Vous êtes sur la page 1sur 4

HERU K WIBAWA: SAYA DAN KEPRIBADIAN (1)

Satu hal yang akan mempermudah mengenali siapapun


adalah dengan melihat kepribadiannya. Kepribadian sering
dipahami sebagai suatu pola pikir, perasaan dan perilaku
yang telah berakar dan bersifat tetap. Ia merupakan
keseluruhan pola yang menyangkut kemampuan, perbuatan
dan kebiasaan baik secara jasmani, rohani, emosional
maupun sosial. Pola ini telah terbentuk secara khas yang
ditata dari dalam serta dibawah pengaruh lingkungan. Pola
ini akan muncul dalam kebiasaan perilaku dan yang akan
dipertahankan serta menjadi identitasnya dalam usahanya
menjadi manusia sebagaimana yang dikehendakinya. Melalui
kepribadian seseorang dapat diperkirakan tindakan ataupun
reaksinya
terhadap
situasi
yang
berbeda-beda.
Satu teori kepribadian yang sangat berpengaruh adalah teori
psychoanalytic dari Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa
proses bawah sadar menuntun bagian besar dari perilaku
seseorang. Meskipun orang sering tidak menyadari dorongan
dan arahan itu tetapi alam bawah sadar akan tetap
mendorong
dan
mengendalikannya.
Teori kepribadian lain yang juga sangat berpengaruh adalah
teori yang diturunkan dari behaviourism. Cara pandang ini
disampaikan oleh pemikir-pemikir barat baik Eropa maupun
Amerika dengan salah satu tokohnya B.F. Skinner, yang
menempatkan tekanan utama pada learning (pembelajaran).
Skinner melihat bahwa perilaku ditentukan terutama oleh
konsekuensi-konsekuensi yang terjadi. Apabila dihargai,
maka suatu kebiasaan perilaku akan selalu muncul
sebaliknya apabila tertekan oleh hukuman suatu perilaku
tidak
akan
kembali.
Dua teori inilah yang akan secara khusus dipakai dalam
memahami kepribadian sebagai sarana untuk lebih
mengenalinya baik proses pembentukannya maupun
perkembangannya dan bagaimana kita mengendalikan
perubahan yang memungkinkan kearah yang lebih baik.
Bagaimana
psikoanalis
menerangkan
kepribadian.
Kepribadian muncul melalui aktivitas, tingkah laku,
perbuatan dan ekspresi. Pada awalnya, Sigmund Freud (1856

- 1939 ) menyatakan bahwa kehidupan psikis manusia


dipengaruhi oleh dua sistem yaitu sistem sadar-pra sadar
dan sistem tak sadar. Sehingga oleh Freud jiwa manusia
digambarkan seperti gunung es, dimana hal-hal yang
nampak hanyalah 10 persen saja, berupa alam sadar,
sedangkan 90 persen yang tidak nampak adalah alam bawah
sadar. Sehingga alam bawah sadar merupakan sumber
energi psikis yang lebih besar yang potensi menimbulkan
konflik
batin.
Dalam perkembangan pemikiran selanjutnya Freud tidak lagi
membagi hidup psikis seseorang menjadi dua tetapi tiga
sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Sistem Id merupakan
sumber energi psikis yang berasal dari instink-instink biologis
manusia yang merupakan naluri bawaan, antara lain instink
seksual, instink agresivitas, juga keinginan-keinginan
terpendam lainnya. Menurut teori Freud, hidup psikis bayi
sebelum dan baru dilahirkan hanya memiliki Id saja,
sehingga Id merupakan dasar dan sumber pembentukan
hidup psikis manusia selanjutnya. Id mewakili segi-segi
kehidupan instinktual, primitif dan irasional yang sering
muncul menjadi 'menara' dari dorongan-dorongan yang tidak
disadari. Secara mudah Id dapat kita amati dalam aktivitas
anak-anak
pada
awal
tahap
kehidupannya.
Sedangkan yang dimaksudkan pengertian Ego dalam hal ini
bukanlah pengertian ego dalam psikologi yang berarti "Aku",
tetapi Freud memahaminya sebagai bentukan deferensiasi
dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas ego
bersifat sadar, pra-sadar dan tidak sadar. Aktivitas sadar,
misalnya terlihat dalam proses-proses intelektual, persepsi
lahiriah dan persepsi batiniah. Aktivitas tak sadar dilakukan
pada mekanisme-mekanisme pertahanan, dan aktivitas prasadar
terlihat
pada
fungsi
ingatan.
Sistem Ego memiliki ciri khas bahwa ia seluruhnya dikuasai
oleh
realitas.
Tugas
yang
diembannya
adalah
mempertahankan kepribadiannya yang telah dimiliki dan
mengadakan
penyesuaian
dengan
lingkungan,
serta
perperan menyelesaikan konflik-konflik dengan realitas dan
konflik-konflik yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga
mengontrol apa yang akan muncul dalam kesadaran dan apa
yang
akan
dikerjakan.
Sehingga
Ego-lah
yang
bertanggungjawab
menjamin
keutuhan
kepribadian.

Secara umum Ego bertanggungjawab merencanakan,


memecahkan masalah, dan menciptakan teknik-teknik untuk
menguasai realitas disekitarnya, karena Ego diperlengkapi
dengan kemampuan mengendalikan impuls-impuls manusia
dari ekspresi hiperaktif dan dorongan agresivitas. Sehingga
Egolah yang harus mengendalikan Id untuk menjamin
kelancaran interaksi individu dengan realitas atau dunia
sekitarnya.
Sedangkan sistem yang ketiga, Superego menurut Freud
dibentuk dengan jalan internalisasi, sehingga setiap orang
akan membentuk Superego. Sebagai contoh sederhana, pada
awalnya seorang anak menerima perintah dan larangan dari
orang tuanya pada suatu hal. Pada awalnya anak ini hanya
menuruti dan memperhatikan larangan dan perintahnya saja,
dengan akibat memperoleh penghargaan atau hukuman.
Ketaatannya ditentukan oleh ada tidaknya pengawasan,
tetapi kemudian terjadi proses internalisasi, yaitu ketika
ketaatan itu muncul dari dirinya sendiri tanpa kehadiran
sipapun disekitarnya. Saat itulah muncul 'orang tua batin'
pada diri anak yang akan terus-menerus mengawasinya.
'Orang tua batin' ini akan selalu ada dalam dirinya dan akan
menghukum maupun memuji dirinya terhadap suatu
tindakan yang dilakukan. Freud menemukan bahwa Superego
adalah merupakan sumber berbagai gangguan kejiwaan.
Dalam proses perkembangan seorang manusia maka konflik
akan selalu terjadi antara Id dan Superego, sedangkan Ego
selalu berada diantaranya. Ketiga Ego secara spontan
didorong Id memenuhi keinginan-keinginannya, maka
superego akan menegur apabila pemenuhan dorongan itu
tidak tepat, bahkan akan menuduh setiap dorongan yang
arahnya kurang tepat. Ego yang akan menerima siksaan dari
Superego terhadap suatu dorongan dari Id yang tidak baik
dan apabila kekuatan Superego lebih besar, Ego bukan saja
tidak melakukannya tetapi akan menutup dan menggesernya
serta menyembunyikan dorongan tadi. Konflik akan selalu
muncul dari intink-instink yang tidak terekendali dari Id
dengan
larangan-larangan
moralis
dari
Superego.
Apabila
Superego
dominan
maka
seseorang
akan
mengembangkan sikap bersalah, penuh dosa yang akan

nampak dalam perilakunya yang moralis, alim dan saleh.


Sehingga segala sesuatunya diukur dengan hukum-hukum
moralitas, sehingga akan terus berkembang rasa berdosa
atau bersalah pada dirinya. Sedangkan dominasi Id akan
membentuk
seseorang
menjadi
narsistis,
egois,
individualistis yang hanya akan mementingkan dirinya tanpa
melihat
kepentingan
orang
lain.
Dalam keadaan Id superior dengan Ego dan Superego lemah,
maka dorongan-dorongan instink biologis itu tidak terkendali
akan membentuk orang menjadi seseorang yang egosentris
dan selalu memaksakan kehendak atau keinginannya sendiri.
Sikapnya menjadi sewenang-wenang, yang diketahuinya
hanyalah bagaimana mengeruk keuntungan sebesarbesarnya dengan tidak segan-segan merugikan orang lain.
Sikap anti-sosial ini juga disebabkan ketiadaan nilai-nilai
moral dalam memenuhi keinginannya untuk memperoleh
kesenangan-kesenangan
pribadi.
Ego akan berhadapan dengan kecondongan-kecondongan
spontan dari lapisan Id dan dari tuntutan-tuntutan Superego.
Ego harus mengambil sikap, dan apabila seseorang memiliki
Ego lemah, ia akan memmnuhi setiap keinginan-keinginan
spontan.

Vous aimerez peut-être aussi