Vous êtes sur la page 1sur 14
__ Rais Tena: 6 amr 2001 a ices Faktor Iklim Pada Budidaya Tebu Lahan Kering Gatot Pramuhadi Departemen Teknik Mesin dan BiosistemFakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB, Kampus IPB Darmaga, PO Box 220 Begor 16002 ABSTRAK Harga gule pasir. yang sekarang sudah mencapai lebih dari Rp 12,000,-kg. nampak ‘sornakin sult dikendalikan Herga gula yang semakin menggiurkan tersebut akan memicu perusahaan-perusahaen guia nasional meningkatkan preduktivitas tebu (Tonne Cane er Hectare :TCH) dan rendemen giling supaya diperoleh produktvitas gula (Tonne Sugar per Hectare:TSH) tinggi sehingga diperoleh keuntungan besar. Produksi tebu merupakan fungsi dari tanaman, tanah, kim, dan tindakan budidaya, Faktorikim adalah faktor yang tidak bisa dimanipulasi sehingga merupakan salah satu faktor penting yang sangat perlu untuk dipertimbangkan pada budidaya tebu lahan kering. Di beberapa lokasi pabrik gula di Indonesia dilaparkan bahwa TCH, rendemen gling, dan TSH mengalami penurunan akibat pengaruh iim, yaitu akibat bergesemnya (mundur) saat turun hujan pada masa pemeliharaan tebu dan hujan yang masih turun dengan curah hujan cukup tinggi pada saat panen (tebang) tebu. ‘Saat turun hujan yang terlambat menyebabkan taneman tebu mengalami kekeringan ddan berupaya untuk bertahan hidup dengan cara mengurangi/membatasi penguapen, seperti menutup stomata daun, dan memperlambat pertumbuhan tanaman (ditandsi dengan ruas-ruas tebu yang pendek) sehingga pada saet dipanen akan dinasikan TCH rendah, Hujan yang masih turun ketka musim panen tebu menjadi penyebab utara turunnya rendemen ging dan tkiak terangkutnya tebu tebang karena moblitas kendaraan- kendaraan angkut yang sangat rendah pada kondis tanah becek yang mengakibatkan ‘urunnya TSH dan kapastas ling (Tanne Cane per Day:TCD).Disamping itu, penggunaan ‘mesin-mesin tebang tebu juga tidak bisa efektif akibat kondis! tanah tidak mendukung Untuk pengoperasian mesin-mesin tersebut. Dengan demikian, perlu citataulang perencanaan dan teknik eudidaya tebu lahan kering, lermasuk mekanisasi, guna mengantisipasi dampak perubahan ikim yang dapat mempengeruhi besaran TCH, rendemen ging, TSH, dan TCD. ‘kata kunci iki, curah hujan, TCH, rendemen giling, TSH, dan TCD ABSTRACT ‘Sugar price was seemed more and more complicated controled, that now it achieved ‘more than Rp 12,000,00/kg. The fantastic sugar price would initiate national sugar ‘companies to increase sugarcane productivity (TCH) and yield mil in order to achieve hhigh sugar productivity (TSH) so that the companies would obtain big profit ‘Sugarcane production was as a function of plant, sil, climate, and cultivation effort. Climate factor was non-manipulated factor so that it was one of important factor that ‘must be considered on ory land sugarcane cultivation. In several locations of sugarcane factories in Indonesia, itreported thatthe decreasing PANGAN, Wo 19 No.4 Desenber 2010531388 331 ee of TCH, yield mil, and TSH were caused by alimate impact that is caused by late rainy ‘season on sugarcane maintenance activities and tig precipitations during sugarcane harvesting season, The late rainy season caused draught period for sugarcane plants and it attempt to survive by decreased or restricted its evaporation, for example it closed its feaves ‘stomata and it decelerated its growth (which it signed by short stem sections) so that it would caused low sugarcane productivity. The rain during harvesting season would be main factor for yield mill decreasing and harvested sugarcane could not be loaded because of vey low vehicles mobilty on wet soll surface conditions that caused deoreesing of sugar productivity and miling capacity (TOD). Beside that, sugarcane harvester ‘machines could not be applied effectively as a result of wet soil conditions could not ‘Suppor for that machines operation. It can be concluded that it must be rearranged for siny land sugarcane cultivation planning fo anticipate climate alteration impact that cen influence TCH, yield mil, TSH, and TCD achievements keywords: climate, rain fall precipitation, TCH, miling yiold, TSH, and TCD |. PENDAHULUAN G 2sk shan 2009 ninage, aun 2014 ppertumbunan kebutuhen Gula Kristal Put (GKP) untuk konsumst langsung diasumsikan ‘stare dengan pertumbuhan penduduk sebesar 4,23 persenvtahun dan peningkatan daya beli sebesar 0,6 persenvtahun. Sementara itu, pertumbuhan kebutuhan Gula Kristal Rafinasi {GKR) untuk industri diasumsikan tumbuh 5 persenftahun, Pada Tabel 1 ditunjukkan proyeksi Kebutuhan gula nasional deri tahun 2009 hingga tahun 2014. Dewan Gula Indonesia (2009) rmenambahkan bahwa dar total areal panen tebu beberapa pabrik gula di indonesia ‘seluas 430,070 ha diperoleh taksasi produksi habiur gula pasir sebesar 2.703.087.1 ton (2.70 juta ton). Dengan demikian, dapat dihitung angka produktivitas gula (Tonne ‘Sugar per Hectare :TSH) sebesar 6.28 tonvha. Program peningkatan produksi guia nasioral pada tahun 2003 hingga 2008 ‘menurjukkan nila posit, yait peningkatkan produksi yang sanget siginifikan dengan kenaikan rata-rata sebesar 13.44 persenfiahun. Hal iniberart telah terial kenaikan produks! {ula der 1,62 uta ton pada tahun 2003 menjact 2,7 jul ton pada tahun 2008 (Julian, 2040). Pada tahun 2009 produksi gula nasional gagal mencapal target 2,7 juta ton karena Tealisasi produksi hanya sobesar 2,62 jut tn. Pada tahun 2010 pemerintan kembali ‘meningkatkan sasaran produksi sebanyek 2.9 juta ton, namun kondisi ikim yang tak bersehabat mengakioatkan produksi gua tidak rmampu mencapai sasaran tersebut (Julian, 2010). ‘Tabel 1. Proyeksi kebutuhan gula nasional tahun 2009 hingga 2014 janis Prove kebutuhan guia rasional fon) pada tahun ula BOI OTT a0 20s 2 GKP 2700000 2749410 2.799.724 2850858 2.903.192 2.956.259 GKR 2.150.000 2.247.500 2.370.375 2498.84 2.619.538 2.744.005 jumiah 4,850,000 5.006.910 5.170.099 5516470 ‘Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, 2009 332 6.399.853 6.700.264 PANGAN, Vo 19 Na é Daomber 2010-31-38 Direktur Tanaman Semsim, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Agus Hasanuddin (2010) menyebutkan bahwa cursh hujan yang cukup tinggi akan dapat ‘menyebabkan kadar gula tobu turun sehingga produksi gula turun, Penurunen kadar gula tebu juga disebabkan karena kekurangan sinar matehati Tulisan ini mengetengahkan dampak perubahan ikim, terutama hujan, terhadap produksi tebu lanan kering dan terobosan ‘ehnik produisi untuk antsipesi dampak negatit perubahan dimaksud, agar produksi gula rasional dapat ditingkatkan, I KONDIS! IKLIM OPTIMUM UNTUK PRODUKSI TEBU Produksi tebu merupakan fungsi dari tanaman, tanah, ikim, dan tindakan budidaya yang dilakukan oleh petani, atau dapat Giulskan sebagai berkut: Produksi tebu = { (tanaman, tanah, tindakan budidaya) Idealnya, untuk memperoich prods! tebu maksimum maka varetas tebu yang sitanam adalah veritas tabu unggul, Kons fk tanah dan iklim optimum untuk pertumbunan tobu maksimum, diantaranya kebutuhan air dan pupuk selama masa pertumbuhan dapat teroukupi Fektor iki (terutama curah hujan) turut menentukan pertumbuhan dan produc! tebu, yang juga akan mempengaruni kadar gula (nira) tebu, dan pada akhirnya akan mempengaruhi besaran produks gu. Peri diketahui bahwa iklim setempat bersifat tinprecctable (tak dapat diduga). Tebu tumbuh baik pada daerah besilim panas tropika dan subtropika di. sekitar ‘natulstwa sampai gars isotherm 20°C, yakni kurang lebih entara 39°LU hingga 35°LS. TTanaman tebu banyak dlusahakan di dataran rendah dengan musim kering/kemarau yang teges. Tu dapat ctanam dari dataranrendah sampai dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 1000 m di tas permukaan laut. Di daerah pegunungan yang subu Usaranya rendan, naman ebu lambat tunouh ddan mempunyai rendemen rendah (Sudiatso, 1980) Temperatur optimum untuk perkecambahan tebu dan pertumbuhan vvegetatif masing- masing adalah 26 - 33°C. dan 30—33°C, Selama pertumbuhan generat menjadi matang, temperatur pada malam hari yang relat rendah (ai bawah 18°C) berguna untuk peningkatan pembentukan kadar sukrosa, Secara kuantiatf, tebu merupakan tanaman berhari pendek. Periode siang hati Ssolama 12-14 jam adalah jumiah maksimum untuk pertumbunan dan perbungaan. Curah hujan rata-rata yang diperlukan adalah sekitar 1800 - 2500 mmvtahun. Jka curah hujan tidak cukup, maka harus diberi aliran air irigasi (Kuntohartono dan Thijsse, 2009), Tebu merupakan tanaman dengan siklus kearbon C4, yang fotosintesisnya terjadi secara maksimum pada suhu 30 - 32°C. Respirasi tebu maksimum teradi pada suhu 37°C. Pada suhu dibawah 15°C, penyerapan air dan mineral oleh akar tebu tidak akan tejadl. Sunu ‘minimal untuk penyerapan air dan mineral ‘adalah 19 - 20°C, dan penyerapan maksimum pada suhu 28 - 30°C. Transportasi dan ‘akumulasi gula trjadi pada malam dan siang hari (Faucornier, 1993). Pada masa pertumbuhannya, tebu ‘menghendati perbedaan nyata antara musim hhujan dan kemarau (kering). Selama masa pertumbuhannya tebu membutuhkan banyak air, sedangkan menjelang tebu masak untuk dlipanen maka tebu membutuhkan keadaan koring (dak ada hujan) yang menyebabkan pertumbuhannya terhent, Apabila hujan terus ‘trun, maka kesempatan tanaman tebu untuk ‘matang terus tertunda yang mengakibatkan rendemen rendah (Sudiatso, 1980), Tanamen tebu yang tumbuh di lahan kering maupun lahan sawah akan menjalani fase-fase pertumbuhan selama masa pertumbuhannya hingga sebelum menghasilken gula(nira), ya: 1. fase perkecambahan selama 0 1 bulan ssetelah ‘ana 2. fase penunasan (pertumbuhan copat) sselama 1-3 bulan setelah tanam Faktori Fada BdiayeTebu Laban Kering (Gator Prue) 333 ee CO 3. fase pemanjangan baiang solama 3 - 9 bulan setelah tanam 4. fase kemasakan stay kematangan (goneratif maksimum) selama 10 = 12 bulan sotelah tanam. Fase perkecambelan cimula ketka teiadt perubahan mata tunas tebu yang dorman menjadi tunas muda lengkap dengan daun, batang, dan aker, Keberhasilan perkecambahan sangatditentukan cle faktor ineren, yaitu: varitas (genctip), umur bibit, tunas yang bagus minimal adalah 70 persen dan 6 persen, masing-masing untuk tebu tanam (plant cane) dan keprasan (ratoon). Pertumbuhan anakan tebu adalah perkecambahan dan tumbuhnya mata-mata tunas pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman baru. Penunasan penting dalam gertumbuhan dan perkembangan tebu kerena dapat merefleksikan perolehan bobot tebu. Fads fase penunasan ini, tanaman tebu ‘membutunkan kondis! air yang terjamin ‘Tabel 2. Kriteria fase pertumbuhan tunas kecambah tebu tanam (plant cane) dan keprasan {ratoon) pada tie lahan sawah dan kering uur 1 bulan setelah tanam Persentase partumbunan tunas Kecambah tanaman tebu (%) Ketegor Dilahan sawah wT Dilahan kering TebuTanam ———_Keprasan__TebuTanam ____Keprasan Bak > 80 > 85 >70 > 65 ‘Sedang 60-80 60-85 50-70 50-65 Kurang oe <0 <50 ‘Sumber:SKP Tebu Jatim, 2005 panjang stek, jumlah mala, cara meletakkan bibit, Kesehatan bibit ( bebas hama dan penyaki), dan status hara bibit, serta faktor ‘eksternal,yaituKelembaban tanah, aerasi dan kedalaman pelatakkan bib (SKP Tebu Jatim, 2005). Pada Tabet 2 ditunjukkan krteria fase pertumbuhan tunas kecambah tebu tanam (plant cane) dan keprasan (rafoon) di lahan ssawah dan di lahan kering (tegatan) pada uur tebu 1 bulan setelah tanam, Disini terlihat bahwa di lahan kering, proporsi pertumbuhan kecukupannya, oksigen dan unsur hara, khususnya N, P, den K, serta penyinaran ‘matahari yang cukup (SKP Tebu Jatim, 2008). Pada Tabel 3 ditunjukkan kriterla fase pertumbunan tunas tebu (jumlah anakan dan tinggi batang) di lahan sawah dan di tahan ering tegalan) pada umur tebu 1 - 3 bulan setelah tanam. Untuk tebu iahan kering, toga ‘bulan setelah tanam, perumbunan tunas yang bik capal apabila jumlan anakan lebih dari +4 barang dan tinggi batang lebih dari €0 cm. ‘abel 3. Kriteria fase pertumbuhan tunas tebu (jumah anakan dan tinggi) di lahan saweh ‘dan di lahan kering pade umur tebu 1 ~ 3 bulan setelah tanam Pereentase perlumbahan tunas tebu (Te) Kategori Dilahan sawah Drlahan kering _ fibulan 2bulan” Sbulan __tbulan —_2bvlan ___Sbulen_ “Jamia ancien Bak >T >8 217 >6 >8 > een Gg i ee 3 12-14 Kurang “4 sa <1s 226 293 > <> a0 Sedong 6-8 «23-26. 8-83-7214 70-80 Kung <6 2380S ‘Sumber : SKP Tebu Jatim, 2005 34 PANGAN, Vol 19 No.4 Desaber2010 331 Proses pemanjangan batang pada dasamya merupakan perlumbuhan yang didukung dengan perkembangan beberapa bagian tanaman, yaitu perkembangan tajuk ddaun, perkembangan akar, dan pemanjangan batang. Fase pemanjangan batang tebu ini terjaci setelah fase pertumbuhan tunas mulai ‘melambat dan terhenti, Pemanjangan batang merupakan proses paling dominan pada fase in, sehingga stadia pertumbuhan pada periode mur tanaman 3 - 9 buian ini ckatakan sebogal stadia perpanjangan batang. Ada dua unsur dominan dalam peranjangan batang, yaitu: diferensiasi ruas dan pemanjangan ruas-uas tebu yang sangat dipengaruhi oleh ingkungan, ferutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, kandungan hara N dan faktor inhern ‘tebu (SKP Tebu Jatim, 2005). Pada Tabel 4 citunjukkan kriteria fase pemanjangan batang tebu pada umur tebu 4-9 bulan setelahtanam, Pada fase ini, 9 bulan setelah tanam, Kondisi tanaman tebu yang prima memilikijumiah ‘anakan . tinggi batang , diameter batang dan jumlah ruas masing-masing tak kurang dari 12 batang, 3,8 meter, 3,2 cm dan 20 ruas. Fase kemasakan tebu ini dlawali dengan ‘semakin malambat, atau bahkan ferhentinys pertumbuhan vegetatif. Tebu yang memasuki face kemasakan secara visual ditandai dengan pertumbutan tajuk daun berwarna hijau kekuningan, pada helaian daun sering dumps bercak-bercak berwarna coklat. Pada kondisi {ebu tertentusering ditandai dengan kelvamya bunga. Selain sift inheren tebu (varietas), faktor linghungan yang berpengaruh cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu, antara lain kelembaban tanah, panjang her, dan status hara tertentu, seperti hara nitrogen (SKP Tebu Jatim, 2005). Pada Tabel 5 altunjukkan kriteria pertumbuhan tatang tebu pada fase kemasakan tebu, baik di lahan saweh mauoun dilahan kering (legalan), pada umur febu 10-12 bulan setelah tanam, Untuk tebu ahan kering, pada fase ini, 12 bulan sotelah tanam, kondisi tanaman tebu yang masulk kategori baik memlikijumiah anekan, tinggi batang, diameter batang dan jumiah ‘uas masing-masing lebih dari 10 batang, 3,3 meter, 3,2 cn dan 26 ruas. abel 4. Kriteria fase permanjangan batang tebu umur 4 - 9 aulan setelah tanam Krileria fase pemanjangan batang tebu pada umur tabu setelah tanam Kategon 4 bulan Sbulan 6bulan —_7bulan, Sbulan 9 bulan_ umlah anakan Baik >20 219 >18 >14 >13 >12 Sedeng 18-20 17-19 13-15 12-14 11-13 10-12 Kurang < 18 <17 <13 <1 170 > 243300 > 340 > 360 > 385 150-219 Sedang tap 270-300 300-340 925-360 345-385 Kurang < 150 < 219 <270 <3 325 345, Diameter batang fem) Bak : 228330 >32 >32 >32 Sedang = 20-28 22-30 24-32 24-32 24- Kurang = 29 «22 <2 <24 <2, “Tamah ruas batang Balk 25 8 >1 314 >a7 >20 Oe Kurang £25 <5 <8 t >10 >10 > 10 >10 >10 Sedang 9-11 «8-10 8-10 8-10 8-10 8-10 Kurang <9 <8 <8 <é <8 8 Tinggi Batang (emp Baik 3953059953330 335 85 Sedang «345-205 -945.395 345-305 286-330 295325 295-335 Kurang 32 232 332 23,2 232 >32 Sedang 24-32 24-32 24-52 2452 2492 24-32 Kurang ‘224 2 24 2d 2a 22.4 ‘Jummlah ruas batang Balk 223 >28 Smet 2s >26 >26 Sedang 20-28 23-268 23-26 20-23 23-26 23-26 Kurang <20 <23 <23_<20 <23 <23 ‘Sumber:SKP Tebu Jatim, 2005, II, PERUBAHAN IKLIM TERKINI Upaya pemerintah mentargetkan swasembada gula pada tahun 2010 sebesar 2. Juta ton temyata tidak tewujud. Salah satu fakior penting yang mempengarui produksi (ula adel iin, Adig Suwandi (2010), Sekretaris Perusahaan PTP Nusantara XI, menuturkan bahwa dampak anomali iklim kini semakin dirasakan, balk oleh kalangan pabrik gula maupun petani tebu. Hujan yang turun berkepanjangan hingga Juni 2010 berdampak kurang menguntungkan terhadap Porbentukan gula melalui aktvitas ftosintesis an terlundanya-kerasakan tebu. Dengan cdemikian, tidak mengherankan apabila tebu tebang sulit mancapai rendemen giling ideal ‘minimum sebesar 7 persen, bahkan untuk mencapai 6 persen saja sangat jarang dltemukan (Julian, 2010). > Perubahan iklim kini semakin copat sehingga berpengaruh cukup beser terhadap produksi gula, karena musim hujan yang berkepanjangan di sentra produksi tebu menyebabkan penundaan masa panen dan penurunan rendemen, sebagaimana dlisamgaikan oleh Bayu Krisnamurthi (2010). Pada awal tahun 2010, Badan ‘Meteorol, Kimatologi dan Geotiska (BMKG) ‘memperkirakan terjad El Nino. Berdasarkan hasil pemantauan BMKG dan beberapa lembaga pemantau iklim internasional diiaporkan bahwa kini yang terjadi justru La Nina basah, yang menurut Bayu Krisnamurthi (2010) dengan iklim kemarau basah maka eberapa produksi pertanian, termasuk guia tebu, bisa terganggu (Julian, 2010). V. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM. Dempak perubahan kim yang trad pada saat digencarkannya aplikasi teknik budidaya tebu lehan Kering secara efektif dan efision una memperoleh produktivtas tebu (Tone ‘Cano gor Hectare:TCH), rendemen giing, dan produltivitas gula { Tanne Sugar per Hectare: ‘TSH) maksimum, sebenarnya labih mengarah ke berjesemya saat turun hujan. Idealnya, hhujan turun pada saat cibutuhkan dan sudah berhenti atau jarang hujan pada saat tidak

Vous aimerez peut-être aussi