FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2009 Analisis Cerpen Penumpang Karya Ikhwanul Mukminin Oleh Namar S
Realita Kehidupan
Pengarang dalam cerpen ini mengangkat sebuah cerita tentang realita
kehidupan yang sering kita jumpai atau kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Dia bercerita tentang seorang kakek tua yang berprofesi sebagai penjual mangga. Kakek ini mendapat mangga dari pasar Kolong dan menjualnya di pasar Pertigaan, untuk menuju ke pasar itu, kake lebih memilih naik kereta di stasiun Jatinegara. Setiap naik kereta, kakek itu tidak pernah bayar atau membeli tiket. Kakek tua itu mempunyai anak tiri yang bernama Edi. Walaupun Edi sudah besar tapi kerjaannya cuma menonton televisi, dan tidak terpikir untuk mencari kerja. Saat aki mengajaknya berjualan mangga, ia malah marah- marah dan berkata yang tidak sopan, membuat aki emosi dan ingin menamparnya. Orang-orang di sekitar rumah kontrakan kakek itu sering menggosipkan Edi. Mereka mengatakan Edi pengangguran dan hanya menumpang tidur di kontrakan kakek itu. Mulanya kakek itu tak peduli, setelah digosipkan bahwa Edi sering keluar malam dan diduga sebagai pelaku pencurian, kakek itu mulai panik dan ia bertekad akan mengajak Edi berjualan mangga, karena hanya itu keahlian yang ia miliki. Ibu Edi bernama Seli, ia selalu membela Edi dan menyalahkan kakek tua itu. Walaupun maksud kakek itu baik dan dia sebenarnya sangat sayang dan tidak membeda-bedakan walau Edi anak tiri, tapi niat baiknya itu selalu disalahkan oleh isterinya. Suatu hari edi pergi dari rumah tanpa pamit dan meninggalkan pesan. Hal itu membuat ibunya gelisah dan kakek tua itu merasa bersalah karena telah memarahinya. Kakek tua itu pergi ke stasiun senen menunggu kereta jurusan Tangerang, karena menurut kabar dari seorang yang menagih utang Edi kepadanya mengatakan Edi pergi ke rumah saudaranya. Sepanjang jalan Kakek itu selalu memikirkan Edi, ia benar-benar merasa bersalah dan takut hal yang buruk terjadi pada Edi. Diperjalanan, disub stasiun kereta mendadak berhenti, tanpa sengaja kakek melihat Edi sedang membersihkan gerbong kereta yang berada di stasiun. Kakek merasa lega sekali sekaligus merasa bangga, akhirnya Edi mau juga bekerja walau hanya menjadi pencuci gerbong. Bahasa yang digunakan pengarang dalam cerpen ini biasa saja (menggunakan bahasa sehari-hari). Menurut saya cerita yang diangkat ini benar-benar nyata, artinya terjadi dalam dunia ini. Misalkan saat kakek itu tidak pernah membeli tiket kereta, memang kenyataannya pada saat inipun banyak penumpang kereta yang tidak membeli tiket. Juga tentang Ibunya Edi yang selalu membela anaknya dibandingkan membela suaminya karena bukan ayah kandungnya, dan tentang Edi, pemuda yang malas, hal itu semua dapat kita jumpai dalam realita hidup ini. Walaupun terdapat beberapa konflik seperti saat Edi meninggalkan rumah dan datang seorang menagih hutang Edi sebesar 200 ribu, namun secara keseluruhan jalan ceritanya masih datar. Ada sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya, ini menurut saya jadi kelebihan cerita ini. Diakhir cerita tokoh Edi akhirnya mau bekerja, sedangkan pada awalnya ia sangat malas bahkan selalu marah jika disuruh bekerja. Amanat yang terkandung dalam cerpen ini diantaranya adalah umur janganlah dijadikan patokan untuk kita bekerja, maksudnya walau kita masi muda, tetaplah berusaha dengan keras untuk mnjalani hidup ini dan walaupun kita sudah tua, tetap semangat dalam bekerja. Sayangilah seseorang tanpa pandang bulu. Bagi orang tua harus bisa mengajar anak dengan baik dan bagi anak janganlah melawan kepada orang tua.