Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pengertian
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan
tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik),
gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma
ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan
dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan nonalergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas.
Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
Klasifikasi
Derajat
Intermiten
Gejala
Gejala kurang dari 1x/minggu
Gejala malam
Kurang dari 2 kali dalam
sebulan
Faal paru
APE >
80%
Mild persistan
Asimtomatik
-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang
dari 1x/hari
APE >80%
Moderate
persistan
APE 6080%
Sering
APE <60%
-Aktivitas terbatas
-sering serangan
Gejala Klinis
Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran
udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik
dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala.
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek
dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai
serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat
ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin
meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis
alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan
utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal.
Diagnosis banding
1. Bronkitis kronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua
tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok
berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan
jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.
2. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita
biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa
sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas
terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya
hiperinflasi.
3. Gagal jantung kiri
Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita
duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.
4. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala
sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang.
Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop,
sianosis, dan hipertensi.
Diagnosis asma bronkial
1.
Anamnesa
a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung
sembuh, atau batuk malam hari.
b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.
c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi
duduk.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c. Paru :
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE
b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden.
c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya penyakit lain
d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi, reversibilitas, variabilitas
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah
berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah
tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara
satu sampai dua jam.
Gambaran klinis status asmatikus
Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan asma
a. Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
d. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
e. Menghindari ESO
f. Mencegah airflow limitation irreversible
g. Mencegah kematian
2. Terapi awal
a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5.
b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam
1 jam.
c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.
d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi
profilaksis
e. Ekspektoran adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan
menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan,
misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)
f. Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi
saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Antibiotika yang efektif adalah :
1. Pengobatan berdasarkan saat serangan :
a. Reliever/Pelega:
Gol. Adrenergik:
Gol. Methylxantine:
Gol. Antikolinergik:
Atropin: injeksi
Ipratropium bromide: inhalasi
Gol. Steroid:
Gol. Adrenergik
Long-acting beta 2-agonis (LABA) Salmeterol & Formoterol (inhalasi)
Gol. Methylxantine: Theophylline Slow Release
Gol. Steroid: inh., oral, inj.
Leukotriene Modifiers: Zafirlukast
Cromolyne sodium: inhalasi
Kombinasi LABA & Steroid: inhalasi
Berat ringannya
Terapi
serangan
Ringan
Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang setia 1
jam
Sedang
lokasi
Di rumah
Berat
Terbaik :
-Oksigen 2-4 liter/menit
ICU
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis
3. Atelektasis
4. Gagal nafas
Asma Bronkial
Asma bronkial, atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas, telah dikenal luas di
masyarakat. Namun pengetahuan tentang asma bronkial hanya terbatas pada gejala asma bronkial saja,
diantaranya dada terasa tertekan, sesak napas, batuk berdahak, napas berbunyi (mengi), dll.
Asma bronkial merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni penyakit paru
yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom) seperti yang telah disebutkan di atas. PPOK terdiri
dari:
o
o
o
Faktor penyebab PPOK salah satunya adalah polusi udara yang berasal dari asap rokok, cerobong
pabrik/industri, asap kendaraan bermotor. Semakin tua usia seseorang akan semakin lama menghisap
udara yang berpolusi dan semakin besar kecenderungan untuk menderita sindrom PPOM.
Definisi Asma Bronkial
Penyakit asma bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan:
Sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan
dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau
hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan
timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat
penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah
gabungan dari keadaan berikut:
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya
partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus)
memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas,
batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama
batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran
napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan
napas.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala
klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja
ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga selasela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara
karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur
meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang
serius.
Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu
suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya
adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan,
gelisah dan kesadaran menurun.
Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis
dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat.
Pengenalan Jenis Serangan Asma Bronkial
Pengenalan jenis serangan asma berkaitan erat dengan cara pengobatannya. Serangan asma/bengek ada
2 macam, yaitu:
1.
2.
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus
diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang
melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir
jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa
resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh
obat anti asma yang lain.
Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya
(bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian
tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.
C.
Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990 dikutip dari The
American Thoracic Society, 1962).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa
penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap
berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil,
limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa
tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sindair, 1990 : 94)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu penyakit peradangan
(inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma
khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus
yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M. Black, 1996 : 504).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan yang
meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel.
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
(1) Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh
melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian
oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel
B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki
reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi
dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada
permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau
baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan
tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang
menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini
yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul
(preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil
Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang
segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan
bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apaapa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan
lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper
rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil
ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis
kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya
hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau
histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara
patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil
serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu
daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma
bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus
.Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka
terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas
berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon
(ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun
yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.
Manifestasi klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas bronkus.Obstruksi
jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
ASMA BRONKIAL
Posted on April 14, 2007 by Jevuska