Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
oleh
Erlliza Hambali1) dan Arfie Thahar1)
1)
Abstrack
Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di dunia. Pada tahun 2010 produksi
CPO Indonesia diperkirakan mencapai 19,8 juta ton dan volume ekspor 15,5 juta ton.
Produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 48,7% dari
produksi dunia dan pada tahun 2014 diperkirakan meningkat menjadi 53,6%. Saat ini
jumlah CPO yang diolah di dalam negeri baru mencapai 55%, dan sebagian besar
pengolahannya baru sampai pada proses pengolahan yang nilai tambahnya masih
rendah. Sementara sisanya sebesar 45% diekspor dalam bentuk CPO. Dalam pengolahan
CPO, banyak stakeholder yang terlibat seperti petani, perusahaan perkebunan,
perusahaan pengolahan CPO, industry pengolahan CPO menjadi beragam produk hilir,
eksportir, dan pemerintah. Setiap stake holder tersebut mendapatkan manfaat yang
cukup besar dari pengembangan CPO ini, yang jumlahnya perlu dihitung lebih lanjut
secara akurat. Perkiraan pendapatan petani selama tahun 2005-2010 rata-rata adalah
sebesar 15,2 triliyun per tahun. Perkiraan pendapatan perusahaan perkebunan negara
mencapai Rp 4,4 triliyun per tahun. Perkiraan pendapatan yang diperoleh oleh
perusahaan perkebunan swasta mencapai Rp 20,1 triliyun per tahun. Perkiraan
pendapatan yang diperoleh pabrik CPO adalah sebesar Rp 65,1 triliyun per tahun.
Perkiraan pendapatan rata-rata eksportir adalah sebesar Rp 3,3 triliyun. Perkiraan
pendapatan yang diterima pemerintah dari pajak CPO adalah Rp 21,99 triliyun. Perkiraan
pendapatan yang diterima oleh Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS) adalah 14 trilliyun dan
pendapatan pemerintah dari adalah Rp Rp 51,5 triliyun
Kata Kunci : Potensi CPO, Industri Hilir Kelapa Sawit
Pendahuluan
Areal kebun kelapa sawit Indonesia meningkat pesat sejak tahun 1978, setelah
pemerintah melaksanakan program akselerisasi perkebunan. Hal ini mendorong
perluasan kebun oleh perusahaan besar dengan melibatkan petani plasma. Kerja keras
dan terus menerus yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam upaya peningkatan
produktivitas kelapa sawit melalui pengembangan benih unggul dan perbaikan
manajemen perkebunan telah berhasil mendorong peningkatan produksi kelapa sawit
Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada Tahun 2010 telah
mencapai 7,8 juta Ha dengan rata-rata pertumbuhan 6,2% per tahun.
Sejak tahun 2006 Indonesia sudah menjadi penghasil CPO dan PKO terbesar di dunia.
Pada tahun 2010, dengan produksi CPO mencapai 19,8 juta ton dan volume ekspor 15,5
juta ton, Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia.
Perolehan devisa dari CPO pada tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar US$ 14
milyar. Nilai ini mencapai 80 % dari keseluruhan komoditas pangan andalan ekspor.
Saat ini jumlah CPO yang diolah di dalam negeri baru mencapai 55%, dan sebagian
besar pengolahannya baru sampai pada proses pengolahan yang nilai tambahnya masih
rendah seperti industri refinery CPO, fatty acid, fatty alkohol, biodiesel, margarin,
shortening dan minyak goreng. Sementara sisanya sebesar 45% diekspor dalam bentuk
CPO (Gapki, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar nilai tambah kelapa
sawit dinikmati oleh negara-negara pengimpor yang mengolahnya menjadi produk hilir
yang bernilai tambah lebih tinggi.
Selain telah menjadi komoditas andalan sebagai sumber devisa negara non migas, CPO
juga berperan dalam penciptaan lapangan kerjadan peningkatan kesejahteraan petani
di pedesaan. Dengan rasio penggunaan tenaga kerja sebesar 0,5 TK/Ha, maka jumlah
tenaga kerja langsung yang terserap di perkebunan Kelapa sawit mencapai 3,9 juta
orang. Jumlah tenaga kerja tidak langsung yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit
juga tidak kalah besar jumlahnya, seperti tenaga kerja yang terlibat dalam sistem
penyedia saprotan, transportasi, pabrik pengolahan, pemasaran dan jasa pendukung
lainnya.
Dalam pengolahan CPO, banyak stakeholder yang terlibat seperti petani, perusahaan
perkebunan, perusahaan pengolahan CPO, industry pengolahan CPO menjadi beragam
produk hilir, eksportir, danpemerintah. Setiap stake holder tersebut mendapatkan
manfaat yang cukup besar dari pengembangan CPO ini, yang jumlahnya perlu dihitung
lebih lanjut secara akurat.
20.00
15.00
10.00
7.00
8.40
9.62
10.44 10.83
11.86
5.00
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 1.
Tiga propinsi yang mempunyai produksi CPO paling besar di Indonesia berada di Pulau
Sumatera, yaitu Propinsi Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Produksi CPO di
Propinsi Riau sebesar 6 juta ton, kemudian diikuti oleh Sumatera Utara 3,2 juta ton dan
Sumatera Selatan 2 juta ton. Produksi CPO menurut Provinsi di Indonesia tahun 2010
disajikan pada Gambar 2.
Papua Barat
65
34
Papua
Sulawesi Barat
322
0
32
158
567
434
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
1717
Provinsi
Kalimantan Barat
882
Banten
25
26
0
Jawa Barat
Kepulauan Riau
Bangka Belitung
494
373
616
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
2082
Jambi
1293
Riau
6064
Sumatera Barat
852
Sumatera Utara
3230
NAD
494
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Gambar 2.
Tabel 1. Target Penerimaan Devisa Produk Pangan Unggulan Ekspor 2010 2014
(Juta US$)
Komoditas
CPO
Teh
Kopi
Kakao
Udang
Tuna
Total
2010
13.947
99
950
1.173
1.238
340
17.747
2011
15.040
91
985
1.231
1.290
359
18.996
2012
16.160
92
1.021
1.289
1.343
377
20.282
2013
17.304
92
1.058
1.347
1.396
396
21.593
2014
18.472
93
1.094
1.405
1.450
416
22.929
Jumlah
80.923
466
5.109
6.446
6.717
1.889
101.542
Gambar 3.
Tabel 2. Proyeksi Pasokan CPO Dunia Tahun 2010 - 2014 (000 Ton)
Negara
2010
Volume
%
2011
Volume
%
2012
Volume
%
2013
Volume
%
2014
Volume
%
Indonesia
24.979
48,7
26.286
49,4
27.844
50,6
29.311
51,9
31.390
53,6
Malaysia
20.209
39,4
20.752
39,0
20.635
37,5
20.727
36,7
20.966
35,8
6.104
11,9
6.172
11,6
6.548
11,9
6.438
11,4
6.208
10,6
Negara Lainnya
Total
51.290
53.210
55.027
56.476
58.563
Pendapatan Petani
Tabel 3.
Uraian
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-Rata
24.608.885
27.056.974
29.459.753
30.842.464
33.081.004
29.009.816
17.226
24.351
26.514
33.927
46.313
29.666
12.304
13.528
14.730
15.421
16.541
14.505
4.922
10.823
11.784
18.505
29.773
15.161
b.
Uraian
2006
9.845.655
2007
2008
2009
2010
Rata-Rata
9.008.660
8.247.379
8.348.140
8.893.226
8.868.612
6.892
8.108
7.423
9.183
12.451
8.811
4.923
4.504
4.124
4.174
4.447
4.434
1.969
3.603
3.299
5.009
8.004
4.377
c.
Uraian
Produksi TBS (Ton)
2006
39.378.855
2007
2008
2009
2010
Rata-Rata
39.103.409
36.930.264
40.132.294
42.472.157
39.603.396
27.565
35.193
33.237
44.146
59.461
39.920
19.689
19.552
18.465
20.066
21.236
19.802
7.876
15.641
14.772
24.079
38.225
20.119
d.
Pabrik kelapa sawit berfungsi sebagai fasilitas pengolahan yang menampung produksi
tandan buah segar (TBS). Hingga tahun 2008 jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit di
Indonesia sebesar 608 Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Selama 5 (lima) tahun terakhir produksi CPO mengalami peningkatan, hal ini
berdampak pada pesatnya kenaikan pendapatan pabrikkelapa sawit. Jika diasumsikan
bahwa biaya produksi adalah Rp. 2.900/kg, maka rata-rata perkiraan pendapatan yang
diperoleh pabrik adalah sebesar Rp 65,1 triliyun per tahun. Pada Tabel 6 dapat dilihat
perkembangan perkiraan pendapatan pabrik kelapa sawit di Indonesia.
Tabel 6.
Uraian
2006
2007
2008
2009
17.350.848
17.664.725
17.539.788
18.640.881
19.844.901
18.208.229
71.597
115.598
137.732
109.255
155.296
117.896
50.317
51.228
50.865
54.059
57.550
52.804
21.280
64.370
86.867
55.196
97.745
65.092
2010
Rata-Rata
Tahun
Volume Ekspor
(ton)
Nilai Ekspor
(USD)
Pendapatan
Eksportir (USD)
2005
4.565.625
1.593.295.437
159.329.544
2006
6.113.631
2.375.425.388
237.542.539
2007
5.701.286
3.738.651.552
373.865.155
2008
7.904.179
6.561.330.490
656.133.049
1.545
2.352
3.402
5.971
Rata-Rata
6.071.180
3.567.175.717
356.717.572
3.318
pemerintah dan pesaing ekspor Indonesia untuk produk-produk tersebut. Industri hilir
kelapa sawit diuntungkan karena penerapan bea keluar akan menekan harga CPO dan
produk turunannya di pasar dalam negeri. Penerimaan negara akan meningkat sesuai
dengan besarnya tarif, harga dan volume ekspor.
Perolehan penerimaan negara dengan adanya ekspor CPO adalah berupa bea keluar.
Rata-rata volume ekspor CPO Indonesia pada periode 2006-2010 adalah sebesar
6.071.180 ton, sementara itu ketetapan bea keluar yang diberlakukan pada periode
yang sama adalah sebesar 3 %, maka sumbangan bea keluar terhadap penerimaan
negara diperkirakan mencapai Rp 7,8 triliyun. selain penerimaan dari bea keluar,
penerimaan pemerintah dari industri kelapa sawit adalah berupa pajak pertambahan
nilai sebesar yang diperkirakan sebesar Rp 11,8 triliyun dan pajak penghasilan
diperkirakan sebesar 2,4 triliyun. Dengan demikian total pendapatan pemerintah dari
CPO saja, belum termasuk dari PKO dan produk hilirnya diperkirakan mencapai Rp
21,99 triliyun Pada Tabel 8 dapat dilihat rata-rata perkiraan pendapatan pemerintah
dari pengolahan CPO.
Tabel 8.
CPO
Total
21.988
Jenis Industri
Industri Refinery/Fraksinasi
Industri Minyak Goreng
Industri Biodiesel
Industri Margarin/Shortening/ CBR, dan oleofood lainnya
Industri Oleokimia
Fatty Acid
Fatty Alcohol
Gliserin
Industri Surfaktan/Emulsifier/ Soapchips/ Soap
noodle/sabun
Pendapatan ( Rp Milyar)
4.330
2.740
(1.098)
466
3.162
989
1.118
1.054
1.260
14.021
Penutup
Kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan Indonesia. Penerimaan devisa pada
tahun 2010-2014 dari komoditas CPO diperkirakan mencapai US $ 80,9 milyar (80 %
dari keseluruhan komoditas pangan andalan ekspor). Kelapa sawit melibatkan banyak
stakeholder seperti petani, perusahaan perkebunan, perusahaan pengolahan CPO,
industry pengolahan produk hilir CPO, eksportir, dan pemerintah. Perkiraan
pendapatan petani selama tahun 2005-2010 rata-rata adalah sebesar 15,2 triliyun per
tahun. Perkiraan pendapatan perusahaan perkebunan negara mencapai Rp 4,4 triliyun
per tahun. Perkiraan pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan perkebunan swasta
mencapai Rp 20,1 triliyun per tahun. Perkiraan pendapatan yang diperoleh pabrik CPO
adalah sebesar Rp 65,1 triliyun per tahun. Perkiraan pendapatan rata-rata eksportir
adalah sebesar Rp 3,3 triliyun. Perkiraan pendapatan yang diterima pemerintah dari
pajak CPO adalah Rp 21,99 triliyun. Perkiraan pendapatan yang diterima oleh Industri
Hilir Kelapa Sawit (IHKS) adalah 14 trilliyun dan pendapatan pemerintah dari adalah Rp
Rp 51,5 triliyun.
Daftar Pustaka
Hambali2), E., M. Rivai, A. Thahar, A. Imam, dan D. Bariguna. 2010. Study on The Potential
of Waste Materials from CPO Mills in East Kalimantan The Republic of Indonesia.
Research Collaboration Report Between Mitsubishi Corporation Tokyo, Japan and
SBRC LPPM IPB
Hambali, E.1), A. Thahar, M. Rivai, 2008. Studi Kelayakan Pendirian Industri Surfaktan
Kapasitas 50.000 ton per Tahun. Laporan Penelitian Kerjasama PTPN III dengan
SBRC LPPM IPB
Hambali, E.2), N. Ilham, A. Thahar, A. Komarudin, 2009. Studi Kebijakan Pengembangan
Industri Hilir Kelapa Sawit di Propinsi Riau. Laporan Penelitian Kerjasama Pemda
Propinsi Riau dengan SBRC LPPM IPB.
Hambali, E.3), N. Ilham, M. Rivai, A. Imam, A. Thahar, A. Komarudin, E. Hidayat, A.
Rahmanto, 2009. Studi Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Propinsi Riau.
Laporan Penelitian Kerjasama Pemda Propinsi Riau dengan SBRC LPPM IPB
Hambali, E.4), N. Ilham, M. Rivai, A. Imam, A. Thahar, A. Komarudin, E. Hidayat, A.
Rahmanto, 2009. Profil Investasi : Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit.
Laporan Penelitian Kerjasama Pemda Propinsi Riau dengan SBRC LPPM IPB
KADIN Indonesia. 2010. Feed The World : Menuju Swasembada yang Kompetitif dan
Berkelanjutan Serta Mendorong Produk-produk Unggulan Menjadi Primadona Dunia.
Jakarta