Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN NYERI
by : Mas Irul
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa
melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan
keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk
meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
1. DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
Teori Specificity suggest menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul
karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral
melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh
yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya.
Nyeri Perasaan atau keadaan emosi yang tidak menyenangkan karena potensial
kerusakan jaringan atau jaringan rusak.
Mc Coffery (1979) : suatu keadaan yg mempengaruhi seseorang, yg keberadaanya
diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya
Wolf W. Feurst (1974) : suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan
yg menimbulkan ketegangan
Arthur C. Curton (1983) : suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang rusak,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi utk menghilangkan nyeri
2. ETIOLOGI
1. Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab trauma ini terbagi menjadi :
1. Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat
adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
2. Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
3. Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau pun basa kuat.
4. Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :
Neoplasma Jinak.
Neoplasma Ganas.
3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat dicontohkan pada
pasien dengan infark miokard akut atau pun angina pektoris yang dirasakan adalah adanya nyeri
dada yang khas.
4. Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya adalah nyeri karena
abses.
5. Trauma psikologis.
Tanda dan gejala
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
Muka pucat
Otot mengeras
Penurunan HR dan BP
Nafas cepat dan irreguler
Nausea dan vomitus
Kelelahan dan keletihan
tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda
merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu
dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan
nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi
dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk
mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara
teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya
membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi
nyeri
dibedakan
menjadi
Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama.
Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetap selama 10 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari
lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
4. PATOFISIOLOGI NYERI
Patofisiologi
nyeri
ini
dapat
digambarkan
sebagai
berikut
:
Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf bebas yang berespon
terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang ekstrim, dan
berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan
Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia
yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa
prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat
cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat
A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu bersinaps di korda
spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk
dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di
korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi
mengenai rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua jaras ke otak- traktus neospinotalamikus
atau
traktus
paleospinotalamikus
(Corwin,
2000
:
225).
Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui
serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating
system dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke
thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatic tempat lokasi nyeri
ditentukan
dengan
pasti
(Corwin,
2000
:
225).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh serat A delta,
disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Serat-serat ini berjalan ke
daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon yang disebut daerah grisea
periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut
untuk mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus
paleospinotalamik memiliki lokalisasi yang difus dan berperan menyebabkan distress emosi yang
berkaitan dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).
FISIOLOGIS NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu
teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk
memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis
berikut ini:
Resepsi : proses perjalanan nyeri
Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls
syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat
syaraf
di
otak
Respon
reflek
protektif
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan
substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan
dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada
dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut
syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan
kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi
sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf
ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak
mengolah
impuls
syaraf
kemudian
akan
timbul
respon
reflek
protektif.
Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan
reflek
dengan
menarik
tangan
dari
permukaan
setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi
normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:
Trauma
Obat-obatan
Pertumbuhan tumor
Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)
b. Serabut saraf C
Tidak bermyelin
Diameternya sangat kecil
Lambat dalam menghantarkan impuls
Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus
Reseptor terletak distruktur permukaan.
Substansi ini titemukan pada nociceptor yaitu pada akhir saraf dalam kornu dorsalis
medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik. Neuroregulator
ada dua macam yaitu neurotransmitter dan neuromodulator
Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara dua
serabut saraf. contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf
tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.
Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung
dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri
yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika pintu gerbang
tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi
P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri.
2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar
akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi menyadarkan individu dan
mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi secara
ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak
Persepsi
Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut
mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini
mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik
yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi
syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
flight atau fight, yang merupakan sindrom adaptasi umum
Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri
berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon
fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus.
Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka
akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.
1. Usia. Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan perkembangan
yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak
dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri
dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anakanak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau
perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2. Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan
bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita
dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)
dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada
wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
3. Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa
nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar
tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon
perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare,
2003).
4. Keluarga dan Support Sosial. Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri
adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri
sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi.
Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin
bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak
dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas ). Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak
memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat
pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan
nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pola koping. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit
adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol
dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan
jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti
sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi
dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk
mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
6. PENATALAKSANAAN NYERI
PENANGANAN NYERI
1.
FARMAKOLOGIS
terlindungi tulang
Terdiri atas 2 analgesia yaitu:
Analgesia Lokal
Analgesia Infiltrasi
MACAM SKALA NYERI
1.
2.
3.
4.
5.
SKALA NUMERIS
SKALA DESKRIPTIF
SKALA ANALOG VISUAL
SKALA OUCHER
SKALA WAJAH
SKALA NUMERIS
SKALA DESKRIPTIF
SKALA WAJAH
SKALA OUCHER
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif.
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing
individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor
psikologis, fisiologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua
komponen utama, yakni:
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI
Karakteristik Nyeri (PQRST)
perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji
terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal,
hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas diwaktu senggang serta status emosional.
Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut
dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat, dan durasi nyeri,
interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada klien.
OBSERVASI RESPON PERILAKU DAN FISIOLOGIS
Respon non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satu yang paling utama adalah
ekspresi wajah.
Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bagian
bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri.
Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi
(misalnya erangan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,
gerakan tubuh tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang, membolak-balikan tubuh diatas
kasur), dll.
Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi
nyeri.
Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah,
nadi, dan pernafasan, diaphoresis, srta dilatasi pupil akibat terstimulasinya system saraf
simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting
bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respon fisiolodis sebab bisa jadi respon
tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.
PENETAPAN DIAGNOSIS
Menurut NANDA ( 2009-2011 ), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri:
Nyeri akut
Nyeri kronis
Diagnosa
Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan
Nyeri kronik b.d proses keganasan
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan energi antara tubuh
dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan
sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini
memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien
merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual
(melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan
(massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
Anticipatory guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh tindakan:
sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada
klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih siap
menghadapi nyeri.
Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri
fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif
untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
Stimulasi kutaneus Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah
cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan
dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik
transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada
kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
Entri Populer
Askep Infeksi
asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi dan potensial infeksi by : Mas Irul
Kesehatan yang baik tergantung sebagian ...
LP OKSIGENASI
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI BY : M a s I r u l BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN
KEBUTUHAN...
Digital clock
Pengikut
Arsip Blog
2015 (1)
2014 (6)
2013 (30)
o Juli (25)
Satya Lencana TNI-AD
CATUR PERKASA
CLAIM 2197
Aku Memilih Setia
Breaking My Heart
Nothing To Lose
Have you ever really loved a woman
please for give me
Maafkan aku......
LP KATARAK
Askep Infeksi
Laporan Pendahuluan pada pasien dengan gangguan Mo...
LP OKSIGENASI
Makalah kegawat daruratan
LP pada Personal Higiene
LP Nyeri
LP Gangguan mobilisasi
LP GANGGUAN MOBILISASI
LP Kecemaan
KDM 1
LP NYERI
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLI...
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN NYERI
Korupsi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa
Brevet kualifikasi TNI-AD
o Februari (5)
2012 (67)
Mengenai Saya
mas irul
Lihat profil lengkapku
Share It
Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.