Vous êtes sur la page 1sur 36

ASMA BRONKIAL

PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit saluran nafas dengan karakteristik berupa meningkatnya
reaktifitas trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan sehingga terjadi
penyempitan saluran nafas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan,
peningkatan reaktivitas tersebut dihubungkan dengan proses inflamasi. Pada individu
yang cenderung menderita penyakit ini, inflamasi ini menyebabkan episode mengi
yang berulang, sesak nafas, rasa tegang di dada, serta batuk khususnya diwaktu
malam dan/atau dini hari (1). Gejala ini berhubungan dengan penyempitan saluran
nafas yang difus dengan derajat yang bervariasi dan bersifat reversibel baik dengan
pengobatan maupun secara spontan (1-3). Inflamasi ini juga menyebabkan
hipereaktivitas saluran nafas terhadap berbagai rangsang (1-2). Asma terjadi pada
semua suku bangsa. Asma dapat terjadi pada semua usia walaupun faktor genetik
merupakan predisposisi yang penting untuk terjadinya atopi dan juga asma, bukti
yang menunjukkan prevalensi asma di negara-negara berkenbang diseluruh dunia
diduga bahwa faktor lingkungan merupakan faktor yang lebih penting daripada faktor
ras (1,6)
PATOGENESIS
Dahulu diakui yang berperan pada patogenesis asma adalah spasme otot polos
bronkus yang disebabkan lepasnya mediator-mediator sel mast. Doktrin ini kemudian
1

direvisi setelah diketahui bahwa inflamasi saluran nafas merupakan mekanisme


utama yang bertanggung jawab terhadap hipereaktivitas saluran nafas, dan ternyata
berbagai sel inflamasi terlibat pada patogenesis ini terutama limfosit dan eosinofil.
Sel-sel inflamasi tersebut menghasilkan bermacam-macam mediator yang saling
berinteraksi menimbulkan berbagai efek patologik yang bertanggung jawab terhadap
hipereaktivitas saluran nafas dan gejala klinik asma. Inflamasi saluran nafas pada
asma dibuktikan dari gambaran histopatologik mukosa bronkus dan gambaran sel
pada kurasan bronkoalveolar (1).
Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan serangan asma perlu diketahui
dan sedapatnya dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.
2. iritan seperti asap, bau-bauan, polutan.
3. infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim.
5. Kegiatan jasmani yang berlebihan.
6. Lingkungan kerja.
7. Obat-obatan.
8. Emosi.
9. Lain-lain, seperti refluks gastro esophagus (2)

PATOFISIOLOGIS
Pada asma terdapat ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara
normal selama pernafasan (terutama pada ekspirasi). Hal ini dicerminkan dengan
rendahnya FEV1, volume udara yang dihasilkan sewaktu usaha membuang nafas
dengan paksa pada detik pertama dan diukur dengan parameter yang berhubungan.
Karena banyak saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan
dengan cepat, terjadi aerasi paru-paru yang tidak seimbang. Turbulensi arus udara dan
getaran ke bronkus menyebabkan sura mengi yang terdengar jelas pada saat serangan
asma. Penderita asma yang gelisah biasanya bernafas lebih cepat dari normal dan
menghindarkan kegiatan yang tidak perlu. Dada mengambil posisi inspirasi maksimal
yang mula-mula diperoleh secara volunteer dan membantu melebarkan jalan udara.
Gambaran ini menetap disebabkan pengosongan alveoli yang tidak lengkap
mengakibatkanhiperinflasi torak yang progresif. Pada asma tanpa komplikasi, batuk
hanya mencolok sewaktu serangan mereda, batuk membantu mengeluarkan sekret
yang mengumpul. Di antara serangan asma yang khas penderita bebas dari mengi
dan gejala, walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap
dapat diperlihatkan dengan tehnik khusus. Pada keadaan asma kronik, masa tanpa
serangan mungkin dapat menghilang, sehingga mengakibatkan keadaan asma yang
terus menerus, sering disertai infeksi sekunder (4).

Ada 2 golongan penyakit obstruksi saluran nafas, yaitu :


a. Asma atau penyakit obstruksi saluran nafas yang reversibel
b. Penyakit obstruksi saluran nafas menahun yaitu bronkitis kronik dan emfisema.
Pada beberapa penderita, ketiga penyakit obstruksi saluran nafas tersebut sukar
dibedakan satu dari yang lain karena semuanya mempunyai patofisiologi yang sama.
Dari ketiga penyakit tersebut, asma bronkial mempunyai prognosis yang terbaik
apabila ditangani dengan baik tetapi bila tidak, dapat menjadi penyakit obstruksi
saluran nafas yang menahun. Pengertian bronkitis menahun merupakan diagnosis
klinis, emfisema merupakan diagnosis anatomis dan asma lebih bersifat fisiologis (2).
Tabel 1. Sifat-sifat obstruksi saluran nafas (2)
Asma

Bronkitis kronik

Emfisema

Reversibilitas

Alergi

Hipereaktivitas bronkus

Respon terhadap bronkodilator

Respon terhadap steroid

GAMBARAN KLINIS
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan
pada waktu serangan tampak penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk

dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan ataupun dengan
pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :
1. Sesak.
2. Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
3. Batuk produktif, sering pada malam hari.
4. Nafas atau dada seperti tertekan.
Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari (5). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada
penderita yang hanya batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja (2).
Beratnya derajat serangan asma dibagi dalam serangan derajat ringan, sedang dan
berat berdasarkan persentase APE nilai dugaan sesuai kriteria Global for Ashtma
1995 yaitu :
-

Serangan derajat ringan : bila APE > 80% nilai dugaan


Serangan asma ringan
1. Sesak nafas waktu berjalan,bisa berbaring
2. Berbicara : kalimat
3. Kesadaran mungkin agitasi
4. Frekwensi nafas meningkat

5. Pemakain otot bantu nafas biasanya ada


6. Mengi keras
7. Nadi 100-120 x/menit
8. Pulsus paradoksus tidak ada
9. APE sesudah terapi awal >80%
10. PaO2 normal
11. PaCO2 <45 mmHg
12. Saturasi O2 (udara biasa) >95%
-

Serangan derajat sedang : bila APE 60-80% nilai dugaan


Serangan asma sedang :
1. Sesak nafas waktu berbicara, lebih suka duduk
2. Berbicara kata kata
3. Kesadaran biasanya agitasi
4. Frekwensi nafas meningkat
5. Pemakaian otot bantu nafas biasanya ada
6. Mengi keras
7. Nadi 100-120x/menit
8. Pulsus paradoksus mungkin ada
9. APE sesudah terapi awal 60-80%
10. PaO2 >60mmHg
11. PaCO2 < 45 mmHg
12. Saturasi O2 91-95%

Serangan derajat berat : bila APE < 80% nilai dugaan, disertai gambaran asma
akut berat yaitu :
1. Sesak nafas walau diwaktu istirahat, hanya mampu mengucapkan beberapa
kata, duduk membungkuk
2. Kesadaran biasnya agitasi
3. Frekwensi pernafasan > 30 x/menit
4.

Pemakaian otot bantu nafas biasanya ada, retraksi sentral

5. Bising mengi terdengar sangat jelas


6. Nadi > 120 x/menit
7. Pulsus paradoksus sering ada > 25 mmHg
8. APE sesudah terapi awal <60%, <100L/menit
9. PaO2 < 60 mmHg
10. PaCO2 > 45 mmHg
11. Saturasi O2 < 90%
% APE nilai dugaan adalah nilai aktual Arus Puncak Respirasi (APE) saat serangan
dibagi nilai APE dugaan sesuai jenis kelamin, umur (tahun), tinggi badan (cm)
menurut tabel fungsi paru tim Pneumobile Project Indonesia 1992 (1,5).
Klasifikasi asma berdasarkan derajat beratnya asma (3,5):
1. Intermiten
-

Gejala kurang dari satu minggu

Serangan berlangsung singkat

Gejala asma malam kurang dari dua kali perbulan

Faal paru normal antara eksaserbasi

VEP-1 atau APE: lebih dari 80% nilai prediksi

2. Persisten Ringan
-

Gejala lebih dari atau sama dengan satu kali per minggu, tetapi kurang dari
satu kali perhari

Serangan dapat menggangu aktifitas dan tidur

Gejala asma malam lebih dari dua kali per bulan

VEP-1 atau APE: lebih dari atau sama dengan 80% nilai prediksi

3. Persisten Sedang
-

Gejala harian

Menggunakan obat setiap hari

Serangan menggangu aktifitas dan tidur

Serangan 2 kali/minggu, dapat berhari-hari

Gejala asma malam lebih dari satu kali per minggu

VEP-1 atau APE: lebih dari 60- kurang dari 80% nilai prediksi

4. Persisten Berat
-

Gejala terus menerus

Serangan sering

Gejala asma malam sering

VEP-1 atau APE: kurang dari 60% nilai prediksi

PEMERIKSAAN PENUNJANG (3,5,6)


1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible. Cara yang paling
cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator >20% tidak berarti ada asma. Hal tersebut dapat
dijumpai pada penderita yang sudah normal atau mendekati normal sehingga
kenaikan FEV1 atau FVC tidak melebihi 20%. Respon mungkin juga tidak
dijumpai pada obstruksi jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol
tidak cukup memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada
hal yang akhir mungkin diperlukan pengobatan kombinasi adrenergik, teofilin
dan bahkan kortikosteroid untuk 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa
pengobatan yang dapat terlihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan
pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau bulan kemudian.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2. Tes provokasi bronkial
Indikasi provokasi inhalasi :

Antigen
-

Untuk menjelaskan peranan alergen spesifik pada asma

Apabila uji kulit tidak dapat dilakukan seperti pada penyakit kulit yang luas
dan luka bakar

Untuk evaluasi efek terapeutik imunologis

Untuk evaluasi alergen baru atau allergen tidak dikenal yang diduga
mempunyai peranan dalam penyakit paru

Untuk evaluasi efek obat dalam penghambatan kerja allergen

Untuk meyakinkan pasien tentang hubungan sebab akibat


Metakolin, Karbakol, dan Histamin

Untuk mengidentifikasi pasien hipereaktivitas bronkus tanpa melihat sebab dan


untuk mengukur besarnya hipereaktivitas tersebut.
3. Tes kepekaan kulit
Tujuan tes ini yaitu untuk menunjukkan adanya antibodi imunoglobulin E yang
spesifik dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena alergen yang
menunjuk tes kulit positif tidak selalu merupakan penyebab asma, sebaliknya tes kulit
yang negatif tidak berarti ada faktor kerentanan kulit. Dengan berbagai bahan alergen
dapat membantu untuk menetukan pada asma atopik.

10

4.

Pemeriksaan laboratorium :
Darah :

persentase eosinofil pada hitung jenis dan jumlah eosinofil


yang meningkat, Imunoglobulin E yang spesifik.

Analisa gas darah: bila ada kecurigaan gagal napas


Dahak dan sekret hidung: pemeriksaan eosinofil
5.

Pemariksaan radiologi :
Foto toraks : Umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah nor
mal. Pemariksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomedistinum, atelektasis dll
Foto sinus paranasalis, jika asma tidak membaik

DIAGNOSIS (5,6)
1. Anamnesis : keluhan sesak napas dengan napas bunyi ngiik yang sering kumat
(adanya riwayat asma), riwayat penyakit alergik, dan keluarga yang menderita
alergik (faktor keturunan) dapat memperkuat dugaan penyakit asma disertai
adanya faktor pencetus serangan.
2. Pemeriksaan fisik : penemuan pada pemeriksaan fisik tergantung derajat beratnya
obstruksi jalan nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardia,
pernafasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada penderita asma dalam
serangan.

11

3. Laboraturium
Sputum: Kristal Charcot-Leyden, spiral Cruschman
Darah: jumlah Eo meningkat
4. Pemeriksaan faal paru: Obstruksi saluran nafas (rasio FEV1/FVC < 75% atau
PEF < 150 liter/menit).
5. Tes provokasi bronkus, tes kepekaan kulit.
DIAGNOSIS BANDING (2)
1. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk disertai
sputum biasanya didapatkan pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejala
dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya
kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda
kor pulmonal.
2. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utamanya dan jarang disertai mengi dan batuk. Penderita
biasanya kurus. Berbeda dengan asma pada emfisema tidak pernah ada masa
remisi, penderita selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati
menurun dan suara sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan
hiperinflasi.

12

3. Gagal jantung kiri akut


Dulu disebut asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal
nocturnal dyspnoe. Penderita biasanya terbangun pada malam hari karena sesak
dan apabila pasien duduk sesaknya berkurang atau menghilang. Selain ortopnea,
pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru.
4. Emboli paru
Yang dapat menimbulkan emboli paru adalah imobilisasi, gagal jantung,
tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, penderita batuk-batuk, yang dapat
disertai darah, nyeri pleura keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan,
pleural friction, gallop, sianosis dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram
menunjukan perubahan aksis jantung ke kanan.
5. Lain-lain penyakit yang jarang, seperti stenosis trakea, karsinoma bronkus,
poliarteritis nodusa.
KOMPLIKASI (2,6)
1. Infeksi saluran nafas
2. Atelektasis
3. Pneumotoraks, pneumomediastinum. Emfisema kutis
4. Gagal nafas
5. Aritmia ( terutama, bila sebelumnya ada kelainan jantung )

13

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi asma adalah (3,5) :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.
2. Mencegah kekambuhan.
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan
exercise.
5. Menghindari efek samping obat asma.
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.
Tujuan penatalaksanaan eksaserbasi akut (5)
Makin sering eksaserbasi akut, akan meningkatkan kemungkinan terjadi remodeling
saluran nafas dan meningkatkan keyakinan perburukan penyakit. Penatalaksanaan
pada eksaserbasi akut bertujuan :
1. Menghilangkan obstruksi secepat mungkin
2. Menghilangkan hipoksemi
3. Mengembalikan faal paru ke normal secepat mungkin
4. Mencegah kekambuhan
Serangan asma berat dapat menimbulkan kematian, terutama bila terlambat
ditanggulangi atau penanggulangan yang tidak adekuat. Resikoini juga meningkat
bila ada komplikasi. Faktor yang meningkatkan resiko kematian pada asma adalah :

14

Riwayat gagal nafas dan pemasangan intubasi

Pemakaian steroid sistemik

Kunjungan ke gawat darurat/perawatan karena asma

Penatalaksanaan asma yang tidak adekuat

Depresi berat dan atau masalah psikososial

Tabel 2. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit (3,5)


Derajat Asma
Asma Intermiten

Obat Pengontrol (harian)


- Tidak perlu

Asma Persisten Ringan

Asma Persisten Sedang

Inhalasi
kortikosteroid 200500g/
kromolin/
nedrokromil
atau
teofilin lepas lambat
Bila
perlu
ditingkatkan sampai
800g
atau
ditambahkan
bronkodilator
aksi
lama terutama untuk
mengontrol
asma
malam.
Dapat
diberikan agonis beta
2 aksi lama inhalasi,
oral atau teofilin
lepas lambat.
Inhalasi
kortikosteroid 800-

Obat Pelega
Bronkodilator
singkat, yaitu inhalasi
agonis beta2 bila
perlu
Intensitas pengobatan
tergantung
berat
eksaserbasi
Inhalasi agonis beta2
atau kromolin dipakai
sebelum
aktivitas
atau pajanan alergen
Inhalasi agonis beta2
aksi singkat bila perlu
dan tidak melebihi 34 kali sehari.

Inhalasi agonis beta2


aksi singkat bila perlu
15

Asma Persisten Berat

2000g
Bronkodilator aksi
lama terutama untuk
untuk
mengontrol
asma malam, berupa
agonis beta 2 aksi
lama inhalasi, oral
atau teofilin lepas
lambat
Inhalasi
kortikosteroid 8002000g atau lebih
Bronkodilator aksi
lama, berupa agonis
beta2 inhalasi atau
oralatau teofilinlepas
lambat
Kortikosteroid oral
jangka panjang

dan tidak melebihi 34 kali sehari

Obat-obat anti asma (5)


1. Bronkodilator
a. Agonis 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan
fenetranol memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan agonis 2 longacting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol,
bambuterol dan lain-lain. Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek
bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu
sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.

16

b. Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan
konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjag.
c. Antikolinergik
Golongan ini merupakan tonus vagus intinnsik dari saluran napas.
2. Anti inflamasi
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi
dan profilaksis.
a. Kortikosteroid
b. Natrium

kromolin

(sodium

cromoglycate)

merupakan

antiinflamasi

nonsteroid.
Tabel 3 Terapi serangan asma akut (5)
BERATNYA SERANGAN
TERAPI
RINGAN
Terbaik:
- Aktivitas
hampir - Agonis Beta2 isap
normal.
(MDI) 2 isap boleh
- Bicara dalam kalimat
diulangi
1
jam
penuh.
kemudiqan atau tiap
- Denyut
nadi
20 menit dalam 1jam
<100/menit
Alternatif:
- (APE>60%)
- Agonis beta2 oral dan
atau 3x1/2 1 tablet
(2mg) oral
- Teofilin 75-150 mg
- Lama terapi menurut
kebutuhan

LOKASI
Di rumah

17

SEDANG
- Hanya mampu
berjalan jarak dekat
- Bicara dalam kalimat
terputus-putus
- Denyut nadi 100120/menit
- (APE 40-60%)

Terbaik:
- Agonis Beta-2 secara
nebulisasi 2,5 5mg,
dapat diulangi sampai
dengan 3 kali dalam
1jam pertama dan
dapat dilanjutkan
setiap 1-4 jam
kemudian

Puskesmas
Klinik rawat jalan
Unit Gawat Darurat
Praktek dokter umum
Dirawat RS bila tidak
respons dalam 2-4 jam

BERAT
- Sesak pada istirahat
- Bicara dalam katakata terputus
- Denyut nadi >120
L/menit
- (APE < 40% atau
100L/menit)

Terbaik:
- Agonis beta-2 secara
nebulisasi dapat
diulangi s.d
3kalidalam 1jam
pertama selanjutnya
dapat diulangi setiap
1-4 jam kemudian
- Teofilin iv dan infus
- Steroid iv dapat
diulang/ 8-12jam
- Agonis beta 2 sk/iv /
6jam
- Oksigen 4 liter/menit
- Pertimbangkan
nebulisasi
ipratropiumbromide
20 tetes

Unit Gawat Darurat


Rawat bila tidak ada
responns dalam 2 jam
maksimal 3 jamm
Pertimbangkan rawat
ICU bila cenderung
memburuk Progresif

MENGANCAM JIWA
- Kesadaran menurun
- Kelelahan
- Sianosis
- Henti napas

Terbaik:
- Lanjutkan terapi
sebelumnya
- Pertimbangkan
intubasi dan ventilasi
mekanik
- Pertimbangkan
anastesi umum untuk
terapi pernapasan
intensif. Bila perlu
dilakukan kurasan
bronco alveolar
(BAL)

ICU

18

Terapi awal yaitu (5)


1. Oksigen 4-6 liter /menit
2. Agonis 2 (salbutamol 5mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10mg) inhalasi
nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Dapat
diberikan secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dextrose 5% dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jjikasudah menggunakan obat ini dalam
12jam sebelumnya cukup diberikan setengah dossis
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut :
1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
2. Pemeriksaan fisik normal.
3. Arus puncak ekspirasi (APE) >70%.
Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka sebaiknya
pasien dirawat di rumah sakit.
Terapi asma kronik adalah sebagai berikut
1. Asma ringan: agonis 2 inhalasi bila perlu atau agonis 2 oral sebelum exercise
atau terpapar allergen.
2. Asma sedang: antiinflamasi setiap hari dan agonis 2 inhalasi bila perlu.

19

3. Asma berat: steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis 2 long
acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis 2 inhalasi
sesuai kebutuhan.
Penatalaksanaan yang baik dapat membuat asma menjadi terkontrol yaitu gejala
penyakit berkurang dan faal paru menjadi optimal, criteria asma yang terkontrol
adalah (5) :
1. Gejala klinik menghilang atau minimal termasuk gejala asma malam
2. Eksaserbasi jarang
3. Kebutuhan 2-agonis minimal
4. Aktivitas tidak terganggu
5. Variasi APE < 15%
6. Efek samping obat tidak ada / minimal
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat.

20

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita, bernama Ny.E, berumur 48 tahun, sudah menikah, suku Padang,
agama Islam, Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Jl. Neg. TL.Bawang, Bunga;
Bandar Lampung, masuk RSUD Abdul Moeloek 01 Agustus 2003 pukul 01.40 pagi
dan dirawat di Ruang Penyakit Paru.
AUTOANAMNESIS
Keluhan utama

: Sesak nafas

Keluhan tambahan

Batuk-batuk berdahak disertai nafas berbunyi pada


saat mengeluarkan nafas.

Riwayat penyakit sekarang

Satu hari sebelum pasien datang ke RS, sore hari setelah pasien menyapu lantai dan
mengangkat air satu ember penuh ukuran sedang, pasien sesak nafas dan nafasnya
berbunyi secara tiba-tiba, pasien juga sebelumnya mengaku habis pulang dari rumah
saudaranya dan dalam kondisi lelah dan banyak pikiran memikirkan adiknya, pasien
juga mengeluh batuk-batuk berdahak disertai dengan pilek sejak 1 hari yang lalu
sebelum sesak nafas terjadi, disertai nafas berbunyi pada saat mengeluarkan nafas
terutama pada posisi tidur terutama di malam hari.Pasien juga menyangkal
mempunyai riwayat ashma sebelumnya. Kemudian pasien masuk keRSAM untuk

21

dirawat karena mengeluh sesak nafas, pasien juga mengaku dalam keluarganya ada
yang menderita asma. Pasien juga tinggal didekat pabrik gula, dimana dirumahnya
selalu berdebu setiap harinya. Dan sebelumnya keponakannya mengeluh penyakit
yang sama pula .
Riwayat penyakit dahulu

- Os pernah menderita tumor dirahimnya dan dilakukan pengangkatan rahim sejak 3


bulan yang lalu.
- Os juga mempunyai riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga

- Keponakannya ada yang mempunyai riwayat asma.


PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum

Tampak sakit berat

Kesadaran

Kompos mentis

Tekanan darah

150/90 mmHg

Frekwensi nadi

102 x /menit

Frekwensi nafas

28x /menit

Suhu

36,5 C

Tinggi badan

162 cm

Berat badan

64 kg
22

Status gizi

cukup

Status Generalis
Kepala :
-

Rambut

Hitam, ikal, tidak mudah dicabut

Mata

Tidak ada kelainan

Hidung

Tidak ada kelainan

Mulut

Tidak ada kelainan

Leher

JVP

: tidak meningkat

KGB

: tidak teraba

Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran


Toraks :
Toraks anterior
Paru-paru
Inspeksi

Takipnea
Retraksi suprasternal (+)
Retraksi supraklavikular (+)
Retraksi interkostal (+)

Palpasi

Fremitus taktil sulit dinilai

Perkusi

Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

Bunyi nafas hemitorak kanan :


vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang

23

ronki (+), wheezing (+)

Bunyi nafas hemitorak kiri

vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang,


ronki (+), wheezing (+)
Jantung
Inspeksi

Ictus cordis terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba

Perkusi

Batas kanan ICS V garis parasternal kanan


Batas kiri ICS V garis midklavvikula kiri

Auskultasi

Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), HR : 102 x/menit

Takipnea

Torak posterior
Paru-paru
Inspeksi

Retraksi suprasternal (+)


Retraksi supraklavikular (+)
Retraksi interkostal (+)
Palpasi

Fremitus taktil sulit dinilai

Perkusi

Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

Hemitorak kanan :
vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang

24

ronki (+), wheezing (+)

Hemitorak kiri :
vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang
ronki (+), wheezing (+)
Abdomen

Inspeksi

Perut datar, simetris

Palpasi

Hepar : tidak teraba


Lien

: tidak teraba

Nyeri tekan epigastrium (-)


Nyeri lepas (-)
Perkusi

Hipertimpani

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Genetalia

Wanita, tidak ada kelainan

Ekstremitas :
Superior

Oedem (-), sianosis (-)

Inferior

Oedem (-), sianosis (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin :
-

Hb

15,7 gr %
25

Leukosit

12.700 /Ul

LED

51 mm/jam

Hitung jenis

0/2/0/80/18/0

DIAGNOSIS KERJA

: Ashma bronkhial intermiten

PENATALAKSANAAN :
1. Bed rest, posisi semi fowler.
2. O2 3 liter/menit
3. Infus RL/D5% Aminophyllin (0,6-0,9 mg/kgBB/8j)I amp gtt XX /m.
4. Theophiline 300mg 2x1 tab
5. Injeksi Deksametason 5mg, I amp/12jam/IV
6. OBH syrup 3XCI/hr.
7. Nifedipine 10mg 3x1 tab
8. Salbutamol inhaler 120 mcq 3x1puff (combifen inhaler)
Pemeriksaan Anjuran :
-

Analisa gas darah

Pemeriksaan elektrolit

Spirometri

Uji hipereaktivitas bronkus

Foto toraks

26

FOLLOW UP
4 Agustus 2003
Keluhan :
Sesak
Nafas bunyi
Batuk berdahak
Dada seperti tertekan

5 Agustus 2003

Tanda vital:

Toraks :
Inspeksi :
Takipnea
Retraksi supraasternal
Retraksi supraklavikular
Retraksi interkostal
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

Abdomen :
Inspeksi :
Palpasi :

Kesan :
Anjuran :

150/90 mmHg
102 x/m
28 x/m
36,5c

130/90 mmHg
102 x/m
26 x/m
36,5c

+
+
+
+
+

Fremitus taktil sulit dinilai

Fremitus taktil kanan = kiri

Sonor:
Vesikuler +/+ ekspirasi
memanjang
Ronki +/+
Wheezing +/+
Perut datar, simetris
Nyeri tekan epigastrium Nyeri lepas
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

Vesikuler +/+
Ronkhi -/Wheezing -/-

Nyeri tekan epigastrium


Ada perubahan

Pemeriksaan darah rutin,


kesan:
- LED (adanya
inflamasi)
- Leukositosis ringan
27

Penatalaksanaan :

Eosinofilia
Pergeseran kearah
kanan

Analisa gas darah


Pemeriksaan elektrolit
Spirometri
Uji hipereaktivitas bronkus
Foto toraks
- Bed rest posisi semi
fowler
- O2 3 lt/m
- Infus RL/D5% +
Aminophyllin I amp
gtt XX x/m
- Theophiline 300mg
2x1 tab
- Injeksi deksametason
5 mg, I amp/8 jam/IV
- OBH syrup 3XCI
- Nifedipin 10 mg 3x1
tab
- Salbutamol inhaler
120 mcq 3x1puff
(combifen inhaler)

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
- Bed rest
- Infus RL/D5% +
Aminophyllin I amp
gtt XX x/m
- Salbutamol 2mg, 3x1
tab
- Theophiline 300mg
2x1 tab
- Injeksi deksametason
5mg, I amp/hr
- OBH syrup 3xCI
- Salbutamol inhaler
120 mcq 3x1puff
(combifen inhaler)

28

RESUME :
Anamnesis :
Seorang wanita, 48 tahun, suku Padang, agama Islam, Pegawai Negeri Sipil gol III,
tempat tinggal di JL. Negara, Tulang Bawang, datang dengan keluhan :
-

Sesak

napas
-

Nafas

berbunyi pada saat expirasi


-

Batuk

berdahak, dahak berwarna putih, sulit dikeluarkan


Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum

Tampak sakit berat, status mental : gelisah

Kesadaran

Kompos mentis

Tekanan darah

150/90 mmHg

Frekwensi nadi

102 x/menit

Frekwensi nafas

28 x/menit

Suhu

36,5C

Tinggi badan

162 cm

Berat badan

64 kg

Status gizi

Cukup

Kepala

:
29

Mata

Tidak ada kelainan

Hidung

Tidak ada kelainan

Telinga

Tidak ada kelainan

Mulut

Tidak ada kelainan

Leher

Tidak ada kelainan

Toraks

Paru-paru
Inspeksi

Takipnea, retraksi suprasternal (+), retraksi supraklavikular


(+), retraksi interkostal (+)

Palpasi

Fremitus taktil sulit dinilai

Perkusi

Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

Vesikuler +/+ ekspirasi memanjang, ronki +/+, wheezing +/+

Jantung

Tidak ada kelainan

Abdomen

Inspeksi

Tidak ada kelainan

Palpasi

Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-),


Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba

Perkusi

Hipertimpani

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Genetalia eksterna

Wanita, tidak ada kelainan

Ekstremitas

Tidak ada kelainan

30

Pemeriksaan penunjang :
Darah rutin
Hb

15,7 gr%

LED

51 mm/jam

Leukosit

12.700 /uL

Hitung jenis

0/2/0/80/18/0

Diagnosis akhir :
Ashma bronkhial intermiten
Penatalaksanaan

Bed rest, posisi semifowler

O2 3 liter/menit

Infus RL/D5% + Aminofilina (0,6-0,9mg/kgBB/8j) I Amp 20 tetes/menit

Salbutamol 2,5 mg 2x1 tab

Theophiline 300mg 2x1 tab

Injeksi deksametason 5mg, I amp/12j/IV

OBH syrup 3XCI/hr

Nifedipine 10mg 3x1 tab

Salbutamol inhaler 120mcq 3x1puff ( combifen inhaler)


31

Prognosis : Ad bonam

DISKUSI

Riwayat dan gejala klinik yang khas pada asma dapat kita temui pada kasus ini,
sehingga tidak sukar untuk menegakkan diagnosis. Tetapi untuk menegakkan
diagnosis yang baik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang asma (yang tidak
dapat dilakukan pada kasus ini oleh karena faktor manusia dan teknis), sehingga
diagnosis, derajat penyakit, keberhasilan terapi, dan ada tidaknya komplikasi penyakit
dapat diketahui. Pada akhirnya penatalaksanaan asma menjadi tepat dan adekuat.
Asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Hal ini bukanlah sesuatu yang
fatal, tetapi dapat mengancam jiwa jika tidak ditangani atau tidak terkontrol.
Frekwensi asma yang sering, adanya gangguan tidur, bukanlah sesuatu yang normal.
Asma yang terkontrol dengan baik akan menghentikan gejala symptom tersebut, dan
membuat penderita berhenti datang ke ruang gawat darurat atau ke RS.
Ada 2 tipe terapi unuk asma :
Anti-inflamasi adalah terapi yang paling penting pada sebagian orang dengan asma
karena obat ini dapat mencegah timbulnya serangan asma yang terus menerus.
Kortikosteroid atau steroid saja, dapat mengurangi produksi mucus pada jalan nafas.
Sehingga hipereaktivitas saluran nafas terhadap rangsangan berkurang. Terapi ini
yang digunakan setiap hari butuh waktu beberapa minggu untuk dapat mengontrol

32

asma. Terapi ini dapat mengurangi symptom, kualitas pernafasan menjadi lebih baik,
mengurangi sensitivitas, kerusakan saluran nafas serta serangan asma.
Bronkodilator, mengurangi gejala asma melalui dilatasi otot polos, sehingga
membuka jalan nafas dengan cepat, untuk mendapatkan lebih banyak udara, dengan
terbukanya jalan nafas mucus dapat dikeluarkan dengan lebih mudah.
Pada terapi jangka panjang kortikosteroid hanya digunakan pada asma yang persisten,
sedangkan pada asma yang intermiten tidak perlu, dimana hanya membutuhkan obat
pelega saja.
Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas yang meningkat dan interaksi dengan
lingkungan yang bertambah serta adanya faktor emosional yang dapat memicu
timbulnya serangan asma. Pada anamnesa pasien mengatakan, saat itu pasien sedang
mempunyai banyak masalah pribadi. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor
emosional mempunyai peranan yang cukup penting sebagai pencetus timbulnya
serangan pertama pada pasien ini. Sehingga untuk penatalaksanaan yang lebih
adekuat perlu dipertimbangkan psikoterapi pada pasien asma, yang selama ini
sepertinya kurang mendapat perhatian.
Kurang lebih 3 bulan terakhir, serangan asma lebih sering terjadi, hal ini
dimungkinkan oleh lingkungan pasien yang tidak sehat ( lembab, banyak debu,
pengap ). Sehingga untuk dapat mengontrol timbulnya serangan asma dianjurkan
pada pasien untuk mencari tempat tinggal lain yang tidak berdebu.

33

Prognosis kasus ini ke arah baik, karena terlihat perubahan yang nyata setelah
pemberian terapi, di mana gejala dan serangan asma berkurang dan hilang. Sehingga
os merasa sembuh dan akhirnya pulang atas kemauan sendiri dalam keadaan umum
yang baik, walau hanya dirawat dua hari. Tapi melihat cukup seringnya gejala dan
serangan asma timbul, faktor pencetus yang begitu erat dengan kehidupan pasien
membuat adanya keragu-raguan terhadap prognosis tersebut. Oleh karena itu kami
menganjurkan dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui sejauh mana
kerusakan, derajat penyakitnya, untuk menhilangkan keragu-raguan tersebut dan agar
pemberian terapi jangka panjang dapat dilakukan.dengan tepat dan adekuat.
Penatalaksanaan Ashma bronkhial, karena penanggulangan yang terlambat ataupun
yang tidak adekuat pada serangan asma yang berat dapat menimbulkan kematian.
Namun banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan, di
antaranya : beratnya serangga, obat yang diberikan, cara pemberian, penilaian
pengobatan dan respon penderita terhadap pengobatan

34

PRESENTASI KASUS
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
ASMA BRONKIAL INTERMITEN

OLEH
Sri Nurbowo Ardi
1101997161
PEMBIMBING
Dr. Boy Zaghlul Zaini
NARASUMBER
Dr. A Rasyid, SpP

DIAJUKAN SEBAGAI PRASYARAT


MENGIKUTI UJIAN AKHIR KEPANITERAAN SENIOR
ILMU PENYAKIT DALAM

35

RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG


AGUSTUS 2003

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaman Saleh Y, Mangunnegoro H, Hudoyo A, dkk, Kadar Eosinofil pada


Sputum Penderita Asma Bronkhial Dalam Serangan Di rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia 1998; 18:p.5-6
2. Bratawijdaya, Karnen. Asma Bronkhial dalam Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,
Edisi III, BP FKUI, Jakarta, 1990; p.21-39
3. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Asma Bronkhial Masa Kini. Majalah Kedokteran
Indonesia, Volum: 46, Nomor : 10, Oktober 1996.
4. Solomon, William R. Ashma bronkhial : Alergi dan lain-lain. In: Price sylvia A,
Wilson Lorraine M. Editor. Patofisiologi Buku I. Edisi IV. Jakarta : EGC; 1995.
p. 149-163
5. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Asma. Pertemuan Ilmiah
Khusus PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Semarang
6. Sukmana Nanang. Asma Bronchial. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, Agustus, 2001

36

Vous aimerez peut-être aussi

  • Ilustrasi Kasus
    Ilustrasi Kasus
    Document31 pages
    Ilustrasi Kasus
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Ppok
    Ppok
    Document33 pages
    Ppok
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • INKONTINENSIA ALVI
    INKONTINENSIA ALVI
    Document25 pages
    INKONTINENSIA ALVI
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Case Lansia
    Case Lansia
    Document27 pages
    Case Lansia
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Chapter 36
    Chapter 36
    Document15 pages
    Chapter 36
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Vertigo
    Vertigo
    Document16 pages
    Vertigo
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Modul 6.1
    Modul 6.1
    Document2 pages
    Modul 6.1
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Gerd PPT Ayu
    Gerd PPT Ayu
    Document33 pages
    Gerd PPT Ayu
    Ayu Lemonade
    100% (2)
  • Referat Gerd Ayu
    Referat Gerd Ayu
    Document24 pages
    Referat Gerd Ayu
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Case 1 Neuro
    Case 1 Neuro
    Document21 pages
    Case 1 Neuro
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Parkinson Disease Laporan Kasus
    Parkinson Disease Laporan Kasus
    Document31 pages
    Parkinson Disease Laporan Kasus
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Presentation Bab32 Dewi
    Presentation Bab32 Dewi
    Document17 pages
    Presentation Bab32 Dewi
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Jurnal
    Jurnal
    Document7 pages
    Jurnal
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Status Mening TB
    Status Mening TB
    Document5 pages
    Status Mening TB
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Status Epilepsi
    Status Epilepsi
    Document12 pages
    Status Epilepsi
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Lapkas Ni
    Lapkas Ni
    Document18 pages
    Lapkas Ni
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • PPOKDIAGNOSIS
    PPOKDIAGNOSIS
    Document52 pages
    PPOKDIAGNOSIS
    Aaliafegitri
    Pas encore d'évaluation
  • Bab 1 Epidemiologi Epilepsi-1
    Bab 1 Epidemiologi Epilepsi-1
    Document3 pages
    Bab 1 Epidemiologi Epilepsi-1
    abdul basith
    Pas encore d'évaluation
  • Case Report Bunga
    Case Report Bunga
    Document15 pages
    Case Report Bunga
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Bab I
    Bab I
    Document3 pages
    Bab I
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document14 pages
    Bab Ii
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document14 pages
    Bab Ii
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Baru Nii
    Baru Nii
    Document1 page
    Baru Nii
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Lapja CHF
    Lapja CHF
    Document24 pages
    Lapja CHF
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Lapkas Bunga
    Lapkas Bunga
    Document17 pages
    Lapkas Bunga
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Lapja 30 Maret 2015
    Lapja 30 Maret 2015
    Document25 pages
    Lapja 30 Maret 2015
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • Referat Miliaria Ayu
    Referat Miliaria Ayu
    Document7 pages
    Referat Miliaria Ayu
    Ayu Lemonade
    Pas encore d'évaluation
  • VB_RSUD
    VB_RSUD
    Document22 pages
    VB_RSUD
    Rahmi Fikriah
    Pas encore d'évaluation
  • Koas Anak Diare Baruuu
    Koas Anak Diare Baruuu
    Document28 pages
    Koas Anak Diare Baruuu
    Dilla
    Pas encore d'évaluation