Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Stadium I
Stadium la
Stadium Ib
Stadium II
Ib 1
: Lesi < 4 cm
Ib2
: Lesi > 4 cm
Stadium IIa
Stadium IIb
Stadium III
Stadium IIIa
Stadium IIIb
Stadium IV
Stadium IVa
Stadium IVb
2.1
Penatalaksanaan
Stadium Ia1
Stadium Ia1 tanpa invasi pembuluh darah dan limfe, kemungkinan
penyebaran ke kelenjar getah bening regionalnya tidak lebih dari 1% sehingga
memungkinkan untuk dilakukan tindakan terapi seperti histerektomi simpel.
Bahkan bagi penderita yang masih ingin hamil, dapat dilakukan tindakan konisasi
serviks. Sebaliknya terjadi invasi pembuluh darah atau limfe, sebaiknya dilakukan
histerektomi radikal, atau radiasi bila ada kontraindikasi tindakan operasi.12
Stadium Ia2
Kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe pada stadium ini sekitar
7%. Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan
limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis atau radiasi bila terdapat
kontraindikasi operasi.12
Stadium Ib
Pengobatan pada stadium ini adalah histerektomi radikal dengan
limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis, dengan atau tanpa kelenjar getah
bening paraaorta. Terapi radiasi dinyatakan sama efektifnya, tetapi lebih ditujukan
pada pasien dengan kontraindikasi operasi. Stadium Ib2 (ukuran lesi > 4 cm) atau
disebut juga kanker serviks berbentuk barel (barrel shaped atau bulky tumor)12
Stadium IIa
Terapi yang dapat diberikan ialah histerektomi radikal, limfadenektomi
pelvis, dan vaginektomi bagian atas, tergantung pada perluasan tumor ke vagina.
Terapi optimal adalah kombinasi radiasi ekstrenal dan radiasi intrakaviter.12
Stadium IIb, III, dan IVa
Pada kasus stadium lanjut ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan
operatif karena tumor telah menyebar jauh ke luar dari serviks. Kemoradiasi
berbasis platinum dinyatakan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
radiasi saja.12
Stadium IVb
Kasus stadium minimal ini memiliki prognosis yang sangat jelek, jarang
dapat bertahan hidup sampai setahun semenjak didiagnosis. Penderita stadium ini,
bila keadaan umum memungkinkan apat diberikan kemoradiasi, tetapi hanya
bersifat paliatif.12
Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar
X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum
radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan menjalani pemeriksaan darah untuk
mengetahui apakah pasien juga menderita anemia. Penderita kanker serviks
(cervical cancer) yang mengalami perdarahan pada umumnya memang menderita
anemia. Maka transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi
dijalankan.15
Radioterapi ada 2 jenis, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal.
Radio terapi eksternal berarti sinar X diarahkan ketubuh pasien (area panggul)
melalui sebuah mesin besar. Radioterapi internal berarti suatu bahan radioaktif
ditanam ke dalam rahim / leher rahim pasien selama beberapa waktu untuk
membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi internal yang sering
digunakan adalah brachytherapy.15
Ada beberapa efek samping radioterapi. Diantaranya : kelelahan, sakit
maag, diare, mual, muntah, perubahan warna kulit (seperti terbakar), kekeringan
atau bekas luka pada area V yang menyebabkan sakit ketika bersenggama,
menopause dini, bermasalah dengan buang air kecil, tulang rapuh sehingga mudah
patah tulang, rendahnya jumlah sel darah merah (anemia), rendahnya jumlah sel
darah putih, dan pembengkakan di kaki (lymphedema).15
Diskusi dengan dokter atau perawat tentang efek samping yang mungkin dialami
perlu dilakukan oleh pasien. Sebab seringkali ada pengobatan atau metode lain
yang akan membantu.
Ada beberapa persyaratan tertentu sebelum melakukan radioterapi, yaitu:
15
Kemoterapi
Peranan kemoterapi pada pemberian ajuvan masih banyak perbedaan
pendapat. Dari penelitian ini kelompok penderita yang mendapat radiasi
mempunyai komplit respons 75% sedangkan pada kelompok
kemoradiasi
didapatkan komplit respons 70,4%. Meskipun perbedaan ini secara statistik tidak
bermakna (p=0,93), masih harus dikaji lagi sampai di mana dan sejauh mana
peranan kemoterapi dalam proses penyembuhan karsinoma serviks. Pada stadium
tertentu, neoajuvan kemoterapi yang diikuti dengan radiasi dikatakan tidak begitu
bermanfaat, tetapi jika dilanjutkan dengan operasi akan meningkatkan 5 tahun
kelangsungan hidup sebesar 15% jika dibandingkan yang hanya mendapat radiasi
saja.7,23 Neoajuvan kemoterapi digunakan hanya untuk tujuan mengurangi besar
tumor sebelum dilakukan operasi atau radiasi. Dikatakan bahwa kombinasi
cisplatin dengan vinorelbin merupakan regimen yang aktif untuk terapi karsinoma
serviks stadium dini dan stadium lanjut, dengan toksisitas hematologi sedang dan
neurotoksisitas perifer derajat.15
Kim dkk dalam penelitian karsinoma serviks stadium I dan IIA dengan
bulky tumor yang mendapat kemoterapi cisplatin, vinblastin, dan bleomycin
sebelum dilakukan radikal histerektomi, didapatkan komplit respons 44% dan
parsial respons 50%. Pada penelitian lain didapatkan pada karsinoma serviks
stadium II dan IIIB yang mendapat kemoterapi kombinasi cisplatin, vinblastin,
dan bleomycin dengan radiasi atau hanya radiasi saja sebelum operasi didapatkan
hanya 22% mengalami komplit respons sebelum operasi. Metode neoajuvan
Kemoradiasi
Secara teori mekanisme biologi dari kemoradiasi merupakan gabungan
antara aktivitas sitostatika dan radiasi, yang bekerja pada fase siklus sel yang
berbeda serta sub populasi sel tumor yang berbeda pula. Fraksinasi radiasi akan
menurunkan repopulasi sel tumor, meningkatkan pengumpulan kembali sel tumor
dari fase G0 ke fase siklus sel yang respons terhadap terapi, serta menghambat
perbaikan sel yang sublethal karena kerusakan radiasi. Cisplatin bersama
hydoxyurea dan fluorouracil merupakan kemoterapi yang bersifat meningkatkan
radiosensitivitas.15
didapatkan
kemoradiasi
yang
berdasarkan
cisplatin
akan
2.2
Prognosis
Faktor yang menentukan prognosis adalah umur penderita, keadaan
umum, tingkat klinik keganasan, ciri-ciri histologik sel tumor, kemampuan ahli
menangani dan sarana pengobatan yang ada.14
Tingkat harapan hidup penderita dengan infeksi tipe 33 yang paling tinggi
diikuti dengan tipe 16. Penderita kanker serviks yang telah menjalani terapi
primer masih mempunyai kemungkinan mengalami kekambuhan. Kekambuhan
umumnya terjadi dalam masa 2 tahun pertama. Selama periode ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan rutin seperti perabaan pembesaran kelenjar getah bening
terutama pada daerah supra klavikula, pemeriksaan rekto-vaginal, dan sitologi
setiap 3-4 bulan. Setelah 2 tahun pemeriksaan dapat lebih jarang misalnya setiap 6
bulan hingga 5 tahun setelah terapi primer untuk selanjutnya setahun sekali.12
2.3
Stadium 0 : 100%
Stadium I : 80-90%
Stadium II : 75%
Stadium IV : 10-15%
2.9.1
Pencegahan Primer
Pencegahan
primer
merupakan
upaya
dalam
mengurangi
atau
risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam cara mendeteksi
HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metodemetode tersebut dapat diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6,
11, 42, 43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39, 45, 51, 52,
56 dan 58). 16
Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam program skrining
karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS dan HSIL secara lebih sensitif
dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas yang
lebih rendah. Sensitivitas HC pada NIS I, HSIL dan kanker adalah sebesar 51,5%,
89,3% (85,2-96,5%), dan 100%, berturut-turut, dengan spesifisitas 87,8% (8195%).Secara keseluruhan sensitivitas HC dibandingkan dengan pemeriksaan pap
smear lebih tinggi 23% (untuk NIS I sebesar 11% dan untuk NIS II-III sebesar
8%), dan spesifisitas HC lebih rendah 6% dibandingkan dengan pap smear.
Sensitivitas gabungan HC dan pap smear akan meningkatkan sensitivitas sampai
39%, dan spesifisitas tetap lebih rendah 7%. Pemeriksaan HC saja hanya mampu
mendeteksi infeksi HPV risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan sel
prakanker sehingga spesifisitas HC lebih rendah jika dibandingkan dengan pap
smear. Temuan pada HC dan pap smear pada beberapa institusi menjadi dasar
penelitian protokol skrining dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. HC yang positif
harus diikuti dengan pengawasan yang ketat, kelainan sitologi harus diikuti
dengan terapi, sedangkan hasil negatif keduanya menjadi dasar pemberian
vaksinasi HPV. 16
Vaksin HPV yang saat ini telah dibuat dan dikembangkan merupakan
vaksin kapsid L1 (merupakan imunogenik mayor) HPV tipe 16 dan 18. Vaksinasi
HPV merupakan upaya pencegahan primer yang diharapkan akan menurunkan
terjadinya infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan kejadian karsinogenesis kanker
serviks dan pada akhirnya menurunkan kejadian kanker serviks uterus. Infeksi
HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks, sehingga
sejumlah itu pula yang diharapkan dapat menikmati proteksi terhadap kanker
serviks uteri. Pemberian vaksin dilaporkan memberi proteksi sebesar 89%, karena
vaksin tersebut dilaporkan mempunyai cross protection dengan tipe lain. Vaksin
Jenis vaksin : Bivalen (16, 18) dan quadrivalen (16, 18, 6, 11). HPV 16 dan HPV
18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen), sedangkan HPV 6 dan 11
merupakan HPV risiko rendah (non-karsinogen).
Tujuan vaksinasi : Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks),
Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi. Lama proteksi vaksin bivalen 53 bulan,
dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.
Indikasi : Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia
pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun). Belum cukup data efektivitas
pemberian vaksin HPV pada laki-laki.
Efektivitas : Pada penelitian fase II proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada
yang divaksinasi mencapai 100% (Protokol 007), dan proteksi 100% dijumpai
sampai 2-4 tahun pengamatan (follow up).
Proteksi silang : Vaksin bivalen (HPV tipe 16 dan 18) mempunyai proteksi
silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektivitas 94%) dan HPV tipe 31 (dengan
efektivitas 55%).
Populasi target : Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia
antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal
hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di
Czech 29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).
Deteksi HPV : Pemeriksaan pap smear dapat mendiagnosis infeksi HPV secara
umum, tidak dapat mendiagnosis infeksi HPV risiko tinggi. Diagnosis infeksi
HPV risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid capture (HC) atau
polymerase chain reaction (PCR). Pemberian vaksin sebaiknya dilakukan pada
perempuan yang belum/tidak terinfeksi HPV. Pemeriksaan skrining infeksi HPV
sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan efektivitas vaksinasi HPV. Pemberian
vaksin pada perempuan yang telah terinfeksi HPV ataupun NIS tidak merugikan
penderita tetapi mempunyai efektivitas penangkalan infeksi HPV yang lebih
rendah. Vaksinasi HPV dapat diberikan pada penderita gangguan sistem imun,
tetapi efektivitasnya lebih rendah.
Kontraindikasi : Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi
diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum
direkomendasikan. Hipersensitivitas.
2.9.2
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ialah menemukan kelainan lesi prakanker dan
mengobati lesi prakanker yang ditemukan sehingga kelainan lesi prakanker tidak
berlanjut menjadi kaker serviks. Pencegahan sekunder termasuk skrining dan
deteksi dini, seperti pap smear, kolposkopi, servikografi, pap net (dengan
komputerisasi), dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Menurut WHO
(2005), Pap smear merupakan standar emas program skrining karena pemeriksaan
ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit serta dapat dilakukan setiap saat,
kecuali pada saat menstruasi.17
1.
mendiagnosis kanker serviks, sesuai nama penemunya seorang dokter asal Yunani
bernama dr. Georgios papanicolau dan sudah diperkenalkan sejak tahun 1928. 17
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret
yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada
wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu.
Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia
65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim
secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian
akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita
yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu
1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil
pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear. 17
Bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear
adalah sebagai berikut (Prayetni,1999): 17
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
Tabel 2.2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem
Bethesda17
2.
smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar
mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29
tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat
sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda
seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko
kanker serviks. 17
3.
Pap net
Merupakan pap smear yang diolah dan diinterpretasikan dengan sistem
komputer. Sistem ini memiliki keuntungan lebih sensitif daripada interpretasi pap
smear secara konvensional. 17
4.
asam asetat (asam cuka 3-5%) secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan
mata langsung atau mata telanjang. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi
epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari
intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antarsel akan semakin dekat.
Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan
diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel
abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih.17,18
Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan
histologiknya. Demikian pula, makin tajam batasnya, makin tinggi derajat
kelainan jaringannya. Dibutuhkan satu sampai dua menit untuk dapat melihat
perubahan pada epitel. Serviks yang diberikan 5% larutan asam asetat akan
berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut.18
Interpretasi hasil IVA17
a.
b.
c.
IVA positif
Ditemukan bercak putih (aceto white ephitel). Kelompok ini yang menjadi
sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA, karena
temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra kanker (displasia ringansedang-berat atau KIS)
d.
Pada tahap inipun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks,
masih akan bermanfaat penurunan kematian akibat kanker seviks bila
ditemukan masih dalam stadium infasif dini (stadium IB-IIA).
5.
Kolposkopi
Merupakan suatu prosedur diagnosis keganasan dengan menggunakan
instrumen pada zona transisi dalam mengidentifikasi area abnormal pada serviks.
Kolposkopi adalah alat stereoskopik dan lensa binokuler dengan sumber
pencahayaan
untuk
pemeriksaan
visual
suatu
objek,
utamanya
untuk
2.9.3
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier kanker serviks bertujuan untuk mencegah komplikasi