Vous êtes sur la page 1sur 8

KELAS KESEHATAN LINGKUNGAN

A. KHAERANI SYAHRANI HAKIM (P1801209005)


TUGAS INDIVIDU
Nama : A. Khaerani Syahrani Hakim
NIM : P1801209005
Konsentrasi : Kesehatan Lingkungan
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Kesehatan Masyarakat
Dosen : Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc, Ph.D

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT MELALUI


TEKNOLOGI AEROBIK DENGAN MELIHAT EFEK SLUDGE
RETENTION TIME (SRT).
Topic : Pengelolaan Limbah Cair (Wastewater) di
Rumah Sakit melalui Teknologi Anaerobik

Research question : Bagaimana Melakukan Uji Proses


Pengolahan Limbah Cair di Rumah Sakit
melalui Teknologi Anaerobik dengan Melihat
Efek Sludge Retention Time (SRT).

Main idea : 1. Dampak negatif pencemaran akibat


limbah cair cukup tinggi.
2. Rumah sakit sebagai salah satu sarana
untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat juga memiliki
kemungkinan memberikan dampak
negatif pencemaran akibat dari
pembuangan limbah cair.
3. Kasus yang menunjukkan korelasi antara
kejadian penyakit dengan petugas yang
menangani limbah di RS.
4. Penelitian menunjukkan bahwa hasil
kualitas limbah cair terolah yang sudah
memenuhi baku mutu limbah rumah sakit
(berada di bawah baku mutu) yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
5. Uji proses penanganan limbah cair di
rumah sakit melalui teknologi aerobik
dengan melihat efek Sludge Retention
Time (SRT).
PARAGRAF
Dampak negatif pencemaran akibat limbah cair cukup tinggi (1).
Dampak negatif yang dapat terjadi salah satunya adalah pencemaran air
akibat dari pembuangan limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik
(2). Limbah cair merupakan limbah yang berbentuk cairan atau berada
dalam fase cair (misalnya berupa air seni atau urine, air dari pencucian
alat-alat dan sebagainya) (3), yang mengandung logam berat dan tidak
dapat dibuang langsung ke perairan (sungai, waduk ataupun laut), karena
sangat berbahaya bagi kehidupan mahluk hidup dan lingkungan (4).
Menurut Water Research Centre, klorin pada effluent yang dibuang ke
badan air akan dapat menimbulkan efek merugikan terhadap ekologi
perairan (1). Pada daerah perkotaan ± 75% larutan suspended air limbah,
dibuang langsung ke tanah (5). Sesuai dengan batasan air limbah yang
merupakan benda sisa, maka sebelum air limah dibuang perlu melalui
suatu proses pengolahan terlebih dahulu secara baik agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maupun kehidupan yang
ada disekitarnya (6).

Rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk memelihara dan


meningkatkan kesehatan masyarakat juga memiliki kemungkinan
memberikan dampak negatif pencemaran akibat dari pembuangan
limbah cair (1). Umumnya beberapa rumah sakit menghasilkan rata-rata
± 750 liter air limbah cair dasar per harinya (7). Selain itu rumah sakit juga
menghasilkan limbah medik/klinis terbesar yang mengandung segala
macam penyakit berupa virus dan kuman serta potensi bahaya bagi
kesehatan dan lingkungan karena tercemar infeksius, toksin dan radioaktif
(8). Salah satu jenis residu radioaktif di beberapa RS Jakarta berupa
cairan radionuklida yang berasal dari kegiatan radioterapi (9). Limbah cair
radioaktif tersebut harus diolah terlebih dahulu misalnya dengan proses
evaporasi (10), selain itu proses elektrokoagulasi dapat menjadi pilihan
alternatif metode pengolahan limbah radioaktif cair fase air tersebut,
mendampingi metode-metode pengolahan lainnya karena pengolahan
limbah radioaktif cair secara kimia biasanya hanya mampu mengatasi
persoalan limbah dengan karakteristik tertentu, dan beningan over flow
masih mengandung sedikit logam berat dan zat padat terlarut yang belum
dapat dibuang ke lingkungan (11). Berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup RI No.KEP-58/MENLH/12/1995, tentang baku
mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit, bahwa rumah sakit diwajibkan
menyediakan sarana pengelolaan limbah cair agar seluruh limbah yang
akan dibuang ke saluran umum memenuhi baku mutu limbah yang
ditetapkan menurut peraturan yang berlaku (12). Karena air limbah yang
berasal dari rumah sakit mengandung senyawa-senyawa kimia yang
berbahaya, senyawa organik yang cukup tinggi, serta mikroorganisme
patogen yang dapat menyebabkan penyakit. Maka perlu ditingkatkan
sarana untuk mengatasi limbah tersebut agar mutu pelayanan RS
meningkat pula (13).

Kasus yang menunjukkan korelasi antara kejadian penyakit dengan


petugas yang menangani limbah di RS (9). Pada tahun 1999, WHO
melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatan
terinfeksi HIV, 2 diantaranya menimpa petugas yang menangani limbah
medis. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang
baik tidak hanya pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah
sakit secara keseluruhan (1). Laporan identifikasi bakteri V.cholerae uji
sensitivitas terhadap beberapa antibiotik pada sampel yang diisolasi dari
limbah cair beberapa Rumah Sakit yang terdapat di Kota Padang tahun
2002, menunjukkan tingginya penggunaan antibiotik ciprofloksazin pada
Rumah Sakit tersebut (14). Proses pengolahan limbah rumah sakit secara
serius dapat membahayakan kesehatan para pekerja rumah sakit dan
masyarakat (15).

Penelitian menunjukkan bahwa hasil kualitas limbah cair terolah


yang sudah memenuhi baku mutu limbah rumah sakit (berada di
bawah baku mutu) yang ditetapkan oleh Pemerintah (1). Hasil
pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Yogyakarta tahun 2008 menunjukkan
kualitas mikrobiologi pada pengelolaan limbah cair tidak sebaik kualitas
kimia dan fisika, padahal penanganan kualitas bakteriologis atau
mikrobiologi lebih murah dari sisi teknologi dan biaya bila dibandingkan
menangani kualitas fisik dan kimia (16). Namun pengelolaan limbah cair
baik secara fisik, kimia, maupun biologi dapat menghilangkan microbia
nitrogen pada air limbah (17). Berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun
2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan
Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota,
menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit
yang ada, yang memiliki insinerator baru 49% dan yang memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut
kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang
memenuhi syarat baru mencapai 52% (1). Namun, hasil penelitian di
RSUP Persahabatan menunjukan bahwa sistem Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) yang ada sudah cukup baik, tapi belum mencakup
keseluruhan air limbah rumah sakit (8). Berdasarkan hasil pemeriksaan
efluen oleh Laboratorium Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi DKI Jakarta, effluen IPAL Pavilyun
Kartika RSPAD Gatot Soebroto sudah aman untuk dibuang ke badan air
penerima (saluran pembuangan kota). RSPAD Gatot Soebroto selain
sebagai rumah sakit terbesar di Asia Tenggara juga telah memiliki
instalasi pengolahan limbah padat dan cair yang telah menjadi
percontohan dan umumnya rumah sakit di Jakarta telah menggunakan
insinerator milik RSPAD untuk pengolahan limbah B3 yang dihasilkan.
(12).

Uji proses penanganan limbah cair di rumah sakit melalui teknologi


aerobik dengan melihat efek Sludge Retention Time (SRT) (18).
Dilakukan pada empat bak reaktor (R1 sampai R4 dalam bentuk silinder)
dengan diameter 14 cm dan tinggi 46 cm memiliki total volume operasi.
Saat air limbah dimasukan, laju alirannya diatur masing-masing 5,5L/detik
dan 3,5 L/detik. Setiap siklus operasi reaktor terdiri atas 2 menit pengisian
statis, 22,5 jam reaksi aerasi, 1 hari menetap/mengendap, 2 menit
pembuangan limbah, dan akhirnya 30 menit sebagai waktu penyelesaian.
Semua operasi dengan parameter-parameter seperti Ph, oksigen terlarut
(DO), temperatur, waktu siklus, dan pemasukan organik loading rate
(OLR) adalah sama pada semua reaktor dan hanya lumpur retensi kali
Sludge Retention Time (SRT) yang berbeda. Reaktor bekerja selama 70
hari (termasuk 10 hari aklimatisasi) dan efisiensi pembuangan serta
karakteristik-karakteristik endapan (18). Pengolahan air limbah secara
sintetik dilakukan pada suhu 27 ± 5°C pada bak reaktor hybrid (19).
Penelitian lain, menunjukkan bahwa proses pengolahan air limbah
mereduksi pada konsentrasi rendah, berkembang seiring dengan
tingginya evolusi angka rata-rata reaktor yang mampu memberikan SRT
(sludge retention time) yang tinggi pada saat operasi HRT (hydraulic
retention time) yang rendah. Bagaimanapun juga, kinerja dari sistem-
sistem ini dapat dipengaruhi oleh tingginya variasi-variasi dalam aliran
dan komposisi air lmbah (20). Perbedaan Sludge Retention Time (SRT)
akan sangat berpengaruh terhadap kualitas hazard wastewater yang
dihasilkan dari suatu pengolahan limbah cair. Terutama pada limbah
cair rumah sakit yang jumlahnya semakin meningkat, mengingat
begitu besar risiko bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan apabila
limbah tersebut tidak melalui proses pengolahan secara baik. Maka
hal ini menjadi landasan permasalahan yang melatarbelakangi saya
untuk melakukan riset “Uji Proses Pengolahan Limbah Cair di
Beberapa Rumah Sakit melalui Teknologi Anaerobik dengan Melihat
Efek Sludge Retention Time (SRT)”.

REFERENCE

1. Djaja I M, Maniksulistya D. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di


Rumah Sakit X Jakarta. Jurnal Makara 2006; Vol.10,No.2: 60-63.

2. Rigas F, Panteleos P, Laoudis C. Central Composite Design in a


Refinery’S Wastewater Treatment by Air Flotation. Global Nest: The Int
2000; Vol.2,No 3: 245-253.

3. Hidayatullah, Gunawan, Mudikdjo K, N Erliza. Pengelolaan Limbah


Cair Usaha Peternakan Sapi Perah Melalui Penerapan Konsep Produksi
Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 2005;
Vol.8,No.1: 124-136.

4. Karamah E F, Bismo S, Simbolon H M. Pengaruh Ozon dan


Konsentrasi Zeolit Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah Cair
yang Mengandung Logam dengan Proses Flotasi. Jurnal Makara 2008;
Vol.12,No.1: 43-47.

5. Boari G, Mancini I M And Trulli E. Technologies for Water and


Wastewater Treatment, Italy. CIHEAM Options Méditerranéennes. Sér. A
/n031 1997; 31: 261-287.
6. Soletti J I, Carvalho H V, Quintela P H L, Salles W F. Coconut
Industry Wastewater Treatment Using Dissolved Air Flotation. AL
Enpromer Costa Verde RJ, CTEC/UF Brazil 2001; Vol.2: 1303-1308.

7. Rezaee A, Ansari M, Khavanin A, Sabzali A, Aryan M M. Hospital


Wastewater Treatment Using an Integrated Anaerobic Aerobic Fixed Film
Bioreactor. American Journal of Enviromental Science I 2005; Vol.4: 259-
263.

8. Hananto A J. 2000. Manajemen Pengolahan Limbah Cair Minis di


RSUP Persahabatan. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Pascasarjana
Prodi.Kajian Administrasi RS FKM UI.

9. Suripto, Asmedi. Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksernal Rumah


Sakit. Buletin ALARA 2002; Vol.4: 20-26.
10. Johan, Bahdir. Pengolahan Limbah Cair dengan Evaporasi. Buletin
Limbah 2000; Vol.5,No.2: 17-22.
11. Sunardi. Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir terhadap Hasil
Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Logam Pb, Cd dan TSS
Menggunakan Alat Elektrokoagulasi. STTN-Batan 2007; 3: 441-446.
12. Sumiyati S, Imaniar. Analisis Kinerja Penolahan Air Limbah
Pavilyun Kartika RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Jurnal Presipitasi 2007;
Vol.2,No.1: 39-42.

13. Paramita, Nasia. Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit


Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal Presipitasi 2007; Vol.2,No.1:
51-55.

14. Marlina, Almasdy D dan Aufa I. 2000. Deteksi Gen ctx pada Bakteri
Vibrio Cholerae Isolat Limbah Cair Rumah Sakit dan Uji Resistensinya
terhadap Beberapa Antibotik. Padang : Farmasi FMIPA Universitas
Andalas.
15. Baghapour M A, Jabbari E. Evaluation of Operation of Submerged
Aerated Filters in Wastewater Treatment and Excess Sludge Production.
Pakistan Journal of Biological Science 2007;18:3039-3047.

16. Shiflett, Teresa. Anaerobic Diegestion: Applying Anaerobic


Technology to Satisfy Livestock Waste Treatment Regulations. Journal of
Chemical Technology and Biotechnology 2007; 4: 711-723.

17. Parades D, Kuschk P, Mbwatte T S A, Stange F, Muller R A, Koser


H. New Aspects of Microbial Nitrogen Transformations in the Context of
Wastewater Treatment–A Review. English Life Science Journal 2007;
Vol.7,No.1: 13-25.

18. Hajiabadi H, Moghaddam M R A, Hashemi S H. Effect of Sludge


Retention Time on Treating High Load Synthetic Wastewater Using
Aerobic Sequencing Batch Reactors. Iran Journal Environmental Health
Science Eng 2009; Vol.6,No.4: 217-222.

19. Araujo D J, Rocha S M S, Cammarota Xavier A M F, Cardoso V L.


Anaerobic Treatment of Wastewater from the Household and Personal
Products Industry in a Hybrid Bioreactor. Brazilian Journal of Chemical
Engineering 2008; Vol.25,No.03: 443-451.

20. Shanmugam A S, Akunna J C. Comparing the Performance of


UASB and GRABBR Treathing Low Strength Wastewater. Water Science
and Technology Journal 2008; 58.1: 225-232

Vous aimerez peut-être aussi