Vous êtes sur la page 1sur 5

Proses yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak Polyanthii Folium untuk dibuat

sediaan kapsul Antidiabetes adalah proses ekstraksi . Proses ekstraksi untuk Polyanthii Folium
dengan menggunakan metode Refluks . Refluks merupakan metode ekstraksi dimana uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor dan akan menyari sampel secara kesinambungan pada
labu alas bulat. Secara Prinsipnya , proses refluks berlaku dengan penarikan komponen kimia
yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola
menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung
secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak
3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

Proses refluks dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan jumlah ekstrak yang mencukupi .
Berikut merupaka jumlah simplisia dan yang digunakan :

No

Jumlah Simplisia ( g )

Jumlah Pelarut ( ml )

100g

578ml

100g

700ml

120g

600ml

Proses refluks dilakukan dengan memasukan simplisia kering dengan volume pelarut sebanyak
yang mencukupi yang dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam proses refluks ini digunakan alat-alat
yang telah dirancang sedemikian rupa agar volume senyawa yang ada di dalamnya tidak
berkurang. Alat refluks ini dilengkapi dengan kondensor yang berbentuk bola-bola kaca yang di
dindingnya dialiri dengan air dingin, sehingga uap-uap dari zat akan menempel pada dinding
bola-bola kaca yang kemudian akan mengembun dengan adanya air dingin pada dinding luarnya,
lama-kelamaan uap yang menempel tersebut akan turun kembali. Jadi semakin banyak bola-bola
kaca semakin baik karena uap yang dhasilkan akan semakin sulit untuk dikeluarkan..

Selain itu , kita menggunakan suhu sekitar 60oC - 70oC kerana senyawa flavonoid yang
ingin ekstraksi tidak termostabil terhadap suhu tinggi . Seterusnya , kita akan memasukan batu
didih kedalam bola kaca . Hal ini karena , batu didih dalam labu alas bulat untuk meredam
letupan-letupan dalam tabung agar tidak terjadi bumping. Batu didih ini merupakan batu yang
berasal dari pecahan porselin yang diaktifkan dengan cara perebussan selama kurang lebih 15
menit. Batu didih yang telah diaktifkan akan memiliki pori-pori yang lebih besar sehingga
mampu menarik letupan-letupan kedalam pori-porinya.

Pada ekstrak refluks yang dilakukan pada Polyanthii folium (daun salam) untuk anti diabetes
juga mempunyai karakteristik kimia yang mana dapat ditetapkan melalui ekstrak cair antaranya
adalah nilai pH, pola dinamolisis dan pola kromatografi lapis tipis.
Setelah terhasilnya ekstrak dari proses refluks, ekstrak tersebut dibagi menjadi dua bagian,
dimana satu bagianya dilakukan pengujian terhadap ekstrak cair. Pertamanya dilakukan
penetapan pH dengan mengunakan indicator pH universal. Dari hasil perubahan warna yang
ditunjukkan pada kertas Ph dapat diperhatikan bahwa pH ekstrak cair adalah 6. Ini menunjukkan
ekstrak bersifat sedikit asam yaitu asam lemah. Penentuan pH ini temasuk kedalam karakterisik
kimia yang meliputi sifat kimia ekstrak nilai keasaman yang berhubung dengan kandungan kimia
ekstrak itu sendiri maupun jenis gugus fungsi yang dimilik.
Seterusnya dilakukan pola dinamolisis diamana ekstrak cair tersebut ditutup dengan kertas
saring bersumbu vertical yang menghubungkan cairan ekstrak dengan kertas saring. Cairan naik
melalui sumbu dan lingkaran yang terlihat adalah:

Proses dinamolisi dilakukan untuk memberikan gambaran secara kualitatif dari kandungan
kimia yang terdapat dalam ekstrak karena masing-masing ekstrak memiliki pola dinamolisis
yang berbeda.
Seperti yang terlihat pada gambar diatas, diukur diameter lingkaranya dan pola yang dimiliki
oleh polyanthii folium pada lingkaran pertama menunjukkan warna hijau dengan lingkaran
berdiameter 2.5 cm, lingkaran kedua berwarna kuning dengan diameter sebesar 3.5 cm manakala
lingkaran ketiga berwaran kuning bening dengan diameter 6.0 cm. Kertas saring digunakan
bertujuan untuk kromatografi sederhana selain bertugas sebagai penyaring.

Setelah proses ektraksi cair pada simplisia dilakukan proses pengentalan ekstrak dilanjutkan
dengan beberapa tahapan. Tiap ekstrak perlu dilakukan pemekatan dimana apa yang

perlu

diperhatikan adalah stabilitas kimia dari senyawa yang ingin diperoleh. Oleh karena itu, proses
pemekatan sering kali dilakukan pada suhu 25 30 C atau temperatur tinggi dengan durasi singkat
untuk menjaga kestabilan senyawa kimia yang bersifat termolabil. Parameter yang mempengaruhi
proses pemekatan meliputi jumlah larutan yang akan dipekatkan dan kestabilan dari zat terlarut. Jika
diperkirakan zat terlarut yang dikehendaki bersifat termostabil maka pemekatan dapat dilakukan pada
tekanan biasa atau di bawah vakum. Zat yang bersifat termolabil harus dipekatkan dengan suhu yang

diperkirakan tidak akan mendegradasi zat tersebut. Peningkatan tekanan dapat dilakukan agar suhu
yang diperlukan untuk menguapkan pelarut dapat diturunkan. Ada 8 tahapan di dalam proses
pengentalan ektraks. Tujuan dilakukannyanpenguapan adalah untuk menghilangakan cairan penyari
yang digunakan, agar pada ekstraksi corong pisah diperoleh hanya dua lapisan.
Penguapan dapat terjadi karena adanya pemanasan yang dipercepat oleh putaran labu alas
bulat dan cairan penyari dapat menguap 5-100C dibawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh adanya
penurunan tekanan. Yang pertama adalah dilakukan rendemen percobaan dimana simplisia yang
dikentalkan diambil berat simplisia dan dikira rendemen dengan rumus : %=BE/BS x 100. Di dalam
penelitiaan simplisisa bagi ekstrak kental memperoleh sebanyak 48.73 gram dengan rendemen
sebanyak 15.23%. Kedua, adalah dilakukan pengujiaan organoleptic ekstrak menggunakan pancaindera
yang meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau dan rasa. Ektraks kental dari daun salam ini mngeluarkan
warna hijau tua dengan bau khas daun salam dan berasa sangat pahit.Warna hijau tua itu mungkin
dating daripada klorofil yang ada pada daun salam tersebut. Ketiga, dilakukan bobot jenis ekstrak
dimana merupakan perbandingan antara bobot suatu zat sebanding dengan volume zat tersebut pada
suhu tertentu (25o C). Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu diisikan dengan aquadest. Di dalam
penelitiaan ini diperoleh berat ekstrak dan kerapatannya adalah sebanyak 1.50g/ml.
Keempat, prosedur dilanjutkan dengan uji kadar air ekstrak dengan cara basah di mana ianya
memiliki prinsip yaitu menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih
tinggi daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah
daripada air. Air dijenuhkan dn dikocok dalam toluene dan lapisan air dan toluene dipisah dan ekstrak
dimasukkan dan volume dibaca. Air tersebut kemudian di timbang dan kadarnya di tentukan dari selisih
distilat (air) dengan berat sampel awal. Dari metode penentuan kadar air secara distilasi ini didapatkan
kadar air daun salam sebesar 10%. Kelima, tahapan dilanjutkan dengan penetapan kadar abu. Pada
percobaan ini digunakan metode thermogravimetri. Proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan
tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 600oC. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk
mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam sampel. cawan yang berisi sampel
dimasukkan dalam krus silikat sampai sampel berubah menjadi abu yang ditunjukkan dengan
berubahnya warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah menjadi abu, sampel ditimbang kembali lalu
dihitung kadar abunya. Ada beberapa sampel ketika proses pengabuan menghasikan warna putih abuabu dengan bagian tertentu ada noda hitamnya, hal ini menunjukkan pengabuan belum sempurna,
maka perlu dilakukan pengabuan lagi sampai noda hitam hilang. Pengabuan ditentukan sampai

diperoleh berat abu konstan. Kadar abu total yang didapat adalah sebanyak 83% dengan berat abu
sebanyak 0.83gr.
Penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan dimana hasil abu dari kadar abu total diambil
dan dididihkan dengan 25ml asam sulfat encer sebagai pemberi suasana asam lalu disaring melalui
kertas saring bebas abu dan kadar abu tidak larut asam dapat terhitung yaitu sebanyak 11%. Terakhir
dilakukan penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam
simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. 5gr ekstrak dengan 100ml kloroform sebagai pelarut
semi polar dan berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
Sebanyak 20 mL filtrat disaring dan diuapkan sampai kering dalam cawan porselen, hasil penguapan
dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam air, dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara yaitu diperoleh sebanyak 20%.
Yan terakhir dilakukan penetapan kadar air larut etanol dimana 5g ekstrak dimaserasi dengan
100ml etanol 95% selama 24 jam. Etanol 95% digunakan karena ianya mempunyai 5 % air sahaja dan
tidak akan mempengaruhi hasil yang akan diperoleh untuk mengetahui jumlah yang terlarut pada
etanol. Ianya dikocok sama seperti kadar sari larut air , disaring dan diuapkan dalam cawan dangkal
berdasarkan rata dan dipanaskan lalu didapat kadarnya sebanyak 16.50%. Di dalam penelitiaan ini
terhadap daun salam mendapati bahwa komponen yang terlarut dalam air lebih banyak dan ini mungkin
karena luas permukaan ekstrak lebih tinggi sehingga mempermudahkan keluarnya komponenkomponen yang mudah larut air.

Vous aimerez peut-être aussi