Vous êtes sur la page 1sur 12

Aqidah Islam

Regita Fidiyastuti, 1306457475

Aqidah atau Imam adalah salah satu pokok bahasan dari Kerangka Dasar Ajaran Islam. Aqidah
secara bahasa berasal dari kata (

) al-aqdu, yakni ikatan dan tarikan yang kuat. Ia juga

berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-menempel, dan penguatan. Perjanjian dan


penegasan sumpah juga disebut aqdu. Jual-beli pun disebut aqdu, karena ada keterikatan antara
penjual dan pembeli dengan aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk juga sebutan
aqdu untuk kedua ujung baju, karena keduanya saling terikat.
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu
yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini
didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin
Khathab radiyallahu anha yang dikenal dengan Hadits Jibril.
Secara istilah, aqidah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata aqidah tersebut dapat
pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani;
ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah yang sesat atau menyimpang. Istilah aqidah
di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun
salah. Jika keputusan pikiran yang mantap itu benar, maka itulah yang disebut aqidah yang
benar, seperti keyakinan umat Islam tentang ke-Esa-an Allah. Dan jika salah, maka itulah yang
disebut aqidah yang batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari
tiga oknum tuhan )trinitas). Istilah aqidah juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang
mantap dan keputusan tegas yang tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa yang
dipercayai oleh seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan dijadikannya sebagai madzhab atau
agama yang dianutnya, tanpa melihat benar atau tidaknya.
Aqidah juga bermakna kepercayaan yang mantap kepada Allah, para Malaikat-Nya,
kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, qadar yang baik dan yang buruk, serta seluruh
muatan Al-Quran Al-Karim dan As-Sunnah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama,
perintah-perintah dan berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush
Shalih )ijma), dan kepasrahan total kepada Allah Taala dalam hal keputusan hukum, perintah,
1

takdir, maupun syara, serta ketundukan kepada Rasulullah dengan cara mematuhinya,
menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya. Aqidah menyatakan iman (kepercayaan)
yang teguh dan kuat seorang mukmin yang telah mengikatkan dirinya pada Allah SWT.
Dalam menjelaskan definisi akidah ada yang disebut perkataan kepercayaan atau
keimanan. Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah perkataan
Arab yang bererti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan lidah, membenarkan
dengan hati dan mempraktikkan dengan perbuatan. Ini adalah berdasarkan sebuah hadis yang
bermaksud : "Iman itu ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan beramal
dengan anggota".




Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang
benar. (QS. Al-Hujarat 49: 15)
Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain selain
dari dirinya sendiri dan Allah swt namun dapat diketahui oleh orang melalui bukti-bukti amalan.
Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan dan maksiat. Sebaliknya,
iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-kerja yang sesuai dengan
kehendak dan tuntutan iman itu sendiri. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadisnya
yang bermaksud:
"Iman itu bahawa kamu mempercayai kepada Allah swt, malaikatNya, kitab-kitabNya,
para RasulNya, hari kumudian dan kamu beriman kepada takdir baik dan buruknya". (Riwayat
Muslim)
Membicarakan mengenai keimanan maka akan sangat berkaitan erat dengan tauhid yang
menjadi inti utama dari keimanan itu sendiri. Kata tauhid adalah bentuk mashdar dari
kata wahhada

yuwahhidu

tauhiid. Artinya:

menjadikan

sesuatu

menjadi

satu.

Jadi tauhid menurut bahasa adalah memutuskan bahwa sesuatu itu satu. Menurut

istilah, tauhid berarti meng-Esa-kan Allah dan menunggalkan-Nya sebagai satu-satunya Dzat
pemilik rububiyah, uluhiyah, asma, dan sifat.
Ilmu Aqidah disebut Tauhid karena tauhid adalah pembahasan utamanya, sebagai bentuk
generalisasi. Tauhid bermakna pernyataan, sikap mengesakan Allah dengan memiliki
konsekuensi yakni Tauhid Uluhiyah yang artinya hanya beribadah menyembah semata-mata
kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan kutipan pada surat yang ada di Al-Quran:

Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta
pertolongan. (Q.S. Al-Fatihah 1: 4)
Kemudian adalagi yang namanya Tauhid Rububiyah, yakni kepercayaan, penyerahan diri kita

yang ikhlas dalam memanjatkan doa dan memohon kepada-Nya, bermaksud mengimani dan
yakin bahawa Allah swt sahaja Tuhan yang mencipta alam ini. Mentauhidkan Allah swt sebagai
pencipta, pengurus, pentadbir, pengatur, pemerintah, pendidik, pemelihara dan pengasuh
sekelian alam.






"Dia menciptakan beberapa langit tanpa tiang yang kamu lihat, dan Dia mengadakan
gunung-ganang di muka bumi supaya jangan ia bergoyang-goyang bersama kamu dan Dia
menyebarkan di muka bumi bermacam-macam haiwan. Kami turunkan air hujan dari langit lalu
Kami tumbuhkan di muka bumi bermacam-macam tumbuhan yang baik". (QS. Luqman 31: 10)
Selain tauhid, aqidah juga berkaitan dengan Sunnah. Hal ini dikarenakan para penganutnya
mengikuti Sunnah Nabi dan sahabat-sahabatnya. Kemudian sebutan itu menjadi syiar
(simbol) bagi Ahli Sunnah. Sehingga dikatakan bahwa Sunnah adalah antonim (lawan kata)
bidah. Kata As-Sunnah di dalam bahasa Arab berarti cara dan jalan hidup. Sedangkan di dalam
pemahaman syara, istilah As-Sunnah dipakai untuk menyebut beberapa pengertian menurut
masing-masing penggunaannya. Ia dipakai untuk menyebut Hadis, mubah, dan sebagainya.
Syariah diyakini oleh Ahli Sunnah sebagai bagian dari iman, sehingga mereka menyebut pokokpokok keyakinan mereka dengan istilah syariah. Syariah dan Syirah adalah agama yang
3

ditetapkan

dan

diperintahkan

oleh

Allah,

seperti

puasa,

shalat,

haji,

dan

zakat.

Kata syariah adalah turunan (musytaq) dari kata syirah yang berarti pantai (tepi laut). Dalam
Q.S. Al-Maidah Syirah adalah agama, sedangkan minhaj adalah jalan. Jadi syariah adalah
sunnah-sunnah petunjuk yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan yang paling besar
adalah masalah-masalah aqidah dan keimanan. Terkadang juga digunakan untuk menyebut
pokok-pokok keyakinan, ketaatan, dan kebajikan yang ditetapkan oleh Allah bagi seluruh RasulNya, yang tidak ada perbedaan antara Nabi yang satu dengan Nabi lainnya. Sebagaimana dalam
firman Allah Taala,

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa-apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa. (QS. Asy-Syuura:13)
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan
akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk
sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan. Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal. Allah subahanahu wata`ala berfirman,

.

Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya. (Q.S. al-Kahfi: 110)

Allah subahanahu wata`ala juga berfirman,

Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa
jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu
benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya.
Rasulullah salallahu `alaihi wasalam berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota
Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup
panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum
muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat.
Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi
basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan
pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu
yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita
mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat
ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam
adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah
kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri,
kecuali Rasulullah salallahu `alaihi wasalam.
Pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua
yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut. Apa saja yang tidak terdapat
dapat dalam kedua sumber itu, generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) meniadakan dan
menolaknya. Generasi salaf yang shalih adalah generasi setelah generasi shahabat dari kalangan
tabiin, dan selanjutnya diikuti oleh generasi tabiut tabiin. Mereka mencukupkan diri dengan
kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi
dasar aqidah atau keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti
mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka
tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di
kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furuiyyah) saja, bukan
dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di
5

kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam
Malik (tahun 712-797), Imam Syafii )tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat,
sebagaimana sabda beliau,

Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip
seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya. (H.R. Tirmidzi)
Ilmu Aqidah juga memiliki sejumlah nama dan sebutan yang digunakan oleh kalangan di
luar Ahli Sunnah wal Jamaah, antara lain: Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawwuf, Ilahiyat, dan
Metafisika.

Yang pertama Ilmu Kalam, dikenal di semua kalangan Ahli kalam, seperti Muktazilah,
Asyariyah, dan sebagainya. Sebutan ini keliru, karena ilmu kalam bersumber pada akal manusia.
Dan ia dibangun di atas filsafat Hindu dan Yunani. Sedangkan sumber tauhid adalah wahyu.
Ilmu kalamadalah kebimbangan, kegoncangan, kebodohan dan keraguan. Karena itu ia dikecam
oleh ulama Salaf. Sedangkan tauhid adalah ilmu, keyakinan, dan keimanan.
Filsafat digunakan secara keliru untuk menyebut Ilmu Tauhid dan Aqidah. Penyebutan
ini tidak bisa dibenarkan, karena filsafat bersumber pada halusinasi (asumsi yang tidak berdasar),
kebatilan, tahayul, dan khurafat.
Tasawwuf dikenal di kalangan sebagian Ahli tasawwuf, para filsuf, dan kaum orientalis.
Sebutan ini adalah bidah, karena didasarkan pada kerancuan dan khurafat ahli tasawwuf dalam
bidang aqidah.
Ilahiyat atau Teologi dikenal di kalangan Ahli kalam, orientalis, dan filsuf. Sebagaimana
juga disebut Ilmu Lahut. Di universitas-universitas Barat terdapat jurusan yang disebut dengan
Jurusan Kajian Lahut.
Metafisika, sebutan ini dikenal di kalangan filsuf, penulis Barat, dan sebagainya. Setiap
komunitas manusia meyakini ideologi tertentu yang mereka jalankan dan mereka sebut sebagai
agama dan aqidah. Sedangkan aqidah Islam jika disebutkan secara mutlak- adalah aqidah Ahli
Sunnah wal Jamaah. Karena, Islam versi inilah yang diridhai oleh Allah untuk menjadi agama
bagi hamba-hamba-Nya. Aqidah apa pun yang bertentangan dengan aqidah Salaf tidak bisa
dianggap sebagai bagian dari Islam, sekalipun dinisbatkan kepadanya. Ideologi-ideologi
semacam itu harus dinisbatkan kepada pemiliknya, dan tidak ada kaitannya dengan Islam.
6

Sebagian peneliti menyebutnya sebagai ideologi Islam karena mengacu kepada letak geografis,
histories, atau sekedar klaim afiliasi. Akan tetapi, ketika dilakukan penelitian yang mendalam,
maka perlu menghadapkannya kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Apa-apa yang sesuai dengan
keduanya adalah kebenaran dan menjadi bagian dari agama Islam, sedangkan apa-apa yang
bertentangan dengan keduanya harus dikembalikan dan dinisbatkan kepada pemiliknya.
Pendidikan aqidah merupakan asas kepada pembinaan Islam pada diri seseorang. Ia
merupakan inti kepada amalan Islam seseorang. Seseorang yang tidak memiliki akidah
menyebabkan amalannya tidak mendapat pengiktirafan oleh Allah swt. Ayat-ayat yang terawal
yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw di Makkah menjurus kepada
pembinaan akidah. Dengan asas pendidikan dan penghayatan aqidah yang kuat dan jelas maka
Nabi Muhammad saw telah berjaya melahirkan sahabat-sahabat yang mempunyai daya tahan
yang kental dalam mempertahan dan mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Bilal bin Rabah
tidak berganjak imannya walaupun diseksa dan ditindih dengan batu besar di tengah padang
pasir yang panas terik. Demikian juga keluarga Amar bin Yasir tetap teguh iman mereka walau
berhadapan dengan ancaman maut. Dari sini kita nampak dengan jelas bahawa pendidikan
aqidah amat penting dalam jiwa setiap insan muslim agar mereka dapat mempertahan iman dan
agama Islam lebih-lebih lagi di zaman globalisasi yang penuh dengan cabaran dalam segenap
penjuru terutamanya internet dan teknologi maklumat yang berkembang dengan begitu pesat
sekali.
Matlamat utama pendidikan aqidah Islam ialah mendidik manusia supaya mengakui
keesaan dan ketunggalan Allah swt sebagai tuhan yang wajib disembah. Tiada sekutu bagiNya.
Ini dijelakan oleh Allah swt dalam firman-Nya,



"Katakanlah (wahai Muhammad) Dia ialah Allah Yang Maha Esa. Allah menjadi
tumpuan sekelian makhluk untuk memohon sebarang hajat. Ia tiada beranak dan tidak
diperanakkan. Dan tidak ada sesiapa yang setara denganNya." (QS. Al-Ikhlas 112: 1-4)
Ayat di atas mendidik manusia supaya mengaku keesaan dan kekuasaan Allah swt. Ayat ini
diturunkan di Makkah di awal perkembangan Islam. Oleh kerana akidah merupakan asas kepada
kekuatan dan pembinaan Islam sebagai al-Din maka wahyu-wahyu yang terawal yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad saw menjurus kepada pendidikan Akidah bagi menanam keyakinan
yang teguh dalam jiwa manusiatentang keesaan Allah swt.
Sebagaimana acuan dapat membentuk dan mencorakkan air kandungannya maka
demikianlah akidah dapat membentuk dan mendidik orang yang mengambilnya menepati dengan
hakikat dan tabiat kemanusiaan yang tulen dan asli seperti yang dikehendaki oleh penciptanya.
Pendidikan akidah dapat membentuk sifat-sifat nalurinya, akal fikirannya, iradahnya dan
perasaannya. Ringkasnya pendidikan akidah bermatlamat untuk membentuk nilai akhlak dan
keperibadian seseorang insan yang akan mencorakkan suluk amali atau gerak laku amal
perbuatan selaras dengan peranan dan tanggungjawab manusia sebagai khalifah Allah swt di
muka bumi ini. Menurut Mohd Sulaiman Yasin (1987), Akidah Islam ialah akidah yang
bersumberkan ketuhanan (akidah Rabbaniyyah) yang tetap, syumul, menyeluruh dan fitrah.
Tabiat akidah yang demikian ialah akidah yang kukuh dan teguh. Hanya akidah yang teguh
sahaja dapat membentuk manusia yang teguh dan kukuh. Kekukuhan dan keteguhan akidah ialah
kerana kekukuhan dan keteguhan ciri-ciri yang menjadi kandungan akidah itu, yang merangkumi
segala hakikat iaitu hakikat ketuhanan, hakikat alma semesta dan hakikat kemanusiaan serta
nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Kekukuhan akidah inilah yang akhirnya menjadi
sumber kekuatan Islam. Itulah hakikat kekuatan umat Islam, kekuatan jiwa dan rohani serta
peribadinya yang menjadi asas kepada kekuatan jasmaninya. Di dalam sejarah kegemilangan
umat Islam yang silam kita mendapati bahawa umat Islam di masa itu telah dibentuk dan dididik
oleh akidah yang akhirnya melahirkan kekuatan yang sungguh kental dan luar biasa. Kita lihat
sahaja kepada Bilal, bahawa akidah telah memberikan kekuatan kepadanya. Abdul Rahman bin
Auf dan Osman bin Affan sanggup membelanjakan hartanya kerana mempertahankan Islam
sehingga tiada apa lagi yang dimiliki melainkan Allah swt dan Rasul. Ali bin Abi Talib sanggup
mempertaruhkan nyawanya kerana Rasulullah saw dan banyak lagi contoh-contoh yang
ditunjukkan oleh para sahabat Rasulullah saw hasil dari pendidikan akidah yang mantap.
Akidah Islam melahirkan seorang yang yakin kepada Allah swt yang maha esa. Lantaran itu
menggerakkan seluruh tingkah-lakunya, percakapannya dan gerak-gerinya untuk mencari
keredhaan Allh swt. Akidah Islam melahirkan Insan Soleh yang mempunyai akhlak cemerlang
dan terpuji, yang melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan segala
jenayah dan kemungkaran, yang mengikis sifat-sifat yang buruk dan melahirkan manusia yang
bertaqwa, tawadhu, ikhlas, redha, amanah dengan segala sifat terpuji yang lain di samping
8

menyingkirkan sifat-sifat yang buruk. Akidah akan melahirkan seseorang atau sesebuah
masyarakat yang optimis dan yakin kepada diri sendiri untuk bekerja bagi mencapai kejayaan di
dunia di samping tidak lupa mencari keredhaan Allah swt supaya mendapat kebahagian di
akhirat dan masyarakat yang teguh pendiriannya, mempunyai perinsip dan tidak mudah
terpengaruh dengan persekitaran yang mengancam nilai dan akhlak manusia terutama dengan
pelbagai pengarauh hasil kemajuan teknologi maklumat di zaman ini. Ia mampu membeza dan
memilih nilai-nilai yang positif dan menolak nilai-nilai yang negatif yang boleh merosakkan
keperibadian Insan dan masyarakat. Akidah Islam yang teguh mampu membawa manusia dan
masyarakat maju ke hadapan dalam segala bidang. Sejarah membuktikan masyarakat Arab telah
berubah daripada satu masyarakat yang tidak dikenali kepada sebuah masyarakat yang digeruni.
Akidah Islam telah mengangkat darjah mereka. Mereka menguasai hampir separuh dari bumi ini.
Mereka menguasai pentadbiran dan maju dalam pelbagai disiplin ilmu pengetahuan. Akidah
Islam membentuk manusia berlomba-lomba untuk melakukan kebajikan dan mencegah dari
kemungkaran. Ini akan melahirkan masyarakat yang harmoni dan aman tenteram. Tiada jenayah
atau pencerobohan ke atas sesiapa disebabkan mereka yakin kepada hari pembalasan. Akidah
Islam akan melahirkan manusia yang tidak mudah putus asa atau hilang harapan. Iman di dalam
hati akan memberi ketenangan yang luar biasa.
Akidah senantiasa memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu
pikiran manusia. Pertanyaan yang jika tidak mendapatkan jawaban, akan bisa menghancurkan
manusia sendiri.
Akidah akan mengajari manusia tentang kemuliaan jiwa, membersihkan jiwa dari hal-hal
yang kotor, keji, fasiq dan sebagainya. Oleh karena itu akidah melarangnya berbuat keji dan
dosa:

Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar. (QS. Al-Araf 7: 33)
Akidah akan mengangkat manusia kepada derajatnya sebagai manusia; tidak akan
membiarkannya jatuh dalam kubangan syahwatnya. Akidah akan menggariskan untuknya jalan
yang lurus, membimbing langkahnya, mengangkat kepalanya, dan menaikkan semangatnya.
9

Akidah senantiasa mengajari dan menuntun. Orang yang membaca ayat-ayat Al-Quran
akan melihat bagaimana aturan akhlak yang sangat unik, akan melihat bagaimana tarbiyah yang
bisa mengangkat manusia hingga terbang jauh dari cakralawa kedhaliman, kejahatan, dan
pemutar-balikan.
Umat manusia hanya bisa hidup bahagia dan tenteram dengan jiwa dan akhlak yang
tinggi, yang akan menerangi keluarga dan masyarakat dengan cahaya, kejernihan, dan kesucian.
Hal ini sangat diperlukan oleh setiap umat dan generasi yang ingin bangkit. Oleh karena itu,
seorang dai berkonsentrasi dalam menghidupkan akidah dalam jiwa-jiwa obyek dakwah
sehingga ruh, pemikiran, dan langkah mereka menjadi tinggi, tidak rendah seperti hewan.
Hal yang paling berpengaruh memberikan ketenangan dan harapan dalam hati adalah
akidah, hubungan dengan Allah swt., tawakkal, mengikuti ajaran Allah swt., dan mengikuti
sunnah Rasulullah saw. Allah SWT. berfirman:





Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk
kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghabun 64: 11)
Ketenangan ini adalah kenikmatan dari Allah swt. yang diberikan kepada hati yang
beriman. Hal itu sebagai tanda bahwa Allah swt. telah ridha, untuk meneguhkan hatinya dalam
kehidupan dunia, dan untuk mendukungnya ketika menghadapi kebatilan. Hal ini seperti
disebutkan dalam Al-Quran:

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (QS. Al-Fath 48:
4)
Oleh karena itu, ketenangan ini selalu bersama orang-orang yang beriman dalam setiap
peritiwa berat. Sehingga hal itu menjadi salah satu faktor terpenting dalam menghadirkan
kemenangan. Misalnya dalam perang Badar. Ketika dua pasukan bertemu dalam sebuah perang
yang tidak seimbang dalam jumlah pasukan dan persenjataan, lalu hadirlah ketenangan,
peneguhan, dan penguatan dari Allah swt. untuk orang-orang yang beriman. Keadaan berubah
menjadi seimbang, bahkan orang-orang yang beriman itu lebih unggul atas pasukan orang-orang
10

kafir berkat ketenangan tersebut. Karena ketenangan tersebut telah mengusir rasa takut, khawatir,
dan rasa lemah.
Akidah memberi seorang mukmin keberanian dan kepatriotan. Keberanian itu bisa
terwujud dalam berbagai medan kehidupan; keberanian melawan hawa nafsu, keberanian
melawan kecenderungan hewani pada dirinya, dan sebagainya. Oleh karena itu, kita banyak
mendapati orang yang membina kekuatan akidahnya membuat contoh yang sangat hebat dalam
keistikomahan dan keteladanan. Sangat bertolak-belakang, karena sebelumnya dunia hanya
mengenal kebodohan, cinta dunia, mengikuti hawa nafsu, dan sebagainya.
Dalam Al-Quran banyak disebutkan bagaimana akidah melahirkan keberanian dalam
menghadapi ujian yang sangat berat, dan dalam melawan kebatilan. Orang-orang berakidah kuat
tidak pernah takut dengan kematian, karena kematian dalam anggapan mereka adalah sebuah
keniscayaan. Akidah Islam akhirnya melahirkan manusia yang sanggup berjihad ke jalan Allah
swt walaupun harta dan nyawa menjadi taruhan.

Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya


kematian itu akan menemui kamu. (QS. Al-Jumuah 62: 8)
Akidah Islam yang ada dalam hati umat Islam kini mungkin tidak begitu mantap
menyebabkan mereka tidak dapat mencapai kegemilangan sebagaimana umat Islam di zaman
Nabi saw dan para Sahabat. Umat Islam pada hari ini begitu rapuh akidahnya. Lantaran itu
mereka amat mudah terpengaruh dengan berbagai-bagai unsur negatif. Kemunduran umat Islam
kini kerana mereka semakin jauh dari menghayati Akidah Islam yang sebenar.

11

Sumber:
Al-Quran
Kaelany HD., MA, Dr., Islam Agama Universal: Edisi Revisi, Midada
Rahma Press, Jakarta 2006
Sabiq, Sayyid, Aqidah Islamiyah, Robbani Press, Jakarta 2008
http://abusalma.wordpress.com/2006/11/13/aqidah-islamiyah-dankeistimewaannya/
https://www.facebook.com/notes/mencari-cahaya-sunnah/pengertian-dankedudukan-aqidah-dalam-islam/649128465101581
http://www.angelfire.com/in/elcom98/akidah.htm
http://www.dakwatuna.com/2013/12/30/44012/hidup-bahagia-denganakidah-islam/#axzz2w8FC55BF

12

Vous aimerez peut-être aussi