Vous êtes sur la page 1sur 17

Aspek hukum KUHAP1,2

Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 289-296.
Pasal 289 KUHP
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun
Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:

Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa


orang itu pingsan atau tidak berdaya;

Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau


sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin

Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum
mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh
diluar perkawinan dengan orang lain

Pasal 292 KUHP


Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan ornag lain sama
kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun
Pasal 293 KUHP

Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyelahgunakan


pembawa yang timbul dari hubungan keadaaan, atau dengan menyesatkan sengaja

menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan
atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum
cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.

Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.

Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan
dan 12 bulan.

UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Pada UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada pasal 82
dan 88.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15
tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60
juta rupiah
Pasal 88
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipindana dengan pidana penjara paling lama 10
tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah
Dapat terlihat disini perbedaan antara hukuman yang diberikan oleh KUHP, UU
Perlindungan anak dan UU anti KDRT. Undang-undang Perlindungan Anak dapat memberikan
perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan KUHP. Misalnya, ada sanksi cukup tinggi
berupa hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun dengan denda

maksimal Rp 300 juta dan minimal 60 juta tindakan yang berhubungan dengan perkosaan dan
pencabulan terhadap anak yang diatur di dalam KUHP.
Sebenarnya sejak tahun 1979 pemerintah telah menetapkan sebuah peraturan untuk
meletakkan anak-anak dalam sebuah lembaga proteksi yang cukup aman, yaitu UU No 4 tentang
Kesejahteraan Anak yang dengan tegas merumuskan, setiap anak berhak atas pemeliharaan dan
perlindungan sejak dalam kandungan sampai dengan sesudah dilahirkan. Dalam koridor tersebut,
terhadap anak tidak dibenarkan adanya perbuatan yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan. Seorang anak yang tidak dapat diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat
mengakibatkan pembatalan hak asuh orang tua. Langkah pemerintah selanjutnya adalah
menetapkan UU Pengadilan Anak (UU No 3 Tahun 1997) yang diharapkan dapat membantu
anak yang berada dalam proses hukum tetap untuk mendapatkan hak-haknya.Terakhir,
pemerintah menetapkan pula UU No 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang secara
tegas pula menggariskan bahwa anak adalah penerus generasi bangsa yang harus dijamin
perlindungannya dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi
Contoh lain kasus anak yang dapat menggambarkan bahwa betapa KUHP dinilai kurang
adekuat dalam memberikan hukuman adalah dalam kasus perdagangan anak-anak, yang tidak
dianggap sebagai sebuah kejahatan besar di Indonesia.
Pasal 297 KUHP yang mengatur masalah ini hanya mengancam dengan vonis maksimal
4 tahun. Padahal di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat kasus seperti ini dianggap sebagai
sebuah kejahatan besar dimana pelakunya bisa mendapat vonis penjara di atas 15 tahun. Bahkan
berfantasi seksual dengan anak-anak pun dianggap sebagai sebuah kejahatan.

Prosedur medikolegal2
Prosedur medikolegal adalah tatacara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek
yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan
pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.

Lingkup prosedur medikolegal

Pengadaan visum et repertum

Tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka

Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli
di dalam persidangan

Kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran

Tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik

Tentang fitness / kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.

1. Dasar pengadaan visum et repertum


Pasal 133 KUHP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainya.
(2) Permintaan keterangan ahli seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan pada mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Permintaan Visum et Repertum Menurut Pasal 133 KUHP :
-

Wewenang penyidik

Tertulis (RESMI)

Terhadap korban, bukan tersangka

Ada dugaan akibt peristiwa pidana

Bila mayat:

i.

Identitas pada label

ii.

Jenis pemeriksaan yang diminta

iii.

Ditujukan kepada SpF dan Dokter RS

2. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter


Pasal 216 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut UU oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalanghalangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan
pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda paling banyak Rp 9.000,00.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga.
Pasal 222 KUHP
Barang siapa sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana
denda paling banyak Rp 4.500,00

3. Permintaan sebagai Saksi Ahli (masa persidangan)


Pasal 179 KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal 224 KUHAP
Barang siapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru
bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut UU ia harus
melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
4. Pemeriksaan Tersangka
Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian
Pasal 37 KUHAP
(2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakain dan
atau menggeledah badan tersangka.
Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis
terhadap

seseorang

dengan

memperhatikan

kesehatan

dan

keselamatan

yang

bersangkutan
5. Pembuat Visum et Repertum bagi Tersangka (misal: VeR Psikis)
Pasal 120 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus

Pasal 180 KUHAP

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
6. Keterangan Ahli
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya
pembuktian, harus dikemas dalam bentuk ALAT BUKTI SAH
7. Alat Bukti Sah
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperolah keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti sah adalah :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
8. Keterangan Ahli Diberikan secara Lisan
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan
Penjelasan Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan

9. Keterangan Ahli Diberikan Secara Bertulis


Pasal 187 KUHAP
(1) Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas smpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya alat
bukti sah surat
10. Pejabat Yang Berwewenang Meminta visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP penyidik
Pasal 6 (1) KUHAP
Penyidik :

Pejabat POLRI

Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU

Yang membutuhkan Visum et Repertum kasus pidana Umum penyidik harus Polisi
Penyidik PNS tidak berwenang meminta Visum et Repertum
Pasal 2 PP No 27 Thn 1983
(2) Penyidik adalah pejabat polisi NKRI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
pembantu letnan dua polisi (Ajun inspektur dua)
Pasal 2 PP No 27 Thn 1983
Penyidik pembantu adalah

Pejabat polisi NRI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi

Pejabat PNS tertentu yang berpangkat pengatur muda (gol II/a) atau yang disamakan
dengan itu

Pasal 2 (2) PP No 27 Thn 1983

Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, maka komandan kepolisian yang berpangkat bintara dibawah
pembantu letnan dua polisi, karena jabatannya adalah penyidik
Artinya :

Tidak semua polisi berpangkat pelda keatas adalah penyidik

Tidak semua polisi berpangkat sersan adalah penyidik pembantu

Setiap kapolsek adalah penyidik

Undang-Undang perlindungan anak No23 tahun 20023


Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuahan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus
kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
harus dijunjung tinggi. Serta jika dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak
merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak
berhak atas perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
3

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 1 ayat (1) : Anak adalah seorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpatisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Prosedur hukum4
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan
1.

Memiliki permintaan tertulis dari penyidik


Untuk dapat melakukan pemeriksaan yang berguna untuk peradilan, dokter harus
melakukannya berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban
harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Apabila korban
datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, korban jangan diperiksa
dahulu tetapi diminta untuk kembali kepada polisi dan datang bersama polisi.

Visum et repertum dibuat hanya berdasarkan atas keadaan yang didapatkan pada
tubuh korban saat permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Jika dokter telah
memeriksa korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif korban
sendiri tanpa permintaan polisi, lalu beberapa waktu kemudian polisi mengajukan
permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum, maka hasil pemeriksaan sebelumnya tidak
boleh dicantumkan dalam Visum et Repertum karena segala sesuatu yang diketahui dokter
tentang diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum
merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).
2.

Informed Consent
Sebelum memeriksa, dokter harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari pihak
korban, karena meskipun sudah ada surat permintaan dari polisi, belum tentu korban
menyetujui dilakukannya pemeriksaan ke atas dirinya. Selain itu, bagian yang akan
diperiksa meliputi daerah yang bersifat pribadi. Jika korban sudah dewasa dan tidak ada
gangguan jiwa, maka dia berhak memberi persetujuan. Sedangkan jika korban anak kecil
dan jiwanya terganggu, maka persetujuan diberikan oleh orang tuanya atau saudara
terdekatnya, atau walinya.
Dalam melakukan pemeriksaan, tempat yang digunakan sebaiknya tenang dan dapat
memberikan rasa nyaman bagi korban. Oleh karena itu, perlu dibatasi jumlah orang yang
berada dalam kamar pemeriksaan, hanya dokter, perawat, korban, dan keluarga atau teman
korban apabila korban menghendakinya. Pada saat memeriksa, dokter harus didampingi
oleh seorang perawat atau bidan.

3.

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin


Korban sebaiknya tidak dibiarkan menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di
kamar periksa. Pemeriksa harus menjelaskan terlebih dahulu tindakan tindakan yang akan
dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Visum et
Repertum diselesaikan secepat mungkin agar perkara dapat cepat diselesaikan.

4.

Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ayah/ibu
untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih
perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi
persetubuhan.

Dalam hal ini, sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar
ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan
akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakan
bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan
di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu,
bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika persetubuhan terjadi tidak dengan
paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut.
Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu
dianjurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara.
Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan
pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat
dalam bentuk surat keterangan, karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan
itu. Sebaiknya dokter meminta ijin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil
pemeriksaan kepada orang tuanya.

Visum et repertum4
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan
pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau
bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan
penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas
sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Visum et repertum adalah bukti yang sah berupa surat (pasal 184 jo pasal 187 butir c
KUHAP)
Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
2. Bernomor, bertanggal di bagian kiri atasnya dicantumkan kata Pro Justitia
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing

4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut
Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahasia jabatan bagi dokter serta
ketentuan kearsipan.
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada
dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukum oleh KUHP.
Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya
persetubuhan, adanya kekerasan (termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya)
serta usia korban. Selain itu dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan
seksual, kehamilan dan kelainan psikiatrik/kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut.
Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah
istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.
Untuk dapat memeriksa korban wanita tersebut, selain adanya surat permintaan visum et
repertum, dokter sebaiknya juga mempersiapkan si korban atau orang tuanya bila ia masih belum
cukup umur, agar dapat dilakukan pemeriksaan serta saksi atau pendamping perawat wanita dan
pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup yang tenang.
Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila diharapkan tercantum
perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin,
menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada tidaknya tanda kekerasan.
Aspek psikososial7
Pelaku merupakan pelaksana utama dalam hal terjadinya perkosaan tetapi bukan berarti
terjadinya perkosaan tersebut semata-mata disebakan oleh perilaku menyimpang dari pelaku,
tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar diri si pelaku. Namun secara umum
dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan dibagi dalam 2 bagian
yaitu: faktor intern, dan faktor ekstern.
FAKTOR INTERN

Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus
dilihat dari individu serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan perkosaan.
Hal ini dapat ditinjau dari:
(a) Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang
dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang abnormal.
Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita memiliki kelainan mental yang didapat baik dari
faktor keturunan maupun dari sikap kelebihan dalam pribadi orang tersebut, sehingga pada
akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan rangsangan
seksual sebagai energi psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan hubunganhubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain.
Dalam keadaan seperti ini sering dijumpai dalam perbuatan manusia itu terdapat
kesilapan-kesilapan tanpa disadari. Jika terdapatnya perbuatan-perbuatan tidak sadar yang
muncul dapat menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada perbuatan
kejahatan.
Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek
yang mendasari puas atau tidak puasnya dalam melakukan hubungan seksual dengan segala
eksesnya. Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan seksual dapat memberikan
kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan ekses-ekses tertentu yang merupakan aspek
psikologis tersebut akan muncul akibat ketidakpuasan dalam melakukan hubungan seks. Dan
aspek inilah yang dapat merupakan penyimpangan hubungan seksual terhadap pihak lain yang
menjadi korbannya. Orang yang mengidap kelainan jiwa, dalam hal melakukan perkosaan
cenderung melakukan dengan sadis, sadisme ini terkadang juga termasuk misalnya melakukan di
hadapan orang lain atau melakukan bersama-sama dengan orang lain. Kemudian disamping itu,
zat-zat tertentu seperti alkohol dan penggunaan narkotika dapat juga membuat seseorang yang
normal melakukan perbuatan yang tidak normal.
(b) Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan.
Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang, sebab moral
itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan dan merupakan hal yang vital dalam
menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya seseorang maka dengan sendirinya dia akan

terhindar dari segala perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung
untuk melakukan kejahatan.
Pada kenyataannya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah, melainkan ada
pasang surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat. Timbulnya kasus-kasus
perkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah
Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral seseorang dipengaruhi oleh
kurangnya pendidikan agama. Agama merupakan unsur pokok dalam kehidupan manusia yang
merupakan kebutuhan spiritual yang sama. Norma-norma yang terdapat di dalamnya mempunyai
nilai yang tertinggi dalam hidup manusia. Sebab norma-norma tersebut adalah norma-norma
ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan oleh agama adalah baik dan membimbing ke arah
yang jalan yang baik dan benar, sehingga bila manusia benar-benar mendalami dan mengerti isi
agama, pastilah ia akan menjadi manusia yang baik dan tidak akan berbuat hal-hal yang
merugikan atau kejahatan walaupun menghadapi banyak godaan.
FAKTOR EKSTERN
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor ekstern ini
berpangkal pokok pada individu. Dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan
kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari:
(a) Faktor Sosial Budaya, meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan terkait
erat dengan aspek sosial budaya. Karena aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik turunnya moralitas seseorang. Suatu kenyataan
yang terjadi dewasa ini, sebagai akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka tidak dapat dihindarkan timbulnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Akibat
modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang semakin terbuka pergaulan yang semakin
bebas, cara berpakaian kaum hawa yang semakin merangsang, dan kadang-kadang dan berbagai
perhiasan yang mahal, kebiasaan bepergian jauh sendirian, adalah factor - faktor dominan yang
mempengaruhi tingginya frekuensi kasus perkosaan.
Bagi orang yang mempunyai moralitas tinggi atau iman yang kuat dapat mengatasi diri
sehingga tidak diperbudak oleh hasil peradaban tersebut, melainkan dapat menyaringnya dengan
menyerap hal-hal yang positif. Salah satu contoh faktor sosial budaya yang dapat mendukung
timbulnya perkosaan adalah remaja yang berpacaran sambil menonton film porno tanpa adanya

rasa malu. Kebiasaan yang demikian pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi pikiran si
pelaku. Sehingga dapat mendorongnya untuk menirukan adegan yang dilihatnya, maka timbul
kejahatan kesusilaan dengan berbagai bentuknya dan salah satu diantaranya adalah kejahatan
perkosaan.
Peran lembaga swadaya masyarakat8
Dalam bidang perlindungan anak adanya eskalasi kriminalis terhadap anak belum banyak
menunjukkan perlindungan yang maksimal. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menunjukkan selama tahun 2007 terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak. Di
samping itu, data dari Kejaksaan Agung selama tahun 2006 terdapat 600 kasus kekerasan
terhadap anak yang telah diputus oleh peradilan. Anak masih dijadikan objek sasaran perlakuan
yang tidak seharusnya atau menjurus ke bentuk kriminalitas oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab, dan oleh oknum pelaku anak.
Hal itu banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang sarat dengan informasi dan teknologi,
pornografi, dan lain-lain memicu kegiatan yang bersifat kriminal, seperti pencabulan, pelecehan
seksual, perkosaan, perdagangan anak, penganiayaan sampai dengan pembunuhan. Bentuk
kekerasan lain seperti perdagangan anak (trafficking), berdasarkan catatan Komnas Perlindungan
Anak, jumlah yang terperangkap dalam perdagangan anak pada tahun 2006 adalah 42.771 oreang
meningkat menjadi 745.817 orang pada tahun 2007 dan pada akhir Juni 2008 jumlahnya
mencapai 400.000 orang.
Di lingkungan pendidikan yang diharapkan sebagai wadah mendidik anak sebagai tunas
bangsa pun tidak terlepas dari adanya bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak. Sebagai contoh,
masih ada kekerasan di antara murid sekolah dalam bentuk bullying atau dengan dalih orientasi
masa pendidikan sekolah, sampai kekerasan yang dilakukan oleh guru sekolah. Dalam bidang
hukum, perlindungan terhadap anak juga menjadi fokus penting karena perlindungan terhadap
anak yang terlibat dalam kasus hukum masih kurang mendapatkan penanganan yang semestinya.
Perlindungan terhadap hak anak perlu dilakukan sejak tahap penyelidikan, penuntutan,
persidangan bahkan sampai proses penghukuman. Bentuk penghukuman terhadap narapidana
anak juga harus dipertimbangkan dengan baik. Pengaruh lingkungan penjara akan banyak
mempengaruhi jiwa anak. Oleh karena itu, hukuman dapat diganti, misalnya dalam bentuk kerja
sosial dan lain sebagainya. Di bidang kesehatan dan pendidikan, masih banyak anak Indonesia

yang belum mendapatkan hak tersebut. Mengingat jumlah anak Indonesia sebesar 30% dari 243
juta jiwa penduduk Indonesia, anak merupakan potensi strategis dari sebuah bangsa yang perlu
diberikan perlindungan semestinya.
Dalam UU Perlindungan Anak, kebijakan penangulangan kekerasan
pada anak, dapat diidentifaksi pada bagian upaya perlindungan anak, yaitu
mencakup: (1) Diwajibkannya ijin penelitian kesehatan yang menggunakan
anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus mengutamakan
kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2) Diwajibkannya bagi pihak
sekolah (lembaga pendidikan) untuk memberikan perlindungan terhadap
anak di dalam dan di lingkungan sekolah dari tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam
sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya (Pasal 54); (3)
Diwajibkannya bagi pemerinyah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga
(Pasal 55); (4) penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, dan pelibatan berbagai
instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak
secara ekonomi dan/atau seksual (Pasal 66); (5) penyebarluasan dan
sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak
korban tindak kekerasan (Pasal 69).
Kesimpulan
Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek medikolegal,
juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area praktek medis yang
mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum terutama dalam kasus-kasus berkaitan
kejahatan susila. Namun, Untuk menyelesaikan permasalahan kasus kejahatan seksual, tidak
hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut diambilnya langkah
penanganan yang holistik dan komprehensif

termasuk dukungan psikososial yang secara

otomatis membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan masyarakat. Tugas dokter tidak
hanya menjalankan fungsi maksimal dalam bidang kesehatan, namun dokter tersebut dituntut
untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan kedokteran seoptimal mungkin dan mematuhi tuntutan
undang-undang terhadapnya terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan proses hukum.

Daftar pustaka
1. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran.Cetakan ke-2.Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;1994.
2. Solahuddin.Kitab undang-undang hukum pidana, acara pidana, dan perdata:KUHP,KUHAP
dan KUHdt.Jakarta:Transmedia pustaka;2008.
3. Undang-undang perlindungan anak. Diunduh dari www.komnasperempuan.or.id/.../UUPERLINDUNGAN-ANAK., 7 Januari 2015.
4. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.h.1-24.

Vous aimerez peut-être aussi