Vous êtes sur la page 1sur 8

LAPORAN PRATIKUM FITOFARMASI

Nama

: Faradila Rizky Lakuy

NIM

: 201110410311147

Kelas/ Kel.Pratikum

: Farmasi C / Kelompok VI

Judul

MEMBUAT

FINGERPRINT

PENETAPAN

DAN

KADAR SENYAWA

MARKER DALAM EKSTRAK


Tanggal

: 21 Oktober 2014

Dosen Pembimbing

: 1. Drs. Herra Studiawan, MSi., Apt


2. Siti Rofida, S.Si., M. Farm., Apt
3. Ahmad Firdiansyah, S. Farm., Apt
4. Dian Retno Ayuning Tyas, S. Farm., Apt

TUJUAN
Mahasiswa mampu membuat fingerprint dan menetapkan kadar senyawa
marker dalam ekstrak.

ALAT DAN BAHAN


BAHAN:

ALAT:

- n-Heksana 90 mL

- Chamber

- Etil Asetat 10 mL

- Beaker Glass

- Asam Formiat 1 mL

- Plat KLT

- Standar EPMS 100mg

- Pipa Kapiler

- Etanol 96%

- Mesin Ultrasonik

- Ekstrak kencur (sampel)

- Labu Ukur 5 mL, 10 mL


- Pipet Tetes
- Vial
- Pipet Volume
- Densitometer

TINJUAN PUSTAKA
Dalam rangka pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat

herbal terstandar dan fitofarmaka, standarisasi dan persyaratan mutu simplisia

obat tradisional merupakan hal yang perlu diperhatikan. Simplisia merupakan


bahan baku yang berasal dari tanaman yang belum mengalami pengolahan,
kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia
tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor seperti telah
dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapatkan
efek yang dapat diulang (reproducible). Kandungan kimia yang dapat digunakan
sebagai standar adalah kandungan kimia yang berkhasiat, atau kandungan kimia
yang hanya sebagai petanda (marker), atau yang memiliki sidik jari (fingerprint)
pada kromatogram. Untuk mendapatkan simplisia dengan mutu standar
diperlukan pembudidayaan dalam kondisi standar. Dewasa ini industri obat
tradisional

disarankan

dan

didorong

untuk

melakukan

budidaya

dan

mengembangkan sendiri tanaman sumber simplisianya sehingga diharapkan


diperoleh simplisia dengan mutu standar yang relatif homogen. Standarisasi tidak
saja diperlukan pada simplisia, tetapi juga pada metode pembuatan sediaan
termasuk pelarut yang digunakan dan standardisasi sediaan jadinya.
MARKER
Senyawa penanda merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alam
dan dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi atau
standardisasi) melalui penelitian (Patterson, 2006). Senyawa atau zat penanda juga
dapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa identitas suatu simplisia
tanaman tertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut tidak
dimiliki oleh simplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986).
Marker dapat digunakan untuk identifikasi dengan benar dan autentik
sumber bahan alam, mencapai kualitas yang konsisten, mengkuantifikasi senyawa
farmakologik aktif pada produk akhir, atau memastikan efikasi produk. Marker
sangat penting dalam evaluasi jaminan kualitas produk.
Senyawa marker tidak harus memiliki aktivitas farmakologi. Senyawa
marker dapat digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan bioaktivitasnya.
Klasifikasi marker:
1; Zat aktif (senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui)
2; Marker aktif (zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum

tentu mempunyai efikasi klinik)


3; Marker analisis (zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif,
belum tentu punya aktivitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker ini juga
berguna untuk identifikasi positif bahan baku dan ekstrak untuk standardisasi.
4; Marker negatif (senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau allergenik)
FINGERPRINT
Kromatografi fingerprint merupakan analisis semikuantitatif dari ekstrak
tanaman dan mampu melakukan penggambaran secara sistematis semua
konstituen yang ada di dalam tanaman. Dapat juga diartikan kromatogragi
fingerprint merupakan pola kromatografi baik segi farmakologi secara aktif dari
suatu tanaman ataupun karakteristik kimiawi yang ada pada ekstrak. Kromatografi
fingerprint dapat menggambarkan kesamaan dan perbedaan yang ada pada suatu
ekstrak tanaman dari variasi tanaman dan identifikasi keaslian dari suatu tanaman
dapat dilakukan secara akurat. Fingerprint merupakan metode yang paling paling
favorit di China dalam upaya kontrol kualitas suatu tanaman.
Metode yang digunakan dalam penentuan fingerprint adalah KLT, HPLC,
Kromatografi gas, dll. Metode yang palin sering digunakan adalah metode KLT.
Hal ini dikarenakan kemudahan, kecepatan dan lebih ekonomis.
Metode fingerprint dilakukan dengan melakukan analisis kromatogram
dari suatu spesies tanaman yang aktif secara farmakologis atau hanya melakukan
rerata intensitas puncak puncak kromatogram dari minimal tiga daerah
penghasil spesies tanaman obat tanpa memperhatikan aspek farmakologis yang
ditunjukkan untuk kontrol kualitas saja. Metode ini jika ditunjukkan untuk tujuan
penelitian efikasi dan reproduksibilitas khasiat, aspek fingerprint akan jauh lebih
penting.

PROSEDUR
1; Pembuatan eluen (faseerak)
Eluen yang digunakan: n-Heksana - Etil asetat - Asam formiat ( 90

: 10 : 1 ). Buatlah eluen sebanyak 101 mL. Masukkan ke dalam chamber.


Homogenkan didalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila
volume eluen terlalu banyak, maka kurangi. Jangan sampai totolan
awal pada pelat KLT tercelup di dalam eluen.
2.

Pembuatan larutan baku

2.1 Pembuatan larutan induk 10.000 ppm


Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 100,0 mg,
ditambah dengan 5 mL etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit kemudian
ditambah dengan etanol 96% sampai tepat 10,0 mL.
2.2 Pembuatan baku kerja
Larutan baku yang akan di
buat

Diambil larutan induk

Tambahkan pelarut etanol

200 ppm

10.000 ppm sebanyak


100,0 uL

96%
Ad 5,0 mL (dalam labu ukur

300 ppm

150,0 uL

5,0 mL)
Ad 5,0 mL (dalam labu ukur

200,0 uL

5,0 mL)
Ad 5,0 mL (dalam labu ukur

500 ppm

250,0 uL

5,0 mL)
Ad 5,0 mL (dalam labu ukur

600 ppm

300,0 uL

5,0 mL)
Ad 5,0 mL (dalam labu ukur

800 ppm

400,0 uL

5,0 mL)
Ad 5,0 mL (dalam labu ukur

400 ppm

5,0 mL)
3.3 Preparasi sampel
3.3.1 Sampel untuk penetapan kadar
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5 menit,
ditambah etanol 96% sampai 5,0 ml.
3.3.2 Sampel untuk penentuan recovery
Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,

ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5 menit,


ditambah standar EPMS 5000 ppm sebanyak 100,0 uL, kemudian ditambah
pelarut sampai 5,0 mL.
3.3.3 Penotolan sampel dan standar pada plat KLT
- Dilakukan pengenceran: ambil 1000uL larutan sampel ditambah dengan etanol
96% sebanyak 1000 uL (dalam via bertutup)
- Totolkan sampel dan sampel untuk recovery sebanyak 2 uL, sedangkan standar
EPMS sebanyak 2 uL pada plat KLT

3.4 Cara kerja


1. Penentuan panjang gelombang maksimum
Plat KLT yang sudah discan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm, kemudian
discan panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat diketahui pada panjang
gelombang berapa EPMS memberikan absorban maksimum. Panjang gelombang
maksimum tersebut yang akan digunakan untuk pengukuran.

2. Penentuan linieritas
Linieritas ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT, kemudian
dianalisis dengan KLT densitometer pada panjang gelombang maksimum.
Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda.
3. Penentuan presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2 uL dan larutan
standar EMPS masing-masing 2 uL pada plate KLT. Plat ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan di analisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum. Sehingga dapat dihitung berapa standar deviasi (SD) dan
koefisien variasinya (KV).
4. Penentuan akurasi
Untuk menentukan persen recovery, ditotolkan sampel recovery masing-masing 2
uL (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS masingmasing 2 uL pada plat KLT. Plat ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan di
analisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang gelombang maksimum.

Hasil yang diperoleh kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien
variasinya (KV)

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL

PEMBAHASAN

Vous aimerez peut-être aussi