Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH :
HENY MISSA
01.09.00123
VERA MAGDALENA
01.09.00153
DEFINISI
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas
tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC
(2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer
A. Dkk, 2000).
Ada tujuh tulang servikal vertebra atau tulang belakang yang mendukung
kepala dan menghubungkannya ke bahu dan tubuh. Sebuah fraktur (patah atau
retak) di salah satu tulang leher disebut fraktur servikal atau kadang-kadang
disebut patah tulang leher.
Fraktur tulang leher merupakan suatu keadaan darurat medis yang
membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf
tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat
penting untuk menjaga leher. Fraktur ini sering terjadi pada anak karena
kondisi tulang masih sangat rawan untuk tumbuh dan berkembang. Fraktur
tulang leher sangat berbahaya karena bisa mengganggu sistem saraf yang
terdapat pada vertebra. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan-gangguan
neurologis. Bahkan fraktur pada tulang leher bisa menyebabkan seorang anak
mengalami lumpuh.
2.
EPIDEMIOLOGI
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat 50% meningkat per 100.000 populasi tiap
tahun, 3 % penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2%
karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.
Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti
dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.
3.
ETIOLOGI
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat atau trauma
pukulan di kepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga impact, atau
berpartisipasi dalam olahraga memiliki risiko jatuh akibat benturan di leher
(ski, menyelam, sepak bola, bersepeda) ini terkait dengan fraktur servikal.
Fraktur servikal dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, pemuntiran.
b. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
4.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya trauma pada daerah tulang leher mengakibatkan fraktur. Akibat
kondisi seperti ini, pusat-pusat persarapan akan terjadi gangguan. Gangguan ini
diakibatkan karena terjepitnya saraf-saraf yang melalui daerah vertebra.
Karena vertebra merupakan pusat persarapan bagi berbagai organ, maka
kerja organ-organ tersebut akan terganggu atau bahkan mangalami
kelumpuhan, akibat fraktur ini pula, akan mengakibatkan blok saraf
parasimpasi dan pasien akan mengalami iskemia dan hipoksemia. Dan akhirnya
akan mengalami gangguan kebutuhan oksigen. Cedera yang terjadi juga akan
mengakibatkan pelepasan mediator-mediator kima yang akan menimbulkan
nyeri hebat dan akut selanjutnya terjadi syok spinal dan pasien akan merasa
tidak nyaman.
Gangguan sistem saraf spinal akan mengakibatkan kelumpuhan pada organorgan pencernahan dan sistem perkemihan. Dan masalh yang akan terjadi
adalah gangguan eliminasi.
WOC
5.
KOMPLIKASI
a.
Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan
tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
b.
Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak
seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c.
Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil
dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal
bawah atau torakal atas.
d.
Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.
6.
MANIFESTASI KLINIK
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:
a.
Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
b.
Bengkak/edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c.
Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
di jaringan sekitarnya.
d.
Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e.
Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f.
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme
otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g.
Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
h.
Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i.
Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j.
Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
b.
MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah
servikal . MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh
daerah medula spinalis , radiks saraf dan tulang vertebra dapat
divisualisasikan.
c.
8.
PENATALAKSANAAN
Penanganan fraktur servikal tergantung vertebra servikalis apa yang rusak
dan luasnya fraktur.
Fraktur minor: sering diperlakukan menggunakan cervical collar atau neck
brace yang dipakai selama enam sampai delapan minggu sampai tulang
sembuh dengan sendirinya.
Hormon Progesteron : untuk Trauma Capitis Berat
Suatu fraktur yang lebih berat atau kompleks mungkin memerlukan traksi,
atau perbaikan bedah atau fusi tulang belakang.
Bedah perbaikan patah tulang servikalis : dapat mengakibatkan waktu
pemulihan yang lama diikuti dengan terapi fisik.
B.
PROSES KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Data Demografi
Usia
Pekerjaan
penurunan
toleransi
terhadap
aktivitas,
keletihan
dan
kelemahan
4) Pemeriksaan Fisik
a) Tanda tanda Vital
-
Suhu : 36 37,5C
b) B1 B6
a) Breathing
penggunaan
otot
asesoris,
kesimetrisan
c) Brain
tingkat
kesadaran,
status
mental,
orientasi,
e) Bowel
Bone
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Penurunan curah jantung b.d gangguan pompa ventrikel
DS : klien mengeluh pusing, letih, dan sulit bernapas
DO : kulit dingin, lembap, sianosis, penurunan denyut nadi perifer, kulit
dan membran mukosa pucat
2) Ketidakefektifan
perfusi
jaringan:
kardiopulmonal
b.d
penurunan
pertukaran sel
DS : klien mengeluh nyeri di dada dengan atau tanpa aktivitas, letih, sesak
napas
DO : kulit dingin, lembap, hipotensi, perubahan status mental, artimia,
kadar gas darah arteri abnormal, penurunan denyut nadi perifer, kulit dan
membran mukosa pucat, palpitasi, ronki, takikardia, edema
3) Ketidakefektifan pola napas b.d kelumpuhan otot pernapasan sekunder
akibat fraktur servikal
DS : klien mengeluh sesak napas
DO : pernapasan cuping hidung, ortopnea, penurunan tekanan inspirasiekspirasi, penurunan kapasitas vital, fase ekspirasi memanjang, pernapasan
pursed lip, napas pendek, penggunaan otot asesoris untuk benapas
4) Gangguan eliminasi urine b.d cedera medula spinalis
3.
RENCANA TINDAKAN
Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung b.d gangguan pompa ventrikel
Goal
Objektif
Outcomes
keluhan
pusing
atau
sinkop;
tanda
tersebut
dapat
kegelisahan.
Suara
napas
tambahan
atau
dispnea
dapat
:Ketidakefektifan
perfusi
jaringan:
kardiopulmonal
b.d
Objektif
Outcomes
Goal
Objektif
Outcomes
teknik relaksasi
ansietas.
pasien
kesempatan
beristirahat
di
antara
tindakan
untuk
Teknik relaksasi
b.
c.
d.
Perubahan posisi
Outcomes
mempertahankan
keseimbangan
cairan;
asupan
menggigil.
meningkatkan
Pendidikan
kemampuan
pasien
kesehatan
dan
yang
anggota
adekuat
keluarga
akan
untuk
tertekuknya
kateter
urine
menetap,
kateterisasi,
dan
memungkinkan
peningkatan
mobilitas
pasien
dalam
b.
Motivasi agar asupan cairan sebanyak 3000 ml/24 jam (bila tidak
dikontraindikasikan) untuk melembapkan membran mukosa dan
melarutkan zat kimia dalam tubuh.
c.
d.
Objektif
Outcomes
2) Instruksikan
pasien
untuk
berkonsultasi
dengan
dokter
sebelum
mengonsumsi obat yang dijual bebas. Obat yang dijual bebas mungkin
bersifat nefrotoksik.
3) Berikan kesempatan kepada pasien untuk sering beristirahat untuk
memungkinkan pasien menghemat energi.
4) Rujuk pasien kepada ahli gizi untuk membantu pasien menghindari
makanan yang memperberat kerja ginjal.
5) Berikan dopamin dosis rendah, sesuai program untuk mendilatasikan arteri
renal pasien dan meningkatkan perfusi jaringan.
6) Beri dukungan psikologis kepada pasien dan anggota keluarga atau
pasangan bila terjadi gagal ginjal akut atau kronis untuk mendukung
adaptasi yang sehat.
7) Pantau dan dokumentasikan asupan dan haluaran pasien setiap jam hingga
haluaran lebih dari 30ml/jam, kemudian setiap 2 hingga 4 jam. Bila pasien
tidak memiliki riwayat penyakit ginjal, haluaran urine merupakan indikator
yang baik untuk mengetahui perfusi jaringan. Penurunan atau tidak adanya
haluaran urine biasanya mengindikasikan perfusi renal yang buruk.
8) Dokumentasikan warna dan karakteristik urnie pasien. Laporkan semua
perubahan yang terjadi. Urine yang pekat dapat mengindikasikan fungsi
ginjal yang buruk atau dehidrasi.
9) Pantau dan dokumentasikan berat badan pasien (sebelum sarapan).
Peningkatan berat badan pasien akan membantu memprediksikan status
cairan secara keseluruhan. Peningkatan berat badan dapat mengindikasikan
kelebihan cairan. Menimbang berat badan secara teratur pada waktu yang
sama setiap hari akan memberikan petunjuk yang lebih baik tentang
perubahan berat badan.
10) Observasi pola berkemih pasien untuk mencatat penyimpangan dari
normal.
11) Pantau berat jenis urine, kadar elektrolit serum, BUN, dan kreatinin pasien.
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan penurunan fungsi ginjal.
12) Pantau status hemodinamik dan tanda-tanda vital pasien. Beri tahu dokter
tentang semua perubahannya. Peningkatan dari nilai dasar dapat
mengindikasikan kelebihan cairan akibat kurangnya fungsi ginjal.
Outcomes
menyebabkab
feses
keras
dan
konstipasi.
Pemantauan
Goal
Objektif
Outcomes
pasien
rekreasional,
dan
untuk
menggunakan
tindakan
pengurang
aktivitas
nyeri
pengalihan
noninvasif,
atau
untuk
mengendalikan
nyeri
alternatif.
Teknik
nonfarmakologis
pengurangan nyeri akan efektif bila nyeri pasien berada pada tingkat yang
dapat ditoleransi.
a.
b.
c.
8) Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien. Tentukan apakah nyerinya kronis atau
akut. Selain itu, kaji faktor yang dapat mengurangi atau memperberat;
lokasi; durasi; intensitas; dan karakteristik nyeri; dan tanda tanda dan
gejala psikologis.
Diagnosa 8
Goal
Obketif
Outcomes
Meningkatkan
mobilitas
tertinggi
(berpindah
secara
Tentukan
jadwal
memiringkan
badan
untuk
pasien
yng
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan
keperawatan
dilakukan
dengan
mengacu
pada
intervensi
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan
telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada
kriteria hasil.