat Hg dan Cd nilainya masih di bawah ambang batas yaitu
0.001 mg/L. Namun demikian konsentrasi yang rendah ini tetap harus diwaspadai
karena logam-logam berat yang terlarut dalam kolom perairan pada konsentrasi
tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan
(Palar, 1994). Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh suatu jenis logam
berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari suatu
kelompok

dapat

menjadikan

terputusnya

satu

mata

rantai

kehidupan

(relung/niche).

4.3. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna
viridis L.) Pra Perlakuan
Hasil analisis AAS, menunjukkan bahwa kandungan logam merkuri (Hg)
pada tubuh kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Muara Kamal Teluk
Jakarta berkisar antara 0,0017 0,012 ppm dengan rata-rata 0,005 ppm. Kisaran

45

kadar
k
Hg in
ni masih jau
uh di bawahh ambang batas
b
yang dditetapkan Kep.
K
Dirjen
POM
P
No. 03725/B/SK
K/VII/1989 dan FAO/W
WHO (19776) sebesar 0,5 ppm.
Kandungan
K
logam Pb berkisar
b
antaara 0,92 1,485
1
ppm dengan
d
rata--rata 1,258
ppm
p
dan kadar Pb terrsebut masihh di bawahh ambang bbatas baku mutu
m
yang
ditetapkan
d
o
oleh
Kep. Dirjen
D
POM
M No. 03725
5/B/SK/VII//1989 dan FAO/WHO
F
(1976)
(
sebesar 2 ppm. Kandungan logam Cd berkisar anttara 0,46 0,743 ppm
dengan
d
rata--rata 0,629 ppm.
p
Kisaraan kadar Cd
d ini masih jjauh di bawaah ambang
batas
b
bakuu mutu yaang ditetappkan oleh Keputusann Dirjen POM
P
No.
03725/B/SK
0
K/VII/1989 dan
d FAO/W
WHO (1976)) sebesar 1 ppm. Konssentrasi Cd
yang
y
rendah
h ini berasal dari keterseddiaan logam
m Cd di kolom
m perairan yang
y
secara
alami
a
sangatt rendah bilaa dibandingkkan dengan logam
l
Cu, Z
Zn dan Ni yaaitu sebesar
0,11
0
ppb ataau 0,00011 ppm.
p
Hal inni diduga kaarena Cd berrikatan denggan mineral
yang
y
beruku
uran kecil sehingga m
mudah teranggkat dari daasar. Logam
m Cd juga
digunakan
d
o
oleh
nelayan
n untuk melapisi permuukaan badan kapal karen
na sifatnya
anti
a korosif.

KandunganLogamBerat(ppm)

Kanduungan Loggam Beraat Kerangg Hijau


1.6000
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
0
0.6000
0
0.4000
0
0.2000
0
0.0000
0

Hg

Hg

TitikI
0.0017

TitikII
0.0025

TitikIII
0.01
12

Pb

1.485

1.37

0.92
2

Cd

0.743

0.685

0.46
6

StaasiunPengamaatan

dungan Loggam Berat Kerang


K
Hijaau Pra Perlaakuan
Gambaar 10. Kand

Pb
Cd

46

Kandungan logam berat cenderung tinggi di sekitar muara dan


konsentrasinya akan berkurang secara gradien ketika mendekati mulut teluk.
Kandungan logam berat di kerang hijau lebih tinggi daripada di perairan karena
kerang hijau dapat menyerap logam berat yang ada di perairan tempat hidupnya
sehingga terus terakumulasi. Semua logam berat pada kerang hijau pra perlakuan
masih berada di bawah ambang batas WHO (Gambar 10).
Tingginya konsentrasi Pb pada Musim Barat (bulan Februari April)
terkait dengan pergerakan angin yang berhembus lebih kencang pada musim
tersebut. Angin yang kencang pada Musim Barat mengakibatkan kecepatan arus
permukaan meningkat sehingga memungkinkan terjadinya turbulensi atau
pengadukan. Pada kedalaman yang relatif dangkal, pengadukan oleh arus atau
gelombang mengakibatkan endapan partikel Pb terangkat ke kolom perairan
Teluk Jakarta. Peristiwa ini disebut resuspensi logam Pb. Faktor lain yang
mempengaruhi hal ini adalah aktivitas di sepanjang aliran sungai, sekitar muara
dan laut; kedalaman dan kondisi hidrodinamika perairan seperti arus dan
gelombang pasang surut, ditambah lagi dengan adanya curah hujan yang tinggi
pada Musim Barat mengakibatkan debit air meningkat sehingga terjadi
penggelontoran material air sungai yang lebih besar dibandingkan Musim Timur.
Alasan lainnya bahwa kawasan Muara Kamal dan Kapuk mengalami
peningkatan konsentrasi Pb karena didominasi oleh kegiatan industri terutama cat,
penyamakan kulit, tekstil, percetakan dan baterai, pendaratan ikan dan bongkar
muat kayu (pergudangan). Aktivitas ini memberikan andil semakin tingginya
konsentrasi logam Pb karena logam Pb digunakan untuk aktivitas docking kapal,

47

seperti perbaikan kapal pengisian bahan bakar (tetra etil timbal) dan pengecatan
badan kapal (Pb putih atau Pb(OH)2.2PbCO3 dan Pb merah atau Pb3O). Aktivitas
penurunan muatan hasil tangkapan dari kapal nelayan yang menggunakan bahan
bakar minyak (solar) dengan campuran tetra etil timbal berpotensi tumpah dan
tercecer saat merapat ke pelabuhan atau perkampungan nelayan tempat pelelangan
ikan. Sedangkan kegiatan manufaktur atau industri berpotensi menghasilkan
limbah logam serta limbah B3 lainnya baik dalam bentuk cair, lumpur ataupun
dalam bentuk gas.
Logam Hg, Pb dan Cd yang terkandung pada kerang hijau tersebut berasal
dari perairan sepanjang Muara Kamal Teluk Jakarta. WHO (1976) menetapkan
batas maksimum yang disarankan untuk konsumsi Hg sebesar 0,3 mg atau 300 g
per 70 kg berat badan per minggu, untuk Pb 0,7 mg atau 700 g per 70 kg berat
badan per minggu dan untuk Cd 0,4 mg atau 400 g per 70 kg berat badan per
minggu. Berdasarkan hal tersebut, maka konsumsi maksimum kerang hijau adalah
sebanyak 556,306 gr per 70 kg berat badan per minggu atau 79,472 gr per 70 kg
berat badan per hari. Dengan demikian tingkat konsumsi kerang hijau yang aman
untuk kesehatan tidak boleh melebihi 556 gr per 70 kg berat badan per minggu
(WHO, 1976).

4.4. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna
viridis L.) Pasca Perlakuan Penambahan Bahan Pengawet
a. Kandungan Logam Berat Hg Pasca Perlakuan

48

Kand
dungan loggam berat Hg pada kerang hijaau dengan perlakuan
penambahan
p
n bahan penngawet formaalin konsenttrasi 5 % beerkisar antarra 0,0095
0,02
0
ppm daan untuk konnsentrasi 10 % berkisar antara
a
0,0199 0,04 ppm
m. Rata-rata
kandungan
k
l
logam
beratt Hg pada sttasiun I sebeesar 0,047 pppm, stasiunn II sebesar
0,011
0
ppm dan pada stasiun IIII sebesar 0,007
0
ppm. Ada keceenderungan
peningkatan
p
n kandungan logam Hg ddari stasiun III
I hingga kee stasiun I (G
Gambar 11)

Kandungan Loggam Beratt Hg Pascca Perlaku


kuan
KadarLogamHg(ppm)

0.06
0.05
0.04
0.03
0.02

Formalin

0.01

Rhodamin
nB
MetanilYYellow

0
Formaalin

p0t0 p1t1 p
p1t2 p1t3 p2t1 p2t2
2
053 0.0095 0..0136 0.0216 0.0180 0.026
6
0.00

p2t3
0.04

RhodaaminB

083 0.0133 0..0176 0.0256 0.022 0.033


3
0.00

0.05

Metan
nilYellow 0.00
046 0.0123 0..0186 0.0323 0.026
Na2CaaEDTA

053 0.0009 0..0006


0.00

0.0006

Na2CaEDTTA

0.04
4 0.0533
0

Perlakuan
n

Gambar 11.
1 Kandun
ngan Logam
m Berat Hg Kerang
K
Hijaau Pasca Peerlakuan
Keterangan
K
n:
p0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit)
m
p1t1 = Konseentrasi 5 %, waktu 30 m
menit p2t1 = Konsentrasi 10 %, wakttu 30 menit
p1t2 = Konseentrasi 5 %, waktu 45 m
menit p2t2 = Konsentrasi 10 %, wakttu 45 menit
p1t3 = Konseentrasi 5 %, waktu 60 m
menit p2t3 = Konsentrasi 10 %, wakttu 60 menit
Gam
mbar 11 meemperlihatkaan bahwa kandungan
k
l
logam
beratt Hg pada
kerang
k
hijaau dengan perlakuan penambahann bahan peengawet rhhodamin B

49

konsentrasi 5 % berkisar antara 0,013 0,026 ppm dan untuk konsentrasi 10 %


berkisar antara 0,022 0,05 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada
stasiun I sebesar 0,057 ppm, stasiun II sebesar 0,015 ppm dan pada stasiun III
sebesar 0,009 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan logam Hg dari
stasiun I hingga ke stasiun III.
Kandungan logam berat Hg pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara
0,012 0,032 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,026 0,053
ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,057 ppm
stasiun II sebesar 0,025 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,009 ppm.

Ada

kecenderungan peningkatan kandungan logam Hg dari stasiun III hingga ke


stasiun I (Gambar 11).
Kandungan logam berat Hg pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0 0,0009 ppm dan
untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 0,0006 ppm. Rata-rata kandungan
logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,00043 ppm, stasiun II sebesar 0,00037
ppm dan pada stasiun III sebesar 0,0003 ppm. Ada kecenderungan penurunan
kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 11).
b. Kandungan Logam Berat Pb Pasca Perlakuan
Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet formalin konsentrasi 5 % berkisar antara 2,34 2,47
ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 2,55 2,69 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 1,67 ppm, stasiun II sebesar 1,57

50

ppm
p
dan pad
da stasiun III sebesar 1,2275 ppm. Seeperti pada loogam Hg di atas, untuk
kerang
k
hijauu dengan perlakuan peenambahan bahan
b
penggawet formaalin terlihat
adanya
a
keceenderungan (tendensi) ppenurunan kandungan loogam Pb darri stasiun I
hingga
h
ke sttasiun III (Gaambar 12).

Kandunga
K
an Logam
m Berat Pb
P Pasca P
Perlakuann
KadarLogamPb(ppm)

5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Form
malin
RhodaminB
MettanilYellow

Formaalin

p0t0 p1t1 p1t2


2 p1t3 p2t1
1 p2t2 p2t3
3
58 2.342 2.44
47 2.471 2.55
51 2.589 2.687
2.25

RhodaaminB

58 3.383 3.48
83
3.25

3.5

3.58
83 3.633 3.733

Metan
nilYellow 4.25
58 4.413 4.52
23 4.536 4.63
33 4.66
Na2CaaEDTA

Na2CaEDTA

58 0.576 0.47
7 0.283 0.18
86 0.01
1.25

4.77
7
0

Perlakuan

Gambar 12. Kandun


ngan Logam
m Berat Pb Kerang
K
Hijaau Pasca Peerlakuan
Keterangan
K
n:
p0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit)
m
p1t1 = Konseentrasi 5 %, waktu 30 m
menit p2t1 = Konsentrasi 10 %, wakttu 30 menit
p1t2 = Konseentrasi 5 %, waktu 45 m
menit p2t2 = Konsentrasi 10 %, wakttu 45 menit
p1t3 = Konseentrasi 5 %, waktu 60 m
menit p2t3 = Konsentrasi 10 %, wakttu 60 menit
Gam
mbar 12 meemperlihatkaan bahwa kandungan
k
llogam beratt Pb pada
kerang
k
hijaau dengan perlakuan penambahann bahan peengawet rhhodamin B
5 % berkissar antara 3,38 3,5 ppm
konsentrasi
k
p
dan unntuk konsenttrasi 10 %
berkisar
b
antaara 3,58 3,,73 ppm. Raata-rata kanduungan logam
m berat Pb pada stasiun
I sebesar 1,772 ppm, stassiun II sebesaar 1,62 ppm
m dan pada sttasiun III sebbesar 1,325

51

ppm. Seperti pada logam Hg di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet rhodamin B terlihat adanya kecenderungan
(tendensi) peningkatan kandungan logam Pb dari stasiun III hingga ke stasiun I
(Gambar 12).
Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 4,41
4,54 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 4,63 4,77 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 1,745 ppm, stasiun II sebesar
1,65 ppm dan pada stasiun III sebesar 1,375 ppm. Seperti pada logam Hg di atas,
untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow
terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Pb dari
stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 12).
Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0,28 0,58 ppm dan
untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 0,186 ppm. Rata-rata kandungan
logam berat Pb pada stasiun I sebesar 0,387 ppm, stasiun II sebesar 0,26 ppm dan
pada stasiun III sebesar 0,117 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan
logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 12).
c. Kandungan Logam Berat Cd Pasca Perlakuan
Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet formalin konsentrasi 5 % berkisar antara 0,71 0,92
ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,81 1,04 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 0,95 ppm, stasiun II sebesar

52

0,85
0
ppm daan pada stassiun III sebesar 0,75 ppm
m. Seperti pada
p
logam Hg dan Pb
di
d atas, unttuk kerang hijau denggan perlakuaan penambaahan bahan pengawet
formalin
f
terlihat adanyaa kecenderunngan (tendennsi) peningkkatan kandunngan logam
Cd
C dari stasiiun III hingg
ga ke stasiunn I (Gambar 13).

Kandunga
K
an Logam
m Berat Cd
C Pasca P
Perlakuann
KadarLogamCd(ppm)

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

Form
malin
RhodaminB

Formalin

p0tt0 p1t1 p1tt2 p1t3 p2t1


1 p2t2 p2t3
3
0.6
65 0.709 0.81
13 0.922 0.806 0.926 1.04

RhodaminB

0.723 0.753 0.85


54 0.955 0.855 0.949 1.056
6

MettanilYellow
Na2CaEDTA

MetanilYellow 0.809 0.815 0.87


72 0.879 0.94
4 0.962 1.073
3
Na2C
CaEDTA

96 0.053 0.013 0.001


0.629 0.216 0.09

Perlakuan

Gambar 13.
1 Kandun
ngan Logam
m Berat Cd Kerang
K
Hijaau Pasca Peerlakuan
Keterangan
K
n:
p0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit)
m
p1t1 = Konseentrasi 5 %, waktu 30 m
menit p2t1 = Konsentrasi 10 %, wakttu 30 menit
p1t2 = Konseentrasi 5 %, waktu 45 m
menit p2t2 = Konsentrasi 10 %, wakttu 45 menit
p1t3 = Konseentrasi 5 %, waktu 60 m
menit p2t3 = Konsentrasi 10 %, wakttu 60 menit
Gam
mbar 13 meemperlihatkaan bahwa kandungan
k
llogam beratt Cd pada
kerang
k
hijaau dengan perlakuan penambahann bahan peengawet rhhodamin B
5 % berkissar antara 0,,75 0,96 ppm
konsentrasi
k
p
dan unntuk konsentrasi 10 %
logam beraat Cd pada
berkisar
b
anttara 0,86 1,06 ppm. Rata-rata kandungan
k
stasiun I sebbesar 1,0 ppm
m, stasiun III sebesar 0,9
9 ppm dan ppada stasiun III sebesar
0,8
0 ppm. Seperti pada logam Hg dan Pb di atas, untukk kerang hijjau dengan
perlakuan
p

penambahaan

bahan

pengawet

rhodamin

terlihaat

adanya

53

kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Cd dari stasiun III


hingga ke stasiun I.
Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 0,82
0,88 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,94 1,07 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 1,025 ppm, stasiun II sebesar
0,925 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,825 ppm. Seperti pada logam Hg dan Pb
di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet
metanil yellow terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan
logam Cd dari stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 13).
Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0,053 0,22 ppm dan
untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 0,013 ppm. Rata-rata kandungan
logam berat Cd pada stasiun I sebesar 0,102 ppm, stasiun II sebesar 0,062 ppm
dan pada stasiun III sebesar 0,027 ppm. Ada kecenderungan penurunan
kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 13).
Nilai kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) yang ada pada kerang hijau
lebih tinggi dibandingkan dengan yang berada pada kolom air. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan kerang hijau untuk mengakumulasi logam berat di dalam
tubuhnya. Sifat hidupnya yang sessil dan filter feeder, mengakibatkan kerang
hijau dapat menyerap logam berat di kolom air. Hal ini terlihat dari nilai faktor
konsentrasi yang telah disebutkan di atas, dalam hal ini kerang hijau mampu
menyerap logam berat di kolom air hingga ratusan kali dan bahkan untuk logam

54

berat Pb menunjukkan nilai hingga ribuan kali, yang artinya mempunyai tingkat
akumulatif yang tinggi terhadap logam tersebut.
Kecenderungan kerang hijau untuk menyimpan atau mengakumulasi
logam berat dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa
berlangsung selama hidupnya (Darmono, 1995). Hal ini juga dipengaruhi oleh
proses fisiologis dalam tubuh kerang hijau itu sendiri. Dalam proses metabolisme
tubuhnya akan mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun (logam berat)
yang masuk, sehingga akan mempengaruhi daya racun atau toksisitas bahan
tersebut (logam berat). Logam berat yang telah mengalami biotransformasi dan
tidak dapat diekskresikan atau dikeluarkan oleh tubuh umumnya akan tersimpan
dalam organ-organ tertentu seperti hepatopankreas, ginjal dan gonad.
Faktor ukuran kerang hijau juga dapat mempengaruhi kandungan logam
berat di dalam tubuh organisme. Berdasarkan data yang didapat selama penelitian
ini terlihat adanya kecenderungan peningkatan kandungan logam berat dari
ukuran kecil (< 4 cm) sampai dengan ukuran besar (> 6 cm). Tingginya logam
berat dalam daging kerang hijau ini disebabkan bahwa kerang hijau merupakan
binatang lunak yang tidak bergerak atau mobilitasnya lamban, mempunyai
kemampuan untuk menyerap logam di lingkungan perairan tempat biota tersebut
hidup dan tidak dapat meregulasi logam tersebut. Semakin besar ukuran tubuhnya
(makin tua) maka kandungan logam berat dalam tubuh juga akan semakin
meningkat. Terjadinya peningkatan ini dikarenakan logam berat yang masuk ke
dalam tubuhnya akan terus diakumulasi. Pada ukuran kerang besar (> 6 cm) dan
sedang (4 6 cm), kandungan logam berat untuk Pb sedemikian tingginya dan

55

sudah melampaui batas yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh manusia.


Menurut Suwirma (1981) bahwa standarisasi kandungan logam berat pada ikan
dan hasil perikanan lainnya, yaitu untuk logam berat Hg 0.5 mg/L, Pb 2.0 mg/L
dan Cd 1.0 mg/L.Dengan melihat standar tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
untuk logam Hg pada semua ukuran kerang hijau masih di bawah ambang batas
yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Namun demikian, perlu diperhatikan
bahwa tingkat toksisitas logam Hg lebih bersifat toksik dari logam lainnya dan
bila terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan keracunan akut
maupun kronis (Darmono, 1995).

4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang


Hijau (Perna viridis L.) dengan Perlakuan Na2CaEDTA
Pada perlakuan kombinasi n1t3, n2t2 dan n2t3 kadar logam Hg tidak
terdeteksi. Pada perlakuan kombinasi n1t3 dan n2t3 kadar logam Pb tidak
terdeteksi. Pada perlakuan kombinasi n1t3, n2t2 dan n2t3 kadar logam Cd tidak
terdeteksi.Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh di bawah limit deteksi alat AAS
yaitu 0,000001 ppm untuk Hg; 0,001 ppm untuk Pb dan Cd. Penggunaan
Na2CaEDTA ini disebabkan oleh kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat
logam berat sehingga membentuk ikatan kompleks dengan ion logam yang
terdapat dalam tubuh kerang hijau. Penggunaan Na2CaEDTA ini dinilai lebih
efektif bila dibandingkan dengan penggunaan garam EDTA yang lain, karena
garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA terdapat dalam
produk makanan seperti mentega, saus, bumbu masak dan pengalengan kerang.

56

RataRataPenurunan(%)

Persenttase Rataa-Rata Peenurunan Kadar


Loggam Beratt Pada Kerang
K
Hij
Hijau
100
0
90
0
80
0
70
0
60
0
50
0
40
0
30
0
20
0
10
0
0

Hg
Pb

n0t0
Hg
H 0.0053

n1t1
9
91.366

n1t2
94.286

n1t3
99.98

n2t1
9
99.98

n2t2
2
99.98
8

n2t3
99.98

Pb
P 1.2583

4
41.52

45.83
3

49.3

64.556
6

87.046

99.926

C 0.6291
Cd

6
67.306

72.353

77.013

85.263
8

99.98
8

99.98

Cd

mbinasiPerlakuan
Kom

Gambar
G
144. Persentasse Rata-Ratta Penurunaan Kadar H
Hg, Pb dan Cd dalam
Tubuh Kerang Hijau
u pada Setia
ap Kombinaasi Perlakuaan
Keterangan
K
n:
n0t0 = Kontrrol (0 %, 0 menit)
m
n1t1 = Konseentrasi 0.5 %,
% waktu 30 m
menit n2t1 = Konsentrassi 1 %, wakttu 30 menit
n1t2 = Konseentrasi 0.5 %,
% waktu 45 m
menit n2t2 = Konsentrassi 1 %, wakttu 45 menit
n1t3 = Konseentrasi 0.5 %,
% waktu 60 m
menit n2t3 = Konsentrassi 1 %, wakttu 60 menit
Gam
mbar 14 mem
mperlihatkann bahwa perrlakuan n1t3 (Na2CaED
DTA 0,5 %
selama 60 menit)
m
dapaat menurunkkan kadar Hg
H sebanyakk 99,98 %, penurunan
kadar
k
Pb pada perlakuann tersebut seebanyak 49,33 % dan pennurunan kadar Cd pada
perlakuan
p
t
tersebut
sebbanyak 77,001 %. Sem
mentara itu pada perlaakuan n2t3
(Na
( 2CaEDT
TA 1,0 % seelama 60 menit)
m
dapatt menurunkaan kadar Pb
b sebanyak
99,92
9
%, seedangkan paada perlakuaan n2t2 (Na2CaEDTA
C
1,00 % selamaa 45 menit)
dapat
d
menurunkan kadaar Cd sebannyak 99,98 %. Hal ini diduga kareena hampir
seluruh logaam Hg pad
da tubuh kerrang hijau membentuk
m
ikatan mettaloprotein,
sedangkan logam
l
Pb daan Cd didugga membenttuk ikatan m
metaloenzim. Darmono

57

(1995) menyatakan bahwa ikatan metaloprotein bersifat labil sehingga mudah


diputus, sementara ikatan metaloenzim bersifat stabil dan lama mengikat karena
berikatan kuat dengan gugus SH dan N yang terdapat dalam protein (enzim),
sehingga memerlukan proses relatif lama untuk memutus logam Pb dan Cd yang
terikat tersebut. Oleh karena itu untuk memutuskan ikatan antara logam Pb dan
enzim memerlukan waktu perendaman dengan Na2CaEDTA relatif lama yaitu 60
menit untuk melepaskan 99,92 % logam Pb yang terikat tersebut, sedangkan
untuk memutuskan ikatan antara logam Cd dan enzim memerlukan waktu
perendaman dengan Na2CaEDTA relatif lama yaitu 45 menit untuk melepaskan
99,98 % logam Cd yang terikat tersebut (Gambar 14).
Khusus untuk memutuskan logam Hg yang terikat dalam kompleks
metaloprotein yang bersifat labil, mudah diputuskan dengan setiap perlakuan
konsentrasi Na2CaEDTA (0,5 % dan 1,0 %) baik untuk lama perendaman 30
menit, 45 menit maupun 60 menit dengan tingkat rata-rata penurunan kadar Hg
berkisar antara 91,37 99,98 % (Gambar 14).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Na2CaEDTA dengan
konsentrasi 0,5 % dalam menurunkan kadar Hg menghasilkan residu sebanyak
43,48 ppm, sedangkan Na2CaEDTA 1,0 % dalam menurunkan kadar Pb
menghasilkan residu sebanyak 239,13 ppm, dimana nilai tersebut masih di bawah
standar baku yang ditetapkan FAO sebesar 340 ppm (Lampiran 4).
Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi
antara faktor konsentrasi Na2CaEDTA dengan waktu perendaman baik terhadap
kandungan logam Hg, Pb maupun Cd. Masing-masing faktor tidak berpengaruh

58

nyata terhadap kandungan logam Hg, tetapi berpengaruh nyata terhadap


kandungan logam Pb dan Cd (Lampiran 15).
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa setiap perbedaan konsentrasi
Na2CaEDTA menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata, dimana semakin tinggi
konsentrasi Na2CaEDTA yang digunakan, semakin banyak logam Pb yang
tereduksi. Hal yang serupa juga ditunjukkan pada setiap perlakuan waktu
perendaman yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata, dimana semakin
lama waktu perendaman, semakin banyak logam Pb dan Cd yang tereduksi
(Lampiran 15).

4.6. Faktor Konsentrasi


Faktor konsentrasi adalah suatu ukuran nilai dari kemampuan biota atau
organisme air dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan yang
ada disekitarnya, yaitu kolom air. Faktor konsentrasi logam berat pada kerang
hijau menunjukkan adanya kecenderungan biota air tersebut mengakumulasi
logam berat. Ada tiga kategori yang dikemukakan Van Esch (1977) untuk faktor
konsentrasi yaitu : (1) tingkat akumulasi rendah jika faktor konsentrasi kurang
dari 100, (2) tingkat akumulasi sedang jika faktor konsentrasi antara 100 hingga
1000 dan (3) tingkat akumulasi tinggi jika faktor konsentrasi lebih dari 1000.
Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah
logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organisme air, semakin besar
indeks faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun.
Besar kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

59

lain
l
: jenis--jenis logam
m berat, jennis organism
me, lama peernapasan dan kondisi
lingkungan
l
p
perairan
seperti pH, tem
mperatur dan salinitas.

Faktor Konsentra
K
asi Logam
m Hg padaa Kerang
Hijau
FaktorKonsentrasi

300
250
200
150
100

UkuraanBesar

50

UkuraanSedang

0
UkurranBesar

TitikI
122.13

TitikII
210.01

TitikIII
97.66

UkurranSedang

288.47

201.14

133.9

UkurranKecil

76.09

64.68

73.11

UkuraanKecil

Stasiu
unPengamatan
n

Gam
mbar 15. Fak
ktor Konsen
ntrasi Loga
am Hg pada Kerang Hijjau
Gam
mbar 15 mem
mperlihatkan bahwa rata--rata faktor konsentrasi
k
p
pada
logam
berat
b
Hg terrtinggi padaa kerang hijaau ukuran seedang (4 6 cm), denggan kisaran
nilai
n
133,900 288,47. Hal
H ini menuunjukkan baahwa kerangg hijau yangg berukuran
sedang (4 6 cm) mem
mpunyai tingkat akumuulatif yang ssedang terhaadap logam
berat
b
Hg. Kerang
K
hijaau yang beerukuran beesar (> 6 cm)
c
juga mempunyai
m
kecenderung
k
gan tingkat akumulatif
a
yyang sedangg terhadap loogam berat Hg
H dengan
nilai
n
kisaran
n rata-rata 97,66 210,01 walaupun
n pada stasiiun III nilainnya kurang
dari
d 100, yaaitu 97,66. Untuk
U
kerangg hijau yang berukuran kkecil (< 4 cm
m) rata-rata
nilai
n
faktor konsentrasinnya kurang dari 100, yaaitu berkisarr antara 64,668 76,09.

60

Hal
H ini meenunjukkan bahwa kerang hijau yang
y
beruku
kuran kecil (< 4 cm)
tingkat akum
mempunyai
m
mulatif yangg rendah terhhadap logam
m berat Hg.

FaktorKonsentrasi

Faktor Konsentra
K
asi Logam
m Pb padaa Kerang
Hijau
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Ukuran
nBesar
Ukuran
nSedang

UkuranBesar

TitikI
8396.23

TitikII
6920.03

TitikIII
2003.22

UkuranSedang

6404.36

6089.77

1483.17

UkuranKecil

2396.76

2124.41

570.96

Ukuran
nKecil

Stasiu
unPengamatan
n

mbar 16. Fak


ktor Konsen
ntrasi Logaam Pb pada Kerang Hijjau
Gam
Gam
mbar 16 mem
mperlihatkann bahwa fakktor konsentrrasi pada keerang hijau
ukuran
u
besaar (> 6 cm)), rata-rata nilainya
n
mellebihi 1000,, yaitu berkkisar antara
2003,22
2
8396,23.
8
Haal ini menunnjukkan bahhwa kerang hijau yang berukuran
besar
b
(> 6 cm)
c mempunnyai tingkatt akumulasi yang tinggii terhadap lo
ogam berat
Pb.
P Pada keerang hijau berukuran
b
ssedang (4 6 cm) rata--rata nilainyya melebihi
1000, yaitu berkisar anntara 1483,17 6404,36. Hal inii menunjukkkan bahwa
kerang
k
hijau
u yang beruukuran sedanng (4 6 cm
m) mempunnyai tingkat akumulatif
yang
y
tinggi terhadap loggam berat Pbb. Pada keraang hijau berrukuran keciil (> 4 cm),
rata-rata
r
nilaai faktor konnsentrasi berrkisar antara 570,96 23396,76 dan mempunyai
m
kecenderung
k
gan tingkat akumulatif
a
yyang tinggi terhadap logaam berat Pb, meskipun
pada
p
stasiun
n II nilainya kurang
k
dari 1000, yaitu 570,96.

61

FaktorKonsentrasi

Faktor Konsentra
K
asi Logam
m Cd padaa Kerang
Hijau
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

UkuranBesar
UkuranSedang

UkkuranBesar

TitikI
4198.12

TitikII
3460.02

TitikIII
1001.61
1

UkkuranSedang

3202.18

3044.89

741.59

UkkuranKecil

1198.38

1062.21

285.48

UkuranKecil

Stasiu
unPengamatan
n

Gam
mbar 17. Fak
ktor Konsen
ntrasi Loga
am Cd pada Kerang Hijjau
Gam
mbar 17 mem
mperlihatkann bahwa faaktor konsenntrasi logam
m berat Cd
cenderung
c
menurun
m
nilaainya dari staasiun pengam
matan I hinggga stasiun pengamatan
p
III.
I Faktor konsentrasi pada keranng hijau berrukuran besaar (> 6 cm
m), rata-rata
nilainya
n
kurrang dari 100,
1
yaitu bberkisar anttara 1001,611 4198,12. Hal ini
menunjukka
m
an bahwa keerang hijau yang beruk
kuran besar (> 6 cm) mempunyai
m
tingkat
t
akum
mulatif yang tinggi terhaadap logam berat
b
Cd. Padda kerang hiijau ukuran
sedang (4 6 cm) jugga rata-rata nnilai faktornnya melebihhi 1000, yaittu berkisar
antara
a
741,559 3202,18
8. Hal ini meenunjukkan bahwa
b
keranng hijau ukuuran sedang
(4
( 6 cm) mempunyaii kecenderunngan tingkatt akumulatiff yang tingggi terhadap
logam
l
beratt Cd, mesk
kipun pada stasiun III nilainya kuurang dari 1000,
1
yaitu
741,59.
7
Pada kerang hijau ukuran kkecil (< 4 cm
m) juga mem
mpunyai keceenderungan
tingkat
t
akum
mulatif yangg tinggi terhadap logam berat Cd. A
Adapun rata--rata faktor

62

konsentrasinya berkisar antara 285,48 1198,38 walaupun pada stasiun III


nilainya kurang dari 1000, yaitu 285,48.

4.7. Analisis Hubungan Parameter Fisika-Kimia dengan Kandungan Logam


Berat pada Kerang Hijau (Perna viridis L.)
Menurut Darmono (2001), faktor-faktor lingkungan ikut mempengaruhi
konsentrasi kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Konsentrasi
kandungan logam berat pada tubuh kerang hijau tergantung pada konsentrasi
kandungan logam berat pada kolom air, konsentrasi garam, suhu, pH air dan
kekeruhan (turbidity).
Tabel 3. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Hg
terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau
Korelasi
Korelasi
Logam
F1
F2
Hg
Positif
Negatif
Kerang Suhu, kekeruhan, Hg
Salinitas,
Kekeruhan,
Suhu
Besar
di air, Hg di kerang
pH
Hg di air
Kerang Suhu, kekeruhan, Hg
Salinitas,
pH
Salinitas
Sedang
di air, Hg di kerang
pH
Kerang Suhu, kekeruhan, Hg
Salinitas,
Kekeruhan,
Suhu
Kecil
di air, Hg di kerang
pH
Hg di air
Tabel 4. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Pb
terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau
Logam
Korelasi
Korelasi
F1
F2
Pb
Positif
Negatif
Kerang
Suhu, kekeruhan, Pb
pH, Pb di air,
Salinitas, pH
Suhu
Besar
di air, Pb di kerang
kekeruhan
Suhu,
Kerang
Salinitas,
kekeruhan,
Salinitas
pH
Sedang
Pb di kerang
Pb di air, pH
Kerang
Suhu, kekeruhan, Pb
Kekeruhan,
Salinitas, pH
Suhu
Kecil
di air, Pb di kerang
Pb di air, pH

63

Tabel 5. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Cd


terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau
Logam
Korelasi
Korelasi
F1
F2
Cd
Positif
Negatif
Kerang
Salinitas, pH, Cd di
Suhu,
Suhu,
pH
Besar
air, Cd di kerang
kekeruhan
Cd di air
Suhu,
Kerang
pH, Cd di air,
Kekeruhan,
salinitas,
Suhu
Sedang
Cd di kerang
pH
kekeruhan
Suhu,
Kerang
pH, Cd di air,
salinitas,
pH
Cd di air
Kecil
Cd di kerang
kekeruhan
Hasil dari analisis PCA menunjukkan adanya perbedaan peranan
parameter kualitas air yang diukur dengan kandungan logam berat dalam tubuh
kerang hijau. Hal ini dapat dilhat dari nilai keeratan antara parameter kualitas air
dengan kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Masing-masing
parameter kualitas yang terukur memberikan peranan yang berbeda-beda terhadap
jenis logam Hg, Pb dan Cd yang terkandung dalam tubuh kerang hijau. Hal ini
diduga karena tiap jenis logam tersebut akan mempunyai karakteristik yang
berbeda satu sama lainnya, sehingga logam-logam tersebut akan memberikan
reaksi yang berbeda terhadap peranan kualitas air tersebut, dan tentunya akan
mempengaruhi kandungan logam berat di dalam tubuh kerang hijau.
Darmono (2001) menyatakan bahwa pada jenis kepiting (Paragrapus
gaimardi) yang hidup di muara sungai, menunjukkan dengan semakin tinggi suhu
air maka daya toksisitas logam semakin meningkat, sebaliknya semakin rendah
suhu air maka daya toksisitas logam juga menurun. Di samping itu, pada kadar
garam yang semakin tinggi, daya toksisitas logam semakin menurun. Pada kolom
perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) mendekati normal (7 8)

64

kelarutan dari bentuk persenyawaan logam ini cenderung stabil (Palar, 1994).
Akumulasi logam berat dalam tubuh kerang hijau juga dipengaruhi oleh hadirnya
logam lain ysng terlarut dalam air (Darmono, 2001). Seperti penelitian Darmono
(2001) bahwa udang laut (Callianasa australiensis) yang dipelihara dalam air
yang mengandung kadmium dan seng, ternyata kedua logam terus meningkat.
Palar (1994) menambahkan bahwa keberadaan logam-logam lain dalam
kolom perairan dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergis atau
sebaliknya menjadi antagonis bila telah membentuk suatu ikatan. Di samping itu,
interaksi antara logam-logam tersebut bisa juga gagal atau tidak terjadi sama
sekali. Logam-logam berat yang bersifat sinergis, apabila bertemu dengan
pasangannya dan membentuk suatu persenyawaan dapat berubah fungsi menjadi
racun yang sangat berbahaya atau mempunyai daya racun yang berlipat ganda.
Sebaliknya, untuk logam-logam yang bersifat antagonis, apabila terjadi
persenyawaan dengan pasangannya maka daya racun yang ada pada logam
tersebut akan berkurang atau semakin kecil. Ukuran tubuh kerang hijau juga
memperlihatkan adanya perbedaan peranan kualitas air terhadap kandungan
logam berat dalam tubuh kerang hijau. Kondisi biota berkaitan dengan fase-fase
kehidupan yang dilalui oleh organisme air dalam hidupnya. Pada fase-fase
tertentu, dalam kehidupan suatu biota atau organisme merupakan fase yang
sensitif. Sebagai contohnya adalah fase telur. Namun demikian, ada pula fase
dimana biota memiliki daya tahan yang kuat dan biasanya pada fase dewasa
(Palar, 1994).

65

Nilai korelasi yang positif menunjukkan peranan parameter kualitas air


yang signifikan terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau.
Sebaliknya nilai korelasi yang negatif menunjukkan peranan yang berlawanan
atau menurunkan terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau.
Sebagai contohnya adalah, matriks korelasi antara variabel kekeruhan dengan
kandungan logam kerang hijau memiliki kecenderungan peranan yang positif.
Artinya setiap kenaikan nilai kekeruhan di perairan akan meningkatkan
kandungan logam berat di dalam tubuh kerang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa
logam berat merupakan salah satu bagian dari komposisi kekeruhan.
Kandungan logam berat pada kerang hijau yang hidup di dekat pantai
dengan di tengah laut berbeda. Kerang yang hidup di tengah laut, kandungan
logam beratnya relatif sedikit, namun hal itu tidak menjamin kerang hijau bebas
dari kontaminasi logam tersebut. Sebab, perilaku "filter feeder" pada kerang hijau
menjadikan ia melahap semua organisme yang ada. Kelebihan perilaku ini, air di
sekitar lokasi habitat kerang akan bebas dari pencemaran. Terlebih bahwa setiap
individu kerang bisa menyerap air sebanyak 300 liter per hari. Akan tetapi jika
kerang itu dikonsumsi manusia, akan berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk
menghilangkan racun pada tubuhnya, nelayan biasanya mencuci kerang di air
mengalir selama 24 jam, namun usaha tersebut dinilai tidak efektif.

66

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil
yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang
berbeda berpengaruh sangat nyata (p < 0,05) terhadap kandungan logam berat
(Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau. Pengaplikasian jenis bahan pengawet dengan
konsentrasi dan waktu perendaman disarankan secara terpisah atau bersama-sama.

5.2. Saran
Sebaiknya konsumsi kerang hijau yang berasal dari perairan Muara Kamal
Teluk Jakarta disarankan tidak melebihi dari 556,306 g per 70 kg berat badan per
minggu atau 79,472 g per 70 kg berat badan per hari. Dalam upaya menekan
seminimal mungkin kadar logam berat pada tubuh kerang hijau dianjurkan
perendaman dengan Na2CaEDTA 1,0 % selama 60 menit untuk logam Hg, Cd dan
Pb. Sebaiknya dibuat peraturan yang menentukan bagian laut mana saja yang
boleh dieksploitasi produknya, sehingga tidak meracuni masyarakat.

67

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Penerbit ANDI, Yogyakarta.


Akbar, H.S. 2002. Pendugaan tingkat akumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn dan
Ni pada kerang hijau (Perna viridis L.) ukuran > 5 cm di perairan Kamal
Muara, Teluk Jakarta. Skripsi: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Allaerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha
Nasional, Surabaya.
Alloway, B.J. dan D.C. Ayres. 1993. Chemical Principles of Environmental
Pollution. Chapman & Hall, London.
APHA. 1998. Standard methods for the examination of water and wastewater.
Edisi-20. Nomor 4500-NH3 F. Methode Phenate.
Bengen, D.G. 1998. Sinopsis analisis statistik multivariabel (multidimensi). Tesis
: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Boehm, P.D. 1987. Transport and transformation process regarding hydrocarbon
and metal pollution in offshore sedimenary environment. In : Boesch, D.F.
and N.N. Rabalai (editors). Long Term Effect of Shore Oil and Gas
Development. Elsivier Applied Science. London.
Bryan, G.W. 1976. Heavy metal contamination in the sea. In : Johnston, R.
(editor). Effects of Pollutants on Aquatic Organisms. Cambridge
University Press. Cambridge.
Clark, R.B. 1986. Marine Pollution. Clarendon Press-Oxford. New York.
Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI
Press, Jakarta.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Penerbit Pradnya Paramita,
Jakarta.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta.

68

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan


Toksikologi Senyawa Logam. UI Press, Jakarta.
Departemen Pertanian. 1985. Buku Petunjuk Budidaya Kerang Hijau (Perna
viridis L.) Seri Ke-4. Mariculture Research and Development Project
(ATA-192). Kerjasama antara Departemen Pertanian dan Japan
International Coorporation Agency (JICA).
Dewi, K.S.P. 1996. Tingkat pencemaran logam berat (Hg, Pb dan Cd) di dalam
sayuran, air minum dan rambut di Denpasar, Gianyar dan Tabanan. Tesis :
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1985. Petunjuk Teknis Budidaya Kerang Hijau.
INFIS manual seri No.6. Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Elliott, M. dan K.L. Hemingway. 2002. Fishes In Estuaries. Blackwell Science,
United Kingdom.
EPA. 1973. Water Quality Criteria. Environmental Protection Agency. Ecology
Research Series, Washington.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fatoki, O.S. dan S. Mathabatha. 2001. An assessment of heavy metal pollution in
the east London and Port Elizabeth harbours. In Water SA 27(2):233240.
http://www.wrc.org.za. Diakses tanggal 15 November 2008, pk. 13.00
WIB.
Fergusson, J.E. 1991. The Heavy Elements Chemistry Environmental Impact and
Health Effects. Pergamon Press.
Fitriati, M. 2004. Bioakumulasi logam raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd)
pada kerang hijau (Perna viridis) yang dibudidayakan di perairan pesisir
Kamal dan Cilincing Jakarta. Tesis : Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Forstner, U. dan G.T.W. Wittman. 1983. Metal Pollution In The Aquatic
Environment. Springer Verlag, Berlin.
Friedman, G.M. dan J.E. Sanders. 1978. Principles of Sedimenology. John Wiley
and Sons, New York.

69

Furia, T. 1972. Food Additives. Volume I. CRC Press, Inc., New York. 998 hlm.
Gaspersz, V. 1995. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito,
Bandung. 622 hlm.
GESAMP. 1985. Review of Potentially Harmful Substances : Cadmium, Lead and
Tin. IMO/FAO/UNESCO/WMO/IAEA/UNEP/UN Join Group of Experts.
Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oceana:
Jakarta.http://www.dnr.state.sc.us/marine/sertc/images/photo/%20galleryp
erna%20viridis2.jpg. Diakses Tanggal 5 September 2008, pk. 14.00 WIB.
Harahap, S. 1991. Tingkat pencemaran air kali Cakung ditinjau dari sifat kimiafisika khususnya logam berat dan keanekaragaman jenis hewan benthos
makro. Tesis : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hartanti. 1998. Analisis kandungan logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd),
timbal (Pb), arsen (As), dan tembaga (Cu) dalam tubuh kerang konsumsi
serta upaya penurunannya. Skripsi : Fakultas Perikanan dan Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 68 hlm.
Hendrawati. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Press, Jakarta.
Hutabarat, S. dan S. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. UI Press, Jakarta.
Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oseana
IX No.1 Tahun 1984 LON-LIPI, Jakarta.
______________ 1989. Mercury and Cadmium Content In Green Mussels,
Mytilus viridis L. from Onrust Waters, Jakarta Bay. Environ. Contam.
Toxicol.
______________ 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O LIPI,
Jakarta.
______________, D. Setiapermana & S. Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air
Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Ilahude, A.G. dan S. Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di
Teluk Jakarta dalam Teluk Jakarta. Pengkajian Fisika, Kimia, Biologi dan
Geologi Tahun 1975 1979.

70

Inswiasri, A., Tugiwati, dan A. Lubis. 1997. Kadar logam Cu, Pb, Cd, dan Cr
dalam ikan segar dan kerang dari Teluk Jakarta tahun 1995/1996.
Buletin Penelitian Kesehatan, 25 (1) : 19 26.
Ismail, W., Pratiwi, E. & Wedjatmiko. 1999. Perikanan Kerang Hijau di Perairan
Muara Kamal, Jakarta. Warta Penelitian Perikanan Indonesia : 6 9.
Jakarta.
Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan
Prokasih. PEMDA DKI Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. 2004. Surat Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu
Air Laut. Jakarta. http://www.menlh.go.id. Diakses Tanggal 15 Juli 2008,
pk. 20.00 WIB.
Kastoro, W. 1988. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis L.) dari
Perairan Binaria, Ancol Teluk Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Laut
No.45. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian dan
Perkembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
Kompas. 2004. Pencemaran Teluk Jakarta Lampaui Ambang Batas.
http://www.kompas.com Tanggal 5 September 2008, pk. 14.30 WIB.
Laws, E.A. 1981. Aquatic Pollution : An Introductory Text. Second edition.
Willey and Sons, Inc., New York. 641 hlm.
Laws, E.A. 1993. Aquatic Pollution. John Willey & Sons, Inc., New York.
Legandre, L. dan P. Legandre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific
Publishing Company, New York.
Linnaeus. 1758. Asian Green Mussel (Perna viridis). National Introduced Marine
Pest Information System (NIMPIS), Last Updated : 13 Maret 2002.
Lindquist, O.A., K.J. Jarnelov dan J. Rhode. 1980. Mercury In Swedish
Environment. Global and Local Source. Report of The Workshop Held at
Lerum, Sweden, November 1983, S.N.R.P.M. 1816. National Swedish
Environment Protection Guard, Solna, Sweden. (Cited In Linberg 1987).
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Azas, Organ Sasaran, dan Penilaian Nilai.
Edisi 2. Terj. dari Basic Toxicology : Fundamentals, Target Organ and
Risk Assesment oleh Edi Nugroho. UI Press, Jakarta.
Manahan, S.E. 1994. Environmental Chemistry. Second Ed. Williard Press,
Boston.

71

Mance, G. 1987. Pollutan Threat of Heavy Metals In Aquatic Environmentals.


Elsivier Applied Science, New York.
Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollutan. Longman Singapore Publisher
Ltd., Singapore. 121 p.
Mc.Cormick dan Thiruvathukal. 1976. Elements of Oceanography. WB. Sounders
Company, Philadelphia.
Menteri Kepedudukan & Lingkungan Hidup. 1988. Keputusan Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor:02/MENKLH/1988, tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Sekretariat MENKLH,
Jakarta.
Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor:51/MENLH/2004 Tahun 2004, tentang Penetapan Baku Mutu Air
Laut dalam Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup, Jakarta.
Miettinen, J.K. 1977. Inorganic Trace Element as Water Pollution to Health Man
and Aquatic Biota dalam F. Coulation and E. Mrak, Ed. Water Quality
Process of an Int. Forum. Academic Press, New York : 133 136.
Moore, J.W. 1991. In Organic Contaminants of Surface Water. Springer Verlag,
New York. 334 p.
Mulyaningsih, T.R. 1998. Penentuan tingkat pencemaran logam berat Pb, Cd dan
Hg pada hasil laut dan konsumennya. Tesis : Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 195 hlm.
Nanty, I.H. 1999. Kandungan logam berat dalam badan air dan sedimen di muara
Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi : Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nemerow, N.L. 1985. Stream, Lake, Estuary, and Ocean Pollution. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Nimpis. 2002. Asian Green Mussel (Perna viridis). National Introduced Marine
Pest Information System (NIMPIS). Last Updated : 13 Maret 2002.
Nontji, A. 1984. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Noviana. 1994. Pengaruh konsentrasi logam berat merkuri (Hg) terhadap
beberapa aktivitas biologi kerang darah (Anadara granosa Linn.). Skripsi :
Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran, Jatinangor. 60 hlm.

72

Novotny, V. dan H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and


Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York
1054 p.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari
Marine Biology : An Ecological Approach oleh Muhammad Eidman.
Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terj. dari Fundamentals of Ecology oleh
Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
Paasivarta, J. 1991. Chemical Ecotoxicology. Lewis Publisher, Florida.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001. Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan.
Pescod, M.B. 1975. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical
Countries. AIT, Bangkok. 59 p.
Porsepwandi, W. 1998. Pengaruh pH larutan perendaman terhadap penurunan
kandungan Hg dan mutu kerang hijau (Mytilus viridis L.). Skripsi :
Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 42 hlm.
Prartono, T. 1985. Kandungan logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng
(Zn) dalam tubuh kerang hijau (Mytilus viridis L.) yang dibudidayakan di
perairan Ancol, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12. PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia. Jakarta.
Putri, L.S.E. 2007. Statistika Untuk Jurusan Biologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Quano. 1993. Training Manual On Assesment of The Quality and Type of Land
Based Pollution Discharges Into The Marine and Coastal Environment.
UNEP, Bangkok.
Rachmansyah, P.R., Dalfiah, Pongmasak dan T. Ahmad. 1998. Uji Toksisitas
Logam Berat Terhadap Benur Udang Windu dan Nener Bandeng. Jurnal
Perikanan Indonesia.

73

Razak, H. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oseana


II LON-LIPI, Jakarta.
Reilly, C. 1991. Metal Contamination Food. Second Edition. Elsivier Science
Publisher Ltd., London.
Roberts, D. 1976. Mussel and Pollution. In: B.L. Bayne (editor). Marne Mussel:
Their Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Cambridge.
Rohilan, I. 1992. Keadaan sifat fisika dan kimia perairan di pantai zona industri
Krakatau Steel Cilegon. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Romimohtarto. 1991. Zat Pencemaran dalam Lingkungan Laut dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O-LIPI,
Jakarta.
Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dirjen Perguruan Tinggi PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setyobudiandi, I. 2000. Sumberdaya hayati moluska kerang mytilidae. Skripsi :
Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soegiharto, A. 1976. Sumber-Sumber Pencemaran. Seminar Pencemaran Laut.
LON LIPI ISOI, Jakarta.
Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan.
Yogyakarta.

Gadjah Mada University Press,

Sukiyanti, E. 1987. Kadar merkuri kerang darah dari Teluk Jakarta dan
hubungannya dengan kadar merkuri kerang darah dari tempat pelelangan
ikan Muara Angke. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Indonesia,
Jakarta. 62 hlm.
Sunu, P. 2000. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit
PT. Grasindo, Jakarta.
Suryadiputra, I.N.N. 1995. Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suryanto, D. 2002. Pendugaan laju akumulasi Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni pada kerang
hijau (Perna viridis L.) ukuran > 4,7 cm di perairan Kamal Muara, Teluk
Jakarta. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

74

Sutjahjo, S.H., E. Riani dan I. Mulyawan. 2004. Penanganan Limbah B3 dengan


Sistem Biofilter Kerang Hijau di Teluk Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta Kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor.
Suwirma, S., S. Surtipanti dan S. Yatim. 1981. Studi Kandungan Logam Berat
Hg, Pb, Cd dan Cr dalam Beberapa Jenis Hasil Laut Segar. Majalah
Batan, Jakarta.
Syahminan. 1996. Studi analisis dan distribusi pencemaran logam berat di
perairan estuari Siak, Pekanbaru, Riau. Skripsi : Program Studi Ilmu
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Tresnasari, S.W. 2001. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada kerang hijau
(Perna viridis L.), air dan sedimen di perairan Kamal Muara, Teluk
Jakarta. Skripsi : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Vakily, J.M. 1989. The Biological and Culture of Mussels of The Genus Perna.
ICLARM Studies and Review No.17, Manila.
Waldichuck, M. 1974. Some Biological Concern In Heavy Metals Pollution. In:
Venberg, F.J. and W.B. Venberg (editors). Pollution and Physiology of
Marine Organism. Academic Press Inc., NewYork.
Waldichuck, M. 1974. Specimen Shells. http://www.specimenshells.net/3721.htm.
Diakses Tanggal 24 Juli 2008, pk. 10.00 WIB.
Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
WHO. 1976. Guidelines for Heavy Metals Contents, Health Criteria and Other
Supporting Information. WHO, New York.
_____. 1984. Guidelines for Drinking Water Quality, Health Criteria and Other
Supporting Information. WHO, New York.
Wijayanti, F. 2005. Modul Praktikum Ekologi Dasar. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

75

LAMPIRAN

Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari April 2009


Stasiun
Parameter Lingkungan
Bulan
Satuan
I
II
III
Februari
Kekeruhan

Suhu

Salinitas

pH

3.83

1.37

0.77

4.57

4.00

1.69

4.47

3.13

2.61

Rata-rata

4.29

2.83

1.69

Februari

26.0

27.2

27.2

31.0

29.0

28.0

30.0

29.0

28.0

Rata-rata

29.0

28.4

27.7

Februari

31.0

30.8

31.3

33.5

33.7

33.4

32.4

32.5

32.2

Rata-rata

32.3

32.3

32.3

Februari

7.29

7.40

7.61

Maret

7.02

7.15

7.09

April

6.40

6.48

6.40

Rata-rata

6.90

7.01

7.03

Maret
April

Maret
April

Maret
April

FTU

76

Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Februari April


2009
Stasiun
Ulangan
Baku
Parameter
Satuan
(Bulan)
Mutu*)
I
II
III
Februari
Maret

Merkuri (Hg)

April
Rata-rata

mg/L

Februari
Maret

Timbal (Pb)

April
Rata-rata

mg/L

Februari
Kadmium (Cd)

Maret
April
Rata-rata

mg/L

0.00015

0.00006

0.00001

0.00021

0.00007

0.00007

0.0003

0.0001

0.00009

0.0002

0.0001

0.0001

0.003

0.001

0.001

0.004

0.002

0.001

0.005

0.003

0.002

0.004
0.00001

0.002
0.00001

0.0013
0.00001

0.00002

0.00001

0.00001

0.00003

0.00001

0.00001

0.00002

0.00001

0.00001

Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau


Kandungan Logam Berat
Ulangan
Hg (ppm)
Pb (ppm)
Cd (ppm)
1
2
3
Rata-Rata
Baku Mutu

0.001665*
0.002462**
0.011979***
0.005
0.5

1.485
1.370
0.920
1.258
2.0

0.7425
0.685
0.46
0.6292
1.0

Keterangan :
Limit deteksi alat untuk kadar Hg 0,000001 ppm dan Pb 0,001 ppm
* Panjang kerang : 7 9 cm
** Panjang kerang : 6 7 cm
*** Panjang kerang : 4,5 6 cm

0.001
mg/L

0.008
mg/L

0.001
mg/L

77

Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA


yang Berbeda
Kadar Logam Hg (ppm)
Titik

Kontrol
0

0.01198

Konsentrasi 0.5 %
30
45
60
menit
menit
menit
0.001
0.0008
0

Konsentrasi 1 %
45
60
30 menit
menit menit
0.0008
0
0

II

0.00246

0.0009

0.0007

0.0006

III

0.00167

0.0008

0.0005

0.0005

Rata2 0.00537

0.0009

0.00067

0.000633

Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA


yang Berbeda
Kadar Logam Pb (ppm)
Konsentrasi 0.5 %
Konsentrasi 1 %
Titik Kontrol
0
30
45
60
30
60
45 menit
menit
menit
menit
menit
menit
1
0.73
0.55
0.02
0.66
0.36
0
I
II

0.6

0.2

0.01

0.55

0.2

III

0.92

0.4

0.1

0.2

Rata2

1.25833

0.01

0.47

0.186667

0.57667 0.28333

Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA


yang Berbeda
Kadar Logam Cd (ppm)
Konsentrasi 1 %
45
60
30 menit
menit menit
0.15
0
0

Kontrol
0

0.7425

II

0.685

0.2

0.05

0.09

III

0.46

0.1

0.01

0.05

0.2167

0.05333

0.096667

Rata2 0.62917

Konsentrasi 0.5 %
30
45
60
menit
menit
menit
0.35
0.1
0

Titik

78

Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau

Titik Sampling I

Titik Sampling II

Titik Sampling III

Bentuk Penampang Kerang Hijau

79

Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO3 Pekat

Sampel Air Laut Murni


tanpa Penambahan HNO3 Pekat

Titik I

Titik II

Sampel Air Laut


dengan Penambahan HNO3 Pekat

Titik III

Sampel Air Laut dengan Penambahan HNO3 Pekat

80

Lampiran 9. Sampel Basah & Kering Kerang Hijau dengan Perlakuan

Sampel Basah Kerang Hijau dengan Perlakuan Formalin

Perlakuan Rhodamin B

Perlakuan Metanil yellow

Sampel Basah Kerang Hijau

Perlakuan Rhodamin B

Perlakuan Metanil yellow

Sampel Kering Kerang Hijau

81

Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau

Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau

82

Lampiran 11. Peralatan yang Digunakan Kegiatan Sampling & Analisis

Horizontal Water Sampler

Secchi Disk

Turbidimeter

Timbangan Analitik & Digital

Termometer

pH Meter

Water Quality Checker

AAS

83

Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik untuk Keperluan Perikanan
dan Peternakan
Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
Keterangan
Fisika
Temperatur air alam 4C
C
Temperatur
2000
mg/l
Residu terlarut

Kimia
pH
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Krom heksavalen (Cr(VI))
Kadmium (Cd)
Raksa total (Hg)
Timbal (Pb)
Arsen (As)
Selenium (Se)
Sianida (CN)
Sulfida (S)
Fluorida (F)
Amoniak bebas (NH3-N)
Nitrit (NO2-N)
Klor aktif (Cl2)
Oksigen terlarut (DO)
Senyawa aktif biru metilen
Fenol
Minyak & Lemak

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

69
0,02
0,02
0,05
0,01
0,002
0,03
1
0,05
0,02
0,002
1,5
0,016
0,06
0,003
0,2
0,001
1

Disyaratkan > 3.
Diperbolehkan =
3, maksimum 8
jam dalam 1 hari.

Radioaktivitas
Aktivitas beta total
Strontium 90
Radium 226

pCi/l
pCi/l
pCi/l

1000
10
3

Aktivitas
tanpa
adanya Sr 90
dan Ra 226.

Pestisida
DDT
Endrine
BHC
Methyl Parathion
Malathion

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

0,002
0,004
0,21
0,10
0,16

84

Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah


Satuan
I
Parameter
Mutu Air Baik

III

Sedang

Kurang

IV
Kurang
Sekali

Fisika
Temperatur
Residu terlarut
Residu

C
mg/l
mg/l

45
1000
100

45
3000
200

45
3000
400

45
50.000
500

Kimia
pH
Besi (Fe)
Mangan (Mn)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Krom heksavalen (Cr (VI)
Kadmium (Cd)
Raksa total (Hg)
Timbal (Pb)
Arsen (As)
Selenium (Se)
Sianida (CN)
Sulfida (S)
Fluorida (F)
Klor aktif (Cl2)
Klorida (Cl)
Sulfat (SO4)
N Kjeldahl (N)
Amoniak bebas (NH3 N)
Nitrat (NO3 N)
Nitrit (NO2 N)
Kebutuhan Oksigen (BOD)

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

69
5
0,5
0,5
5
0,1
0,01
0,005
0,1
0,05
0,01
0,02
0,01
1,5
1
600
400
7
0,5
10
1
20

59
7
1
2
7
1
0,1
0,01
0,5
0,3
0,05
0,05
0,05
2
2
1000
600
1
20
2
100

4,5 9,5
9
3
3
10
3
0,5
0,05
1
0,7
0,5
0,5
0,1
3
3
1500
800
2
30
3
300

4,0 10
10
5
5
15
5
1
0,1
5
1
1
1
1
5
5
2000
1000
80
5
50
5
500

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

40
0,5
0,002
10
10

200
1
0,05
30
30

500
3
0,5
70
70

1000
5
1
100
100

Biologi
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
Senyawa aktif biru metilen
Fenol
Minyak nabati
Minyak mineral
Radioaktivitas*)

II

85

Lampiran 14. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51
Tahun 2004.
No
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Fisika
1 Kecerahana
m
Coral : > 5
Mangrove : Lamun : > 3
2 Kebauan
Alami3
a
3 Kekeruhan
NTU
<5
4 Padatan tersuspensi totalb
mg/L
Coral : 20
Mangrove : 80
Lamun : 20
5 Sampah
Nihil1(4)
c
6 Suhu
C
Alami3(c)
Coral : 28 30(c)
Mangrove : 28 32(c)
Lamun : 28 30(c)
5
7 Lapisan minyak
Nihil1(5)
Kimia
1 pHd
7 8,5d
e
2 Salinitas

Alami3(e)
Coral : 33 34(e)
Mangrove : s/d 34(e)
Lamun : 33 34(e)
3 Oksigen terlarut (DO)
mg/L
>5
4 BOD5
mg/L
20
5 Amonia total (NH3-N)
mg/L
0,3
6 Fosfat (PO4-P)
mg/L
0,015
7 Nitrat (NO3-N)
mg/L
0,008
8 Sianida (CN-)
mg/L
0,5
9 Sulfida (H2S)
mg/L
0,01
10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon)
mg/L
0,003
11 Senyawa Fenol total
mg/L
0,002
12 PCB total (Poliklor bifenil)
g/L
0,01
13 Surfaktan (deterjen)
mg/L MBAS
1
14 Minyak & Lemak
mg/L
1
15 Pestisida
g/L
0,01
16 TBT (Tributil tin)
g/L
0,01
Logam terlarut
17 Raksa (Hg)
mg/L
0,001
18 Kromium heksavalen (Cr(VI))
mg/L
0,005
19 Arsen (As)
mg/L
0,012
20 Kadmium (Cd)
mg/L
0,001
21 Tembaga (Cu)
mg/L
0,008

86

22
23
24
1
2
3
1

Timbal (Pb)
Seng (Zn)
Nikel (Ni)
Biologi
Coliform (total)g
Patogen
Plankton
Radionuklida
Komposisi yang tidak diketahui

mg/L
mg/L
mg/L

0,008
0,05
0,05

MPN/100 ml
sel/100 ml
sel/100 ml

1000g
Nihil1
Tidak bloom6

Bq/L

Keterangan :
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan
(sesuai dengan metode yang digunakan).
2. Metode analisis mengacu pada metode analisis untuk air laut yang telah
ada, baik internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat
(siang, malam dan musim).
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah
lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm.
6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan
dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan
plankton itu sendiri.
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal.
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % kedalaman
euphotic.
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % konsentrasi ratarata musiman.
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2 C dari suhu alami.
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH.
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5 % salinitas rata-rata
musiman.
f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, Endrin, Endosulfan dan
Heptachlor.
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % konsentrasi ratarata musiman.

Vous aimerez peut-être aussi