Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Partus spontan pervaginam adalah proses lahirnya bayi pada presentasi belakang yang
viable akibat kontraksi rahim dan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam. Partus spontan pervaginam diawali dengan tanda-tanda rasa
sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah
(show) yang lebih banyak, kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan
dalam serviks mendatar dan pembukaan telah ada.1Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang
berbeda. Kala satu persalinan dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang
progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm)
sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut
stadium pendataran dan dilatasi serviks.2
Kala dua persalinan mulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin
sudah lahir. Kala dua persalinan adalah stadium ekspulsi janin. Kala tiga persalinan dimulai
segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala
tiga persalinan adalah stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.2
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Ny EE
Umur
31 tahun
Pekerjaan
Alamat
II.
Status
Menikah
Agama
Islam
Pendidikan
SLTA
Bangsa
Indonesia
No rekam medis
10 56 89
Tanggal masuk RS
1 September 2014
ANAMNESIS
Autoanemnesis pada tanggal 1 September 2014
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: 12 Tahun
- Siklus
: 28 hari, teratur
- Lamanya
: 4 hari
- Dysmenore
:(-)
- HPHT
: 31 November 2013
Riwayat Obstetrik
- Hamil pertama tahun 2009 lahir spontan di RSAL, bayi perempuan BBL 3000g
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Cukup
Antropometri
: BB sebelum hamil
BB saat hamik
: 59kg
: 69kg
: 96x/ menit
o Pernapasan
: 24x/ menit
o Suhu
: 36,2 C
Mata
: CA - /- , SI -/-
Leher
Thoraks
Abdomen
konvergen
Ekstremitas
: Akral hangat
Oedem - -
- -
B. Status Obsterikus
Leher
: Cloasma gravidarum
: +
Mammae
: Areola Hiperpigmentasi
: +/+
: +/+
Pemeriksaan luar
- Inspeksi
- Palpasi
: Leopold I :
: DJJ 144x/menit
Pemeriksaan dalam
- Portio tebal lunak, pembukaan 3cm, ketuban (+), kepala di Hodge I, UUK belum
jelas
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium tanggal 01/09/2014
Hasil
Nilai normal
Leukosit
14,100
Meningkat
Eritrosit
4,94
Normal
Hemoglobin
14,7
12-14 g/dL
Meningkat
Hematologi
Hematokrit
44
27 - 42%
Meningkat
Trombosit
236k
150-440 ribu/uL
Normal
2. CTG
Reaktif
IV.
RESUME
Pasien seorang wanita usia 31 tahun datang ke RSAL dr Mintohardjo dengan
keluhan perut mules - mules sejak 2 jam SMRS(pukul 01.00 WIB) dan keluar lendir
seperti darah sejak 1 jam SMRS. Keluar air - air (-). Pasien adalah GIIP1A0 hamil 39 -40
minggu. HPHT tanggal 31 Desember 2013. TP tanggal 7 September 2014. Anak pertama
seorang bayi perempuan lahir tahun 2009 partus normal di RSAL dr Mintohardjo, BBL
3000g. Pasien menarche usia 12 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lama perdarahan 4
hari. Pada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/80 mmhg, nadi 96x/ menit, pernapasan 24x/ menit, suhu 36,2 C. Pada palpasi
abdomen didapatkan TFU 30cm, puka, presentasi kepala, bagian terendah konvergen.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio tebal lunak, pembukaan 3cm, ketuban (+),
kepala di Hodge I, UUK belum jelas.
V.
DIAGNOSIS KERJA
GIIIP2A0 Hamil 39-40 minggu, inpartu, Kala I fase laten
janin tunggal hidup, TBJ 2790g
VI.
PENATALAKSANAAN
A. Planning diagnosis
- USG
B. Planning terapi
- Partus pervaginam
- Observasi inpartu 1 x 24 jam
C. Planning monitoring
- TTV per jam
- DJJ per setengah jam
- Pembukaan tiap 4 jam
D. Planning edukasi
- Segera beritahu ke bidan bila ada tanda - tanda akan melahirkan
VII.
PROGNOSIS
A. Kehamilan
- Ibu
: Ad Vitam : Bonam
- Janin
: Ad Vitam : Bonam
B. Persalinan
- Ibu
: Ad Vitam : Bonam
- Janin
: Ad Vitam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Partus spontan pervaginam adalah proses lahirnya bayi pada presentasi belakang yang
viable akibat kontraksi rahim dan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam. Partus spontan pervaginam diawali dengan tanda-tanda rasa
sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah
(show)yang lebih banyak, kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan
dalam serviks mendatar dan pembukaan telah ada.1
Serviks membuka
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil,
dimana dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia
suboksipitobregmatikus (32 cm) sampai di dasar panggul kepala janin berada di dalam keadaaan
fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragmapelvis yang berjalan dari
belakang atau ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan
intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula
putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke arah
depan sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil di bawah simfisis, dan dengan suboksiput
sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his,
vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak.Perineum menjadi makin lebar dan tipis,
anus membuka dinding rektum.Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengejan,
berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu.Sesudah kepala lahir, kepala
segera mengadakan rotasi, yang disebut dengan putaran paksi luar.Putaran paksi luar adalah
gerakan kembali ke posisi sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan
kepala dengan punggung anak.
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu
akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul,
apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya
dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan
trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir
seluruhnya.
Apabila bayi telah lahir, tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5cm dan 10cm,
kemudian digunting diantara kedua cunam tersebut lalu diikat. Umumnya bila telah lahir
lengkap, bayi segera akan menarik nafas dan menangis.
Bila bayi telah lahir, his masih mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya
tetapi berkurang frekuensinya. Hal ini akan membuat uterus mengecil sehingga perlekatan
plasenta dengan dinding uterus akan terlepas. Lepasnya plasenta dari dinding uterus dapat
dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), pinggir (marginal menurut Mathew Duncan);
ataupun kombinasi keduanya.
2.3Kala Persalinan5
Partus dibagi menjadi 4 kala.Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10
cm. Kala I dinamakan kala pembukaan.Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena berkat
kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong ke luar sampai lahir.Dalam kala III atau
kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.Kala IV dimulai dari lahirnya
plasenta dan lamanya 2 jam.
Kala I
Partus dimulai jika timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu
darah (bloody show).Lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka atau mendatar.Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang
berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks
membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten
dan fase aktif. Fase laten berlangsung 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm. Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi, yakni: fase akselerasi, fase dilatasi
maksimal, dan fase deselerasi. Pada fase akselerasi, dalam waktu 2 jam terjadi pembukaan 3 cm
tadi menjadi 4 cm. Pada fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung
sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. Pada fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat kembali
dan dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada
primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase
deselerasi terjadi lebih pendek.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menilai perlunakan serviks untuk
memprediksi lamanya persalinan. Metode yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi
perlunakan serviks adalah skor Bishop.6
10
Skor Bishop juga digunakan untuk memprediksi apakah induksi persalinan dibutuhkan
atau tidak.7
0
Posterior
Intermediate
Anterior
Konsistensi
Firm
Intermediate
Soft
Effacement
0-30%
31-50%
51-80%
>100%
0 cm
1-2 cm
3-4 cm
>5 cm
-3
-2
-1, 0
+1, +2
Posisi
Dilatasi
Fetal station
Interpretasinya adalah bahwa skor 5 atau kurang menunjukkan bahwa persalinan tidak akan
berlangsung tanpa induksi. Skor 9 atau lebih menunjukkan bahwa persalinan kemungkinan besar
akan berlangsung spontan.8
Mekanismenya membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka.Pada multigravida,
ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Ketuban akan pecah dengan
sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks
uteri telah lengkap.Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada
multipara kira-kira 7 jam.
Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali.Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan.Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar.Kemudian
perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka.Labia mulai membuka dan
tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.Bila dasar panggul sudah
lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan
11
mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi,
muka, dan dagu melewati perineum.Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan
badan, dan anggota bayi. Para primigravida, kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multipara rata-rata 0,5 jam.
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus terba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.Beberapa
menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.Biasanya
plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan pada fundus uteri.Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
Kala IV
Pada kali ini, harus diperhatikan 7 hal penting, yaitu: kontraksi uterus harus baik, tidak
ada perdarahan dari vagina atau perdarahan-perdarahan dalam alat genitalia lainnya, plasenta dan
selaput ketuban harus telah lahir lengkap, kandung kencing harus kosong, luka-luka pada
perineum terawat dengan baik dan tidak ada hematoma, bayi dalam keadaan baik, dan ibu dalam
keadaan baik.
ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan atau vaginanya
perineum menonjol
12
Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi
semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 2 jam
meneran untuk ibu primipara atau 1 jam untuk ibu multipara, merujuk segera jika ibu
tidak mempunyai keinginan untuk meneran.
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang aman. Jika
ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada
puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60 menit
meneran, merujuk ibu dengan segera.
14
Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi,
Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala abyi.
Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan
memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melalukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahir Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi
muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya.Dengan lembut
menariknya ke arah bawah dan arah luar hingga bahu anterior muncul di arkus pubis dan
kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bayi posterior.
15
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelesurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian
bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut.
Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bawah
untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari
punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganyasaat punggung kaki lahir. Memegang kedua
mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu
dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,
meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan
resusitasi.
26. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit ibu
bayi. Lakukan penyuntikkan oksitosin/i.m.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan
pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama
(ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan , melindungi bayi dari gunting, dan memotong tali
pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau
selimut bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi
mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang sesuai.
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan
memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
Oksitosin
16
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan
kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu inu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit I.M. di
gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.
Penegangan Tali Pusat Terkendali
34. Memindahkan klem pada tali pusat.
35. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan
menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada
tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus
dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk
membantu mencegah terjadinya invertio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk
melakukan rangsangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta
37. Setelah plasenta lepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke arah atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah
pada uterus.
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari
vulva.
Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit:
o Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M.
17
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan
atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian
selaput yang tertinggal.
Pemijatan uterus
39. Segera setleah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, meletakkan telapak
tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus menjadi keras).
Menilai Perdarahan
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban
untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta
di dalam kantong plastik atau tempat khusus.
Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15 detik mengambil
tindakan yang sesuai.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang
mengalami perdarahan aktif.
Melakukan Prosedur Pascapersalinan
18
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan perawatan yang sesuai untuk
menatalaksana atonia uteri.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesi
lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa
kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.
52. Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam
pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan.
19
Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pascapersalinan.
20
Fungsi Kandung Kemih. Sebagai akibat cairan yang diinfuskan dan penghentian efek
antidiuretik oksitosin secara mendadak, menyebabkan sering terjadi pengisian cepat kandung
kemih. Namun sensasi dan kapasitas pengosongan kandung kemih menjadi berkurang akibat
pemberian anastesi, khususnya anastesi regional, episiotomi, laserasi atau hematoma, sehingga
terjadi retensi urine dengan overdistensi.2Selain itu Ibu juga sering tidak dapat berkemih sendiri
akibat adanya penekanan pada muskulus sfingter vesika et uretra oleh kepala janin sehingga
fungsinya menjadi terganggu. Akan tetapi jika dalam 4 jam pasca persalinan belum dapat
berkemih sendiri harus dicurigai adanya masalah lebih lanjut, hematoma traktus genitalia
misalnya.2Oleh karena itu pemasangan kateter terfiksasi harus dipasang dan dipertahankan
hingga faktor penyebab retensi telah teratasi. Pada partus yang lama dan diakhiri dengan
ekstraksi vakum atau cunam juga dapat menyebabkan retensi urine.10 Jika terjadi overdistensi
maka kateter terfiksasi dipertahankan selama 24 jam untuk mengosongkan kandung kemih dan
mencegah rekurensi dan pemulihan tonus serta sensasi kandung kemih normal. Jika kateter telah
dicabut Ibu harus dapat berkemih normal, namun setelah 4 jam pasca pelepasan tidak dapat
berkemih maka kateter kembali dipasang, lalu ukur volume urinenya. Jika lebih dari 200 ml,
menandakan kandung kemih belum berfungsi normal, dan kateter tetapdipertahankan, dan bila
kurang dari 200 ml, kateter dapat dicabut dan dilakukan pemeriksaan kandung kemih.2
Adapunyang perlu diperhatikan pada pemasangan kateter adalah timbulnya infeksi. Dimana 40%
wanita dapat mengalami bakteriuria sehingga dapat diberikan antibiotik jangka pendek setelah
kateter dicabut.2,12
Fungsi Pencernaan dan Diet.Lemah atau hilangnya gerakan usus/peristaltik merupakan efek
dari pemberian enema yang dimaksudkan untuk membersihkan saluran cerna beberapa jam
sebelum melahirkan. Ada tidaknya defekasi juga harus dipantau, dimana jika tidak terjadi
defekasi selama 3 hari postpartum, maka dapat dicurigai adanya obstipasi dan dapat dilakukan
klisma atau diberikan laksan per os.Selain itu, pemberian makanan sejak dini dapat mengurangi
konstipasi yang terjadi.Tidak ada pantangan makan bagi wanita yang melahirkan per vaginam.
Jika tidak ada komplikasi pasca pemberian anastesi, 2 jam setelah partus Ibu dapat diberikan
minum jika haus dan makanan jika lapar. Diet makanan yang diberikan harus bergizi tinggi
khususnya Ibu menyusui, yaitu tinggi kalori - protein, serta cairan dengan berbagai pilihan buahbuahan.2,12Adapun praktik Standar di Parkland Hospital melanjutkan pemberian suplemen besi
22
selama 3 bulan pasca persalinan dan memeriksakan kadarnya pada kunjungan postpatrum
pertama. 2
Ketidaknyamanan
Pasca Persalinan.
Penyebab ketidaknyamanan
setelah persalinan
pervaginam umumnya adalah rasa nyeri setelah melahirkan, episiotomi, laserasi, pembengkakan
payudara ataupun nyeri pasca tusukan analgesi.Kontraksi uterus juga bertambah kuat selama
menyusui yang dapat menambah rasa nyeri yang ada sebelumnya. Untuk itu dapat diberikan
kodein, aspirin atau asetaminofen setiap 3 jam pada beberapa hari pertama pasca persalinan
untuk mengurangi rasa nyeri. Nyeri karena episiotomi atau laserasi dapat dikurangi dengan
pemberian kompres es, selain itu juga dapat menggunakan semprotan anastesi lokal secara
periodik.2
Depresi Ringan. Depresi juga dapat terjadi pada ibu pasca persalinan, yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, seperti kekecewaan emosional, rasa nyeri masa nifas, kelelahan, kecemasan
dalam merawat bayi atau ketakutan akan perubahan bentuk tubuh. Gejala ini umumnya
menghilang dalam beberapa hari, dan sebagian besar kasus dapat diterapi efektif dengan
memberikan antisipasi, pemahaman dan rasa aman. Namun, jika gejala menetap diperlukan
perhatian khusus untuk mencari penyebab depresi dan membutuhkan konsultasi yang tepat.
Relaksasi Dinding Adomen. Bila abdomen luar biasa kendur dan menggantung, penggunaan
korset biasanya cukup membantu.Olahraga utuk membantu mengembalikan tonus dinding
abdomen dapat dimulai kapan saja atau setelah rasa nyeri mulai berkurang.2
Kontrasepsi.Selama dirumah sakit, sebaiknya dilakukan edukasi keluarga berencana pada Ibu
pasca persalinan, terutama pada Ibu dengan multigravida.2
Perawatan di Rumah
Perawatan Mamma. Mamma harus dirawat selama kehamilan dan menyusui, dengan dicuci
secara teratur dengan sabun serta diberikan minyak atau cream, agar tetap lemas, dan tidak
terjadi lecet atau pecah-pecah.Sebelum menyusui, areola dan puting harus dibersihkan, dan
dilakukan massage secara menyeluruh agar mamma menjadi lemas barulah bayi disusui.Bila
23
bayi meninggal, laktasi harus segera dihentikan dengan melakukan penekanan pada mamma,
atau dapat diberikan bromocryptin untuk menekan Lactogenic Hormone.10
Kembalinya Menstruasi dan Ovulasi.Bila seorang Ibu tidak menyusui bayinya, maka
menstruasi akan kembali dalam waktu 6-8 minggu, walau sulit secara klinis untuk menentukan
dengan spesifik kapan menstruasi pertama setelah melahirkan. Menstruasi belum muncul selama
bayi masih disusui.Ovulasi lebih jarang terjadi pada Ibu yang menyusui bayinya dibanding
dengan yang tidak menyusui.Akan tetapi, kehamilan dapat terjadi selama menyusui.Diperkirakan
risiko kehamilan pada Ibu menyusui 4 % per tahunnya.2
Koitus.Setelah melahirkan tidak terdapat kejelasan waktu untuk kembali melakukan koitus.
Kembali melakukan aktivitas koitus terlalu dini akan menimbulkan rasa tidak nyaman, terasa
sangat nyeri yang diakibatkan belum sempurnanya involusi uterus dan penyembuhan luka
episiotomi atau laserasi. Menurut logika, dimana setelah 2 minggu postpartum, koitus dapat
dilakukan kembali berdasarkan keinginan dan kenyamanan pasien. Ibu harus diberi tahu bahwa
menyusui akan menyebabkan pemanjangan priode supresi produksi estrogen sehingga
mengakibatkan atrofi dan kekeringan vagina. Keadaan fisiologis ini akan menyebabkan
penurunan lubrikasi vagina selama perangsangan seksual.Menurut penelitian Barrett (2000) dkk,
hampir 90% dari 484 primigravida kembali melakukan koitus setelah 6 bulan.2
Setelah 6 minggu pasca persalinan, terdapat berbagai hal yang harus diperiksa dari Ibu,
yaitu :10
1. keadaan umum
2. keadaan payudara serta puting
3. dinding perut, ada tidaknya hernia
4. keadaan perineum
5. kandung kemih, ada tidaknya sistokel atau uretrokel
6. rektum, ada tidaknya retrokel dan tonus muskulus sfingter ani
7. adanya fluor albous
8. keadaan serviks, uterus serta adneksa.
24
2.6Komplikasi Persalinan
Terdapat berbagai komplikasi yang dapat terjadi sebagai akibat langsung kehamilan,
seperti hiperemesis gravidarum, preeklampsi dan eklampsi, kehamilan ektopik, penyakit serta
kelainan plasenta, kehamilan kembar serta perdarahan antepartum.10 Pada makalah ini khusus
akan dibahas mengenai perdarahan pascapersalinan
Perdarahan Pascapersalinan
Merupakan perdarahan yang melebihi 500cc, dapat terjadi setelah bayi dan plasenta lahir
pada 24 jam pertama (perdarahan pascapersalinan primer) dan setelah 24 jam pascapersalinan
(perdarahan pascapersalinan sekunder). Etiologi perdarahan pascapersalinan ini sendiri sering
disebabkan oleh 4Ts:11
1. tonus: atonia uteri
2. tissue: retensio/sisa plasenta
3. trauma: laserasi jalan lahir
4. thrombin : gangguan pembekuan darah
Berdasarkan klinis ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam lebih dari 500 cc pada
persalinan pervaginam, dan lebih dari 1000 cc pascapersalinan perabdominal.Ketika dilakukan
palpasi dijumpai kontraksi uterus yang lemah atau tidak ada, dan fundus uteri yang
meninggi.Adanya sisa selaput ketuban serta plasenta yang tersisa dalam kavum uteri mengarah
kepada retensio plasenta/kelainan plasenta dan dapat memicu terjadinya perdarahan, sehingga
perlu dipastikan lengkap atau tidaknya selaput ketuban dan plasenta yang dilahirkan, perlu juga
dicari adanya robekan pada rahim ataupun plasenta suksenturiata.Jika dicurigai perdarahan
berasal dari robekan serviks, vagina ataupun pecahnya varises dapat digunakan inspekulo untuk
mempermudah penilaian sumber perdarahan.11
Atonia Uteri.Merupakan suatu keadaan tidak adanya kontraksi uterus setelah bayi dan plasenta
lahir. Secara klinis dijumpai adanya perdarahan lebih dari 500 cc yang langsung terjadi setelah
anak dan plasenta lahir. 11
Atonia uteri sendiri dapat terjadi akibat partus yang lama, pembesaran uterus yang
berlebihan pada saat kehamilan (hamil kembar, hidramnion atau janin besar), multiparitas,
25
anastesi yang dalam, atau anastesi lumbal. Atonia juga dapat terjadi karena salah penanganan
kala III persalinan, dengan cara memijit uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, dimana plasenta sebenarnya belum terlepas dari uterus. 12
Pada palpasi didapati uterus yang lembek, kontraksi uterus yang tidak baik, dan didapati
fundus uteri yang tinggi (diatas pusat).Pada Inspekulo tidak dijumpai adanya trauma jalan lahir,
tidak terdapat sisa plasenta, dan dapat disertai tanda-tanda syok hipovolemik seperti tekanan
darah yang menurun serta pernafasan yang cepat.Perdarahan akibat atonia baru menunjukkan
gejala klinik jika telah kehilangan darah hingga 20%.Banyaknya darah yang hilang selama
persalinan dapat menyebabkan terjadinya syok, infeksi puerperal hingga kematian.Perdarahan
postpartum yang banyak, dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, sehingga
memperbesar risiko infeksi.12
Penatalaksanaan berupa perbaikan keadaan umum, hentikan sumber perdarahan serta
evaluasi perdarahan.11 Akan tetapi terapi terbaik adalah pencegahan, khususnya pada ibu dengan
anemia. Dimana anemia dalam kehamilan harus segera dikoreksi sebelum memperberat anemia
yang telah ada sebelumnya.12
Perbaikan keadaan umum berupa:
1. pemberian O2 4-6 L/I
2. pemberian cairan infus NaCl 0,9%/ RL
3. masase uterus
4. pemberian uterotonika
5. transfusi darah (Fresh Blood), diberikan jika terjadi gangguan pembekuan darah
sehingga memicu terjadinya hipofobrinogenemia, jika tersedia pemberian fibrinogen
dapat dipertimbangkan.
6. kompresi bimanual eksterna interna, dilakukan perdarahan belum berhenti setelah
dilakukan masase fundus serta suntikan uterotonika. Kompres bimanual pada uterus
dilakukan dengan memasukkan tangan kiri penolong kedalam vagina sambil membuat
kepalan yang diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada
perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu
jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Korpus uteri telah terpegang diantara
26
2 tangan, tangan kanan melakukan massage pada uterus dan sekalian menekannya
terhadap tangan kiri. bila reaksi uterus tidak ada, dapat dilakukan tamponade uterus
dengan kondom kateter. Tampon kateter dilakukan dengan cara memasukkan tampon
kasa panjang ke dalam uterus sampai kavum uteri padat dan menekan tampon pada
dinding uterus untuk menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka
sehingga perdarahan dapat berhenti dalam waktu 24 jam, tampon dapat dikeluarkan.
12
Selain cara tampon kateter, tidak adanya reaksi uterus dapatdikoreksi dengan
tindakan: 11
B-Linch suture
Ligasi arteri hipogastrika/ arteri uterina
Histerektomi
Bila kontraksi baik dan masih terdapat perdarahan, maka lakukan evaluasi pada sisa
plasenta/ laserasi jalan lahir dengan melakukan kuretase/ repair, serta pemberian antibiotik :
ampicilin + sulbactam 1,5gr/8 jam, atau injeksi cefriaxone 1 gr/ 12 jam selam 2 hari dan
dilanjutkan dengan cefadroxil 2x500 mg. Selain itu juga dapat diberikan pengobatan suportif
seperti vitamin dan preparat Fe. 11
Retensio Plasenta. Merupakan plasenta yang belum lahir setelah bayi lahir melebihi
waktu setengah jam. Tidak lahirnya plasenta dalam waktu 30 menit dapat disebabkan karena
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus atau plasenta telah lepas akan tetapi belum dapat
dikeluarkan. Plasenta yang belum lepas dari dinding rahim dapat disebabkan oleh kurang
kuatnya kontraksi uterus untuk melepaskan plasenta atau bisa dikarenakan plasenta merekat
lebih erat pada dinding uterus.11
4. plasenta pankreta: dimana vili khorialisnya telah menembus sampai serosa atau
peritoneum dinding rahim.
Plasenta yang sudah lepas dari belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus untuk menghalangi keluarnya plasenta.12.
Adapun cara mendiagnostik retensio plasenta adalah dengan tidak lahirnya plasenta
setelah setengah jam setelah bayi lahir, tampak tali pusat keluar dari introitus vagina serta fundus
yang masih tinggi dengan kontraksi yang kurang baik. 11
Apabila plasenta belum lahir, maka dilkukan usaha untuk mengeluarkannya.Pada
plasenta akreta, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada, dapat dicoba pengeluaran
plasenta secara manual. Dengan metode Crede, namun tidak lagi dianjurkan karena dapat
menyebabkan inversio uteri.Inversio uteri adalah sutu kondisi dimana bagian atas uterus
memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.12
Pengeluaran plasenta dengan tangan dianggap cara yang cukup baik, yaitu dengan cara
menyelusuri tali pusat, tangan sampaipada plasenta dan mencari pinggirnya, kemudian jari-jari
tangan dimasukkan diantara pinggir plasenta dan dinding uterus. Kemudian tanpa kesulitan,
plasenta dapat dikeluarkan dan dilahirkan.Terkadang pada pengeluaran plasenta hanya dapat
dikeluarkan sedikit demi sedikit sehingga plasenta tidak lengkap dilahirkan, jika masih dicurigai
28
adanya sisa plasenta dalam uterus maka dapat dilakukan tindakan kuretase.11 Apabila terjadi
kesulitan maka plasenta segera dikeluarkan secara histerektomi.12,13
Untuk perbaikan KU pasien dapat diberikan:Infus NaCl 0,9% + Oxytosin10 IU, transfusi
darah fresh blood. Pada pengeluaran plasenta manual yang berhasil baik dapat diberikan:
antibiotik ceftriaxone injeksi yang dilanjutkan dengan pemberian oral amoxicillin atau
metronidazol, antiperdarahan asam traneksamat, dan analgesik keterolac injeksi yang
dilanjutkan dengan pemberial oral asam mefenamat. 11
Laserasi jalan lahir.Persalinan sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Mulai
dari luka ringan hingga berbahaya.Berbagai laserasi yang dapat terjadi pada proses persalinan
yaitu :
Luka pada vulva: dapat timbul, khususnya primigravida,dapat timbul luka pada vulva
di sekitar introitus vagina.
Robekan perineum, hampir terjadi pada semua persalinan. Dan dapat dilakukan
tindakan episiotomi untuk memperbaikinya.
Robekan Serviks: hal ini sering terjadi pada persalinan dengan ekstraksi cunam.
Perdarahan biasanya banyak, dan diatasi dengan jahitan.Terkadang ligamentum
latum dapat terbuka dan cabang arteri uterina dapat terputus, maka segera dilakukan
repair dengan cara laparotomi atau pengikatan arteri hipogastrika yang bersangkutan.
Ruptur uteri: robeknya uterus, yang umumnya ditemukan pada sebagian bagian
bawah uterus. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina
bagian atas, maka disebut kolpaporeksis. Untuk menghindari terjadi hal ini maka
diperlukan pimpinan persalinan yang cermat. Jika terjadi ruptur maka cara terbaik
adalah laparotomi.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
31
13. Cunningham,
G.,
dkk.,2005.
Perdarahan
Obstetri.Obstetri
Williams
edisi
21.Jakarta:ECG; 685-742
32