Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. P
Umur
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Alamat
: Pasir Ela
Status pernikahan
: Menikah
Anamnesis
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur tahun di RSUD Karawang sejak
tanggal 31 Agustus 2014, Anamnesis dilakukan secara auto-anamnesis dan allo-anamnesis
dengan keluarga pasien
Keluhan Utama
Os datang dengan keluhan nyeri dada seperti rasa terbakar yang dirasa sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36.4C
Kesan gizi
: gizi baik
Status Generalis
Kepala
: bulat, simetris
Rambut
Mata
Telinga
: sekret tidak ada, nyeri tekan dan ketok mastoid tidak ada
Hidung
Tenggorok
Leher
Thoraks
Abdomen
Genital/anus
Ekstremitas
: akral hangat, perfusi baik. Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-.
Tidak terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah pasien
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2014
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
13.8 gr/dl
13 18 gr/dl
Leukosit
11.260 / l
3.800 10.600 / l
Hematokrit
43,1 %
40 52 %
Trombosit
198.000 / l
150.000 440.000 / l
Basofil
01
Eosinofil
13
Neutrofil
75
40 70
Limfosit
13
20 40
Monosit
11
28
108
<140
Ureum
32.9
15 50 mg/dl
Kreatinin
1.45
Hematologi
Kimia
Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja
Anjuran Pemeriksaan :
Cek H2TL
EKG
Ro Thorax
Endoskopi
Terapi awal:
Aprazolam 1x0,5mg
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad fungsionam
: ad bonam
Ad sanationam
: ad bonam
Subjective:
Objective:
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frek. Nafas
: 28 x/menit
Frek. Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36 C
Mata
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Assessment:
Planning:
Subjective:
Objective:
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frek. Nafas
: 24 x/menit
Frek. Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36C
Mata
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Assessment:
Planning:
Subjective:
Objective:
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frek. Nafas
: 20 x/menit
Frek. Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36C
Mata
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Assessment:
Planning:
BAB II
ANALISA KASUS
Seorang pria usia 55 tahun di rawat di RSUD Karawang dengan diagnosis kerja
Gastroesophageal reflux disease (GERD). Keluhan utama pasien yaitu nyeri dada seperti rasa
terbakar yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Disfagia atau kesulitan menelan merupakan gejala utama penyakit faring atau
esofagus. Disfagia esofageal dapat bersifat obstruktif (striktur esofagus atau tumor yang
menyebabkan penyempitan lumen) atau disebabkan oleh motorik akibat berkurangnya, tidak
adanya, atau terganggunya peristaltik atau disfungsi sphincter bagian atas atau bawah.
Nyeri ulu hati biasanya ditandai oleh sensasi terbakar yang biasanya sangat terasa di
epigastrium atas atau di belakang processus xyphoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati
dapat disebabkan oleh defluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian
bawah, keduanya mengiritasi mukosa.
Nyeri menelan atau odinofagia dapat dirasakan sebagai nyeri membakar. Sulit
dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dada.pat disebabkan oleh defluks asam
lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya mengiritasi mukosa.
dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dada. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
spasme esofagus akibat peregangan akut, atau dapat terjadi sekunder akibat peradangan
mukosa esofagus.
Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut. Bedanya dengan
muntah adalah regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai dengan mual.
Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit.
Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya inkompetensi sphincter esofagus
bagian bawah dan kegagalan sphincter esofagus bagian atas untuk bertindak sebagai sawar
regurgitasi.2
10
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
C. ETIOLOGI
Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi
dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus.
Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal
12
13
D. PATOGENESIS
Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad
yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa
atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)1
Menurunkan tekanan
Gastrin
Secretin
Motilin
Colesistokinin
15
Substance P
Somastotatin
Glukagon
Polipeptida
Progesteron
Makanan
Protein
Lemak
Coklat
Pepermint
Lain-lain
Histamin
Kafein
Antasida
Rokok
Meticlopramid
Kehamilan
Domperidone
Prostaglandin
Cisapride
Morpin
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heart burn ), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit
di lidah, gejala ini dapat lebih buruk pada malam hari.1
Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi
berulang-ulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%. Yang dimaksud
dengan heart burn adalah rasa panas/ membakar yang dirasakan di daerah epigastrium
dan bergerak naik ke daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama
timbul malam hari pada waktu berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah
pada waktu membungkuk, atau setelah minum minuman beralkohol, sari buah, kopi,
minuman panas atau dingin. Sebaliknya antasida dapat mengurangi rasa sakit tadi.
16
Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada serangan
angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi
karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus .
Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi
esofagus yang berat.
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang
atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak ( Non Cardiac
Chestpain) , suara serak ( hoarseness ) , mulut terasa asam , laringitis, batuk karena
aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan
perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat
mengancam nyawa
F. DIAGNOSIS
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :
bisa tampak esofagitis / eppitellium barret, yang merupakan suatu keadaan praganas
dan predisposisi adenokarsinoma di sepertiga bawah esofagus. Biopsi diperlukan
untuk memastikan diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya seperti
kandidiasis atau virus (herper simpleks, Cytomegalo virus), selanjutnya endoskopi
menetapkan tempat asal perdarahan, striktur dan berguna pula untuk pengobatan
(dilatasi endoskopik)1
Gambaran Endoskopi
Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras barium, diamati secara fluoroskopi jalannya
barium dalam esofagus, peristaltik terutama bagian distal, bila ditemukan refluks
barium dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu dinyatakan sebagai GERD.
Sering tidak menunjukkan kelainan pada kasus esofagitis ringan. Namun pada
keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :
1. Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia
2. Hiatus hernia1
Pemantauan PH 24 jam
18
Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik
untuk refluks gastroesofageal. 1
Tes Provokatif
- Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transanal dan
melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang
dari 1 jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang biasa dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif
1
- Tes farmakologik/edrofonium
Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus
secara manometri untuk memastikan nyeri dada berasal dari esofagus.1
Manometri esofagus
Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala
nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata.1
Sintigrafi Gastroesofageal
Tes ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang di label
dengan radio isitop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium . Sensitivitas dan
spesifitas tes ini masih diragukan.1
G. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.
Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis
(jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.1
Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi
terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman pada
19
Rekomendasi makanan dan gaya hidup pada pengobatan penyakit Refluks Esofageal
Makanan yang harus dihindari :
1. Jeruk nipis
2. Tomat
20
3. Bawang
4. Makanan pedas
Makanan yang dapat menyeabkan refluks :
1. Makanan yang berlemak
2. Kopi, teh, coklat, permen
Gaya hidup
1. Berhenti merokok
2. Hindari kegemukan
3. Tidak mengkonsumsi alkohol
4. Hindari makan 3 jam sebelum tidur
5. Meninggikan bantal
6. Mengkonsumsi sedikit tetapi lebih sering makanan
7. Hindari tidur setelah makan
8. Hindari pakaian yang ketat
Tabel : rekomendasi diet dan gaya hidup dalam pengobatan GERD4
21
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa :
Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan sfingter
esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis
Antagonis reseptor H2
Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan GERD
jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus, golongan ini
hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta
tanpa komplikasi.
(1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
(2) Ranitidin : 4 x 150 mg
(3) Famotidin : 2 x 20 mg
(4) Nizatidin : 2 x 150 mg
Obat-obat prokinetik :
(1) Metoklopramid : 3 x 10 mg
(2) Domperidon : 3 x 10-20 mg
(3) Cisapride : 3 x 10 mg
Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, obat ini
bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim
H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam
lambung.
- Omeprazole : 2 x 20 mg.
- Lansoprazole : 2 x 30 mg.
- Pantoprazole : 2 x 40 mg.
- Rabeprazole : 2 x 10 mg.
- Esomeprazole : 2 x 40 mg.
Mengurangi
Penyembuhan
Mencegah
Mencegah
gejala
lesi esofafitis
komplikasi
kekambuhan
Antasid
+1
Prokinetik
+2
+1
+1
Antagonis
+2
+2
+1
+1
+3
+3
+1
+1
+3
+3
+2
+2
+4
+4
+3
+4
reseptor H2
Antagois
reseptor H2 +
prokinetik
Antagonis
reseptor H2
dosis tinggi
Penghambat
pompa proton
23
Pembedahan
+4
+4
+3
+4
24
Volume refluxate
H. PROGNOSIS
Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan
bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas
berapa lama untuk sembuh.
25