Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ILMU BEDAH
TRAUMA THORAX
Disusun Oleh:
Alifia Assyifa
H2A010002
KEPANITERAAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Thorax didefinisikan area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh
thoracic outlet dengan batas luarnya adalah dinding thorax yang disusun oleh vertebra torakal,
iga-iga, sternum, otot dan jaringan ikat.
Rongga thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorax dapat
dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu paru-paru dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke
dalam 3 bagian, yaitu superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri
dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru (jantung,
aorta, arteri pulmonalis, vena cava, esofagus, trakhea, dll.).
Thoracic inlet merupakan pintu masuk rongga thoraks yang disusun oleh permukaan
ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta
manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior
terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi
vertebra torakal II. Batas bawah rongga thoraks atau thoracic outlet (pintu keluar thoraks) adalah
area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior
oleh processus xyphoideus.
Diafragma sebagai pembatas rongga thoraks dan rongga abdomen, memiliki bentuk seperti
kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen sebenarnya
terletak di dalam area thoraks.
Trauma paru merupakan komponen yang penting dalam trauma thoraks. Cidera thoraks
memberikan impak medis dan social yang besar, dengan kontribusi terhadap trauma yang
menyebabkan kematian kira-kira 25% dan menyumbang secara signifikan sebanyak 25% dari
seluruh penyebab kematian.
Trauma thoraks merupakan penyebab utama kematian, cacat, rawat inap, pertambahan
golongan kurang upaya pada masyarakat di amerika dari umur 1 tahun sehingga umur
pertengahan decade 50. Sehingga kini, trauma merupakan masalah besar kesehatan tingkat
nasional.
Kebanyakan trauma thoraks disebabkan oleh kecelakaan lalulintas. Insiden dari trauma
dadadi Amerika adalah 12 orang bagi setiap 1000 orang penduduk tiap harinya, dan 20-25%
2
kematian yang disebabkan oleh trauma adalah disebabkan oleh trauma thoraks.Trauma thoraks
diperkirakan bertanggung jawab atas kematian 16,000 kematian tiap tahunnya di Amerika.
Trauma thoraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma thorax adalah luka atau cedera mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut.2
Trauma thorax dapat meliputi kerusakan pada dinding dada, vertebra
thoracalis, jantung, paru-paru, aorta thoracalis dan pembuluh darah besar, namun
jarang mengenai esofagus. 3
2.2 Anatomi
Thorax adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen. Thorax
rata dibagian depan dan belakang tetapi melengkung di bagian samping. Rangka
dinding thorax yang dinamakan cavea thoracis dibentuk oleh columna vertebralis di
belakang, costae dan spatium di bagian samping, serta sternum dan cartilage costalis
di depan. Di bagian atas, thorax berhubungan dengan leher dan di bagian bawah
dipisahkan dengan abdomen oleh diaphragma. Cavea thoracis melindungi paru dan
jantung dan merupakan tempat perlekatan otot-otot thorax, ekstremitas superior,
abdomen dan punggung.1
Cavitas thoracis (rongga thorax) dapat dibagi menjadi: bagian tengah yang
disebut mediastinum dan bagian lateral yang ditempati pleura dan paru. Paru diliputi
oleh selapis membrane tipis yang disebut pleura viceralis, yang beralih di hilus
pulmonalis (tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke paru-paru)
menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding thorax. Dengan
cara ini terbentuk dua kantong membranosa yang dinamakan cavitas pleuralis pada
setiap sisi thorax, diantara paru-paru dan dinding thorax.1
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
4
dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga
memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi
membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan
rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk
dievaluasi pada luka tusuk.2
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus
gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax.
Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.2
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu
muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar
sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus. Pleura adalah membran
aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan
cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis
menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam
thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan
sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru paru normal, hanya ruang potensial yang
ada.2
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi
putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa /
tenang sekitar 75%.2
2.3 Etiologi
1. Trauma tembus (tajam)
Pada trauma tembus terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung
akibat penyebab trauma, terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, peluru,
dsb). Sekitar 10-30% dari trauma tembus memerlukan operasi torakotomi.4
2. Trauma tumpul
Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Penyebabnya
antara lain kecelakaan lalu lintas, terjatuh, cedera olahraga, dsb. Kelainan
tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. <10% trauma jenis ini
memerlukan operasi torakotomi.4
2.4 Epidemiologi
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana
trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di
Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan
banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan
diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15
30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas
kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan
diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma
thorax.2
2.5 Patofisiologi
Pada dasarnya patofisiologi yang terjadi pada trauma thorax adalah akibat dari
kegagalan ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar dan kegagalan
sirkulasi karena perubahan hemodinamik.5
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak kuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation /
perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan
dalam tekanan intrathorax (contoh tension pneumothorax, pneumothorax terbuka).
6
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan
tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran.
Asidosis metabolik
dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris
dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi
iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih
jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multiple, akan terapi terpisahnya sendi
costochondral tidak akan terlihat.2
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan
pernafasan, juga membantu dalam diagnosis flail chest.
medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan
gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan
ventilasi mekanik.2
Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif
tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse
oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat
bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan
penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan
ventilasi terlebih dahulu.2
Pneumothorax
Pneumothorax diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura visceral dan parietal. Dislokasi fraktur veterbra juga dapat ditemukan
bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering
dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks
dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh
karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya
udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak
mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi,
suara nafas menurun pada sisi yang
penghisap,
dan
foto
toraks
dilakukan
untuk
mengkonfirmasi
lebih kecil
hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dnegan kasa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi
efek flutter type valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka,
mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk
menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang
selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka
akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan
menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang.
Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic wrap atau
Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka.2
Tension pneumorothorax
Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran
udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam
rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang
masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di
intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke
sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous
return); ini yang mengakibatkan kematian serta akan menekan paru kontralateral.6
10
komplikasi
pneumothorax
membutuhkan
dekompresi
segera
dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar
pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan.
Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothorax
sederhana (catatan ; kemungkinan terjadi pneumotraks yang bertambah akibat
tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu
dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (Chest tube) pada sela iga ke 5 (garis
putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.2
11
Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh
trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga
dapat menyebabkan terjadinya hemothorax. Biasanya perdarahan berhenti spontan
dan tidak memerlukan intervensi operasi.2
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,
sebaiknya diterapi dengan selang dada berukuran besar. Selang dada tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan
darah di dalam rongga pleura dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan
darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya
penilaian terhadap kemungkinan terjadinya rupture diafragma traumatic.
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi
operasi pada penderita hemothorax, status fisiologi dan volume darah yang keluar
dari selang dada merupakan faktor utama.2
Hemothorax kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari 15%
pada foto Rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus.
Hemothorax sedang, artinya tampak bayangan yang menutup 15-35% pada foto
Rontgen, dipungsi dan penderita diberi transfusi. Pada pungsi sedapat mungkin
dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata terjadi kambuhan, perlu dipasang penyalir
sekat air. Pada hemothorax besar (lebih dari 35%) dipasang penyalir sekat air dan
diberikan transfusi.6
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2
sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi
bedah harus dipertimbangkan.2
Hemotoraks masif ( >750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah
trauma adalah indikasi untuk operasi. Sebelum operasi sebaiknya ditentukan
organ mana yang dicurigai sehingga teknik pembedahan dapat disesuaikan.
Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya tidak banyak dan dapat
berhenti sendiri. Namun harus tetap diwaspadai akan adanya perdarahan dari
12
arteri interkostalis yang robek. Monitoring untuk semua kasus perdarahan dalam
rongga toraks setelah pemasangan water sealed drainage (WSD) adalah sebagai
berikut:7
15
< 750
II
30
75-1500
III
40
2000
IV
>40
> 2000
13
14
penurunan dari tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan
tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain terjadinya
tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi
pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat
tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan
tamponade jantung.
inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan
menunjukkan adanya temponande jantung.2
PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus
dicurigai adanya temponande jantung.
diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada berbagai keadaan lain.
Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat
membantu penilaian pericardium, tetapi banyak penelitan yang melaporkan angka
negative yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 % (medlinux). Pada penderita trauma
tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG
abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan
syarat tidak menghambat resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard
merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan
respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini
menyelamatkan nyawa dan tidak boleh
pemeriksaan diagnostik tambahan.
Kontusio Miocard
Terjadinya karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti
memar jantung dikenal sebagai kontusio miocard.
Pemeriksaan
jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji diagnosa yang spesifik (atls),
EKG mungkin meperlihatkan perubahan gelombang T ST yang non spesifik
atau disritmia. Adapun penalaksanaan berupa suportif.2
Trauma tumpul jantung
Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, rupture atrium atau ventrikel,
ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai dengan tamponade
jantung yang harus diwaspadai saat primary suvery. Kadang tanda dan gejala
dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium. Penderita dengan
kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada tetapi keluhan
tersebut juga bias disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum dan /
atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari
miokard yang mengalami trauma.
adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas ada EKG atau gerakan dinding
jantung yang tidak normal pada pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi.
Perubahan EKG dapat bervariasi dan kadang menunjukkan suatu infark miokard
yang jelas. Kontraksi ventrikel premature yang multiple, sinus takikardi yang tak
bias diterangkan, fibrilasi atrium, l bundle branch block (biasanya kanan) dan
yang paling sering adalah perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran
EKG. Elevasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan
petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga
penting untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dapat disebabkan
adanya serangan infak miokard akut.
Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma thoraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah thoraks inferior atau abdomen atas yang tersering oleh
kecelakaan. Trauma tumpul di daerah thoraks inferior akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma.
Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut, herniasi
organ intrathoraks dan strangulasi organ abdomen dapat terjadi. Dapat pula terjadi
ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah thoraks inferior. Pada
keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intra thoraks atau
intra abdominal). Ruptur umumnya terjadi di puncak kubah diafragma, ataupun
kita bisa curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS
4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian ruptur
diafragma lebih sering terjadi di sebelah kiri daripada sebelah kanan. Kematian
dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan
perdarahan pada cavum pleura kiri.
18
9. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum
memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumothorax telah diatasi
10. Pindahkan jarum dang anti Luer-Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan
kateter plastic di tempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.8
Potensi morbiditas yang berhubungan dengan torakosentesis jarum termasuk
pneumothorax (dan potensi menjadi tension pneumothorax), tamponade jantung,
perdarahan (yang dapat mengancam jiwa), loculated intrapleural hematom,
atelektasis, pneumonia, emboli udara arteri (ketika torakosentesis jarum dilakukan
dan tidak ada tension pneumothorax), dan rasa sakit kepada pasien. 8
B. Chest Tube
1. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi putting (sela iga V) anterior linea
midaksilaris pada area yang terkena
2. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain
3. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga
4. Insisi transversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan
diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga
5. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat
insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan,
bekuan darah, dll
6. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam rongga
pleura sesuai panjang yang diinginkan hingga lubang terakhir berada di
rongga pleura
7. Cari adanya fogging pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran
udara
8. Sambung ujung tube torakostomi ke WSD
9. Jahit tube di tempatnya
10. Tutup dengan kain/kasa dan plester.8
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell R.S. Dinding Thorax. Dalam Anatomi Klinik Bagian ke Satu. Jakarta: EGC,
1998.
2. Trauma Thorax. Available from: http://medlinux.blogspot.com/2008/06/traumathorax.html. tertanggal 7 Agustus 2010.
3. Brunicardi F.C. Schwartzs Principles Of Surgery. Edisi ke Delapan. McGraw-Hills,
2004
4. Trauma Thorax. Website Bedah Toraks Kardiovaskular Indonesia.2009. Diakses dari:
www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-IUmum.html.p:1 tertanggal 7 Agustus 2009
5. Trauma Thorax. Website Bedah Toraks Kardiovaskular Indonesia.2009. Diakses dari:
www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Toraks/Trauma-Toraks-II-Kelainanspesifik.html. tertanggal 7 Agustus 2009.
6. Sjamsuhidajat R., de Jong W. Dinding Toraks dan Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC, 2005
7. Rachmad K.B. Penanganan Trauma Toraks. Jakarta: Subbagian Bedah Toraks Bagian
Ilmu Bedah FKUI/RSUPNCM, 2002.
8. American College of Surgeons. Trauma Toraks. Dalam: Advanced Trauma Life
Support. Chicago: American College of Surgeons, 2004; p. 111-27.
20