Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Epidemiologi
Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak anak baik pada semua
jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa terjadi antara umur
10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang meneliti rata-rata insidensi
tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap tahun di diagnosa sebagai mielitis
transversa di amerika serikat. 2
Etiologi
Para peniliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab mielitis transvera.
Infalamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf dari medulla
spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi autoimun yang abnormal atau
menurunnya aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis .
mielitis tranversa dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit
lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk chichenpox dan rabies. Beberapa kasus yang
penyebabnya tidak dapat diketahui disebut idiopatik.
Mielitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus. Agent infeksi perkirakan
penyebab mielitis tranversa termasuk varicella zooster ( virrus yang menyebabkan
Patologi
Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema,
hiperemi dan pada kasusberat terjadi perlunakan ( mielomalasia ).4
Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh pembuluh
darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla spinalis tampak
pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler ( limfosit / leukosit ) di
substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif pada sel - sel ganglia,
pada akson akson dan pada selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia
dari mikroglia. Traktus traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen
yang sakit dapat memperlihatkan kelainan kelainan degeneratif.5
Gambaran Klinis
Mielitis tranversa dapat terjadi secara akut ( terjadi dalam beberapa jam sampai
beberapa hari ) atau subakut ( terjadi dalam satu atau dua minggu ). Gejala awal
umumnya meliputi sakit pinggang didaerah yang terlokalisasi, parastesia yang mendadak
( perasaan yang abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki,
hilangnya sensorik dan paraparesis ( kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering
menjadi paraplegia ( kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah).
Gangguan fungsi kandung kemih dan buang air besar sering terjadi. Beberapa penderita
juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya
selera. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita
mengalami masalah dengan sistem respiratori. Dari beberapa gejala, muncul empat
gejala klasik mielitis tranversa :
kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki.
Nyeri
kehilangan rasa pada kaki dan jari jari kaki
Disfungsi kandung kemih dan buang air besar
Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan
lengan. Pada awalnya penderita dengan mielitis tranversa terlihat bahwa mereka terasa
berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka terasa lebih berat dari
normal. Pergerakan tangan dan kaki misalnya kekuatan dapat mengalami penurunan.
Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan
kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi
roda.
Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua
pendrita mielitis transvera. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan .
Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas ,perasaan geli,
kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita mielitis transversa
mengalami kepakaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau
sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri ( disebut
allodinia ). Beberapa penderita juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan
temperatur atau suhu panas atau dingin1
Pengobatan
Tujuan pengobatan pertama ditujukan untuk meredakan respon immun yang
disebabkan oleh trauma medulla spinalis. Pengobatan awal pada penderita mielitis
tranversa dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau oral. Pada
beberapa kasus,obat immunosuppresent yang sangat kuat seperti cyclophosphamide
boleh diberikan. Pada beberapa penderita dengan mielitis transversa sedang dan berat
diberikan steroid selama 5 sampai 7 hari. suatu prosedur yang disebut plasma exchange
dapat digunakan. Prosedur ini melibatkan memindahkan darah dari pasien, dan
pemisahan ke dalam sel darah dan plasma ( cairan). Sel darah kemudian bercampur
menjadi suatu pengganti cairan plasma buatan dan kembali ke pasien itu. karena sel sel
immun didalam plasma,ini secara efektif dapat merusakkan sel imun pada tubuh, yang
dapat membantu mengatasi kerusakan mielin.6
Pemberian glukokortikoid atau ACTH , biasanya diberikan pada penderita yang datang
dengan gejala awitannya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila
terjadi progresivitas defisit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk
prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu
secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral dapat
pula diberikan metilprednisolon secara intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam
waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40
unit dua kali perhari ( selama 7 hari ), lalu 20 unit dua kali sehari ( selama 4 hari ) dan
20 unit dua kali perhari ( selama 3 hari ) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid,
penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali / hari atau ranitidin 150
mg 2 kali / hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasida peroral.4
Pengobatan mielitis tranversa diusahakan selama 6 bulan mulai dari serangan.
Setelah itu, sebaiknya upaya pengobatan lebih efektif diarahkan ke rehabilitasi dan
rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah
tromboemboli.
Nyeri atau dysesthesias ( perasaan gelisah, seperti terbakar, tertuk peniti atau jarum,
atau perasaan tersengat listrik) diobati dengan obat obatan seperti gabapentin,
carbamazepine, nortriptyline, atau tramadol. Pengobatan yang lain nyeri dan
dysesthesias adalah transcutaneous elecrical nerve stimulation disebut TENS terapi,Ini
melibatkan penggunaan dari suatu alat yang merangsang area nyeri dengan suatu
loncatan listrik yang kecil sehingga mengganggu sensasi rasa nyeri.
Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin dan untuk mencegah
terjadinya infeki raktus urinarius dilakukan irigasi dengan antieptik dan pemberian
antibiotik profilaksis ( trimetropin sulfametoksasol ) 1 gram tiap malam. Konstipasi dan
dan retensi urin sering merupakan masalah pada penderita dengan mielitis transversa.
Oxybutinin, hyoscyamine, tolterodine, dan propantheline sering dapat mengobati
beberapa masalah kandung kemih pada penderita mielitis transversa. Pada saat
terdapat retensi urin, rangsangan nervus sakralis dapat membantu penderita mencegah
pemakaiaan kateter berulang.Dulcolax, senekot, dan bisacodyl dapat membantu
memperbaiki konstipasi.4,6
Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila erjadi hiperhidrosis
dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi
medikamentosa maka diet / nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gra protein, vitamin
dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter perhari dibutuhkan. Setelah masa akut berlalu
maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering timbul spasme kedua tungkai, hal ini
dapat diatasi dengan pemberian baclofen 15-80 mg / hari, atau diazepam 3 4 kali 5 mg
/ hari.4
Prognosis
Perbaikan dari mielitis tansversa biasanya dimulai antara 2 sampai 12 minggu dari
onset gejala dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun. Bagaimanapun bila tidak ada
perbaikan dalam 3 6 bulan pertama, maka tidak dijumpai penyembuhan yang
signifikan. Sekitar sepertiga dari orang orang yang terinfeksi mielitis transversa akan
mengalami penyembuhan yang sempurna dari gejala klinisnya, mereka kembali dapat
berjalan normal dan gejala yang minimal pada kandung kemih,buang air besar dan
parastesia. Sertiga lainnya mengalami perbaikan dan meninggalkan defisit neurologis
seperti gaya berjalan yang spastik, disfungsi sensorik dan sering kencing atau
inkontinensia urin. Sepertiga lainnya tetap tidak mengalami perbaikan sama sekali,
mereka tetap dikursi roda atau berbaring ditempat tidur dengan tergantung pada orang
lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sulit membuat prediksi pada
setiap kasus, para peneliti menyatakan bahwa onset gejala yang cepat secara umum
menghasilkan perbaikan yang jelek .
Kebanyakan penderita hanya mengalami sekali episode gangguan meskipun jarang,
kasus rekuren atau relaps mileitis transvera dapat terjadi . beberapa pasien sembuh
secara sempurna kemudian mengalami relaps kembali. Pada kasus relaps . dokter akan
menyelidi kemungkinan penyebab seperti MS atau lupus erythematosus sistemik sejak
penderita mengalami releaps tersebut.1
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, dr. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi, Gajah mada
University press, Yogyakarta
Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar Dasar Ilmu Penyakit Saraf,
Airlangga University Press, Surabaya
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-NYA kepada kita semua. Salawat dan salam kepada
Rasulullah SAW yang telah memberi teladan bagi kita ummatnya.
Tinjauan kepustakaan ini berjudul Mielitis transversa yang diajukan sebagai salah
satu tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik senior dibagian / SMF Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas syiah Kuala- BPK RSUZA Dr. Zainoel abidin Banda
Aceh.
Penulis
Tinjauan Kepustakaan
Mielitis Transversa
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalankan
Oleh :
Abdullah Shiddiq Adam, Sked
0071112375
Pembimbing :
Dr. ENDANG MUTIAWATI, SpS
Umayra's Blog
Just another WordPress.com weblog
HomeAboutMielitis
Mielitis
A. Pengertian
Myelitis transversalis adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu area fokal
di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut atau sub
akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan otonom
dan traktus saraf di medula spinalis (Krishnan dan Kerr D, 2004).
Myelitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara satu
sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun. Karakteristik myelitis
transversalis ditandai dengan adanya inflamasi di dalam medula spinalis dan mempunyai
manifestasi klinis berupa terjadinya disfungsi neural dari jaras-jaras motorik, sensoris
dan otonom sebagai akibat jaras tadi melewati daerah di batas rostral inflamasi. Sering
ditemukan keluhan adanya disfungsi sensoris dan bukti adanya inflamasi akut dibuktikan
dengan MRI dan punksi lumbal (Krishan, 2004)
Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis dibedakan
atas:
1. Akut : Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam tempo
beberapa hari saja.
2. Sub Akut : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu.
3. Kronik : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu.
Beberapa istilah lain digunakan untuk dapat menunjukkan dengan tepat, distribusi
proses radang tersebut. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila
mengenai substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang
medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa. Bila lesinya
multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau
difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada
meningen maupun medula spinalis, demikian pula dengan meningoradikulitis (meninges
dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut
pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses
epidural atau granuloma.
B.
Epidemiologi
Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak anak baik pada semua
jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa terjadi antara umur
10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang meneliti rata-rata insidensi
tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap tahun di diagnosa sebagai mielitis
transversa di Amerika Serikat.
C. Etiologi
Para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab mielitis transversa.
Infalamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf dari medulla
spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi autoimun yang abnormal atau
menurunnya aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis .
mielitis tranversa dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit
lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk chichenpox dan rabies. Beberapa kasus yang
penyebabnya tidak dapat diketahui disebut idiopatik.
D. Patofisiologi
Mielitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus. Agent infeksi perkirakan penyebab
mielitis tranversa termasuk antara lain :
Pasca-kasus infeksi mekanisme sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat virus atau
bakteri, tampaknya memainkan peran penting dalam menyebabkan kerusakan pada
saraf tulang belakang. Adanya rangsangan sistem kekebalan sebagai respon terhadap
infeksi menunjukkan bahwa reaksi kekebalan tubuh mungkin bertanggung jawab.
Pada penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuh, yang biasanya melindungi tubuh dari
organisme asing, keliru menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan inflamasi dan,
dalam beberapa kasus, menyebabkan kerusakan myelin dalam sumsum tulang belakang.
Beberapa kasus myelitis transversa akibat dari malformasi arteriovenosa spinal
(kelainan yang mengubah pola-pola normal aliran darah) atau penyakit pembuluh darah
seperti aterosklerosis yang menyebabkan iskemia, penurunan tingkat normal oksigen
dalam jaringan sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum tulang
belakang akibat penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktor-faktor
lain yang kurang umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan saraf
tulang belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika arterivenosus menjadi
menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan jumlah yang cukup sarat
oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika wilayah tertentu dari sumsum
tulang belakang menjadi kekurangan oksigen, atau iskemik, sel saraf memburuk relative
dengan cepat. Kerusakan ini dapat menyebabkan peradangan luas, kadang-kadang
menyebabkan myelitis transversal. Myelitis transversa dapat bersifat akut (berkembang
selama jam sampai beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga
6 minggu).
Gejala awal biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba paresthesias
(sensasi abnormal seperti membakar, menggelitik, menusuk, atau kesemutan) di kaki,
hilangnya sensorik, dan paraparesis (kelumpuhan parsial kaki). Paraparesis sering
berkembang menjadi paraplegia. Dan mengakibatkan gangguan genitourinary dan
defekasi. Banyak pasien juga melaporkan mengalami kejang otot, perasaan umum tidak
nyaman, sakit kepala, demam, dan kehilangan nafsu makan. Tergantung pada segmen
tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan mengalami masalah
pernapasan. Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis transversa yang
muncul:
(2) nyeri,
penuh dari kaki, yang mengharuskan pasien untuk menggunakan kursi roda. Nyeri
adalah gejala utama dari myelitis transversa pada sepertiga sampai setengah dari semua
pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung bawah atau dapat terdiri dari tajam,
sensasi yang memancarkan bawah kaki atau lengan atau di sekitar dada.
E.
Patologi
Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema,
hiperemi dan pada kasusberat terjadi perlunakan ( mielomalasia).
F.
Pathway
G. Gambaran Klinis
Mielitis tranversa dapat terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai
beberapa hari), subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu- 6 minggu) dan kronik
(Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu).
Gejala awal umumnya meliputi sakit pinggang didaerah yang terlokalisasi, parastesia
yang mendadak ( perasaan yang abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau
perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik dan paraparesis (kelemahan pada sebagian
kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan pada kedua kaki dan pungung
bagian bawah). Gangguan fungsi kandung kemih dan buang air besar sering terjadi.
Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala,
demam, dan hilangnya selera. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat,
beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori. Dari beberapa
gejala, muncul empat gejala klasik mielitis tranversa :
Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua
penderita mielitis transvera. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan .
Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli, kedinginan
atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita mielitis transversa mengalami kepakaan
yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan
dengan jari menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri (disebut allodinia). Beberapa
penderita juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau
suhu panas atau dingin
Mielitis transversa transversa harus dibedakan dari mielopati akibat kompresi medulla
spinalis ( baik karena neoplasme medulla spinalis instrinsik maupun ekstrinsik, ruptur
diskus intervertebralis akut ), infeksi epidural dan polineuritis pasca infeki akut (
sindroma guillain barre ).
Diagnosis banding pertama dengan tumor medula spinalis didasarkan adanya keluhan
paraperesis yang terjadi progresif lambat dan tidak bersamaan antara kiri dan kanan,
dimana pada pasien ini paresis dimulai pada kaki kanan menjalar ke kaki kiri, tetapi hal
ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan MRI, dimana hasilnya tidak didapatkan SOL
karena tumor medula spinalis. Guillain Barre Syndrome juga dibuat sebagai diagnosis
banding karena sifat paraparesis pada pasien ini bersifat assenden dimulai dari kaki
kemudian naik ke betis lutut lalu sampai setinggi dada, tetapi hal ini disingkirkan karena
OS sebelumnya tidak menderita ISPA, dan hasil MRI menyingkirkan hal tersebut
(seharusnya pada GBS gambaran MRI normal). Spondilitis TB dibuat sebagai diagnosis
banding karena paraparesis tipe UMN terutama di daerah torakal juga dapat disebabkan
oleh spondilitis TB tetapi hal ini disingkirkan dari pemeriksaan tidak dijumpainya gibus
atau secara radiologis tidak adanya gambaran vertebra seperti baji, dan tidak adanya
riwayat batuk lama.
Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati blokade
aliran likuor, pleoitosis moderat ( antara 20 200 sel/mm3 ) terutama jenis limposit,
protein sedikit meninggi ( 50 120 mg / 100ml) dan kadar glukosa norma. Berbeda
dengan sindroma gullain barre dimana djumpai peningkatan kadar protein tanpa diertai
pleositosis. Pada sindroma gullain barre, jenis kelumpuhan flakid serta pola gangguan
sensibilitasnya di sampaing mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan (
glove and stocking ). Lesi kompresi medulla spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena
perjalanan penyakitnya tidak akutsering didahului dengan nyeri segmental sebelum
timbulnya lesi parenkim medulla spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal djumpai blokase
aliran likuor dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel.
Pemerikaan foto polos vertebra antero posterior dan lateral,mielografi dan sken
tomografi akan lebih memastikan ada tidaknya lesi kompresi medulla spinalis tersebut.
Test darah dilakukan untuk menyingkirkan berbagai penyakit lainnya seperti lupus
erithematosus sistemik, HIV, dan defisiensi vitamin B12 .pada penderita mielitis
transversa, cairan cerebrospinal dalam medulla spinalis dan otak mengandung protein
lebih tinggi dan peningkatan leukosit yang mengindikasikan adanya infeksi.bila tidak ada
penyebab yang jelas dari test tersebut, penderita dianggap menderita mielitis transversa
idiopatik ( Kalita, 2000).
I.
Pengobatan
pemisahan ke dalam sel darah dan plasma ( cairan). Sel darah kemudian bercampur
menjadi suatu pengganti cairan plasma buatan dan kembali ke pasien itu. karena sel sel
immun didalam plasma,ini secara efektif dapat merusakkan sel imun pada tubuh, yang
dapat membantu mengatasi kerusakan mielin.
Pemberian glukokortikoid atau ACTH , biasanya diberikan pada penderita yang datang
dengan gejala awitannya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila
terjadi progresivitas defisit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk
prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu
secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral dapat
pula diberikan metilprednisolon secara intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam
waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40
unit dua kali perhari ( selama 7 hari ), lalu 20 unit dua kali sehari ( selama 4 hari ) dan
20 unit dua kali perhari ( selama 3 hari ) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid,
penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150
mg 2 kali / hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasida peroral.
J.
Program Rehabilitasi
Pengobatan mielitis tranversa diusahakan selama 6 bulan mulai dari serangan. Setelah
itu, sebaiknya upaya pengobatan lebih efektif diarahkan ke rehabilitasi dan rehabilitasi
harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah
tromboemboli.
Nyeri atau dysesthesias ( perasaan gelisah, seperti terbakar, tertuk peniti atau jarum,
atau perasaan tersengat listrik) diobati dengan obat obatan seperti gabapentin,
carbamazepine, nortriptyline, atau tramadol. Pengobatan yang lain nyeri dan
dysesthesias adalah transcutaneous elecrical nerve stimulation disebut TENS terapi,Ini
melibatkan penggunaan dari suatu alat yang merangsang area nyeri dengan suatu
loncatan listrik yang kecil sehingga mengganggu sensasi rasa nyeri.
Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin dan untuk mencegah
terjadinya infeki raktus urinarius dilakukan irigasi dengan antieptik dan pemberian
antibiotik profilaksis (trimetropin sulfametoksasol) 1 gram tiap malam. Konstipasi
dan dan retensi urin sering merupakan masalah pada penderita dengan mielitis
Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Jika sudah terjadi ulkus
dekubitus maka lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik, pemberian obat luar
seperti burnazin, cuttisoft dapat Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan
propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi medikamentosa maka diet /
nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gra protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak
3 liter perhari dibutuhkan. Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi
sehingga sering timbul spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
baclofen 15-80 mg / hari, atau diazepam 3 4 kali 5 mg / hari.
K. Prognosis
Perbaikan dari mielitis tansversa biasanya dimulai antara 2 sampai 12 minggu dari onset
gejala dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun. Bagaimanapun bila tidak ada
perbaikan dalam 3 6 bulan pertama, maka tidak dijumpai penyembuhan yang
signifikan. Sekitar sepertiga dari orang orang yang terinfeksi mielitis transversa akan
mengalami penyembuhan yang sempurna dari gejala klinisnya, mereka kembali dapat
berjalan normal dan gejala yang minimal pada kandung kemih,buang air besar dan
parastesia. Sertiga lainnya mengalami perbaikan dan meninggalkan defisit neurologis
seperti gaya berjalan yang spastik, disfungsi sensorik dan sering kencing atau
inkontinensia urin. Sepertiga lainnya tetap tidak mengalami perbaikan sama sekali,
mereka tetap dikursi roda atau berbaring ditempat tidur dengan tergantung pada orang
lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sulit membuat prediksi pada
setiap kasus, para peneliti menyatakan bahwa onset gejala yang cepat secara umum
menghasilkan perbaikan yang jelek .
L.
1.
Pengertian
Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada saraf tulang belakang yang
menghasilkan kerugian atau fungsi diburukkan menyebabkan mobilitas atau mengurangi
rasa. Umum penyebab kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil, suara tembakan,
jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedreich dari ataxia, dll). Saraf tulang belakang akan mengalami kegagalan fungsi. Pada
kebanyakan orang dengan SCI, maka saraf tulang belakang yang utuh, tetapi kerusakan
selular didalam akan berakibat hilangnya fungsi tulang
Meski yang cedera tulang tetapi tidak menutup kemungkinan saraf disekitar area injury
mengalami kerusakan. Jadi orang mungkin bisa saja tidak mengalami kelumpuhan
setelah tulang belakang stabil. Saraf tulang belakang yang sekitar 18 inci panjang dan
meluas dari dasar otak, dikelilingi oleh badan-badan berhubung dgn tulang belakang,
bawah bagian tengah belakang, untuk mengenai pinggang.
Urat saraf yang terletak di dalam saraf tulang belakang disebut atas motor neurons
(UMNs) dan fungsi mereka adalah untuk membawa pesan bolak-balik dari otak ke saraf
tulang belakang di sepanjang tulang belakang sistem. The saraf tulang belakang yang
keluar dari cabang saraf tulang belakang ke bagian lain dari tubuh disebut rendah motor
neurons (LMNs).
Saraf tulang belakang ini keluar dan masuk pada setiap tingkat berhubung dgn tulang
belakang dan berkomunikasi dengan daerah-daerah tertentu dari tubuh. Sistem indra
bagian dari LMN membawa pesan tentang sensasi dari kulit seperti sakit dan suhu, dan
bagian tubuh lain dan organ-organ ke otak. Motor juga bagian dari LMN mengirim pesan
dari otak ke berbagai bagian tubuh untuk melakukan tindakan seperti gerakan otot.
Saraf tulang belakang yang utama adalah bundel dari urat saraf yang membawa impuls
ke dan dari otak ke bagian tubuh. Otak dan saraf tulang belakang merupakan Central
Nervous System. Indra Motor dan saraf di luar sistem saraf pusat merupakan Peripheral
Nervous sistem, dan yang lain membaur dan mengendalikan sistem saraf yang
Sympathetic dan Parasympathetic Nervous Systems.
Efek dari SCI tergantung pada jenis luka dan tingkat dari cedera. SCI dapat dibagi
menjadi dua jenis cedera lengkap dan tidak lengkap. Cedera lengkap berarti bahwa
tidak ada fungsi di bawah tingkat yang cedera, tidak ada sensasi dan tidak ada gerakan
atau bisa dikatakan pasien sudah mengalami kelumpuhan. Cedera tidak lengkap berarti
ada beberapa fungsi di bawah tingkat dasar dari cedera. Ini berarti bahwa pasien tidak
mengalami kelumpuhan total dan masih mampu menggerakkan sebagian anggota
tubuh. Kelumpuhan hanya terjadi pada area cedera.
A : Komplit : tidak ada fungsi sensori dan motorik pada segemen S4-S5
B : Inkomplit : ada sensorik dibawah level neurologis termasuk S4-S5, tidak ada motorik.
C : Inkomplit : ada sensorik dan motorik dibawah level neurologis > 50 % dengan MMT <
3.
D : Inkomplit : ada sensorik dan mototrikdibawah level neurologis > 50% dengan MMT >
3
E : Normal
2.
Tanda dan gejala pasien yang mengalami Spinal Cord Injury (SCI), antara lain :
a. Sakit atau tekanan yang berat di leher, kepala. Biasanya nyeri terjadi hilang timbul
Sebelum membicarakan macam-macam cedera tulang belakan serta kord spinal secara
khusus akan dibicarakan dulu secara garis besar. Harus diingat bahwa cedera tulang
belakang mempunyai komponen tulang dan komponen saraf hingga pengelolaan akan
ditentukan oleh faktor-faktor dari kedua aspek tersebut.
a. Cedera Tulang
1)
Stabil
Cedera yang stabil adalah bila fragmen tulang tidak mempunyai kemampuan untuk
bergeser lebih jauh selain yang terjadi pada saat cedera. Komponen arkus neural intak,
2)
Tak stabil
Fraktura mempunyai kemampuan untuk bergerak lebih jauh. Kelainan ini disebabkan
oleh adanya elemen rotary terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk
merobek ligamen longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik
akibat fraktura pada pedikel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
b.
Cedera Neurolis
1)
2)
Kerusakan neurologis yang terjadi saat kecelakaan dapat lengkap dengan hilangnya
fungsi dibawah tingkat cedera atau tidak lengkap. Defisit neurologis paling mungkin
terjadi setelah cedera pada daerah punggung karena kanal spinal tersempit didaerah ini.
Adanya spondilosis servikal memperberat kerusakan neurologis bahkan karena cedera
minor sekalipun pada orang tua. Ancaman terhadap leher juga bertambah karena artritis
rematoid. Harus selalu diingat bahwa tulang belakang toraks adalah daerah utama
terjadinya fraktura patologis karena proses metastatic.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, dr. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi, Gajah mada
University press, Yogyakarta
Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar Dasar Ilmu Penyakit Saraf,
Airlangga University Press, Surabaya
Kerr D. Transverse Myelitis. In: JohnsonRT, Griffin JW, Mc Arthur JC. Editors.Current
Theraphy in Neurologic Disease.6th Ed. Mosby. Philadelphia. p 176180.
Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse myelitis:
patogenesis, diagnosis and treatment. Bioscience 2004; 9: 14831499.
Luhu A. Tapiheru, Puji Pinta O. Sinurat, Kiking Ritarwan. Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Price, Syilvia A dan Lorranie M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi 6. EGC. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Jakarta